Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Ada yang masih nunggu cerita ini? Here's spoiler for you.....

"Emmm Din"

"Iya"

"Aku.... aku takut Din" kataku sambil memeluk tubuhnya dengan erat.

"Takut apa?" tanyanya.

"Orang-orang jahat itu akan menyerang tempat kita besok kan. Aku jadi takut akan terjadi apa-apa sama kita...."

"Itu tak akan terjadi Dila, aku yakin kita bisa hadapi dan mengalahkan mereka" Dino menjawab sambil mengelus rambutku. "Dan aku akan melindungi kamu sampai kapanpun Dila, walau itu sampai mempertaruhkan nyawaku....."

******

"Emmmm Dan, sebelumnya aku punya satu permintaan. Kamu bisa kabulkan?" tanyaku kepadanya yang sedang mengelus-elus rambut panjangku.

"Kenapa sayang?"

"Aku pengen potong rambut"

"Hah? kenapa Ay?" tanya Dani heran.

"Emmm gimana ya.... aku pengen aja Dan" jawabku. Dani sepertinya tak memberikan respon sehingga aku balikkan tubuhku dan menghadap padanya.

"Kamu gak mau?" tanyaku lembut. Dani masih menatapku.

"Emm, aku mau aja sih. Kebetulan aku pernah potongin rambut temen hehe. Tapi kenapa sayang?"

"Dani, aku ingin menghapus semua kenangan masa laluku. Aku ingin menjadi orang yang.... emmm.... seperti terlahir kembali"

Episode 19-20 coming (not very) soon, syukur2 bisa dobel apdet lah haha. Maaf kalo bakal lama nunggunya karena kesibukan di real life
 
19. Stay

Galang


Mayat-mayat itu mulai menyebar, jumlahnya cukup banyak dibandingkan sebelumnya. Aku menyuruh Dino dan Citra untuk memanggil semua teman-teman untuk membereskan mahkluk itu secepatnya.

"Din, panggil yang lainnya. Kita harus musnahkan mereka"

"Iya Lang"

"Citra, bawa Nadila ke tempat aman"

"Iya kak"

Dengan cepat kutembakkan beberapa peluru kearah mayat-mayat hidup di bawah, aku berusaha untuk membidik kepalanya namun itu susah dilakukan karena gerakan mereka yang cukup cepat. Kesal karena tak bisa membidik, aku berlari menuju bawah. Mereka sudah bersiap untuk melawan mahkluk itu.

"Lang, sepertinya kita harus melawan mereka dengan senjata tajam. Peluru semakin menipis" kata Dino sambil membawa belati.

"Iya aku tahu Din....." balasku sambil mengokang senjataku. Tak ada pilihan lain.

"Aku ajak Rachel untuk membantu kita kak..." kata Citra, aku langsung menoleh kearahnya.

"Citra, kamu yakin dia bisa dipercaya?" tanyaku.

"Aku yakin kak, dia pasti akan membantu kita"

Aku berpikir sejenak, sepertinya Citra benar. Walau Rachel pernah bersama orang-orang itu namun ia tak pernah sekalipun berbuat jahat dengan kelompok kita, ia juga terpaksa melakukan hal itu demi keselamatan anggota keluarganya, itu yang dikatakan Dino kemarin.

"Hmmm baiklah Cit, Rachel boleh bergabung bersama kita" jawabku, ekspresinya tampak gembira.

"Kamu yakin Lang?" kata Aya.

"Aku yakin dia akan membantu kita Ay" balasku meyakinkan dia yang masih tak percaya dengan Rachel.

Citra membukakan pintu tempat Rachel kami tahan, dia tampak bingung melihat kami yang menggunakan senjata lengkap.

"Ada apa?" tanyanya.

"Kita diserang kembali oleh orang jahat itu, kamu harus ikut bantu kami untuk membunuh semua mayat hidup diluar. Jika kamu sanggup, aku akan membolehkan kamu bergabung bersama kami" kudekati Rachel dan memberinya sebuah tongkat golf. Ia mengangguk tanda setuju.

"Iya aku sanggup Galang" jawab Rachel

Kami keluar dari bangunan utama dan menuju ke lapangan, mayat-mayat hidup yang sudah tersebar di berbagai titik telah menunggu kami. Aku membagi mereka jadi tiga kelompok, kelompok pertama yang terdiri dari aku, Dino, Sandi, Dani, Anin dan Rachel akan maju dan menebas mayat-mayat itu. Kelompok kedua terdiri dari Citra, Fidly, Andi, Toni dan Gaby berada di belakang untuk menembak mayat-mayat yang tak bisa dijangkau oleh kami. Sisanya yaitu Aya, Nadila dan Melati tetap berada di bangunan utama.

Sesuai perintahku, kami maju dan mulai menebas mahkluk-mahkluk itu. Awalnya kami cukup mudah untuk melawan mereka namun aku sadar jumlah mereka cukup banyak tidak seperti sebelumnya. Hanya beberapa menit saja aku sudah mulai kelelahan mengayunkan pisau belati ini yang berlumuran darah.

SRAKKK

SRAKKK

"AGHHHHH" aku berteriak saat salah satu mayat hidup lolos dari penglihatanku dan mulai menerkamku, aku berusaha untuk lepas dari cengkramannya namun susah sekali, tenaga mahkluk ini cukup besar.

CRAKKK CRAKKK CRAKKK

Aku melihat Rachel memukul mahkluk itu dengan tongkat golf tepat pada kepalanya sehingga mayat itu tewas, kusingkirkan tubuh mayat itu dan berusaha untuk berdiri.

"Galang, kamu gak apa-apa?" tanya Rachel dengan raut muka cemas.

"Iya aku gak apa-apa, makasih Rachel...." balasku, kulihat tongkat golf yang digunakannya sudah patah akibat memukul mayat itu, kuambil pisau belati dan memberikan benda tajam itu kepadanya.

"Pakai ini"

"Tapi kamu...."

"Aku pakai pisau aja. Ayo Hel mayat-mayat itu masih cukup banyak"

Kulihat mereka melawan mayat-mayat itu dengan gagah berani dan saling membantu satu sama lain. Aku semakin kagum dengan mereka yang sudah terbiasa dengan kondisi sekarang.

Berkat kerjasama kelompok kami, akhirnya kami berhasil membasmi semua mayat hidup yang tersisa. Sangat melelahkan memang namun aku tak peduli dengan hal itu yang penting keselamatan teman-temanku yang paling utama. Kami langsung menumpuk mayat-mayat itu ke satu titik dan kemudian membakarnya, kami harus melakukan ini sebelum matahari terbenam karena aku rasa bara api itu bisa menarik perhatian mayat-mayat yang masih ada diluar sana.

Singkatnya setelah makan malam aku memutuskan untuk menggelar semacam rapat membahas apa yang harus kita lakukan selanjutnya setelah orang-orang itu memberikan ultimatum kepada kita.

"Jadi aku mengumpulkan kalian semua untuk membahas beberapa hal. Yang pertama kalian pasti sudah tahu orang-orang jahat itu memberikan sebuah ultimatum bahwa kita diberi waktu tiga hari untuk angkat kaki dari lapangan golf ini jika waktu tiga hari itu lewat dan kita masih disini, mereka akan menyerang tempat ini" jelasku sambil berdiri. Mereka tampak cemas dan bingung apa harus mereka lakukan.

"Kalian sudah menjadi tanggung jawabku sekarang, aku akan berusaha untuk melindungi kalian dari hal apapun mulai dari mayat hidup dan sekarang orang-orang itu. Jadi aku minta pendapat kalian bagaimana kedepannya. Apakah kita harus pergi dari sini atau tetap disini mempertahankan tempat ini....."

"Emm Lang, aku boleh kasih usul?" kata Dino sambil berdiri.

"Silahkan Din"

"Kalau memang kita harus pergi dari sini, kita akan tinggal dimana Lang? sudah tak ada tempat yang bisa kita tinggali selain disini. Aku ingin mempertahankan tempat ini, tempat tinggal kita"

"Din, resikonya sangat besar jika kita bertahan disini. Mereka memiliki pasukan dan aku yakin jumlahnya lebih banyak dari kita. Aku tak ingin kalian kenapa-kenapa karena hal itu....."

Dino terdiam sejenak dan memasang muka masam, ia berbeda pendapat padaku.

"Kita bisa melawan mereka Lang, teman-teman kita tahu cara untuk melawan, menggunakan senjata api. Aku yakin kita bisa Lang....." Dino berjalan medekatiku dan memegang kedua bahuku.

"Dino, kamu lupa apa yang kita lakukan di camp Sandi dulu. Kita melawan orang-orang jahat itu dan gagal....."

"Gak, itu tak akan terjadi lagi. Kita sudah terlatih dan terbiasa dengan kondisi ini Lang"

"Kak Dino benar, kita harus mempertahankan rumah ini. Sudah tak ada tempat yang aman diluar sana" kata Citra mendukung usulan Dino.

"Tapi Citra, apa kamu yakin?" sanggah Aya.

"Aku yakin Aya, selama kita bisa bekerja sama melawan mereka, aku yakin pasti bisa" ia berkata dengan sangat optimis, aku sebenarnya kagum dengan wanita ini yang dulunya benar-benar polos sekarang berubah menjadi wanita yang kuat. Wabah ini sudah mengubah sifatnya.

"Emmm, aku juga setuju sama Dino" Sandi berdiri dan berkata demikian.

Aku berpikir sejenak memikirkan keputusan yang mungkin bisa mengubah nasib kelompokku, sebenarnya aku juga ingin bertahan disini namun disisi lain aku juga khawatir dengan mereka karena nyawa adalah taruhannya.

"Jadi, kita akan melawan mereka. Benarkah begitu kak?" Melati berkata sambil mengangkat tangannya.

"Emmm iya Mel, memang begitu harusnya"

"Kita berarti akan membunuh mereka? Enggak! aku tak mau ikut dengan kalian. Kenapa kakak gak bernegosiasi sama orang-orang itu? bukannya itu jalan yang terbaik?" Melati tampak tak suka dengan usulan Dino.

"Melati, mereka bukan orang yang bisa diajak berunding. Itu yang aku tahu saat aku ditangkap sama mereka" Dino berusaha untuk menenangkan Melati.

"Kak, pokoknya aku gak mau ikut" dia berjalan meninggalkan kami dan sesekali terdengar isak tangisnya.

"Biar aku yang ngomong ke dia" Fidly berdiri dan berjalan menyusul Melati ke kamarnya.

"Hahhhh, baiklah. Kalian tahu ini adalah keputusan yang berat untuk kalian. Kita masih punya waktu tiga hari sebelum orang-orang itu kembali kesini. Aku sudahi dulu rapat ini dan coba kalian pikir-pikir dulu. Selamat beristirahat"

*****

Malam ini aku tak dapat memejamkan mata untuk tidur. Aku hanya memandang langit-langit kamar ini sambil memikirkan teman-temanku atau mungkin sekarang mereka adalah bagian dari sebuah keluarga yang harus kulindungi. Aku tak bisa membayangkan jika mereka mati sia-sia.

"Emmm kok belum tidur?" tiba-tiba Anin yang berada disampingku terbangun dari tidurnya dan memeluk perutku. Kuelus rambutnya dan dibalasnya dengan senyuman khasnya.

"Entahlah, aku gak bisa tidur kayaknya" balasku lirih.

"Kamu masih mikirin teman-teman kita ya?" tanya Anin. Aku mengangguk.

"Yaudah deh kamu kan pemimpin kami jadi wajar aja sih hehe. By the way Lang, aku juga setuju sama usulan Dino tadi" ucapnya, aku langsung menoleh dan menatap matanya.

"Anin, kenapa?" tanyaku lagi.

"Kalau kita pergi dari sini, kita akan tinggal dimana lagi? sudah tak ada tempat yang aman Lang, lagian aku juga gak mau hidup berpindah seperti yang kita alami dulu, aku yakin kamu pasti juga gak mau kan?" ucap Anin sambil mengelus-elus dadaku.

"Sayang, aku..... aku gak mau kamu kenapa-napa...." Kupeluk balik tubuh Anin yang ternyata hanya menggunakan bra dan celana dalamnya saat tidur tadi. Aku melihat bekas luka pada bahunya.

"Kamu tahu gak, aku benar-benar shock banget saat kamu tertembak waktu itu...." ucapku sambil menatap wajahnya yang cantik dan manis itu. "Saat itu aku tahu bahwa aku suka kamu, Anin"

"Emmm romantis banget Galang, hehe...." tiba-tiba tangannya bergerak kearah selangkanganku dan meremas-remas penisku disana. Tubuhku sedikit berguncang menahan rasa nikmat yang mendadak.

"Yaudah biar kamu bisa tidur, kita ngentot yuk hihihi....." Anin terkekeh lucu dan langsung mencium bibirku ganas, awalnya aku kelabakan dengan serangan mendadak yang dilancarkan olehnya namun akhirnya aku bisa mengimbanginya. Lidah kami saling bertautan, decakan liur juga terdengar. Kupeluk perutnya sambik terus bercumbu hebat. Kami berguling-guling di kasur ini beberapa saat sampai akhirnya kami melepas bibir. Wajahnya tampak sayu menatapku.

"Kamu cantik banget Nin....." kataku.

"Hehe masak? temen-temen kita banyak yang lebih cantik dari aku....."

"Gak, kamu yang paling cantik"

"Hehe gombal sih Lang, ternyata cowok gagah kayak kamu bisa ngegombal juga"

"Hahaha namanya aja cowok....."

Kami kembali saling berpelukan sambil meremas-remas tubuh kami, pantat Anin yang bulat itu kuremas dengan kencang sehingga ia mendesah keenakan. Ia membalasnya dengan meremas batang penisku yang sudah menegang melihat tubuh Anin.

"Ahhhh Anin....."

Remasannya membuat tubuhku serasa melayang, darah semakin terpompa menuju batang penisku dan menimbulkan rasa tegang, Anin melepas celana dalamku dan ia terkejut melihat penisku yang mencuat tegak dan nyaris mengenai wajahnya.

"Gede, panjang hihi...."

Ia langsung mengulum penisku dengan lahap sekali bak sedang memakan es krim. Hisapan dan jilatan lidahnya terasa enak sekali bahkan sesekali selangkanganku mengejang pelan dan sedikit menyodok mulutnya namun ia tak memperdulikan hal itu dan terus mengulum penisku.

"Sssllrrppp sslrrpppp" suara hisapan terdengar dari sela-sela mulutnya dibarengi dengan decakan liurnya sendiri. Tangan satunya memijit bagian bola testisku dan itu sangat nikmat sekali. Aku mati-matian untuk menahan sensasi ingin keluar, harga diriku sebagai pria dipertaruhkan sekarang.

Anin tampaknya mengerti kalau aku akan keluar dan melepas kuluman mulutnya, air liurnya yang cukup banyak keluar dari mulutnya menetes ke selangkanganku, ia tersenyum nakal sambil menyeka air liur yang tersisa dengan punggung tangannya.

"Hehe mau ngecrot ya Lang?" ucapnya menggodaku.

"Hahhh iya Nin, kamu lihai banget mainin punyaku"

"Yaudah deh, langsung aja ya. Memekku udah gatel banget, pengen disodok-sodok kontol kamu....."

Anin mengangkat tubuhnya sedikit dan mengarahkan vaginanya tepat ke kepala penisku, mulanya ia memegang penisku dan menggesek-gesek bibir vaginanya. Anin mendesah pendek sambil menatap wajahku dengan ekpresi yang sungguh menggoda, lidahnya menjulur membasahi bibirnya.

"Ahhh......."

"Ahhh........"

Setelah proses gesekan itu, ia mengarahkan penisnya tepat ke bibir vaginanya dan melesakkannya, aku hanya diam saja sambil melihat kelakuannya. Penisku mulai masuk ke dalam liang kawinnya dan rasa hangat dan sempit terasa sekali, setelah itu Anin mulai menggerakan pinggulnya naik turun dengan pelan.

"Ahhhh Galang......"

"Aninnn ahhhhh nikmat banget....."

Lama-kelamaan gerakan pinggulnya mulai terasa cepat, penisku terus menghujam liang vaginanya yang sempit dan menggigit itu, desahan dan rintihan seksinya terus keluar dari mulutnya begitu juga denganku.

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

"Ahhhhh... Galang.... Aku mau keluarr ahhhhh"

Tubuhnya tersentak-sentak saat penisku masih terbenam dalam liangnya. Pijitan keras melanda seluruh bagian penisku menimbulkan rasa nikmat yang tak bisa dilukiskan kata-kata. Cairan pipisnya mengucur pelan membasahi perut dan selangkanganku, beberapa saat kemudian orgasmenya mulai mereda dan tubuhnya langsung ambruk menimpa tubuhku.

"Nngggg.... enak banget....." Anin mendesah kecil, aku tersenyum sambil mengelus rambutnya.

"Hehe kamu goyangnya kenceng banget tadi, sampai pipis segala" balasku.

Beberapa menit kami beristirahat sejenak meresapi dinginnya malam ini. Anin tampak berusaha mengambil napas pendek akibat orgasmenya. Tak berapa lama ia mengangkat kepalanya dan menyerang bibirku, kami saling bercumbu liar selama beberapa detik saja. Kecupan dan alunan lidahnya lihai sekali memainkan bibir dan lidahku.

"Mmmmm doggy yak, memekku masih gatel banget....." ucapnya dengan memasang tatapan sayu kepadaku. Aku langsung bergerak dan memposisikan tubuhnya senyaman mungkin. Anin mengangkat pantatnya sedikit sehingga ia menungging, pantatnya yang bulat dan besar itu seakan menghipnotis diriku untuk menyetubuhinya. Kubuka sedikit bibir vaginanya dengan jariku, lendir orgasmenya masih tersisa disana, kuambil sedikit lendirnya dan menghisapnya dengan jariku, rasanya aneh namun aku suka.

"Ahhh......" Anin mendesah panjang saat kukecup bibir vaginanya yang basah, kusapu bagian itu dengan lidahku sehingga selangkangannya bergerak-gerak, Anin juga mendesah nikmat karena perlakuanku.

"Ahhhh.... ahhhhh......"

Setelah kurasa cukup melahap bibir kemaluannya, aku langsung melesakkan batang penisku kedalam vaginanya. Tubuhnya sedikit mengejang saat kelaminku tergesek oleh dinding kemaluannya.

"Ahhhh..... Galang......."

Dengan tempo sedang kuhentakkan penisku berulang kali, bunyi peraduan selangkanganku dan pantatnya terdengar jelas sekali yang semakin membuat birahiku naik.

"Ahhhh..... Ahhhhhh..... Ahhhhh.....'

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

Dinding vaginanya terus memijit batang penisku dengan keras, menimbulkan sensasi aneh pada penisku. Kutahan sensasi itu sekuat tenaga dan terus menghujam-hujam vaginanya. Anin terus mendesah nikmat, keringat kami bercucuran mengiringi persetubuhan kami. Karena gemas melihat buah pantatnya yang bergoyang gemulai, kuremas dengan kencang bagian itu sehingga tubuh Anin semakin bergoyang tak terkontrol.

"Ahhhhh.... sayang, kamu suka sama bokongku ya.... Ahhhhhh" desah Anin saat menyadari pantatnya kuremas gemas. Aku tak menjawab perkataannya dan terus menghujam-hujam kemaluannya dengan tempo cepat.

"Aahhhhh Anin...... enak banget......"

"Iyaahhh.... iyaahhhh ahhhhh Anin keluarrrrr aghhhhhhh"

Liang vaginanya berkedut kencang sekali pertanda ia sudah meraih orgasmenya kembali, cairannya menyembur deras membasahi batang penisku. Aku juga melolong keenakan saat batangku tak mampu menahan aliran sperma yang sudah naik, tak pelak kusemburkan cairanku kedalam relung kemaluannya, cukup banyak. Tubuh kami saling berguncang menikmati orgasme ini.

"Anin...... Ahhhhhhh"

Beberapa menit kemudian orgasme itu mereda, tubuhku jatuh menimpa punggung Anin, tulang-tulangku serasa lepas dari tubuhku akibat orgasme ini. Karena sadar aku menimpa tubuhnya, dengan cepat kurubah posisiku yang sekarang terlentang di sampingnya. Ia menoleh kearahku dan tersenyum lemah.

"Gak apa-apa sayang, aku lagi aman kok" ucapnya yang menyadari kalau aku menyemburkan sperma didalam vaginanya.

"Aku cinta kamu, Anin....." ucapku lemah sambil memegang pipinya.

"Aku juga, Galang....." balasnya. "Kamu akan pertahankan rumah kita kan?"

Aku menggangguk pertanda setuju.

"Iya Anin, kita akan pertahankan rumah kita bersama-sama"

*****

Melati

Kuselimuti tubuhku dengan kain yang kutemukan di kamar, air mataku masih mengalir membasahi kedua bola mataku. Aku masih tak menyangka teman-temanku akan berbuat keji terhadap orang-orang itu. Kenapa mereka harus melakukan itu? aku takut.....

KREK

Aku mendengar suara pintu kamar terbuka, ternyata Fidly.

"Melati, kamu gak apa-apa?" tanyanya pelan, aku masih menutupi wajahku dengan kain ini.

"Kenapa kamu nangis, Mel?"

"Hiks.... hiks.... aku gak apa-apa Fid, aku cuma ingin sendiri dulu...." isakku.

"Kalau ada apa-apa cerita lah Mel, aku siap dengerin kok" Fidly menidurkan tubuhnya tepat disampingku sehingga kami saling bertatapan.

"Beneran?"

"Iya lah Mel, kita kan temen hehe" ia mengelus rambutku dengan lembut, aku merasa nyaman dibuatnya.

"Kenapa teman-teman kita akan melawan orang-orang itu Fid? bukannya lebih baik kita bisa bicarakan baik-baik sama mereka?" tanyaku sambil mengelap air mataku yang tersisa.

(Melati's Theme)

"Ya mau gimana lagi, mereka sudah menyerang rumah kita dua kali. Mau gak mau kita harus lawan mereka" jawabnya.

"Tapi dengan membunuh mereka? aku tak mau melakukannya Fid..."

"Kenapa?"

"Aku tak mampu melakukannya Fidly, coba kamu pikir gimana rasanya jika misalnya kamu membunuh seseorang....." kataku tegas, aku tetap dalam pendirianku.

"Melati, aku mau ceritain ke kamu saat aku masih diluar dulu. Aku pernah membunuh temanku sendiri saat itu....."

"Hah?" aku terkejut mendengar perkataannya. "Kenapa? kenapa kamu setega itu...."

"Dengerin dulu. Aku terpaksa melakukannya karena ia sudah dalam posisi tergigit mayat hidup, awalnya aku berat sekali melakukannya namun itu permintaannya....." Fidly menjelaskan padaku.

"Saat aku melakukan itu, pikiran dan hatiku terasa kosong, hampa. Saat itu aku tak menyangka bisa melakukan ini Melati, aku bahkan sampai menangis seharian saat itu"

Aku hanya tertegun mendengar ceritanya. Ia sudah melalui saat-saat yang paling sulit dalam hidupnya, Fidly tampak mengeluarkan air mata dan mengusapnya.

"Setelah itu kuputuskan untuk mengubur mayatnya di samping tempat tinggalku. Setiap hari aku terus memikirkan dia bahkan di saat tidur pun bayang-bayang wajahnya terus menghantuiku. Namun lama-lama aku sadar kalau ini adalah bagian dari bertahan hidup di dunia ini Melati, kita tak mungkin bisa hidup normal seperti dulu" isak tangisnya pecah. Aku langsung memeluk tubuhnya dan mengusap-usap punggungnya, ini pertama kalinya aku melihat Fidly menangis bak seorang wanita biasa, selama ini aku selalu menganggap ia adalah orang yang kuat dan tangguh.

"Hiks... hiks.... sebenarnya aku tak ingin kehilangan kamu, Melati. Aku anggap kamu itu sahabatku...."

"Hiks... iya Fidly, aku juga sudah anggap kamu itu sahabatku...."

Kami saling berpelukan erat selama beberapa saat, kulepaskan pelukan itu dan kutatap wajahnya, ia sedikit tersenyum saat kuusap pipinya yang basah oleh air matanya.

"Aku pengecut ya, gak bisa kayak teman-teman kita yang kuat...."

"Sstttt jangan berkata seperti itu, kamu hanya belum terbiasa aja. Mereka juga seperti itu kok dulunya hehe"

Aku hanya mengangguk saja. Melihat wajah Fidly yang tampak manis membuat hatiku terasa tenang sekali entah kenapa. Tiba-tiba Fidly memajukan bibirnya tepat kearah bibirku. Ia menciumi bibirku selama beberapa saat, aku terkejut dibuatnya.

"Kenapa? kenapa kamu cium bibirku Fidly?" tanyaku heran kepadanya, ia hanya tersenyum saja.

"Hehe, buat tanda persahabatan kita" jawabnya.

"Ihhh tanda kok pakai ciuman sih" balasku, namun aku sadar kalau aku juga menikmati ciuman bibirnya.

"Gak apa-apa biar beda aja hahaha" tawanya renyah, entah kenapa aku suka banget lihat cara tertawanya yang lucu. Kami terdiam sejenak sambil terus menatap wajahnya.

"Emmmm, Fid"

"Iya?"

"Cium lagi dong hehe"

******

Gaby

"Hmmm aku penasaran tanaman ini biasanya disiram berapa kali ya? aku belum pernah lihat tanaman ini sebelumnya" aku bergumam sendiri sambil membawa botol berisi air. Kulihat tanaman hias itu yang tampak masih segar walau sudah lama tidak dirawat. Kutuangkan air itu ke pot tanaman hingga basah.



Sebelum bencana ini terjadi selain pekerjaanku sebagai wartawan, aku juga suka mengoleksi beberapa tanaman hias. Terkadang jika uangku mencukupi aku sering membeli tanaman hias yang biasa dijual di pinggir jalan.

Kuputuskan untuk mengambil air lagi dan menyiram beberapa tanaman disini.

"Gaby...."

"Eh, Fid. Ada apa?"

"Kamu lagi apa?" tanya Fidly padaku.

"Lagi nyiram tanaman hehe, lagian tanaman bagus gini gak pernah kita siram" balasku.

"Hehe iya juga sih. Yaudah aku kesana dulu ya"

"Oke Fid"

Dia berjalan meninggalkanku, aku kembali asyik menyiram beberapa tanaman, sesekali aku bersenandung kecil melantunkan lagu-lagu yang aku hafal untuk memecah kejenuhan.

"Gaby" tiba-tiba ada yang memanggil namaku, ternyata Sandi.

"Eh, Sandi. Ada apa?" tanyaku ramah.

"Emmm, nanti malam kamu gak ngapa-ngapain kan?" tanyanya polos.

"Gak ada sih, emang kenapa?"

"Nanti malem, kita ketemuan di pinggir sungai yuk. Ada yang mau aku omongin" balasnya, aku mengernyitkan dahi.

"Kalau mau ngobrol mending sekarang aja disini. Ngapain pas malem-malem, Sandi?"

"Eh..itu... Emmm yaudah deh kalau gak mau....." ia menjawab dengan gugup sehingga aku semakin penasaran.

"Hehe yaudah deh, aku mau. Tapi beneran kan ini?" tanyaku memastikan.

"Iya Gab, aku tunggu ya"

*****

Malam itu aku berjalan menuju pinggir sungai dibelakang bangunan utama sesuai permintaan Sandi. Kukenakan jaketnya Nadila karena udaranya dingin sekali. Saat aku meminjam jaket itu dia sedang bersama Dino, mereka tampak mesra sekali dan aku senang dengan hal itu. Namun dalam hati kecilku juga aku merasa iri sama mereka, Nadila bisa bertemu sama cinta pertamanya dan itu adalah Dino, aku sangat yakin mereka akan berpacaran saat itu juga.

Malam ini cukup cerah sepertinya, ditandai dengan bintang-bintang yang jumlahnya cukup banyak di langit, bulan juga bersinar terang pertanda bulan purnama. Aku duduk di sebuah undakan tepat di pinggir sungai menunggu Sandi datang kesini, aku tak mengerti kenapa ia mengajakku kesini dan sebalnya, justru aku yang tiba duluan kesini bukannya dia.

Suara air sungai terdengar cukup deras, udara dingin masih cukup terasa walau aku sudah mengenakan jaket namun kuabaikan rasa itu, sesekali angin sedikit berhembus kearahku semakin menimbulkan rasa dingin dan segar pada pernafasanku.

"Emm, Gaby maaf aku telat" tiba-tiba Sandi sudah berada dibelakangku. Aku langsung menoleh kearahnya.

"Ngagetin sih San" gerutuku. "kok lama tadi?"

"Tiba-tiba aku mules hehe, maaf...."

"Ihhh" rajukku. Sandi duduk disampingku dan menatap ke sungai, aneh dia tak menatapku.

"Sandi, kenapa kamu ngajak aku kesini?" tanyaku memulai obrolan.

Sandi menatapku dalam sekali, ia memegang kedua tanganku dengan erat.

"Kenapa San?" tanyaku memastikan.

"Aku...... aku......." dia tampak ingin mengatakan sesuatu namun seperti tersendat.

"Kenapa gugup?" tanyaku lagi sembari menatap matanya. Ia masih nampak gugup.

"Aku.... aku suka sama kamu, Gaby...." Sandi berkata sambil menguatkan genggaman pada tanganku. Jelas aku terkejut dengan perkataannya walau aku sudah sedikit menebak alur pembicaraannya.

Aku hanya terdiam sejenak, begitu juga dengan Sandi. Entah kenapa otakku seperti beku tak dapat berkata apa-apa namun hatiku seperti luluh mendengar perkataannya.

"Sejak kapan?" tanyaku memecah kesunyian malam. "Sejak kapan kamu suka aku, Sandi?"

"Engg.... sejak di camp dulu.... aku..... aku mulai tertarik sama kamu saat itu..."

"Bukan karena kejadian di apotik itu kan?" tanyaku lagi memastikan.

"Engg... bukan.... bukan waktu itu Gab......"

"Kalau ngomong gak usah gugup Sandi, aku gak suka kayak gitu...." kataku.

"Iya Gaby, aku gak gugup" dia seperti menegapkan badannya yang membuatku tertawa dalam hati. Sandi benar-benar lelaki yang polos.

Kami terdiam kembali dan tak menatap satu sama lain. Suara air sungai terdengar nyaman di telingaku memberikan kesan damai. Namun dalam hatiku terdapat dilema, Sandi menembakku di saat seperti ini. Di satu sisi aku ingin menjawabnya walau aku merasa kasihan padanya jika kujawab perkataannya.

"Emmm, maaf Sandi....." aku kembali berkata sembari menoleh kearahnya.

"Kenapa Gaby?" ia penasaran.

"Sebelumnya terima kasih kalau kamu memang menyukaiku, aku suka dengan itu. Tapi....." perkataanku terputus sejenak.

".... maaf Sandi, aku gak bisa....."

Sandi tertegun mendengar balasanku, tentu saja seperti dugaanku raut mukanya menunjukkan kekecewaan.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kamu gak lihat kondisi sekarang gimana Sandi? besok lusa kita akan diserang oleh orang-orang jahat itu dan malam ini kamu malah nembak aku...." ucapku dengan nada agak tinggi, Sandi terdiam tak merespon.

"Pikirkan keselamatan teman-teman kita, itu yang paling penting sekarang" tambahku. "Selain itu....."

".... aku belum bisa melupakan Billy, maaf. Aku melakukan hal itu padamu saat di apotik karena kamu adalah cowok yang aku percaya sekarang, aku juga tak tahu kalau aku mungkin suka sama kamu Sandi....."

Dia hanya terdiam dengan masih memasang raut muka kecewa, namun aku yakin ini adalah hal terbaik yang kulakukan sekarang.

"Gaby.... aku minta maaf karena udah ngomong hal ini. Jujur aku tak bisa menahan perasaanku, maaf kalau ini membuatmu ilfeel...." kata Sandi sambil berjalan mendekatiku.

"Kita jalani dulu yang ada, sebagai teman. Kita bantu teman-teman kita dulu, oke?" ucapku sambil mengenggam kedua tangannya, ia mengangguk gugup.

"I...Iya Gab, maaf sekali lagi...."

"Gak apa-apa Sandi, justru aku kagum sama kamu langsung ngomong to the point kayak gini hehe. Beda sama Billy dulu waktu nembak aku ngomong romantis-romantis dulu....."

"Apa jangan-jangan ini pertama kalinya kamu nembak cewek, San? hahaha" ucapku.

"Iya Gab, ini pertama kalinya" balasnya malu-malu, entah kenapa ekspresi mukanya membuatku gemas.

"Hehehe maaf ya Sandi, tapi kita tetap teman kok. Kamu jangan berubah sikap ya kalau sama aku"

"Eh, enggak kok Gaby hehe. Kita tetap teman"

Kami kembali terdiam menikmati dinginnya malam ini, bintang-bintang tampak bertabur di langit tanpa awan bersamaan dengan sinarnya bulan. Kuamati setiap bintang-bintang itu sambil tersenyum.

"Pemandangannya bagus ya San" kataku kepadanya.

"Eh, iya Gaby. Bagus banget, tumben bintang-bintangnya juga banyak banget"

"Iya San, menurut kamu aku sama bintang itu bagusan mana?"

"Bagusan kamu Gab hehe"

"Ihhh gombal"

Kami tertawa bersama menikmati langit malam yang indah ini, seakan-akan lupa apa yang sudah aku perbuat kepadanya. Aku merenungkan kedepan apa aku bisa menikmati malam ini selanjutnya.

Ah, semoga saja.

******

Nadila


Pagi ini cukup berkabut sama seperti hari-hari sebelumnya, mungkin karena tak ada polusi kendaraan yang terjadi sehingga udara jadi lebih segar. Jujur aku menikmati pagi ini dan bergegas untuk keluar dari kamar. Dino tampaknya masih tertidur lelap, aku sangat mengenal sifatnya yang sulit dibangunkan saat tidur namun aku tak ingin melakukannya.

"Hmmm kayaknya aku main gitar aja deh, kan enak pagi-pagi gini"

Singkatnya kuambil gitarku dari dalam kamar, aku duduk diluar sambil memperhatikan sekeliling. Aya dan Gaby tampaknya sudah bangun dari tadi dan mereka sedang membawa ember berisi air.

"Nad, tumben udah bangun" kata Gaby.

"Iya Gab hehe"

"Kamu malah main gitar Nad bukannya bantuin kita haha" kata Aya.

"Nanti aja deh, lagi nyaman-nyamannya gini" balasku. Jujur sih aku lagi malas membantu mereka haha.

"Yaudah, kita tinggal dulu ya"

Mereka berjalan kembali menuju belakang bangunan utama, kupegang gitar pemberian Melati dan melihat sejenak. Walau gitar ini tak sebagus kepunyaanku dulu namun aku tetap menyukainya. Kupetik beberapa senar untuk mengecek suaranya, kebiasaanku sebelum bermain gitar. Kukencangkan salah satu senar yang aku rasa kurang pas, setelah beres aku mulai memainkan nya. Sepertinya lagu ini jarang aku mainkan sebelumnya.

"Nadila, udah bangun ternyata kau" tiba-tiba Citra menyapaku dari belakang. Ia sedang membawa gelas berisi air minum.

"Eh, pagi Cit hehe" balasku.

"Pagi juga, kak Dino pasti belum bangun ya?" tanyanya.

"Iya Citra, kebiasaan dia mah" balasku. Ia tampak memasang muka datar, aku jadi penasaran kenapa. Citra duduk disampingku sambil meneguk gelas berisi air minum itu.

"Oh iya, kamu mau minum Nad? aku ambilin ya...."

"Gak usah Citra makasih, tadi aku udah minum kok"

"Oh okelah kalau begitu"

Kami terdiam memandangi pemandangan pagi, kabut masih terlihat walaupun sudah mulai memudar, aku terus memetik gitar ini sambil bersenandung. Entah kenapa Citra hanya diam saja sehingga aku jadi ingin ngobrol dengannya.

"Emm, kamu gak pernah main alat musik gitu Cit?" tanyaku kepadanya.

"Enggak Nad, aku aja gak bisa nyanyi hahaha lebih suka jadi pendengar aja" jawabnya sambil melihatku bermain gitar. "Kak Dino pasti senang banget ada kamu Nad, bisa main musik hehe" tambahnya.

"Makasih ya Citra kamu sudah selamatkan aku kemarin" kataku kepadanya.

"Sama-sama, sebagai seorang teman kan kita harus saling melindungi satu sama lain...."

Untuk pertama kalinya aku dan Citra berbicara akrab, sebelumnya aku selalu menghindari dia ataupun jika kita bertemu saja aku hanya menyapanya tak pernah lebih. Aku sadar Citra bisa menjadi teman dekatku walaupun aku juga tahu dia memendam perasaannya kepada Dino.

"Emmm Citra, kita saling terbuka aja ya" ucapku. Dia tampak kebingungan dengan maksudku.

"Terbuka? maksudnya?"

"Gini Citra, aku tahu kamu suka sama Dino kan? gak apa-apa jujur aja" tanyaku seakan ingin membuka hatinya.

"Emmm gimana ya Nad, tapi aku selalu menganggap kak Dino sebagai kakakku selama ini...."

"Citra, jujur aja gak apa-apa, aku gak akan marah kok"

Dia terdiam sejenak dan membuang muka dariku, ia tampak sulit untuk membuka isi hatinya. Apa aku salah bertanya kepadanya?

"Emmm yaudah Cit kalau gak mau jawab, kita bahas yang lain aja....."

"Iya Nad, aku pernah suka sama dia...." Citra menjawab dengan lantang, aku sedikit terkejut. "Selama ini aku suka sama kak Dino tapi aku tak pernah bilang padanya dan juga dia Nad....."

"Hmmm oke, tapi kenapa?" tanyaku kembali.

"Karena seperti yang aku bilang sebelumnya Nad, aku selalu menganggap dia sebagai kakakku"

Jawabannya cukup masuk akal, namun dari raut mukanya ia seperti kecewa dengan jawabannya sendiri.

"Citra, aku jadi keingat sama adiknya Dino, cewek. Bukan adik kandung sih, adik tiri lebih tepatnya"

"Hah? kak Dino punya adik?"

"Lah selama ini Dino gak pernah cerita sama kamu?" tanyaku yang dibalas dengan gelengan kepalanya.

"Aku pernah sekali ketemu sama adiknya Cit, orangnya rada tomboy sih. Dino sangat menyayangi adiknya walau bukan saudara kandung, mungkin karena itu aku benar-benar suka sama dia waktu itu" jelasku padanya.

"Hmmm adiknya pasti cakep banget ya Nad?"

"Seingatku sih iya haha" kami ketawa bersama namun aku cepat menyadari kondisi sekarang. Dino mungkin sudah kehilangan seorang adik yang sangat dicintainya.

Kami kembali terdiam sambil menikmati suara senar gitar yang kembali kupetik. Aku mencoba untuk melantunkan sebuah lagu yang mungkin Citra hapal dan benar saja, ia ikutan nyanyi.

"Suara kamu bagus Citra"

"Makasih Nad hehe, kok kamu tahu lagu kesukaanku?" tanyanya senang.

"Yaa lagu ini mah mainstream Cit, hampir semua orang pasti suka hahaha"

Kami bersenda gurau dengan akrab sembari memainkan gitarku. Citra cepat akrab ternyata orangnya dan aku merasa nyaman padanya, mungkin dia bisa jadi teman baruku sekarang.

"Dia juga orangnya dramatis banget Cit, pernah dulu waktu kita nonton bioskop bareng, kebetulan film yang kita tonton lumayan sedih, dia sempat nangis"

"Masak sih Nad? Haha"

"Beneran, dia memang emosional orangnya Cit. Tapi karena sifatnya itu aku jadi tertarik sama dia walau terkadang suka keterlaluan gitu" ucapku kepada Citra yang memperhatikanku dengan antusias.

"Gitu ya, kamu memang sangat mengenal kak Dino" kata Citra. "Oh iya Nad, minta tolong dong" ucap Citra memohon.

"Kenapa Cit?"

"Kita temenin Rachel yuk, kasihan dia sendirian disana" ucapnya.

"Hmmm okelah, yuk" kami bergegas menuju bangunan utama tempat Rachel "dikurung" oleh Galang pada awalnya, namun akhirnya dia menerima dan memaafkan semua kesalahannya. Aku sendiri sudah memaafkan dia karena jasanya menyelamatkan Dino dari orang-orang jahat itu.

Kami tiba di pintu kamar dan Citra mengetuknya, sepertinya tak dikunci. Kami langsung masuk ke kamar dan melihat Rachel yang sedang duduk melamun menatap jendela.

"Pagi Hel" sapaku berbarengan dengan Citra. Dia hanya menoleh kearah kami dan tersenyum.

"Kenapa kamu gak keluar Hel? bantu-bantu kita gitu" ucapku padanya. Ia masih terdiam sehingga aku semakin heran dengan sikapnya.

"Iya, kamu udah diterima lagi disini kok Rachel. Gak usah malu" tambah Citra.

"Aku.... aku masih merasa bersalah atas semua ini, terutama apa yang terjadi dengan Dino...." Rachel berkata lirih dan merasa bersalah. Citra menghampiri dia dan duduk disampingnya, sedangkan aku berdiri didepannya.

"Semua ini bukan salah kamu, Rachel. Kak Dino berhutang budi pada kamu"

Rachel menatap kami berdua dengan berlinangan air mata, lalu ia memeluk Citra erat dan sesegukan. Aku ikut memeluk mereka untuk memberikan energi semangat kepadanya.

"Hel, kami akan jadi sahabatmu. Apapun yang terjadi kita akan hadapi bersama" ucapku. Jujur saja awalnya aku merasa marah saat melihat Rachel bersama dengan Dino pada waktu itu namun setelah mengetahui alasannya aku menjadi kasihan dengannya karena "dicampakkan" oleh grup kami. Dan juga aku kembali punya teman baru.

"Hiks... hiks... makasih ya Citra, Nadila..... aku gak nyangka kalian ingin berteman denganku"

Akhirnya kami bersenda gurau didalam kamar. Banyak sekali obrolan-obrolan yang kami bahas. Sesekali kami tertawa bersama saat membahas hal-hal yang lucu. Rachel ternyata sangat supel orangnya dan terkadang cerewet, salah satu sifat yang aku suka.

Mulai hari ini aku memiliki teman dekat, Citra dan Rachel.

"Oh iya Hel, kamu kan pernah bersama dengan orang-orang itu kan? kamu tahu gak berapa banyak orang disana?" Citra bertanya kepada Rachel.

"Lumayan banyak Cit, kebanyakan orang tua wanita dan anak-anak. Mereka tak pernah terlibat dalam masalah ini, hanya Boss dan anak-anak buahnya....."

"Hmmm begitu ya, jangan khawatir Hel, kamu akan bersama dengan kelompok kami sekarang"

"Sekali lagi, terimakasih...." Kami berpelukan bersama.

*****

"Emmphhh ughhhh geliiii....."

"Ahhhh....."



Kepalaku mendongak keatas akibat reaksi dari rangsangan leherku yang sedang dijilat dan dicium sama kekasih baruku, Dino. Yap, kami akhirnya memutuskan untuk berpacaran mulai hari ini. Tak ada acara "nembak" seperti biasanya, hanya bicara tatap muka dan mengungkapkan perasaan kami masing-masing. Dia tampak senang sekali mendengar perkataanku bahwa aku mencintainya begitu juga sebaliknya.

Mulai sekarang, kami akan melupakan masa lalu dan menghadapi kehidupan baru.

Dino lihai sekali menjilati leher dan telinga belakangku, sesekali decak air liurnya terdengar. Aku semakin mendesah merasakan geli dan nikmat yang saling bercampur jadi satu, terkadang tubuhku sedikit terangkat melengkung sembari desahan yang keluar dari mulutku.

"Dinooo ahhhhh......"

"Geli ya, gadis cantikku? hahaha" tawanya membalas desahanku.

"Kok gadis? aku kan udah dibolongin kamu"

"Oh iya, berarti jadi wanita cantikku haha"

"Dih, gadis sama wanita itu beda makna tau....."

"Ohhh gitu, aku baru inget kalau kamu pinter dalam hal literasi haha" tawanya kembali. Ia menggerakan kepalanya dan sekarang kami saling menatap. Kudekatkan bibirku ke bibirnya dan kami saling bercumbu, awalnya lembut saja namun lama-kelamaan cumbuan ini semakin intens dan liar. Lidahnya menari liar didalam mulutku berusaha beradu dengan lidahku, kubalas perlakuannya berulang kali hingga terdengar suara decak liur kami.

"Mmmnnnn bibir kamu seksi, Dila....." gumamnya pelan, aku tersenyum mendengarnya.

"Masak?"

"Iya dong, jujur pastinya" balasnya.

"Mmmmm kamu juga Din" kataku sambil kembali mencium bibirnya lembut.

"Hehe"

"Emmm Din, kamu gak sadar kalo udah punya jenggot?" kataku, dia hanya tertawa saja.

"Hahaha iya juga ya, aku gak sempat cukur"

"Rambutmu juga udah lumayan gondrong gitu, beda banget pas kuliah dulu rambutmu pendek"

"Iya ya, tapi disini gak ada yang bisa potong rambut Dila...."

"Haha aku gak bisa potong, coba kalo bisa udah aku gundulin rambutmu coba"

Kami tertawa bersama didalam kamar, hanya ada kami berdua disini. Dino memeluk perutku dengan mesra sehingga aku merasa nyaman sekali, detak jantungnya terasa sekali.

"Emmm sayang....."

"Panggil Dila aja ya, aku gak mau dipanggil sayang" kataku menolak. Jujur aku tak nyaman dipanggil dengan sebutan itu entah kenapa.

"Kenapa?" tanyanya heran.

"Entah, tapi aku lebih nyaman kalau kamu panggil namaku aja"

"Oke lah"

"Emmm Din"

"Iya"

"Aku.... aku takut Din" kataku sambil memeluk tubuhnya dengan erat.

"Takut apa?" tanyanya.

"Orang-orang jahat itu akan menyerang tempat kita besok kan. Aku jadi takut akan terjadi apa-apa sama kita...."

"Itu tak akan terjadi Dila, aku yakin kita bisa hadapi dan mengalahkan mereka" Dino menjawab sambil mengelus rambutku. "Dan aku akan melindungi kamu sampai kapanpun Dila, walau itu sampai merenggang nyawaku....."

"Dino, aku tak ingin kamu kenapa-napa karena itu....."

"Aku janji Dila....."

"Mmmm, belum tengah malam kan ini?" tanyanya padaku dengan tersenyum.

"Kayaknya belum sih, emang kenapa Din?"

"Hehe main yuk sebelum tidur"

"Ihhh mesum...." balasku manja.

"Tapi kamu mau kan aku mesumin? Hehehe"

Belum sempat aku menjawab bibirku kembali disambar olehnya, tangannya mengelus-elus buah dadaku yang masih terlapisi kaos. Decak liur kami kembali terdengar sembari cumbuan kami yang makin liar dan mesra, aku mendesah kecil saat tangannya meremas pelan buah dadaku, nafsuku mulai naik dan aku suka dengan itu.

"Ahhhh......"

Bibir kami terlepas dan meninggalkan benang liur yang panjang, kami saling menatap dalam. Matanya membulat seolah-olah ingin menggerayangi seluruh tubuhku.


"Aku milikmu, Dino......" ucapku pertanda aku pasrah untuk dimainkan olehnya.

Dino membantuku melepas kaos yang kukenakan, kaos itu akhirnya terlepas dan dia menaruhnya di samping kasur. Tinggal penyangga buah dadaku yang masih menempel. Kuangkat badanku sedikit dan melepas kait beha ini hingga terlepas. Dia tampak tertegun saat melihat buah dadaku, aku tersenyum nakal.

"Kenapa dilihat doang Din? udah gak tahan ya?" kugoda dia.

"Emmmm, bisa bulat gitu punya kamu....." pujinya, aku bahagia mendengarnya.

"Hihi, ya udah mainin aja aku pasrah kok...."

Kepalanya melesat kearah buah dada sebelah kanan dan langsung mencium putingku. Aku mendesah secara tiba-tiba sambil mendongakkan kepala keatas merasakan geli yang mendadak itu. Kurasakan bibirnya menyedot putingku, mula-mula pelan saja namun ia terus menyedotnya cukup kencang. Ya ampun Dino, tak akan keluar air susu disana hahaha.

"Ahhh Dinooo.... geliii........"

Hisapan putingku semakin nikmat kurasakan, bahkan sekarang tangannya mulai meremas buah dadaku sebelah kiri dan jemarinya menekan-nekan putingku. Tubuhku mulai menggelinjang menikmati rangsangan yang dilakukan dia, desahanku terus keluar sembari irama jemari dan mulutnya yang terus menyerang buah dadaku. Kedua kakiku bahkan mulai bergerak-gerak tak beraturan akibat sensasi geli dan nikmat yang bercampur jadi satu.

Beberapa menit kemudian aku merasakan kontraksi di perut bagian bawah, sensasi itu semakin keras dan nikmat. Desahanku mulai terdengar liar dan tubuhku terus berguncang. Ayo Dino, terus hisap buah dadaku lebih kencang, aku sudah tak tahan lagi.

"Aahhhhh ahhhhhh Dinoooo..... akuuuu ahhh ahhhh keluarrr ahhhh"

Dino tak mendengar desahanku dan terus mengisap putingku dan meremas-remas buah dadaku lebih keras. Sensasi yang kurasakan semakin tak bisa kutahan lagi yang ditandai dengan kontraksi perutku.

"Aaaahhhhh keluarrrr ahhhh......"

Tubuhku menggelinjang hebat, kepalaku kembali mendongak keatas dengan mulut terbuka. Vaginaku berkedut hebat menyemburkan cairan yang kurasa lumayan banyak membasahi celana dalamku. Dino melepaskan bibir dan tangannya dan langsung memeluk tubuhku yang masih berguncang akibat nikmat orgasme yang kuraih, bibirnya kembali bertemu dengan bibirku sehingga cumbuan liar kembali terjadi, namun kali ini aku lebih mendominasi, lidahku menari-nari di liang mulutnya sambil aku terus mendesah akibat orgasmeku. Beberapa saat kemudian sensasi itu mereda, kulepas bibirku yang sudah berlumuran campuran liur kami.

"Hehe enak ya?" tanyanya lembut, aku hanya mengangguk "pasti basah ya celana dalammu? aku lepas aja biar lega hehe"

Tangannya bergerak menuju selangkanganku dan melepas celana dalamku yang basah kuyup. Sekarang aku telanjang bulat dihadapannya dan aku tak malu karena itu, Dino pasti bahagia melihatku seperti ini. Pandanganku tertuju padanya yang sedang memegang celana dalamku dan menghirupnya dalam.

"Ihhh kok dicium sih?" kataku lirih.

"Hehe gak apa-apa Umpy sayang, suka aja sama baunya"

"Ihhh aneh dah" kataku sambil memasang muka grumpy-ku, aku yakin dia akan semakin gemas denganku.

"Hmmpphhh, sedap baunya sayang. Jadi makin sange hehe" kekehnya menatapku. Ia melepas semua baju dan celana dalamnya sehingga ia telanjang bulat sama sepertiku, aku terkesima dengan fisiknya yang tampak gagah terutama benda di selangkangannya. Aku tahu Dino suka berolahraga sebelumnya sehingga badannya membuat nafsuku naik lagi. Ugh.

"Masukkin sekarang?"

"Emm nanti aja, mau mainin punyamu dulu...." kataku malu-malu.

"Gak usah ya, udah gak sabar nih" rajuknya.

"Aku mainin tititmu dulu atau kita udahan?" balasku dengan memanyunkan bibirku.

"Yaudah deh terserah kamu.... ughhhh Dila....." Tanganku langsung mengenggam penisnya yang sudah menegang, bentuk kemaluannya panjang dan gemuk dihiasi dengan kontur kulitnya yang entah kenapa membuatku semakin bernafsu. Kukocok-kocok batang penisnya perlahan sembari jemariku melakukan gerakan memijit. Dino mendesah akibat perlakuanku.

"Ahhhh Dila....."

Aku tersenyum saja mendengarnya, lalu kocokan ini mulai kutingkatkan temponya, kurasakan penisnya semakin membesar pertanda ia sudah terangsang hebat. Beberapa kocokan kemudian karena rasa ingin tahuku yang besar kutempelkan kepala penisnya ke arah bibirku. Dino hanya melirikku dengan senyuman mesum.

"Mau diisep? hehe" kekehnya. Aku hanya mengangguk sambil mengelus-elus batang penisnya yang lucu itu.

"Gak boleh?" tanyaku menggodanya.

"Ayok ah gak sabar di blowjob kamu, Dila. Apalagi bibirmu itu lo seksi banget...."

Dengan spontan kubuka mulutku dan memasukkan batang penisnya kedalam, rasa aneh menyelimuti indera perasaku namun kuabaikan hal itu. Kugerakkan lidahku menyusuri setiap bagian kemaluannya, tentu saja Dino mendesah keenakan akibat ulahku bahkan tubuhnya sedikit berguncang.

"Ahhh......"

Setelah bosan memainkan lidahku, kumasukkan kembali batang penisnya lebih dalam ke mulutku, kuhisap bagian itu dengan perlahan. Entah mungkin aku sudah terjerumus oleh nafsuku sendiri, lidahku menjulur mengikat batang penisnya. Fokusku terus tertuju ke batang penisnya dan kuisap lebih keras. Tampaknya Dino mulai menggerakan batang penisnya dengan perlahan. Ugh, sekarang bagian itu mulai menyodok kerongkonganku.

"Oughhhh oghhhhhh....." suaraku keluar akibat hentakan pelan kepala penis pada ujung kerongkonganku. Aku mulai kewalahan karena gerakannya semakin terasa bahkan aku mulai kesulitan bernapas. Tanganku kupukulkan pada pantatnya namun ia tak menggubrisnya bahkan sekarang tangannya menekan kepalaku sehingga penisnya sudah tenggelam semuanya kedalam mulutku.

"Hhggbbbb oghhhh...." aku meronta-ronta dan napasku semakin sulit kulakukan. Dino tampaknya tahu akan hal itu dan melepaskan tangannya dari kepalaku. Aku langsung melepas penisnya dari mulutku dan terbatuk-batuk mengeluarkan liur yang banyak. Air mataku keluar dengan tak sadar.

"Dila.... maaf aku kasar tadi....." katanya sambil mengusap liurku dengan telapak tangannya. Aku masih terbatuk-batuk dan berusaha untuk bernapas.

"Uhukkk... uhukkk... Dinoo... uhukkkkk..."

"Ini minum dulu" Dino memberiku sebuah botol air minum, kuteguk botol air itu hingga habis tak bersisa. Setelah itu kurebahkan tubuhku sambil terus berusaha untuk bernapas normal. Jujur saat itu aku sangat sulit bernapas sehingga ada rasa panik dalam diriku. Dino menatapku dan mengelus rambutku, raut mukanya tampak cemas. Kubalas ekpresinya dengan senyumanku pertanda aku baik-baik saja.

"Maaf Py, aku kasar tadi....."

"Gak apa-apa Din, aku suka kok hehe" kekehku. "Tititmu gede banget Din, aku sampai gak bisa napas tadi"

Dia tersenyum.

"Selama ini kamu makan apa sih Din, punyakmu bisa gede gitu?" tanyaku ingin tahu.

"Yaa, makan biasa aja cintaku hehe"

"Hmmm masak sih? aku gak percaya"

"Gak percaya tapi kamunya seneng kan hahaha" kami tertawa bersama. Karena gemas kuraih kepalanya dan kami kembali bercumbu penuh nafsu dan cinta. Kami sangat menikmati perlakuan ini selama beberapa menit, dengusan napas dan irama detak jantung mengiringi cumbuan kami. Kulepas bibirnya yang kembali basah oleh campuran liur kami.

"Aku mau cicipin memekmu" ucapnya menatapku.

"Yaudah lakukan aja" jawabku pasti.

Dino langsung memegang kedua pahaku dan membukanya lebar-lebar, kurilekskan tubuhku untuk memudahkan dia menjamah area kewanitaanku. Ughhh, rasa geli dan nikmat langsung menjalar ke seluruh tubuhku saat dia mengelus bibir vaginaku.

"Ughhhhh......."

"Paha kamu montok banget sayang" kata Dino, aku tersenyum mendengarnya.

"Kenapa? Gak suka ya?" tanyaku menggodanya.

"Suka dong, jujur Py dulu aku sering ngerasa aneh kalau kamu pakai rok pendek" jawabnya, dalam hati aku justru tertawa.

"Ihhh Dino, mikirin apa dulu dah?"

"Hehe dulu pengen banget ngeremes bokong kamu, sayang...."

"Ihhh mesum" kataku pura-pura jijik.

"Hehe biarin, kan cinta juga...." jawabnya tertawa.

"Hihihi dasar, aughhhh......" tiba-tiba aku kelepasan mendesah saat kurasakan jemarinya mulai masuk kedalam liang vaginaku. Selangkanganku sedikit bergoyang mengiringi jemarinya yang menari-nari didalam vaginaku.

"Ahhhh....."

"Ahhhh....."

"Memekmu bagus Py, aku suka banget...." kata dia. Aku tak membalasnya karena masih mendesah nikmat. Kulihat Dino menundukkan kepalanya dan mulai mengisap dan menjilati bibir vaginaku. Rasanya sungguh nikmat dan geli.

"Ahhhh nghhhhhh.... kok dijilat ahhhhh" desahku.

"Ahhhhh....."

Kamu tahu Dino.

Aku sangat bahagia sekarang.

Aku cinta kamu, Dino.

"Ahhhhh aku nghhhhh keluarr ahhhh....."

Tubuhku berguncang cukup kencang, selangkanganku sedikit terangkat dan perut bawahku kembali berkontraksi. Aku kembali orgasme, vaginaku berkedut kencang dan kurasakan cairan keluar dari sana. Aku mendesah kencang sambil kepalaku terdongak keatas. Rasanya nikmat sekali, aku bahagia.

Napasku tersengal-sengah setelah orgasme itu mereda. Kulihat Dino mengangkat kepalanya dan tampak wajahnya sedikit basah akibat cairanku tadi, aku tersenyum melihatnya.

"Hhhhhhh mukamu basah Din" kataku.

"Kamu keluarnya banyak banget hehe sampai aku telan airnya, enak kan?"

"Ihhh kok diminum sih?"

"Gak apa-apa kan aku bilang, karena cinta aku akan lakukan apapun demi kamu hehe"

Hatiku semakin luluh mendengar perkataanya yang mesra itu

"Aku cinta kamu, Dila....."

"Aku juga cinta kamu, Dino..." tanganku memegang penisnya yang sudah tegang maksimal dan mengurutnya pelan. Aku ingin benda ini masuk kedalam vaginaku, Ayo Dino...

"Dah gak sabar ya? hehe" kekehnya.

"Mmmmhhh iya"

"Yaudah aku masukkin ya"

Penisnya mulai menyeruak masuk kedalam liang vaginaku. Rasa sedikit nyeri melanda selangkanganku akibat ukurannya yang besar namun rasa nikmat dan geli terlalu mendominasi, Dino mulai menggerakan pinggulnya dengan pelan sehingga penisnya menghujam dalam di vaginaku. Aku mendesah cukup kencang mengekspresikan rasa nikmat yang teramat sangat. Tempo hentakannya ia kencangkan, vaginaku terasa nyeri sekaligus nikmat karena gerakan batang kemaluannya.

Plok plok plok

Plok plok plok

"Ahhhhh Dinoo......."

"Dilaaa aghhhhh......"

Kami saling menyebut nama sembari mendesah cukup kencang mengekspresikan kenikmatan hubungan badan. Beberapa menit kemudian liang vaginaku mulai berkedut-kedut yang terasa semakin lama semakin kencang, perutku juga kembali berkontraksi, sebentar lagi aku akan orgasme.

Plok plok plok

Plok plok plok

"Dinooo ahhhhh ahhhhh aku keluarrrr ahhhhh....."

Tubuhku menggelinjang hebat tak kuasa menahan rasa orgasme ini, dia memeluk perutku dengan erat. Vaginaku berkedut kencang sekali dan meremas-remas penis Dino, ia juga mendesah karena itu. Orgasme ini berlangsung selama beberapa detik saja namun rasanya sangat nikmat, tulang-tulang pada tubuhku terasa ringan sekali.

Setelah orgasme itu mereda tubuhku terasa lemas, keringatku bercucuran deras di seluruh tubuhku, aku terengah-engah berusaha untuk bernapas. Jujur aku pertama kali merasakan nikmat ini bersama Dino, aku sangat bahagia karenanya. Entah kenapa aku ingin lagi, lagi dan lagi merasakan namanya orgasme.

"Hhhhhh Dinoo, lakukan lagi....." desahku.

"Kamu capek gitu" jawabnya sambil mengelus pipiku gemas

"Gak apa-apa Din, aku seneng banget hehe"

"Hhhh yaudah kita ganti posisi ya biar kamunya makin enak hehe"

"Gimana?"

Dino mengangkat tubuhku dan menaruhnya dalam posisi tengkurap, lalu ia memintaku untuk mengangkat sedikit pinggulku, kuturuti permintaannya setelah paham apa yang dimaksud. Posisiku sekarang tengkurap dengan pinggul terangkat. Rasa geli tiba-tiba menyerangku saat Dino meremas-remas pantatku dengan lembut dan berirama, bahkan saking gelinya sampai kugerakkan pinggulku.

"Pantatmu bulet, kenyal Dila...." kata dia, entah kenapa aku senang mendengarnya.

"Emmmm masukkin lagi Din, tolong hhhhhhh" balasku mendesah, remasan-remasan di pantatku membuat nafsuku semakin naik.

"Mau dientot lagi? Mmmmmm kamu cantik banget sayang....." Dino berbisik di telingaku.

"Mmmmm iya Dino, Dila pengen dientot sama kamu...." balasku vulgar.

"Mulai nakal ya, ngomong jorok sekarang" balasnya.

"Ihh, kan sama kamu doang. Ayo Din plisss masukkin lagi...." aku merajuk. Dia membalasnya dengan remasan kencang di pantatku.

"Oke hehe aku juga udah gak sabar"

Dino memegang kedua bongkahan pantatku untuk bersiap melakukan penetrasi pada vaginaku. Tubuhku kurilekskan supaya memberikan rasa nyaman nantinya. Dia mulai membelai bibir vaginaku dengan jari-jarinya, rasa geli menyerang seluruh tubuhku. Tiba-tiba saja penisnya mulai masuk kedalam vaginaku sehingga aku kembali mendongakkan kepalaku dan mendesah kencang.

"Aaahhhhhh.... Dinooooo....."

Dia mulai menggenjot liang vaginaku dengan tempo yang lembut sekali, air mataku keluar pertanda aku bahagia dengan semua ini sembari terus mendesah enak. Tak berapa lama tempo genjotannya ia percepat dan terdengar suara peraduan selangkangannya dengan pantatku. Karena rasanya nikmat kugoyangkan pantatku berirama dengan genjotan penisnya.

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

"Dinooo..... Ahhhhhhh akuuu keluarrrrr..... Ahhhhhhhh"

Liang vaginaku berkedut kencang sekali meremas-remas penisnya didalam. Kurasakan cairan vaginaku keluar dengan deras membasahi penisnya. Aku mendesah panjang merasakan nikmatnya orgasme yang lebih nikmat dari sebelumnya, tubuhku sudah terasa lemas sekali namun Dino masih terlihat segar bugar, pandanganku sedikit mengabur akibat lemas, namun entah kenapa aku ingin dia menyetubuhiku lagi, lagi, dan lagi.

Dan benar saja, mungkin dia tahu kalau aku sudah cukup beristirahat. Dino langsung membalikkan tubuhku menjadi terlentang, ia melebarkan kedua pahaku yang sudah terasa lemas sekali. Lalu ia mulai kembali melesakkan penisnya kedalam vaginaku yang sudah sangat basah.

"Ahhhh....."

Persetubuhan kembali terjadi, tempo dia sama seperti sebelumnya, awalnya lembut pelan dan akhirnya semakin lama semakin cepat. Desahan dan lenguhan kami saling bercampur memenuhi isi kamar ini.

"Ahhhh Dinoooo....."

"Ahhhh Dilaa........"

Liang kemaluanku kembali berkedut-kedut kencang pertanda aku akan kembali meraih orgasme. Dengan sadar kulilitkan kedua kakiku ke punggungnya, Dino terus menggenjot kemaluanku dengan kencang. Ahhhh, aku akan keluar lagi.

"Dinooo ahhhhh aku mau keluarrrr ahhhhhh....." desahku.

"Iyaaah Dilaa... aku juga ahhhhhh...."

"Keluarin di dalam ya Din....."

"Kamu ahhhhhhhhh, serius?"

"Iya, aku aman kok hihihi ahhhh ayooo Dinooo genjot terus sampai kamu keluarr ahhhhhh....."

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

"Dinooooo ahhhh aku keluarrrr......"

"Iyaahhh Dilaa aku juga ahhhhhhh"

Kami akhirnya dilanda orgasme hebat bersama-sama. Cairan kami saling bercampur didalam liang vaginaku begitu juga dengan tubuh kami yang saling berguncang menikmati orgasme ini selama beberapa saat.

Setelah orgasme itu mereda, kami saling bercumbu mesra selama beberapa saat. Tubuh kami basah oleh keringat yang saling bercampur, napas kami terengah-engah berusaha mengambil oksigen yang masih tersisa didalam kamar ini. Aku tersenyum bahagia saat kami saling menatap.

"Jangan tinggalkan aku, Dino...." ucapku lirih, ia tersenyum.

"Aku janji, Dila. Kita akan terus bersama sampai kapanpun"

******

Aya

"Ssshhhh ahhhhhh hahhh hahhhh"

"Ughhh Aya....."

Kami terengah-engah mengambil napas pendek setelah kami dilanda orgasme hebat akibat persetubuhan malam ini. Aku tak mau menyia-nyiakan malam ini karena besok kami akan melawan orang-orang jahat itu. Tubuhku terasa lemas sekali setelah sempat meraih orgasme yang entah berapa kali begitu juga Dani yang kelelahan meladeniku.

Kami saling berbaring diatas kasur, aku menatap langit-langit kamar dan tersenyum bahagia. Aku tak menyangka Dani benar-benar tulus mencintaiku, namun aku juga merasa bersalah karena sampai sekarang aku tak pernah menceritakan kondisi yang aku alami.

Kugulingkan tubuh telanjangku menghadap Dani, kami saling bertatapan.

"Emmmm Dan, sebelumnya aku punya satu permintaan. Kamu bisa kabulkan?" tanyaku kepadanya yang sedang mengelus-elus rambut panjangku.

"Kenapa sayang?"

"Aku pengen potong rambut"

"Hah? kenapa Ay?" tanya Dani heran.

"Emmm gimana ya.... aku pengen aja Dan" jawabku. Dani memasang ekspresi heran kepadaku.

"Kamu gak mau?" tanyaku lembut. Dani masih menatapku.

"Emm, aku mau aja sih. Kebetulan aku pernah potongin rambut temen hehe. Tapi kenapa sayang?"

"Dani, aku ingin menghapus semua kenangan masa laluku. Aku ingin menjadi orang yang.... emmm.... seperti terlahir kembali" ucapku padanya. Ia tampak mendengar dengan seksama.

"Aku juga merasa bukan wanita yang sempurna seperti yang kamu biasa ucapkan padaku Dan"

"Kamu sempurna, Aya. Aku tak pernah mempermasalahkan penampilanmu....."

"Aku pernah lumpuh Dan...."

Dani terkejut mendengar perkataanku barusan, sebelumnya aku ingin bilang kepadanya sekarang karena aku pikir ini sudah waktunya Dani tahu kondisiku sebenarnya, tak peduli apa reaksi dia selanjutnya.

"Apa.... Aya.... kamu gak bercanda kan?"

"Kecelakaan hebat waktu itu mengubah hidupku untuk selamanya Dani. Aku lumpuh, hidupku selalu bergantung pada kursi roda. Impianku, masa depanku, semuanya hancur karena itu Dani...." tanpa sadar air mataku mulai mengalir saat kubuka semua memori kelam itu.

"Namun karena wabah mayat hidup ini aku bisa berjalan kembali entah bagaimana itu bisa terjadi, aku tak peduli Dan, yang penting hidupku sekarang seperti ini, aku bertekad untuk berubah menjadi orang baru, bukan Aya yang dulu....."

Dani tampak tertegun mendengar semua ucapanku, tangan kanannya mengusap air mataku yang membasahi pipi, aku merasa nyaman dibuatnya.

"Aya, apapun yang terjadi, apapun kondisimu. Aku tetap mencintai kamu sepenuh hati, sampai kapanpun"

Perkataannya membuat hatiku luluh. Dani benar-benar sangat mencintaiku walaupun kondisiku tidak sempurna. Aku bertekad untuk tidak mensia-siakan dia.

"Aku tak mau kehilangan kamu, Dani....."

"Aku juga Aya, kamu adalah wanita yang sudah merubahku...."

"Terimakasih Dani, aku tak akan melupakan kejadian ini. Aku janji"

******

Dino

Tak terasa sudah memasuki hari ketiga, hari terakhir dari ultimatum orang-orang jahat tempo hari. Kami akhirnya sepakat untuk mempertahankan lapangan golf ini, aku sangat senang dengan keputusan Galang dan aku berjanji untuk berjuang semaksimal mungkin untuk mempertahankan rumah kami.

Paginya, aku sedang berjalan menuju bangunan utama dengan membawa senapanku. Aku menitipkan Dila kepada Citra selama "pertempuran" ini dan dia menyetujuinya, aku senang mereka bisa akur.

Aku terkejut melihat Aya yang penampilannya berbeda dari hari sebelumnya. Rambut panjangnya telah dipotong sehingga ia tampak seperti laki-laki.

"Aya, rambutmu jadi pendek sekarang" celetukku.

"Hehe iya Din, aku kepengen aja" balasnya.

"Gak apa-apa sih itu keinginan kamu, tetep aja cantik seperti biasa hahaha" candaku kepadanya. Ia membalasnya dengan senyuman.

"Makasih Din, tapi selain itu ada gunanya juga kalau rambut pendek kayak gini"

"Apaan?"

"Biar kerasa nyaman saat pertempuran nanti" balasnya.

"Hehe benar juga ya"

Singkatnya Galang mengumpulkan kami diluar. Semua persiapan sudah kami lakukan mulai dari persenjataan, tempat perlindungan dan obat-obatan. Aku akan bersama dengan Galang di garis depan sedangkan untuk yang wanita kecuali Anin dan Rachel, mereka akan berada di bangunan utama.

"Hari ini mungkin orang-orang itu akan menuju kemari dan menyerang lapangan golf ini. Kita sudah sepakat untuk mempertahankan tempat ini, rumah kita. Untuk itu aku meminta kalian untuk saling bekerja sama, aku yakin kita pasti menang dalam pertempuran nanti. Keselamatan kalian adalah tanggung jawabku"

"Sekali lagi, kita pasti menang......"

CREDITS ROLL

"Bagaimana persiapan kita?"

"Semuanya lancar, pak. Kita akan kerahkan 12 pasukan terbaik untuk melawan kelompok mereka, saya yakin mereka tak akan mengecewakan bapak"

"Hmmm baiklah aku akan percayakan semua padamu. Karena aku yakin mereka bukan orang biasa yang takut sama senjata api, mereka pasti tak akan pergi dari tempat itu"

"Iya pak"

"Oh iya, saya punya barang yang mungkin berguna untuk pertempuran nanti"

"Apa pak?"

"Ini"



"Pak boss? Anda serius?"

"Ya, ini untuk kejutan nanti jika mereka bisa menyerang balik kita"

"Dari mana bapak dapat benda ini?"

"Aku ambil dari markas militer tak jauh dari sini, aku sengaja menyembunyikan benda ini dari kalian hahaha"

"Hmmm oke pak, tapi bagaimana cara memakainya?"

"Aku ajari nanti"

"Oh iya pak, saya punya pertanyaan terakhir"

"Tanya saja"

"Kalau misalnya mereka menyerah, apa yang anda lakukan setelahnya?"

"Hmmm kita tangkap saja dan bawa ke markas kita. Mereka bakal berguna kok terutama wanitanya, kita bisa menjadikannya budak kan hahaha"

"Ah bapak hahaha benar juga ya, nanti ceweknya bagi satu dong buat kita-kita"

"Pasti kok hahaha"

"Tapi, jika mereka melawan apa yang kita lakukan?"

"Sudah jelas, kita bunuh mereka semua....."
 
Terakhir diubah:
Trivia lagi

Hehe kasih yang ringan-ringan dulu ya, sebelum masuk ke episode 20 yang akan terjadi "something bigger" dan mungkin menjadi turning point dalam kisah mereka.

1. Stay dalam bahasa indonesia adalah bertahan. Mengacu pada keputusan Galang dan kawan-kawan untuk tetap bertahan di lapangan golf dan melawan orang2 si Boss

2. Ane juga nyobak bikin episode ini dengan multi-pov, jadi mungkin masih ada banyak kekurangan disana-sini. Mohon kritik dan sarannya.

3. Lagu yang ane comot di adegan Nadila-Dino judulnya koi no yokushiryoku (love deterrence), salah satu ost metal gear solid peace walker.

Gimana, enak kan adegan hehe diiringi alunan gitar :3


4. Dan juga, saat Galang memberikan sebuah tongkat golf ke Rachel dan menggunakannya sebagai alat melawan mayat hidup adalah reference dari game The Last of Us Part 2

5. Dah gitu aja sih hehe

Happy reading and have a nice day. Stay safe and stay healthy.
 
Terakhir diubah:
8k words, 4 SS
Mantap

Kayaknya bakal diabisin semua disini dramanya, update berikutnya full action

Kira kira bakal ada yang dipancung ga ya?
 
Bimabet
Terima kasih suhu updatenya..
Mantap..
Makasih updatenya om @metalgearzeke :beer:
Sama-sama hu:banzai:

Mantap sekali update 8k
8k words, 4 SS
Mantap

Kayaknya bakal diabisin semua disini dramanya, update berikutnya full action

Kira kira bakal ada yang dipancung ga ya?
Awalnya mau ane batasi satu tokoh 1k tapi malah kelewatan wkwk
tandain dulu, nyari waktu luang buat baca update 8k wkwkwk
Silahkan gan
Mantap2 niihhh ga ada lawan
Mantap2 apa ini? Wkwk
Pertempuran antara hidup dan memek nih
Hidup dan mati gan haha
nadila ngomong sama qorinnya
Oh iya typo banget haha, udh ane fix

Makasih koreksinya
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd