Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)
- Thread starter metalgearzeke
- Start date
- Status
BlaCkSwn
Adik Semprot
- Daftar
- 18 Feb 2017
- Post
- 120
- Like diterima
- 69
Welcome back suhu
Itu kalo beneran jadi 6-7 part bisa berapa episode tuh..
Kalo downgrade kayaknya ngga sih, detailnya cukup lah ya, atau saya yg kurang ngeh ini wkwk
Nah soal motogp, menurut saya kandidat terkuatnya mir, konsisten banget dia, tinggal tunggu menangnya aja. Soalnya duo pembalap factory yamaha tahun depan masih angin2an, apalagi dovi, udah ga niat kayaknya dia wkwk
Sama hu, pas simbah jatoh langsung misuh saya, remot tv jadi korban wkwk. Padahal yakin saya pasti podium dia, ya walaupun dilap akhir bakal kesalip mir, tapi bisa lah pertahanin posisi 3 dari rins. Sebenernya pas misano yg pertama perfect banget itu kalo bisa podium, all italian podium bareng murid2nya, tapi ya sudahlah, mungkin belum waktunya..
Dah gitu aja komen ga jelas saya wkwk
Ditunggu update selanjutnya hu. Cheers!
Itu kalo beneran jadi 6-7 part bisa berapa episode tuh..
Kalo downgrade kayaknya ngga sih, detailnya cukup lah ya, atau saya yg kurang ngeh ini wkwk
Nah soal motogp, menurut saya kandidat terkuatnya mir, konsisten banget dia, tinggal tunggu menangnya aja. Soalnya duo pembalap factory yamaha tahun depan masih angin2an, apalagi dovi, udah ga niat kayaknya dia wkwk
Sama hu, pas simbah jatoh langsung misuh saya, remot tv jadi korban wkwk. Padahal yakin saya pasti podium dia, ya walaupun dilap akhir bakal kesalip mir, tapi bisa lah pertahanin posisi 3 dari rins. Sebenernya pas misano yg pertama perfect banget itu kalo bisa podium, all italian podium bareng murid2nya, tapi ya sudahlah, mungkin belum waktunya..
Dah gitu aja komen ga jelas saya wkwk
Ditunggu update selanjutnya hu. Cheers!
metalgearzeke
Guru Semprot
- Daftar
- 3 Feb 2016
- Post
- 501
- Like diterima
- 1.408
Sama-sama gan, makasih juga udah nungguin heheWow langsung 8k, makasih updatenya hu @metalgearzeke
Makasih hu hehe, btw terminal apaan ini gan?The Walking Dead mid season 4..
Phase ceritanya enak banget ini kayak mesin diesel lagi ngegas dari tarikan bawah.
Ditunggu moment "The Terminal"
Hmmmm
Hehe beda kok yang ini, lebih fucked up
Terimakasih gan
Kalau jadi kayaknya bakal banyak episodenya mungkin 70-80 an totalnya wkwk, ya cuma masih angan-angan aja.
Nah ini juga, ane sempet pengen gak apdet gara-gara kejadian kemarin. Sumpah jarang banget Rossi jatuh kayak gitu wkwk. Sayang banget Dovi gak bisa manfaatin momentum Marc absen, bisa banget dia juara dunia kalau gak ogah-ogahan skrg wkwk
Tapi rumornya sih, Ducati memang sengaja jelekin Dovi biar cepet keluar dari tim, katanya.
Utk kejadian di Misano pertama kemarin emang sial aja karena salah perhitungan ban. Kalau dilihat Rossi ngegas sejak awal lalu defend pas akhir2 balap cuma sayang bannya abis dan akhirnya disalip Mir.
Rossi udah amanin seat di Petronas SRT taun depan tapi kalau menurut ane karena ia juga ingin naruh seat ke adik tirinya, Luca Marini yang masin main di Moto2. Embah passion balapnya juga masih tinggi kayak anak muda wkwk, kapan pensiunnya coba.
Ending season 4twd. Yang mereka semua akhirnya ngumpul lagi abis diserang di penjara. Udh sempet "nyerempet" kereta soalnya hehe
Iron48will
Tukang Semprot
- Daftar
- 22 Jul 2016
- Post
- 1.009
- Like diterima
- 1.495
Makasih updatenya suhuu
metalgearzeke
Guru Semprot
- Daftar
- 3 Feb 2016
- Post
- 501
- Like diterima
- 1.408
Oalah yang itu hehe, ini plotnya beda kok dan lebih berdarah-darah pastinya
Udah kok, abis jalan kaki sama lari-lari ngelawan mayat hidup jadi keringetan kan mereka berdua hehehe
Sama-sama gan, pantau terus ya
BlaCkSwn
Adik Semprot
- Daftar
- 18 Feb 2017
- Post
- 120
- Like diterima
- 69
Wah, mantep banget tuh kalo bisa segitu hehe
Aneh emang jatohnya, ga lagi fight, posisi juga didepan, tinggal jaga pace aja, eh malah ndlosor wkwk
Wah ga tau juga kalo itu, tapi yg lucu pas dia menang di red bull ring, dia nunjuk2 kebawah pake jari tengah wkwk. Kalo niat emang bisa banget dia juara tahun ini, pecco sama miller aja bisa fight didepan.
Pemilihan bannya kurang pas emang. Tapi pas dia defend itu bener2 pengalaman yg berbicara, tinggal dikit lagi padahal, kok ya kesalip, duh.
Seat emang di petronas, tapi kontrak tetep di factory, jadi tetep dapet full support. Pensiunnya nunggu tim balap dia SKY Racing Team masuk motogp mungkin, katanya bakal ikut motogp tahun 2022 gantiin avintia. Ga tau bakal jadi team sendiri atau jadi satelit. Kalo satelit bisa tuh jadi satelitnya suzuki.
Wah no komen saya kalo ini, netral aja lah, takut malah jadi ribut2 ntar wkwk
metalgearzeke
Guru Semprot
- Daftar
- 3 Feb 2016
- Post
- 501
- Like diterima
- 1.408
Aminn heheAkhirnya suhuu
Ditunggu lagi nehhh
Semanagt suhuu jangan lupa jaga kesehatann selalu
Terimakasih gan hehe, moga aja gak kelamaan apdetnya
Bener banget, tanpa Markes honda bisa apa
Bahkan adiknya aja gak mampu geber motornya Markes wkwk
Di episode 17 udah di haha hehe kok si Gaby sama Sandi
Baru inget Avintia out dari motogp taun depan, moga aja Zarco bisa masuk ke Ducati pabrikan temenin Pecco wkwk (kalo jadi)
Santai-santai, lapak sebelah seringnya bahas bola kalau disini bahas motogp atau F1 juga okelah haha
Miller mau dikemanain suhu?
BlaCkSwn
Adik Semprot
- Daftar
- 18 Feb 2017
- Post
- 120
- Like diterima
- 69
Pedrosa aja ga bisa hu, sekarang malah berhasil tuh di ktm wkwk
Zarco udah resmi tuh di pramac sama jorge martin. Pecco juga udah resmi di pabrikan sama miller. Kalo marini jadi ke motogp tahun depan mungkin ke avintia. Nah tinggal dovi nih mau kemana, masa ke aprilia, atau malah jadi pengangguran kayak tulisan yg di race suitnya wkwk
Siap hu hehe
metalgearzeke
Guru Semprot
- Daftar
- 3 Feb 2016
- Post
- 501
- Like diterima
- 1.408
"Emm....."
"Kak, kalau misalnya aku tak bisa bertahan lama di dunia ini bagaimana menurutmu?" aku jelas terkejut mendengar perkataan Melati.
"Kamu jangan bilang seperti itu" aku menjawab dengan tegas. Tapi anehnya Melati membalasku dengan senyuman, dengan ekspresi santai.
"Itu pasti akan terjadi. Kita tak akan tahu kapan itu akan terjadi" katanya ringan "Dan, aku bayangin kalau kakak akan jadi yang terakhir bertahan, kayak gimana ya haha" tawanya, aku hanya terdiam saja melihat tingkahnya yang awkward itu.
"Dan mungkin......"
".....kamu akan sangat merindukanku saat aku tiada, kak Dino....."
"Kak, kalau misalnya aku tak bisa bertahan lama di dunia ini bagaimana menurutmu?" aku jelas terkejut mendengar perkataan Melati.
"Kamu jangan bilang seperti itu" aku menjawab dengan tegas. Tapi anehnya Melati membalasku dengan senyuman, dengan ekspresi santai.
"Itu pasti akan terjadi. Kita tak akan tahu kapan itu akan terjadi" katanya ringan "Dan, aku bayangin kalau kakak akan jadi yang terakhir bertahan, kayak gimana ya haha" tawanya, aku hanya terdiam saja melihat tingkahnya yang awkward itu.
"Dan mungkin......"
".....kamu akan sangat merindukanku saat aku tiada, kak Dino....."
sundulboys
Semprot Kecil
- Daftar
- 14 Oct 2020
- Post
- 68
- Like diterima
- 74
lanjut suhuu
metalgearzeke
Guru Semprot
- Daftar
- 3 Feb 2016
- Post
- 501
- Like diterima
- 1.408
22. "I'm Tired Crying"
"Dimana aku?"
Entah kenapa aku berada disini, padang rumput yang luas sekali dibarengi dengan langit yang cukup cerah. Kulangkahkan kakiku perlahan kedepan. Sepanjang perjalanan suasana di sekitar semakin lama semakin mencekam, aku tidak paham apa maksudnya namun langkah kaki ini terus berjalan.
Padang rumput ini perlahan berubah seiring dengan langkah kakiku, yang awalnya hijau segar berubah menjadi kering. Rumput mati. Langit juga mulai berubah menjadi abu-abu, tak ada sinar matahari yang bersinar.
Tiba-tiba kedua kakiku kaku secara mendadak sehingga tubuhku terhempas ke tanah. Kepalaku terasa sakit karena benturan ke tanah. Aku berusaha untuk bangun kembali namun entah kenapa seluruh tubuhku seperti tak bisa bergerak.
"Ughhhhh......"
Beberapa saat kemudian aku bisa menggerakan tubuhku. Aku terkejut saat melihat kearah sosok tubuh yang sangat aku kenal.
"Di... Dila...."
Sosok tubuh itu memang Dila, aku benar-benar tak salah lihat. Tubuhnya kaku tidak menunjukkan tanda hidup dan kedua matanya terbuka. Tidak mungkin.....
"Dila, bangun..... Ini aku Dino.... Dila..... tolong jawab aku...."
Kuguncangkan tubuhnya, namun sia-sia saja ia tidak merespon sama sekali. Air mataku tumpah melihat kondisi tubuhnya yang tak bernyawa.
"Hiks... hiks.... Dila.... hiks....."
Kupeluk tubuhnya erat-erat, isak tangisku semakin pecah.
"Maafkan aku Dila... hiks... hiks.... Maafkan aku...."
Kutaruh kembali tubuhnya ketanah, tiba-tiba aku merasakan hal aneh disekitar sini. Beberapa sosok tubuh sekarang berada di sekelilingku.
Mereka adalah teman-temanku.
"Citra....." aku mendekat kearah tubuh Citra yang berada tak jauh dari posisi Dila. Kondisinya sama, terbujur kaku tak bernyawa dengan kedua matanya yang terbuka.
"Maafkan aku Citra.... hiks.... hiks...."
Aku menaruh kembali tubuh Citra ke tanah, aku tak kuasa berdiri melihat semua mayat-mayat temanku yang berada didepanku. Air mataku terus mengalir meratapi nasibku dan nasib mereka. Ini semua karena keputusanku untuk mempertahankan lapangan golf itu tanpa memikirkan keselamatan mereka.
Aku berada di titik terendah dari seorang manusia. Aku bodoh, benar-benar bodoh.....
"Hiks.... hiks.... hiks......"
"Kakak....."
Aku terkejut mendengar suara yang sangat lembut, tidak mungkin.... dia.....
"Kak...."
Kuangkat kembali wajahku yang tertempel di tanah. Melihat sosok manusia dengan berpakaian serba putih, anehnya aku tak bisa melihat wajahnya namun aku sangat yakin itu suara dia.
"G.... Gracia...."
"Iya kak, ini aku....."
Lambat laun aku mulai dapat melihat wajahnya, ia terlihat cantik sekali dengan rambut panjangnya yang tersilir angin. Tiba-tiba saja aku dapat menggerakan tubuhku kembali dan berusaha untuk berdiri.
"Apa yang sebenarnya sudah terjadi? mereka.... mereka semua sudah mati?"
"Mereka mati karena kakak....."
"Kenapa semua harus terjadi padaku Gracia? aku tak paham dengan semua ini.....
Kutundukkan kepalaku menyesali semua keputusan dan kejadian yang terjadi sebelumnya.
"Ini sudah berakhir.... hiks.... hiks...."
"Kamu salah kak, ini bukan akhir dari segalanya....." ucap Gracia dengan nada yang sangat tenang yang membuat hatiku luluh.
"Kenapa kamu berkata seperti itu, Gre?"
"Kakak masih punya Melati. Kau harus jaga dia kak...." Gracia duduk berhadapan denganku.
"Kejadian itu bukan salah kakak, yang sudah terjadi biarlah terjadi" ucapnya lagi sambil menggenggam kedua tanganku. Perkataannya membuat hatiku jadi sedikit kuat, Gracia membantuku untuk berdiri.
"Kakak tak boleh menyerah, aku gak mau kamu kalah melawan dunia ini" ia mendekatiku dan memegang kedua tanganku. Matanya menatapku dengan penuh harapan. Aku menggangguk tanda mengerti dan Gracia membalasnya dengan senyuman yang indah.
"Sekarang bangunlah kak, banyak hal yang harus kamu lakukan sekarang. Bangunlah....."
"Aghhhhhh......"
Kubuka kedua mataku yang masih terasa berat. Plafon putih tampak jelas, aku masih berada di rumah ini. Memang aku tahu ini cuma mimpi namun terasa nyata. Kuregangkan tubuhku perlahan yang menimbulkan suara sendi-sendiku, sepertinya Melati masih terlelap dalam tidurnya.
"Melati, hey sudah pagi....." kubisikkan dengan lembut didekat telinganya. Ia langsung merespon dengan menggulingkan tubuhnya malas.
"Emmmm kak, udah pagi ya?" tanyanya pelan.
"Iya Mel, kita makan dulu yuk"
"Ughhhh kak, aku masih ngantuk......" ucapnya malas.
"Yaudah deh kamu bangun sendiri ya nanti. Aku siapkan makannya"
Ia tak menjawab, aku berjalan menuju ruang tamu dari rumah kecil ini. Hanya terdapat meja yang terbuat dari kayu dan kursi-kursi yang sudah cukup lapuk. Kuambil tasnya Melati dan mengambil semua benda-benda keluar. Kutaruh beberapa bungkus makanan kecil dan dua botol air minum yang terisi penuh, sebenarnya aku tidak merasa lapar pada pagi ini.
Aku beranjak dari ruang tamu dan berjalan keluar dari rumah kecil ini. Singkatnya kami tiba di sebuah desa terpencil dan pastinya tak berpenghuni karena hampir semua penduduknya sudah pergi entah kemana. Kami hanya menemukan beberapa buah mayat hidup saja di sini. Setelah berkeliling kesana kemari mencari tempat singgah sementara, akhirnya kami memutuskan untuk singgah di rumah kecil ini. Kondisinya cukup kotor sehingga aku dan Melati harus membersihkannya terlebih dahulu dan cukup banyak memakan waktu. Ini adalah hari kedua kami menetap di rumah kecil ini, entah sampai kapan kami akan menetap disini dan kembali melanjutkan perjalanan, aku tidak ingin memikirkan hal itu.
Pemandangan diluar bisa dibilang cukup indah, rumah ini kebetulan menghadap kearah area persawahan yang tertutup sedikit kabut. Kuhirup udara segar ini dalam-dalam memberikan nuansa segar pada paru-paruku.
"Kak Dino....."
Aku langsung menoleh kearah sumber suara. Tampak Melati berjalan keluar dengan sedikit sempoyongan, mungkin karena efek ngantuknya yang masih terasa.
"Bagus banget ya pemandangannya" ucapku padanya.
"Iya kak, bagus banget hehe" balasnya.
Cukup lama kami berdiri diam menikmati indahnya pagi hari. Kabut berangsur-angsur mulai menghilang seiring dengan matahari yang mulai menyinari. Kami kembali masuk kedalam rumah dan bersiap menyantap makanan yang masih tersisa. Melati menyantap makanan itu dengan lahap, aku memang menyuruhnya untuk menghabisi makanan karena aku sendiri sudah tidak terlalu selera dengan makanan itu. Entah kenapa pikiranku masih cukup kacau sekarang.
"Udah kenyang?" tanyaku kepada Melati yang sedang duduk santai setelah menghabiskan makanannya.
"Iya kak" Melati menjawab dengan anggukan kepalanya. Aku tersenyum saja.
"Oh iya kak, kita jalan lagi apa gimana?" tanyanya.
"Kayaknya kita singgah disini dulu untuk sementara waktu Mel. Beruntung banget loh kita bisa ada disini" kataku. Melati hanya menggangguk saja.
"Yaudah, aku nurut aja sama kakak"
Karena persediaan makanan akan habis, aku berpikir keras untuk mencari makanan disekitar rumah ini. Mungkin, aku harus menyusuri tempat ini. Siapa tahu ada hewan atau buah-buahan yang bisa dimakan, pikirku.
Tetapi aku khawatir dengan wanita muda itu, walau dia sudah mulai berani melawan mayat hidup. Tidak mungkin aku tinggalkan dia sendiri.
"Melati" panggilku, dia langsung menghampiriku.
"Kenapa kak?" tanyanya.
"Emm, ikut kakak yuk. Cari makan"
"Hah? kemana kak?" tanyanya penasaran. Ah, cara dia bertanya membuatku ingin tertawa.
"Ya sekitar sini aja gak usah jauh-jauh. Pasti ada makanan yang bisa dimakan, entah itu buah-buahan atau kalau bejo sih dapet ayam gitu"
"Ohh, yaudah itu terserah kakak"
"Emm, kalau kamu jaga rumah ini gimana?" tiba-tiba saja aku berubah pikiran.
"Lah gimana sih kak? aku disuruh ikut kamu atau jagain rumah ini?" benar saja, dia menatapku bingung.
"Aku bingung......" kugaruk-garuk kepalaku bingung. Pikiranku masih kacau setelah kejadian penyerangan lapangan golf itu. Melati duduk disampingku dan memegang tanganku.
"Kakak jangan memaksakan diri. Kakak harus banyak istirahat" Melati berkata dan menatapku. Ia merasa kasihan denganku.
"Enggak, kamu harus makan Mel. Kita tak boleh kelaparan" jawabku berusaha untuk berdiri.
"Kak...."
"Enggak Mel. Aku harus cari makan" kuambil pistol revolver yang tertanam dalam saku celanaku dan memberikan kepadanya.
"Ini pistolku Mel, kamu bisa pakai kan?" tanyaku sambil menggenggam tangannya.
"Bi.. bisa kak...." ucapnya.
"Pelurunya tinggal lima, seandainya nanti ada mayat hidup kamu harus tembak kepalanya. Satu peluru aja, oke?" kataku, ia hanya menggangguk pelan. "Kamu bisa jaga rumah ini?" tanyaku lagi sambil memegang kedua bahunya.
"I... iya kak aku bisa" balasnya gugup.
"Aku tak akan lama kok, aku janji"
Singkatnya aku berjalan menyusuri rumah ini untuk mencari apa saja yang bisa dimakan. Tak lupa kubawa pisau besar yang selalu kusimpan untuk melawan mayat hidup dari jarak dekat, senjata api hanya digunakan jika dalam kondisi terdesak untuk menghemat peluru. Tak lama aku menemukan sebuah kandang yang cukup besar dan tanpa pikir panjang kulangkahkan kakiku menuju kesana.
Kuperiksa pintu kayu itu yang ternyata dalam kondisi terkunci, kucabut pisau besar itu dan menggenggamnya erat-erat. Sepertinya pintu ini terkunci dari luar saat kulihat sebuah kayu besar yang terpasang pada pintu. Kuangkat kayu itu dengan perlahan dan membuangnya sembarangan. Kuhembuskan napas panjang untuk bersiap-bersiap.
KRAKKKK
"Ughhhhh sial bau banget...."
Saat pintu kayu itu terbuka, aroma bau busuk tercium jelas sekali didalam kandang itu. Aku terkejut melihat beberapa mayat-mayat kambing dan sapi yang kondisinya benar-benar mengenaskan. Tubuh binatang itu hancur seperti habis dimakan oleh binatang, aku yakin kalau mayat hidup juga menyantap binatang selain manusia itu sendiri. Karena tak kuat dengan baunya aku langsung keluar dari kandang dan terbatuk-batuk.
"Uhukkk uhukkkk bangsat ah......" emosiku kembali menguat setelah itu, karena seandainya binatang itu masih hidup kami dapat makan.
"Sial sial ghhhhhh" dengan sadar kutendang-tendang dinding kandang itu meluapkan semua emosiku.
"Kak Dino, kamu kenapa?" tiba-tiba Melati sudah berada disampingku. Kutatap wajahnya penuh emosi.
"Kamu kenapa disini? Aku sudah suruh kamu tetap di rumah itu kan??" bentakku yang membuat Melati tersentak.
"Kenapa kamu diem? Hah??" Melati terus mundur dari posisiku dengan raut wajah ketakutan.
"Kak, tolong jangan marah dulu....." Melati berusaha untuk menenangkanku namun kutepis tangannya yang menyebabkan ia terjatuh ke tanah. Air matanya mulai mengalir.
"Apaan sih, jangan halangin aku!" bentakku lagi.
"Hiks... hiks.... kamu kenapa sih kak? hiks...." Melati berkata dengan isak tangisnya.
"Kalau hewan itu tidak mati kita bisa makan Melati..... aku.... Aku....." tubuhku tiba-tiba terasa lemah dan aku terjatuh ke tanah. Sejujurnya aku sangat menyesali perbuatanku dengan Melati.
"Maafkan aku Melati.... maafkan aku...." ucapku lirih dengan air mata yang mulai membasahi bola mataku.
"Kak, kita cari makanan bersama-sama. Aku siap bantu kakak" ucap Melati menenangkanku. "Aku yakin masih banyak makanan atau buah-buahan di sekitar sini. Kita tinggal mencarinya kak" aku tertegun mendengar perkataan Melati yang seakan-akan memberiku secercah harapan. Kami berdiri kembali dan Melati memelukku erat sekali.
"Kakak jangan marah lagi ya, aku takut...." kata Melati, rasa emosi yang sebelumnya menguasai tubuhku kini sirna oleh sebuah pelukan. Kuelus rambutnya pelan.
"Iya Mel, maaf karena sikapku tadi...."
Melati melepas pelukannya, guratan senyumnya mulai kembali terbentuk.
"Kita pulang dulu ya, lalu kita cari makan bareng-bareng" ucapku padanya.
"Siap kak"
*****
Singkatnya kami berjalan menyusuri sekitar rumah ini untuk mencari kandang, kolam atau apapun demi sebuah makanan. Jalanan tanah ini cukup licin untuk dilewati sehingga kami harus berhati-hati untuk melewatinya. Desa ini memang sangat terpencil dibandingkan desa-desa yang aku kenal sebelumnya. Selama perjalanan kami melewati sebuah persawahan yang cukup besar, sayangnya tanaman padi yang tertanam masih tampak segar pertanda belum saatnya dipanen. Dengan hati-hati kami berjalan keluar dari area persawahan.
GRRRRAHHHHHH
"Kak, ada mayat hidup....."
"Tenang, biar aku yang membunuhnya"
Mayat hidup itu mengenakan kaos oblong berwarna putih dengan topi caping yang menempel pada kepalanya. Aku yakin mahkluk itu dulunya adalah seorang petani pemilik sawah ini. Karena caping itu aku kesulitan untuk menusuk kepalanya.
"Sialan, bagaimana caranya supaya mayat ini bisa mati?" keluhku.
"Dorong aja kak"
"Hmmm okelah"
GGRRAAHHHHHH
Mayat hidup itu berjalan mendekatiku. Aku bersiap-siap untuk menghindari dari serangannya dengan hati-hati karena jalan sawah yang cukup licin. Mahkluk itu mulai menyerang dengan cakaran tangannya, beruntung aku dapat menghindarinya dan dengan cepat kudorong tubuhnya sehingga ia terjatuh ke sawah. Mayat itu tampak kebingungan karena kesulitan untuk bangun, kulepas topi caping itu dan menusuk kepalanya sampai tewas.
"Nah udah beres, kamu gak apa-apa kak?" tanyaku pada Melati.
"Iya kak, aku gak apa-apa..."
Kami berhasil keluar dari area persawahan tanpa kesulitan yang berarti. Sepertinya kami sudah berjalan cukup jauh dari lokasi rumah kecil itu, aku mulai khawatir kami tak mendapat apa-apa setelahnya.
"Kak, kayaknya itu kolam deh. Yuk kita kesana"
"Kamu yakin Mel?" tanyaku ragu.
"Yakin kak, ayuk"
Kami berjalan menuju kesana dan benar dugaan Melati, kolam ini cukup besar namun airnya cukup keruh. Aku yakin sekali kalau ini kolam ikan kepunyaan salah satu penduduk desa ini. Kuperiksa area sekitar kolam sejenak untuk memastikan tak ada mayat hidup di sekitar sini.
"Kayaknya kolam ini cukup dalam" kataku setelah mengambil batang kayu besar dan mencelupkannya kedalam. "Lalu bagaimana kita tahu kalau ada ikan disini?"
BLUP BLUP BLUP
Air kolam itu mengeluarkan suara setelah Melati melemparkan batu kecil kedalam.
"Kayaknya banyak ikan didalam kak" ucapnya.
"Iya Mel" ucapku girang. "Nah masalahnya gimana caranya kita nangkap itu ikan? tak mungkin aku nyebur kedalam....."
"Pakai ini kak" Melati menemukan sebuah jala yang cukup besar, aku terkejut melihatnya.
"Pinter kamu Mel, kita bisa ambil ikan itu pakai jala ini" kataku bangga. Ia juga tersenyum bangga. Setidaknya kami sudah menemukan makanan untuk dimakan nanti.
GLUDUK JEGERRRRR
Aku terkejut mendengar suara guntur yang cukup keras, aku juga baru sadar langit mulai mendung pekat sekali pertanda hujan akan segera turun.
"Kak, kita pulang dulu ya. Nanti kehujanan" kata Melati. Nanum aku menolaknya.
"Enggak Mel, kita harus nangkap ikan dulu biar kita bisa makan...." tiba-tiba ia memegang tanganku erat.
"Kakak bisa ambil ikan kalau ujannya udah berhenti. Yang penting kita sudah temukan makanan kan? ayo kak keburu ujan nanti...." kata Melati, aku hanya menggangguk.
"Yaudah deh kita pulang"
*****
GLUDUK JEGEERRRRRRR
Aku terpaku melihat hujan yang memang sangat deras dari jendela rumah kecil ini. Sudah beberapa jam hujan tak kunjung reda apalagi hari sudah mulai gelap. Untungnya Melati menyisakan makanan yang sebenarnya sudah aku suruh untuk habiskan sehingga perut kami tidak kosong untuk hari ini.
"Kak, dimakan dong makanannya" kata Melati yang sekarang sudah berada disampingku.
"Aku udah cukup Mel, kamu aja yang makan" ucapku tanpa melihat dia.
"Emmm yaudah deh aku sisakan buat kakak, aku juga sudah cukup kok" ucapnya.
Malam harinya hujan semakin deras dan semakin deras tanpa tanda-tanda akan berhenti, bahkan sekarang angin kencang mulai terlibat dalam proses hujan ini sehingga udara mulai terasa dingin sekali. Sebuah lampu teplok yang kami temukan menerangi dalam rumah ini. Aku masih duduk terpaku melihat lampu itu dan tak melakukan apa-apa. Melati menghampiriku dengan mengenakan selendang dua lapis. Tampaknya ia kedinginan.
"Kamu gak tidur Mel?" tanyaku.
"Aku gak bisa tidur kak, dingin banget" balasnya sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. "Ayo tidur kak, temanin aku didalam...." pintanya. Aku menggangguk saja.
"Yaudah yuk"
Aku dan Melati masuk kedalam kamar tidur yang memang ukurannya kecil sekali, mungkin hanya muat untuk tiga orang didalam. Melati merebahkan tubuhnya di ranjang kayu yang sudah usang namun masih kuat. Aku juga merebahkan tubuhku disampingnya. Suara angin kencang terdengar jelas diluar menimbulkan suara yang cukup berisik entah kenapa.
"Kamu kok belum tidur? aku udah temenin loh disini" tanyaku.
"Gak tau kak, entah kenapa aku gak bisa merem hehe" balasnya. Kami kembali terdiam tidak saling memandang, terkadang suara guntur yang cukup keras mengganggu ketenangan kami namun mau gimana lagi.
"Emmm kak......"
"Iya Mel?" tanyaku.
"Kirain kakak udah bobok hehe...." balasnya, Melati menggulingkan tubuhnya dan sekarang kami saling menatap, tampak raut wajahnya yang lucu walau penerangan di ruangan ini tampak samar-samar.
"Kamu tadi manggil aku kenapa?" kataku kepadanya, tanganku secara tak sadar mengelus rambutnya yang tergerai.
"Gimana ya kak, takutnya kamu gak bolehin.... yaudah kak gak jadi hehe" balasnya.
"Lah jangan gitu dong, ngomong aja ke aku" jujur aku tipe cowok yang suka penasaran ketika lawan bicaranya tiba-tiba berubah pikiran untuk melakukan sesuatu, terutama oleh wanita.
"Tapi kakak janji dulu, jangan marah kayak tadi siang" ucap Melati.
"Yaelah.... Oke deh"
"Aku boleh peluk kakak?"
Seketika aku tertawa mendengar permintaan Melati padaku. Serius, ini memang terdengar lucu.
"Hahaha, ya ampun Melati..... gitu doang hahahaha"
"Kok ketawa sih kak?" Melati memasang tampang heran.
"Ya kalau gitu mah aku bakal marah Mel hahaha" balasku sambil masih tertawa. Muka Melati langsung bersemu merah.
"Hih maunya kakak. Yaudah aku peluk sekarang ya...."
GREP
Melati memeluk tubuhku erat sekali seakan-akan aku seperti guling, awalnya aku terkejut karena gerakannya yang begitu mendadak namun aku biarkan saja karena sebenarnya aku ingin juga dipeluk sama wanita seimut dia hehe. Aku mendengar kekehan kecil Melati yang wajahnya tertutup oleh dadaku.
Dan aku bisa merasakan buah dadanya menempel di perutku. Rasanya kenyal sekali.
"Emmm kak, aku suka meluk kamu....." ucap Melati.
"Emangnya kenapa kok suka?" tanyaku sambil mengelus rambutnya.
"Gak tau sih kak, aku suka aja hehe"
"Dasar"
Suhu tubuh kami saling bercampur satu sama lain menimbulkan sedikit rasa hangat walau masih belum mampu mengalahkan hawa dingin malam ini ditambah dengan hembusan angin yang sedikit lolos dari celah-celah jendela. Melati sedikit menggerakan tubuhnya yang secara langsung buah dadanya sedikit menggesek perutku. Sial! batang kemaluanku perlahan mulai mengeras dan sedikit menyembul di celana panjang yang kukenakan.
"Ihhh kak, kok itunya keras?" tanya Melati dengan sedikit terkekeh. Tampaknya ia tahu.
"Ah enggak, itu cuma perasaanmu aja" balasku bohong.
"Jangan bohong kak, aku ngerasain loh hehe"
Sial! nafsuku mulai naik akibat buah dadanya yang menggesek perutku dan suara lirih Melati yang cukup membius. Entah dia memang sengaja melakukan itu atau tidak.
Karena sudah tak tahan lagi dengan sensasi ini, kuangkat tubuh Melati keatas tubuhku dengan posisi masih memeluk. Sekarang Melati berada di atasku, ia memasang muka heran akibat perlakuanku.
"Kak, kenapa?" tanyanya lirih, bibirnya yang tipis itu menggoda saraf-saraf dalam tubuhku.
"Emmmm Mel....."
Dengan perlahan kuusap pipinya dengan tangan kananku lalu kudorong sedikit kepalanya sehingga bibir tipis itu mulai menempel pada bibirku, kukecup bibirnya dengan pelan. Melati sama sekali tak menampakkan penolakan justru hembusan napasnya yang menerpa wajahku menandakan bahwa ia ingin melakukan lebih.
Kecupan bibir itu perlahan-lahan menjadi lumatan, Melati membalas cumbuan itu dengan lembut dan nyaman. Kami saling berciuman dengan posisi ini selama beberapa saat dan kemudian kami saling melepaskan bibir.
"Kok kakak cium aku?" tanya Melati dengan wajah penasarannya sekaligus bersemu merah.
"Kamu cantik, Melati...." balasku secara sadar.
"Ihh kakak bisa aja hehe" ucapnya terkekeh.
"Sungguh aku tak bohong, kamu cantik Melati" kataku dengan sungguh-sungguh. "Mau cium lagi?" tanyaku lagi.
"Hihihi...." Melati sedikit tertawa menatapku, lalu ia mendekatkan kepalanya lagi sehingga bibir ini kembali bersatu. Melati tampak memejamkan kedua matanya menikmati gesekan demi gesekan bibir yang ia lancarkan. Kubalas perlakuannya dengan menggeliatkan lidahku masuk kedalam mulutnya, awalnya Melati sedikit kaget namun ia dapat mengimbangi lidahku.
Kami berguling-guling menikmati setiap ciuman ini, begitu mesra dan nyaman. Sesekali Melati mendesah disela-sela bibirnya, seperti mendapat lampu hijau, kuremas-remas pantat sekalnya untuk menambah gairahnya yang mulai naik, Melati melepaskan bibirnya dan mendesah kencang.
"Kakk ahhhhh........"
Aku terkejut mendengar desahannya yang seksi dan menggairahkan. Birahi dalam tubuhku mulai berangsur-angsur naik.
"Ihhhh kakak nakal ah hhhhhhh...." ucapnya namun tak menunjukkan ia marah padaku.
"Maaf Melati, aku kelepasan tadi" balasku menyesal. Yap, akal sehat ini belum hilang sepenuhnya dalam diriku.
"Hehe dasar kakak, tapi rasanya aneh kak. Kayak geli-geli gitu...." balasnya polos. Ah, kenapa kamu gemesin banget sih, Melati.....
Melati kembali mencium bibirku dengan lembut dan kubalas kembali dengan lumatan-lumatan yang memberi kenyamanan padanya. Kupeluk perutnya erat-erat seakan tak ingin melepaskan gadis lucu ini. Desahannya kembali terdengar lirih dari sela bibirnya. Beberapa saat kemudian kami melepaskan bibir meninggalkan seuntai air liur yang terbentuk.
"Emmm aku suka sama bibir kakak hehe...." ucapnya polos namun terkesan jujur.
"Makasih Melati, kamu juga hehe" balasku.
"Kak, aku boleh ngomong sesuatu?" tanyanya.
"Boleh, apapun Melati" balasku mengiyakan.
"Aku yakin teman-teman kita masih hidup"
"Kenapa kamu bilang gitu Mel?"
"Aku percaya dengan sebuah harapan kak, harapan baik. Teman-teman kita pasti baik-baik saja, mereka pasti seperti kita menetap di suatu tempat" kata Melati lembut. Suara hujan angin yang semakin deras bersahut-sahutan menghiasi suasana di kamar ini. Udara dingin semakin menusuk kulit, namun aku dan Melati tetap berpelukan erat, suhu tubuh kami saling bertransfer bertujuan untuk menghangatkan kami.
"Melati, aku juga berharap begitu. Tapi kita juga harus tahu harapan buruknya, kita tak bisa bertemu mereka lagi" aku mengelus pipinya yang basah oleh air matanya yang sudah keluar.
"Jika memang kenyataannya seperti itu, mau gak mau kita harus memulai kehidupan baru, kehidupan kita" balasku. Kedua mata Melati basah dengan air matanya.
"Maafkan aku Mel......."
"Aku paham kak. Aku sudah lelah menangis" katanya lemah namun wajahnya yang tampak tenang cukup meluluhkan hatiku.
"Tapi air matamu jatuh nih" aku masih bisa melontarkan candaan padanya, dia tertawa kecil sambil mengusap air matanya.
"Kakak canda deh"
"Hehehe"
"Kak......" tubuhnya sedikit menggeliat dan menguatkan pelukannya.
"Aku ingin kakak bahagia, kakak jangan marah-marah kayak tadi ya?" ucapnya lirih.
"Iya Mel, aku janji tak akan marah lagi. Aku janji...." tiba-tiba saja bibirku dicium kembali olehnya tepat setelah ucapanku berakhir. Ia kembali berusaha untuk memainkan lidahku dan dengan cepat kubalas perlakuannya. Sepertinya Melati memang lihai dalam hal ini dilihat dari gerakan lidah dan bibirnya yang begitu merangsang. Melati kembali mendesah saat tanganku dengan nakal meremas-remas pantatnya. Cumbuan panas ini berlangsung selama beberapa saat hingga akhirnya kulepas bibir ini.
Namun bukan itu saja, bibirku melesat dengan cepat menuju kearah leher belakangnya. Lidahku dengan gesit menjilat-jilat bagian itu hingga tubuh Melati sedikit bergetar, aku yakin ia menikmati perlakuanku. Lidahku berjalan menuju belakang telinganya dan kuserang juga disana. Melati mendongakkan kepalanya dan mendesah cukup kencang.
"Kakkk ahhhhh geliiiiii......"
Aku tertawa dalam hati, ia benar-benar menikmati lidahku pada telinga belakang yang aku yakin adalah bagian sensitif kebanyakan wanita.
Setelah menyerang bagian itu kutatap wajah Melati yang bersemu merah seperti menahan hawa nafsunya, kubelai pipinya dengan lembut yang dibalas oleh senyumannya.
"Kamu cantik...." ucapku sekali lagi. Ia hanya tersenyum saja.
Dengan sadar kubuka baju Melati yang tidak menimbulkan penolakan padanya, mungkin ia sudah pasrah tubuhnya akan segera kujamah. Kedua mataku melotot tajam melihat gundukan buah dadanya yang besar dan bulat walau masih terbungkus oleh bra putih yang ia kenakan.
"Gede banget ini Melati, tapi indah...." kataku padanya.
"Kakak bisa aja hehe" ucapnya santai.
"Aku lepas ya behanya, aku mau lihat"
"Aku aja yang lepasin...."
Ia hanya menggangguk sambil berusaha melepaskan kaitan bra dengan cukup mudah tanpa harus kubantu. Bola mataku kembali terbelalak melihat gundukan buah dada yang sudah tak terhalang apa-apa. Kedua puting susu merah mudanya yang sepertinya belum pernah disentuh lelaki manapun tampak sedikit berayun-ayun mengikuti irama gerak dadanya sendiri. Sesekali juga aroma keringatnya sedikiy tercium dari hidungku yang justru membuatku semakin ingin menjamah tubuhnya.
"Kok dilihat doang kak? aku tutup aja ya...." ucap Melati dengan senyumannya yang memggoda.
"Ini.... ini indah banget Melati..." balasku kagum sekaligus menahan birahi.
"Masak sih kak?" tanyanya polos.
"Iya Mel, aku jujur"
Memang dari pertama kali aku mengenalnya sampai detik ini aku selalu terpukau melihat Melati dibagian yang kumaksud. Yep. Buah dadanya yang selalu mengacung dan tercetak pada kaos yang ia kenakan. Aku tak menyangka gadis imut dan lucu ini memiliki aset yang luar biasa. Buah dadanya berukuran besar, hampir setara dengan telapak tanganku yang akan bersiap untuk menjamahnya hehe.
"Ssshhhh......"
Melati mendesis saat jari-jari tanganku mulai sedikit menyentuh area luar payudaranya, baru sentuhan kecil saja. Aku mulai paham dengan reaksinya yang menandakan bahwa bagian ini belum terjamah oleh lelaki manapun sebelumnya.
"Geli kak, hhhhhhh....." ucapnya setelah jari ini kulepas.
"Enak ya?" tanyaku menahan nafsu yang mulai bergejolak.
"Geli...."
"Gelinya kayak gimana Mel?" tanyaku lagi. Tampaknya ia bingung mau jawab apa sehingga dengan nakal kuelus pelan area luar payudaranya untuk memberikannya tanggapan
"Ahhhh gelii kak......"
"Gimana rasanya?" tanyaku dengan senyuman nakal.
"Rasanya kayak digelitik kak hhghhhh...." jawab Melati lirih.
"Mau lagi?" tanyaku.
Melati hanya menggangguk saja.
Kuserang kembali bagian itu dengan jemariku hanya saja sekarang mengarah ke bagian areolanya yang masih ranum, kugesek jemariku di sana dan seperti dugaanku, Melati mendesah lirih dan tubuhnya sedikit menggeliat yang justru menyebabkan kemaluanku tergesek perutnya. Respon positifnya memberikanku semangat untuk terus menjamah buah dadanya yang bulat dan besar itu.
"Kakkk ahhhhhh geliiiii ahhhhhh...."
"Terus kak..... ahhhh......"
Jemariku masih asyik memainkan buah dadanya, beberapa saat kemudian jariku berjalan mengarah ke puting susunya yang berwarna merah muda dan sudah cukup tegang. Kutekan puting tegang itu dengan perlahan dan Melati kembali mendesah panjang tak mampu menahan sensasi aneh dalam tubuhnya.
"Kakkkkkk ahhhhhhhh......."
"Putingmu bagus Mel, aku suka...." ucapku.
"Ma... makasih kak ssshhhhhhhh ughhhhhhhh....."
Karena puting susunya, aku jadi ingin sekali mencium dengan bibirku. Kuturunkan sedikit tubuhnya kearah kepalaku dan dengan cepat kucaplok bibirku di buah dada sebelah kiri dengan tangan masih memainkan buah dada sebelah kanan. Melati tampak tersentak dan melenguh nikmat. Lidahku dengan lihai mengusap-usap putingnya dengan sesekali kukempot mulutku menimbulkan sensasi mengisap, walau aku juga tahu aksiku ini tak akan mengeluarkan air susu dari sana.
"Kakkkk ughhhhhhh ssshhhhhhhh enakkk kakkkk aaahhhhhhh....."
"Sssshhhhhhhhh ahhhhhh......"
Tubuhnya menggelinjang dan pinggulnya seperti menyentak. Apa dia sudah mencapai orgasme? sepertinya.....
"KAKKKK BERHENTIII..... AAHHHHH KAKKKKK AHHHHHHH....."
Melati meraih orgasmenya yang ditandai dengan gerakan pinggulnya yang terus-menerus menyentak, aku sangat yakin kemaluannya sudah sangat basah sekarang. Keringatnya mengucur deras hingga bulir-bulirnya terbentuk di buah dadanya dan menetes mengenai wajahku. Kucabut mulutku dari putingnya dan kubiarkan Melati istirahat diatas tubuhku. Ia terengah-engah berusaha mengambil napas sebanyak mungkin.
"Hahh hahhhh kak Dino.... hahhhhh" suara Melati terdengar lemah.
"Enak Mel?" tanyaku.
"Iya kakk... hahhh hahhhh, kayaknya aku ngompol tadi....." balasnya.
"Itu bukan pipis Melati, itu orgasme hehe" balasku sambil mengelus rambutnya yang basah karena keringat. Kesimpulan dalam permainan ini adalah buah dada Melati adalah salah satu bagian sensitifnya. Ah, kemaluanku semakin tegang saja.
"Enak kak hahhhh. Tapi itunya kakak masih tegang...." ucapnya.
Kubaringkan tubuh Melati yang masih tampak kelelahan, baju dan celana ini aku buka semua hingga tak ada sehelai benang di tubuhku. Melati sedikit melotot melihat kearah selangkanganku.
"Ihhhh kak, kok dibuka?" tanyanya lemah.
"Yaudah aku buka baju sama celanamu ya biar impas hehe" balasku yang dibalas dengan anggukannya. Kubantu Melati untuk melepaskan busananya hingga kami sudah benar-benar telanjang. Udara dingin langsung menusuk kulit namun kami tidak menggubrisnya. Aku terbelalak melihat keindahan tubuh polos Melati, tak hanya buah dadanya saja, perutnya cukup langsing dengan pusar bulat yang menggoda dan ditambah dengan area selangkangannya yang gemuk mungkin karena bentuk pinggulnya. Kemaluannya yang ditumbuhi rambut halus yang cukup rapi semakin merangsang nafsu birahiku.
"Kak, aku mau lihat titit kakak...."
"Yaudah, nih" kupamerkan batang kemaluanku yang sudah sangat keras dan sedikit berwarna kemerahan akibat aliran darah yang terus terpompa disana.
"Ihhhh titit cowok kayak gitu ya hihihi..." Melati tertegun dan sedikit terkekeh melihat batang kemaluanku.
"Kamu belum pernah lihat sebelumnya?" tanyaku nakal.
"Pernah kak di film porno tapi cuma sekilas doang"
"Ya ampun Mel hahaha" aku menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawabannya. Tak menyangka gadis sepolos Melati sudah pernah menonton film dewasa.
"Pegang aja Mel, gak apa-apa" aku berkata padanya.
"Boleh kak?"
"Iya boleh"
Awalnya ia agak ragu untuk melakukannya namun pada akhirnya tangannya bergerak kearah kemaluanku, aku tertawa dalam hati melihat keluguan dan rasa ingin tahunya yang tinggi. Jemari tangannya bergerak-gerak mengusap kulit kemaluanku menimbulkan rasa geli yang teramat sangat dan tentu saja, aku mendesah nikmat.
"Ahhhh......"
"Kak, kenapa?" tanya Melati sambil melepas jemari tangannya dari kemaluanku.
"Geli Mel hehe, sama kayak yang kamu alamin tadi" balasku.
"Ohh gitu ya, aku bikin kakak kegelian deh, sekalian bales hehe" ia terkekeh lucu dan kembali memainkan kemaluanku.
"Ahhh Melati....."
Gila. Usapan jari-jarinya sungguh nikmat sekali. Sepertinya Melati sudah mengerti apa yang harus ia lakukan. Pompaan darah terus mengalir kedalam pembuluh darah kemaluanku sehingga batang ini semakin terasa keras dan aku yakin urat-urat disana mulai timbul. Melati tersenyum nakal padaku sambil terus mengusap-usap batang kemaluaku.
"Aahhhhh Melatiiii ughhhh...." desahku.
"Suaramu beda pas kayak gitu kak hihihi" kekehnya lucu.
"Hahhhh ahghhhhh bolanya dong Mel mainin ssshhhhh....."
Melati tampaknya mengerti dengan maksudku, jemarinya mulai membelai-belai buah pelir yang juga mulai membesar akibat rangsangannya. Tubuhku sedikit bergetar merasakan sensasi nikmat ini dan tentu saja aku kembali mendesah dengan suara yang sama seperti tadi.
"Aaaahhhh ssshhhhhhhh....."
"Enak ya kak?" tanyanya.
"Heem enak Mel aaaghhhhhhhh......"
Beberapa saat kemudian Melati melepaskan tangannya dari batang kemaluanku. Ia menatapku dengan mata nanar. Kucium bibirnya dengan lembut dan penuh perasaan dan dibalas olehnya. Proses cumbuan ini berlangsung beberapa detik hingga kami melepaskan bibir.
"Kak...."
"Iya Mel?"
"Aku penasaran"
"Penasaran kenapa?"
"Pas aku nonton film itu, si cowok sama si cewek saling goyang gitu kak sambil si cowok masukkin tititnya ke anunya cewek...."
"Melati...." aku menyanggah namun ia langsung memotong.
"Kakak mau masukkin itunya ke punyaku?"
DEG
Jantungku serasa seperti berhenti beberapa saat. Aku tak percaya mendengar perkataan Melati tadi.
"Melati, kamu tak perlu lakukan itu...." Jelas sekali aku berbohong. Dalam hati aku ingin sekali menyantap kemaluannya namun ia masih gadis, tak pantas aku lakukan itu padanya.
"Kenapa kak? aku penasaran kok...." balasnya lirih.
"Kalau kita lakukan itu, kamu....."
"Aku tahu kak, aku percaya sama kakak...." tangannya dengan lembut mengusap pipiku memberikan keyakinan yang dalam.
"Kamu serius Mel?" tanyaku sekali lagi.
"Iya kak aku serius. Aku seneng bisa bersama kakak, aku merasa nyaman banget gitu...." nada jawaban Melati terdengar yakin dan mantap.
"Tapi ini bakal sakit Mel, kamu belum pernah lakukan ini sebelumnya kan?"
"Iya kak, ini milik kakak sekarang...."
Kami terdiam cukup lama. Aku sendiri merasakan gejolak aneh. Di satu sisi aku ingin menolak permintaannya namun dasar nafsu memang mengalahkan segalanya, lagipula Melati lah yang meminta padaku.
Kupeluk erat tubuhnya yang juga dibalas olehnya, suhu tubuh yang hangat akibat permainan panas tadi saling bertransfer lewat sebuah pelukan. Diluar hujan masih terdengar deras yang disertai dengan angin kencang dan suara guntur yang anehnya justru memberikan suasana yang romantis didalam kamar ini.
Kami seolah-olah seperti pengantin baru.
Kubaringkan kembali tubuh Melati ke kasur, kubelai rambutnya berkali-kali untuk memberikan kenyaman olehnya.
"Aku masukkin ya Melati, kalau sakit bilang"
Melati menggangguk saja. Pasrah akan apa yang kulakukan pada tubuhnya beberapa saat lagi.
Kuambil ancang-ancang untuk bersiap melakukan penetrasi pada kemaluan Melati. Aku tahu ini bakal menyakitkan buatnya. Kukangkang kedua pahanya dengan pelan sehingga area selangkangannya terekspos jelas dihadapanku. Rambut kemaluannya tidak terlalu banyak dan tampak rapi menimbulkan reaksi aneh dalam diriku.
Seksi dan menggemaskan.
Dengan perlahan kubimbing batang kemaluanku kearah bibir kemaluan Melati yang masih sempit sekali. Sesekali Melati mendesah geli merasakan sensasi kepala kemaluanku menggesek bibir intimnya. Lendir cintanya mulai sedikit mengucur keluar membasahi bibir kemaluannya. Kugesek-gesek kepala kemaluanku untuk memberikan rangsangan lebih pada tubuh Melati.
"Kakkkkk geliiii ahhhhh ahhhhhhh......"
Responnya sangat positif memberikan keyakinanku untuk melakukan penetrasi. Dengan perlahan kudorong sedikit pinggulku dan menghujam liang kemaluannya sedikit.
"Kakkk sakitt.... ahhhhhhh"
"Oke aku hentikan dulu" aku mendengar erangan Melati dan memberhentikan sejenak proses penetrasi ini. Kepala kemaluanku baru saja masuk kedalam liangnya yang sudah basah oleh lendir cintanya. Sensasi pijitan kecil terasa sekali dari kepala kemaluanku.
"Udah kak, lanjutin lagi...."
"Beneran Mel?"
"Iya kak, udah agak nyaman rasanya"
Kudorong kembali pinggulku dengan perlahan-lahan sehingga batang kemaluanku mulai kembali merangsek masuk kedalam. Tubuh Melati sedikit berguncang dan mulutnya seperti menahan erangan sakit, namun aku abaikan dia dan terus berkonsentrasi untuk mempenetrasi liang kemaluannya.
"Kakkk sakittttt aghhhhhhh....."
Kuremas-remas buah dadanya untuk menetralkan sensasi sakit yang diderita Melati. Usahaku berhasil, ia mendesah-desah nikmat saat jemariku dengan lihai memainkan puting susunya yang tegang. Kudorong perlahan kembali batang kemaluanku lebih dalam. Melati kembali meringis kesakitan namun kulawan dengan memberikan rangsangan pada buah dadanya.
"SSAAKKITTTTT KAKKKKKK SSSSHHHHHHH AHHHHHHHHHH....."
SREK
Batang kemaluanku sukses merobek selaput daranya yang dibalas dengan erangan kesakitan dan tubuh yang berguncang. Terdengar sedikit isakan tangis Melati yang membuat hatiku luluh seketika.
"Melati, maafkan aku....." ucapku iba sambil mengusap air matanya yang keluar.
"Hiks.... hiks...." tak ada balasan dari Melati selain isakan tangisnya.
"Aku hentikan dulu sampai sakitnya hilang...." ucapku sambil mencium keningnya. Beberapa menit kami berada di posisi ini, batang kemaluanku masih tertancap dalam di liang kemaluannya yang mulai terasa berdenyut-denyut memberikan respon.
"Hahhhhh kak Dinoo... ughhhhhhhh" Melati mulai berkata padaku dengan suara mengaduh. Kuusap pipinya untuk memberikan rasa tenang.
"Pasti sakit ya? maafkan aku....."
"Kayak gini ya rasanya kak?" tanya Melati.
"Ya begitulah"
"Lanjutin kak, anuku udah gak terlalu sakit. Tapi pelan-pelan ya" tangannya membelai pipiku lembut memberikan keyakinan padaku untuk melakukan hal ini.
"Aku percaya sama kakak. Makasih udah kasih aku pengalaman ini. Aku tak akan pernah lupa....." hatiku kembali luluh mendengar ucapan Melati.
"Makasih juga udah kasih hal itu padaku Mel" balasku, ia tersenyum manis sekali.
Posisi ini aku benarkan sedikit untuk memberikan rasa nyaman untukku dan Melati. Kedua paha putih dan montoknya masih terbuka lebar. Kutarik sedikit batang kemaluanku yang dibalas dengan campuran desahan dan erangannya. Setelah dirasa cukup kumasukkan kembali batang kemaluanku dan kemudian kutarik kembali, berulang kali dengan perlahan.
"Kakk ahhhhh ahhhhhh geliii kakk ughhhhhh...."
Gerakan ini terus kulakukan sembari merasakan nikmat yang luar biasa pada batang kemaluanku yang dipijat lembut oleh sempitnya liang kawin Melati, sesekali juga kurasakan cairan cintanya mengalir dari sela-sela liangnya memberikan rasa hangat dan licin.
Tubuh kami saling berguncang-guncang menikmati peraduan kelamin. Keringat terus mengucur deras membasahi kulit berusaha untuk mengalahkan udara dingin yang terus menyerang kami. Melati dan aku saling mengerang, mendesah dan sesekali melenguh merasakan kenikmatan duniawi yang tak bisa digambarkan oleh kata-kata. Gerakan pinggulku yang sebelumnya pelan kini kunaikkan temponya, sepertinya rasa sakit yang dialami Melati sudah hilang ditandai dengan erangan dan desahannya yang terdengar semakin seksi dan merangsang. Aku mengerti bahwa sepolos-polosnya wanita suara desahannya akan selalu seperti ini hehehe.
Well, aku tidak pandai dalam bikin quote.
Beberapa menit kemudian tubuh Melati mulai mengejang pelan yang dibarengi dengan kedutan kemaluannya yang semakin kencang. Ia akan mencapai orgasme, kukencangkan gerakan pinggulku untuk terus menghujam liang kemaluannya.
"Kakkkkk ahhhhhhh ssshhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhhh......"
"Aku keluar kakkkkkk ahhhhhhhhhh......."
Kepalanya sedikit terdongak keatas saat orgasmenya mulai menyerang seluruh tubuh Melati. Tubuhnya mengejang-kejang keras berikut pinggulnya juga mengejang. Cairan kemaluannya menyembur cukup banyak didalam membasahi seluruh batang kemaluanku. Mataku merem-melek merasakan sensasi cekikan liang kemaluannya yang sangat keras membetot batang kemaluanku. Lenguhan Melati terdengar panjang sekali dan sedikit memilukan namun aku yakin dia pasti menikmatinya.
"Hahhh hahhh hahhhh kak Dinoo......" Melati mengambil napas pendek setelah orgasme itu mereda. Kutatap wajah Melati yang terlihat lemah sekali dengan bulir-bulir keringat yang membasahi wajahnya.
"Melati....."
Kucium bibirnya dengan lembut sekali dan penuh perasaan. Entah kenapa aku mulai merasakan hal aneh dalam hati ini, apakah aku mulai menyukai dia?
"Kak.... aku bahagia banget sama kakak....." tangannya kembali membelai pipiku walau terasa lemah. "Terimakasih kak atas semuanya....."
Kucabut batang kemaluanku dengan perlahan. Pinggul Melati sedikit bereaksi, tampak lelehan cairan cintanya yang berwarna merah muda karena bercampur dengan darah perawannya. Aku tersenyum melihat pemandangan itu. Setelah cukup beristirahat kami kembali bersetubuh dengan posisi yang sama, desahan dan lenguhan menghiasi kamar kecil ini, udara didalam juga sudah mulai terasa pengap namun kami terus bersetubuh, mengekspresikan semua perasaan dalam hati kami. Pada akhirnya aku sendiri sudah tak tahan dan batang kemaluanku melimpahkan air mani yang sudah kutahan sebelumnya, membasahi paha dan perut Melati. Dia sudah terbaring lemah karena diserang orgasme beruntun.
*****
"Masih kerasa nyeri Mel?" tanyaku saat kami berjalan menuju kolam ikan yang sudah kami temukan sebelumnya.
"Agak kak, tapi aku gak apa-apa kok" balasnya dengan mantap.
"Aku minta maaf karena kejadian kemarin Mel, seharusnya aku tak melakukan itu" kataku kepada Melati, ia hanya menggeleng.
"Udah kak gak usah dipikirin hehe" balasnya sambil sedikit tertawa. Ia seperti sudah melupakan kejadian itu.
Kami telah sampai di kolam ikan setelah berjalan dengan susah payah karena jalan tanah ini cukup licin sehabis hujan tadi malam. Kutaruh ember kosong yang nanti akan menjadi wadah ikan hasil tangkapan.
Melati mengambil jala dan memberikannya padaku. Aku berpikir sejenak bagaimana caranya menggunakan benda ini mengingat kami selalu menggunakan alat pancing untuk menangkap ikan. Melati dengan sifat ingin tahunya yang tinggi tampak sedang mengamati jala itu.
"Kayaknya kita lemparin aja jalanya terus pegang ujungnya. Terus tunggu sampai ada ikan yang ketangkep" kata Melati.
"Benar juga ya. Aku coba dulu"
Kulemparkan jala itu kedalam kolam yang tak lupa kupegang ujung jala, Melati langsung membantuku memegang jala itu.
"Dah kak kita tunggu aja hehe"
"Kayaknya lama gak sih?" tanyaku padanya.
"Semoga aja ikannya gak bandel ya hahaha" tawanya renyah, aku juga ikut tertawa mendengar kelucuannya. Kami sudah menunggu cukup lama namun jala ini sepertinya belum dapat menangkap satu pun ikan. Aku mulai putus asa karenanya.
"Lama ya Mel"
"Hehe iya kak, sabar ya"
GREP
Kurasakan tenaga yang cukup kuat dari jala itu. Sepertinya ada beberapa ikan yang berhasil terjebak. Kami menarik jala berbarengan karena ikan-ikan itu terus berusaha untuk lepas dari jala itu.
"Tarik yang kuat Mel"
"Ughhhh iya kak"
Jala itu akhirnya terangkat ke permukaan dan aku terkejut melihat beberapa ikan yang cukup besar terjebak pada jala. Aku senang sekali akhirnya kami berhasil menangkap ikan untuk dimakan nanti.
"Kak, ini ikan gurame kalau gak salah" kata Melati.
"Iya Mel, ya ampun ikannya gede banget ya" balasku senang.
"Kita bisa makan banyak, yeeee" Melati juga tampak senang sekali.
Singkatnya kami menaruh ikan-ikan itu kedalam ember berisi air. Awalnya aku cukup kesulitan menaruh ikan itu karena ia selalu memberontak, bahkan salah satu ikan ada yang berhasil lolos dari tangkapanku dan berguling-guling di tanah berusaha untuk masuk kedalam kolam lagi. Yang aku kagum Melati dapat dengan mudah menaruh ikan itu hanya dengan memegang kepala dan siripnya.
"Kayak gini kak biar ikannya gak lari" ucapnya.
"Oalah hehe"
Ada 6 ikan yang berhasil kami tangkap, menurutku sudah lebih dari cukup untuk persediaan makanan kami. Aku berjalan-jalan menyusuri sekitar kolam, mataku tertuju pada sebuah padang bunga yang letaknya tak jauh dari sini. Karena penasaran aku berjalan menuju kesana. Banyak sekali bunga-bunga disini dan tercium aroma harum yang menyegarkan sistem pernapasanku.
"Hmmm bunga Melati....."
Kupetik salah satu bunga itu dan kembali berjalan menuju kolam ikan, tampak Melati sedang asyik melemparkan batu kearah kolam sambil bersenandung.
"Ini buat kamu....."
"Wah bunga, makasih ya kak" Melati tampak senang sekali saat kuberi bunga itu. "Ini bunga Melati kak, sama kayak namaku hahaha"
"Haha iya Mel, bunganya harum dan cantik, seperti kamu....."
"Ihhh kakak bisa aja gombalnya" Melati tersipu malu saat aku sengaja menggombal padanya. Melati menyelipkan bunga itu ke telinganya yang membuatnya semakin terlihat cantik.
"Udah kayak orang Bali ya akunya? Hahaha" tawanya senang.
"Hehe makin cantik aja kamu"
"Gombal terus kak....."
"Pulang yuk, kita bakar ikan-ikan ini dirumah" ajakku.
"Siap kak hehe"
*****
Setelah sampai di rumah kecil kami sibuk menyiapkan kayu-kayu untuk dibakar nanti. Melati mengambil pisau dan alat-alat yang dibutuhkan untuk membakar ikan itu.
Setelah beres membuang isi perut ikan, kutusukkan ikan itu seperti menjadi sate. Aku tahu teknik membakar ini dari Aya yang selalu mengajariku cara memasak makanan yang benar. Ah, aku akan sangat merindukan dia.
Kami memikmati udara dingin malam hari setelah menyantap ikan bakar yang kami tangkap. Setidaknya untuk persediaan makanan sudah mencukupi sampai beberapa hari kedepan. Aku duduk bersandar di tembok rumah begitu juga dengan Melati yang sedang meneguk air minum.
"Kak, cerita dong" kata Melati.
"Hmmm cerita apaan?" balasku.
"Terserah. Apa aja boleh kakak cerita hehe" Melati sedikit tertawa, aku tersenyum melihatnya. "Oh iya kak, sebelumnya aku belum pernah tahu asal-usul kakak"
"Oh itu. Yaudah deh aku kasih tau"
Melati mengambil sikap duduk santai bersiap mendengar semua cerita yang aku lontarkan.
"Dulu sebelum wabah ini aku kerja di sebuah perusahaan informatika, posisi sebagai teknisi hehe"
"Yah gitu doang kak, terusin dong" ucap Melati.
"Aku dilahirkan dari keluarga biasa aja. Ibuku orang Italia asli sedangkan ayahku orang Indonesia"
"Beneran kak? tapi tampang kakak gak bule gitu" tanyanya lucu, dalam hati aku tertawa.
"Gak tau Mel, aku gak masalahin akan hal itu....."
"Harusnya kakak juga bisa bahasa Italia dong haha" tawanya lagi.
"Sedikit Mel, udah terbiasa pakai bahasa indonesia sama jawa juga haha" balasku.
"Tapi kamu ganteng kok kakak hehehe" Melati kembali membalas dengan kekehannya. "Jadi nama kakak Dino karena berhubungan dengan Italia ya haha" tawanya.
"Iya, almarhum ibuku yang ngasih nama itu haha" balasku. Ekspresi Melati tiba-tiba berubah.
"Kak....."
"Ibuku meninggal saat aku berusia sekitar 6 atau 7 tahun kayaknya, pas aku masih di taman kanak-kanak......" ucapku, sekilas aku teringat pada ibuku. Wajahnya masih tertampang jelas di benakku.
"Maaf kak, aku gak bermaksud mengingat hal itu...." kata Melati merasa bersalah.
"Gak apa-apa Mel, itu udah lama banget kok hehe" balasku. Kami terdiam sejenak menikmati hilir udara dingin malam, sesekali terdengar suara-suara katak yang keras bersahut-sahutan.
"Suara kodoknya berisik banget kak" kata Melati.
"Iya"
"Emmm kamu punya adik?" tanya Melati, ia masih ingin mengorek informasi tentang aku.
"Punya, tapi bukan adik kandung hehe"
"Loh, kenapa kak?" tanyanya penasaran.
"Ayahku menikah lagi setelah ibu kandungku meninggal Mel, tapi aku selalu menganggapnya sebagai adik kandung sendiri" balasku.
"Laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan, dia tujuh tahun lebih muda dari aku" kataku. Ia menggangguk tanda mengerti.
"Pasti dia cantik ya kak"
"Hehe iya Mel, aku sayang banget sama dia..." kata-kataku terhenti karena memoriku mulai berputar. Aku sudah lama tak bertemu dia sejak aku merantau ke Jakarta untuk kuliah dan kerja, jujur aku sangat merindukannya.
Mungkin dia sudah tiada, tapi......
"Kak, kamu gak apa-apa?"
"Hehe gak apa-apa kok....." ucapku, Melati mendekatiku dan duduk bersandar disampingku.
"Kakak pasti keingat sama adikmu itu ya. Jujur aja gak apa-apa kok" ucapnya. Tanpa sadar air mataku keluar.
"Iya....." kuusap air mataku. Melati menyenderkan kepalanya ke bahuku.
"Aku kangen mama....." ucapnya lirih namun tak ada air mata yang keluar dalam dirinya.
"Dulu aku orangnya manja banget sama mama, apa-apa dituruti semua haha, kayak anak kecil ya kak" ucapnya sambil tertawa kecil.
"Iya Mel. Ibuku cukup keras mendidik aku sejak kecil, bahkan untuk ke kamar mandi aja aku harus lakukan sendiri"
"Wah, ibumu pasti bangga banget sama kakak sekarang hehe" aku hanya tersenyum kecut mendengarnya.
"Haha kamu salah Mel. Ibuku justru akan kecewa denganku sekarang"
"Kenapa kak?" tanya Melati penasaran.
"Dulunya aku bukan cowok yang baik Mel....." jawabku. Melati memandangku dengan mata berbinar. "Mungkin kata orang-orang aku cukup sukses menjalani hidup ini namun entah kenapa aku selalu merasa ada yang kurang dalam hidupku...."
"Kak...." Melati menggenggam tanganku erat. "Kakak jangan berpikiran seperti itu"
"Iya Mel hehehe"
"Aku juga kangen sama teman-teman kita. Terutama Fidly kak...." kata Melati sambil menggeser tubuhnya. "Ia temen yang paling baik denganku. Perhatian banget dia sama aku..."
"Aku juga Melati. Aku kangen sama teman-teman kita......"
Kami terdiam cukup lama, menikmati udara dingin yang semakin menusuk kulit.
"Emm....."
"Kak, kalau misalnya aku tak bisa bertahan lama di dunia ini bagaimana menurutmu?" aku jelas terkejut mendengar perkataan Melati.
"Kamu jangan bilang seperti itu" aku menjawab dengan tegas. Tapi anehnya Melati membalasku dengan senyuman, dengan ekspresi santai.
"Itu pasti akan terjadi. Kita tak akan tahu kapan itu akan terjadi" katanya ringan "Dan, aku bayangin kalau kakak akan jadi yang terakhir bertahan, kayak gimana ya haha" tawanya, aku hanya terdiam saja melihat tingkahnya yang awkward itu.
"Dan mungkin......"
".....kamu akan sangat merindukanku saat aku tiada, kak Dino....."
Aku hanya bisa terdiam mendengar omongannya, namun dari matanya aku bisa melihat kalau Melati sungguh-sungguh berkata seperti itu.
"Kenapa kamu bicara seperti ini Mel?" tanyaku.
"Entahlah kak, lebih baik bicara kan ketimbang diem mulu hehe" balasnya.
"Iya juga sih"
"Aku emang gitu orangnya kak, suka ngomong gak jelas. Gak usah dimasukkan ke hati hehe" dia menatap langit malam dan tersenyum.
*****
Pagi harinya kami memutuskan berjalan menuju tepian sungai untuk mengisi air minum. Seperti biasa suasana pagi hari ini indah sekali, sesekali terdengar kicauan burung yang bersahut-sahutan. Beberapa kupu-kupu juga tampak melintas menuju bunga-bunga yang berada di sisi jalan tanah yang kami lalui. Aku sedikit tertawa melihat Melati yang berusaha untuk menangkap kupu-kupu itu namun selalu gagal akibat gerakan serangga itu yang cukup gesit.
"Yah kak, padahal kupu-kupunya bagus banget" keluh Melati.
"Biarin aja Mel, kasihan kupu-kupunya haha" balasku.
Akhirnya setelah menyusuri jalan tanah yang cukup panjang, kami telah sampai di tepian sungai. Airnya cukup tenang walau beberapa hari kemarin sempat hujan lebat. Melati tampak senang melihat sungai itu, entah kenapa ia selalu begitu saat melihat pemandangan alam.
Kutaruh tas berisi botol air minum kosong dan kemudian mengambilnya, sedangkan Melati melepas sepatunya dan berlari kecil menuju tepian sungai.
"Airnya dingin kak, kayaknya bisa diminum juga" kata Melati.
"Jernih sih, sepertinya kita gak usah saring airnya" balasku. Kubuktikan dengan mengambil sedikit air lalu kuteguk. Segar sekali rasanya.
Kami terdiam cukup lama sambil menikmati pemandangan disekitar sungai ini.
"Kak, aku pengen main air disini sekalian mandi hehe"
"Yaudah silahkan aja"
"Eh Mel, kok lepas baju disini....." jelas aku terkejut melihat Melati dengan santainya melepas pakaian di hadapanku, tubuhnya sekarang telanjang tanpa sehelai benang pun.
"Yaelah kan cuma kita doang disini hehe. Yakin dah gak ada orang lain selain kita" ucapnya. Mataku terkunci melihat tubuhnya yang sedikit basah oleh keringat. Buah payudaranya yang masih kencang tampak sedikit berayun-ayun seirama dengan gerakan tubuhnya, aku menelan ludah melihat pemandangan yang sama indahnya dengan sungai ini.
"Kak, halooo....." Melati memanggilku, menyadarkanku dari pikiran bejat ini.
"Ehhh, emmm iya Mel gimana?" balasku gelagapan.
"Kenapa kak? tadi aku lihat kamu bengong liatin aku?" tanyanya polos.
"Ohhh gak apa-apa kok....."
"Yaudah kak, aku main-main air dulu ya sekalian mandi hehe"
Ia berlari kecil menuju tepi sungai. Sial, lengokan pantatnya yang bulat itu semakin memancing birahiku. Aku tahan rasa itu habis-habisan, tak pantas aku melampiaskannya padanya sekarang apalagi di alam terbuka ini.
Aku duduk disebuah batu besar tak jauh dari lokasi Melati. Ia tampak senang sekali bermain-main air sesekali membasuh tubuhnya. Aku senang ia terlihat ceria seperti sebelumnya.
BYURR BYURR BYURR
Sialan. Melati mencipratkan air kearahku sambil tertawa.
"Hahaha ayo kak, gak ikutan mandi?" ucapnya sambil terus mencipratkan air.
"Yaudah deh aku ikutan" kulepaskan baju dan celanaku termasuk dalaman juga sehingga aku sudah telanjang bulat sama seperti dia. Aku baru sadar kalau kemaluanku sudah dari tadi mengacung tegak akibat melihat tubuh telanjang Melati namun kuacuhkan saja, toh ia pasti sudah melihatnya sekarang.
"Yeeee akhirnya kakak ikutan juga...."
BYURRR
Kubalas perlakuannya dengan cara yang sama, mencipratkan air kepadanya. Wajahnya basah kuyup terkena air. Aku tertawa melihatnya.
"Ihhhh kakak nakal ah"
"Hahaha rasain"
Pada akhirnya kami saling mencipratkan air sambil tentu saja tertawa ria. Setelah peristiwa lapangan golf untuk pertama kalinya aku merasa damai, bahagia.
Sekitar setengah jam kami bersenda gurau dan mandi bersama di sungai ini. Kami berjalan kembali menuju tepian sungai untuk mengeringkan badan.
Seharusnya.
Iya. Seharusnya kami mengeringkan badan.
Dengan cepat kupeluk perutnya dari belakang, Melati kaget akibat ulahku namun ia tidak menolak, kucium bagian lehernya dan menjilatinya panjang, Melati sedikit mendesah menikmati setiap jilatan lidah pada kulit lehernya. Lalu lidahku berjalan menuju bagian telinga belakang yang tak lupa kusibakkan rambut panjangnya, desahan Melati semakin terdengar jelas. Kupeluk erat tubuhnya agar ia tak terjatuh karena kenikmatan mendadak ini.
"Ughhhh kakkk......"
Kurebahkan tubuhnya didekat sebuah batu besar, Melati sedikit terengah-engah akibat desahannya sendiri, ia menatapku nanar dan lemah seolah-olah ingin melakukan yang lebih.
Tanpa pikir panjang kusambar bibir tipisnya yang sedikit terbuka yang langsung dibalas olehnya. Lidah kami saling bertautan dan saling menari-nari didalam rongga mulut kami. Melati tampaknya mulai terbiasa dengan cumbuanku. Beberapa menit kami bercumbu sampai akhirnya kami saling melepaskan bibir.
"Kak......"
"Melati, maaf. Aku tak tahan....." aku sempat sadar akan perbuatan yang kulakukan barusan. Melati hanya tersenyum lalu kembali mencumbu bibirku sejenak.
"Gak apa-apa kak, lakukan aja. Aku bahagia sama kakak sekarang" ucap Melati lirih. Hatiku luluh mendengar perkataannya.
Tubuhku bereaksi dan seperti memberi perintah untuk "membahagiakan" dia disini. Kupeluk tubuhnya dan bibir kami kembali bersatu. Semakin lama cumbuan ini semakin liar. Nafsuku sudah tak bisa kubendung lagi dan kulepaskan semuanya kepada Melati, dari reaksi tubuhnya juga ia sudah terpengaruhi oleh birahi.
Setelah kulepas bibirnya dari cumbuannya, targetku tertuju pada bongkahan payudaranya yang besar dan bulat itu. Putingnya yang berwarna merah muda tampak mengacung tegak pertanda si empunya sudah sangat birahi. Titik-titik air yang menghiasi kulit payudaranya semakin terlihat keseksiannya. Kucumbu puting payudaranya dan sesekali melakukan gerakan menghisap. Melati langsung mendongakkan kepalanya dan mulutnya mengeluarkan desahan panjang.
"Ahhhhh kak......."
Tak lupa tangan kananku bereaksi menuju kearah buah dada satunya dan kemudian kuremas-remas pelan, jemariku dengan gesit menekan-nekan puting tegangnya. Tubuh Melati berguncang-guncang menikmati rangsangan yang kulancarkan pada buah dadanya.
"Kakkk ahhhhhh ahhhhhh geli banget ahhhhhhh"
"Sslrrppp sllrpppp" suara hisapanku terdengar di telingaku sendiri. Kemaluanku semakin tegang saja dan pinggulku mulai bergerak-gerak menggesek area selangkangannya. Gerakan ini berlangsung beberapa menit. Bulir-bulir keringat mulai keluar dari kulit kami dan bercampur dengan titik-titik air.
"Aahhhhh kak.... aku gak kuat..... AAHHHHHHHHHH"
Tubuh Melati sedikit terangkat dan berguncang-guncang. Ia orgasme, kurasakan cairan kemaluannya keluar dan membasahi batang kemaluanku yang posisinya tepat di bibir kemaluannya. Melati terengah-engah mengambil napas. Kulepaskan bibirku dari puting payudaranya.
"Hahhhh hahhh kakkk enak banget...." ucap Melati terengah-engah.
"Kamu cantik banget, Melati....." ucapku mesra sambil mengelus lehernya. Ia tersenyum saja mendengar perkataanku. Kami beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga.
"Kak, lanjutin aja apa yang harus kakak lakukan...." kata Melati lirih sambil matanya terkunci pada kemaluanku yang sangat tegang.
"Di rumah aja ya Mel, kita beres-beres dulu...."
"Disini aja kak" ucapnya yang cukup membuatku terkejut.
"Tapi Mel, disini...."
Tiba-tiba tangan Melati menggenggam erat batang kemaluanku dan mengocoknya pelan. Perkataanku langsung terputus saat Melati memainkan batang kemaluanku, mataku merem-melek merasakan kenikmatan yang kurasakan.
"Ahhh Melati......" aku mendesah, Melati hanya tersenyum saja sambil terus memainkan kemaluanku, terkadang jemarinya sedikit memijat buah pelirku yang menimbulkan reaksi aneh pada tubuhku.
"Titit kakak bisa gede banget gini hihihi" ucap Melati nakal. Aku tak menjawab ucapannya dan hanya terfokus pada birahiku sendiri.
Cukup lama Melati memainkan batang kemaluanku yang semakin lama semakin tegang dan sedikit memerah akibat aliran darah yang memaksa masuk kesana. Aku sudah tak tahan lagi!
Kulepaskan tangan Melati dan kurebahkan tubuhnya ke tanah. Melati hanya pasrah saja tanpa ada sanggahan darinya. Kucium bibirnya lagi yang dibalas dengan lumatan-lumatan yang dilancarkan olehnya. Ia sudah sangat terbiasa dan lincah, sesekali Melati mendesah di sela-sela bibir kami yang bertautan.
"Ughhhh uhhhhh....." begitu kira-kira suara desahannya. Kulepaskan bibirku dari bibirnya yang membuat guratan senyum pertanda ia menikmatinya. Kulebarkan kedua pahanya sehingga tampak area kemaluannya yang sudah basah karena orgasme barusan. Bibir kemaluannya masih tampak rapat walau sudah aku masukkin sebelumnya namun pemandangan ini tentu saja membuat birahiku naik.
Dengan jari-jari ini kulebarkan sedikit bibir kemaluannya yang mempertotonkan daging kecil bernama klitoris, bentuknya tak besar namun tetap menggoda untuk dimainkan. Tanpa pikir panjang kusibakkan lidahku ke bagian itu, satu gerakan saja sudah membuat selangkangan Melati berguncang, ia juga kembali mendesah merdu.
"Ahhhh kak......"
Bibir kemaluannya seperti berusaha untuk mengatup namun bisa kutahan dengan jari-jariku, kuhisap-hisap klitoris mungilnya berulang kali. Kemaluannya sedikit berkedut menghasilkan cairan yang membuatku semakin semangat untuk terus memainkan klitorisnya, rasa dan aromanya begitu membangkitkan rangsangan birahi.
"Ssllrrpppp sslrrpppp pcakkk.... pcakkkkkkk" suara air liurku bercampur dengan cairan kemaluannya yang terus keluar.
"Kakkk ahhhh ahhhhhh geliiii ahhhhh....."
"Terus kakkk teruss jangan berhenti ahhhhhhh"
Aku semakin semangat menjilat dan menghisap kemaluannya, tangan kananku mulai memegang pangkal pahanya pelan dan kemudian memijatnya sedikit. Pahanya montok dan lunak, aku yakin dengan pijatan kecil di bagian ini Melati akan cepat orgasme.
"Kakkkk ahhhhh ahhhhhh aku gak kuat.... mau keluar kakkkkk ahhhhhhh......"
"Kak Dinoooo ahhhhhhhh......"
Tubuhnya mengejang-ngejang kuat sekali, bibir kemaluannya dengan sadar menghantam-hantam bibirku diberangi dengan kucuran cairan yang cukup banyak keluar dari bibir kemaluannya. Kuhisap semua cairan bening itu dan menelannya dengan lahap sehingga tak ada satupun lagi cairan yang keluar dari kemaluannya.
Kuseka bibirku yang belepotan cairannya sambil kulihat Melati yang matanya terpejam dan napasnya terengah-engah. Beberapa saat kemudian ia kembali membukakan matanya dan menatapku nanar.
"Kakk..... enak banget ughhhhh....." ucapnya. Aku tersenyum mendengarnya.
"Hehe, aku masukkin ya sekarang" balasku sambil mengocok batang kemaluanku untuk mempersiapkan diri.
"Iya kak, lakukan aja"
Mendengar persetujuan Melati yang kuanggap sebagai lampu hijau, kuarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya yang sedikit terbuka karena orgasmenya. Kulesakkan dengan pelan karena aku yakin dia akan merasa tak nyaman. Melati kembali mendesah saat kepala kemaluanku mulai melesak masuk, kurasakan juga cairannya sedikit keluar membasahi kepala kemaluanku. Saat kugerakkan pinggulku ia sedikit mengaduh namun dengan cepat kumainkan kembali buah dadanya dan meremas-remas sedikit untuk menstimulasi birahi Melati sekaligus mengalihkan rasa sakit di dalam kemaluannya..
"Ahhhh kak... pelan-pelan.... Ahhhhhh"
Kucumbu kembali bibirnya yang dibalas olehnya, aku berusaha untuk memberikan kenyamanan padanya. Cumbuan ini semakin lama semakin liar yang ditandai dengan lidah Melati yang menari-nari didalam mulutku. Kuhisap air liurnya banyak-banyak, Melati awalnya terkejut dengan ulahku namun akhirnya ia bisa mengimbangi.
"Mmmmhhhh ughhhhhh......"
"Ssrrllpppp ughhhhhh....."
Dengan perlahan kudorong kembali pinggulku sehingga batang kemaluanku masuk kedalam liang kemaluannya yang masih sangat sempit dan menggigit. Sepertinya aku berhasil melakukan penetrasi tanpa rasa sakit. Kudiamkan sejenak kemaluanku sambil kucabut bibirku. Sial, entah disengaja atau tidak Melati memasang muka sendu yang cukup menggelitik gairahku. Kurentangkan kedua tangan Melati dan mulai melakukan gerakan penetrasi, dengan perlahan tentunya. Reaksi Melati tampak positif yang ditandai dengan desahannya dan gerakan tubuhnya yang seakan-akan mengikuti irama kemaluanku. Pijitan kecil terasa sekali dalam liangnya.
"Kakk ahhhh ahhhh ahhhhhhh"
Setelah beberapa kali gerakan pelan, kunaikkan tempo penetrasi. Sepertinya liang kemaluannya sudah mulai terbiasa dengan batang kemaluanku dan juga cairan yang terus keluar membasahi liangnya memudahkan batang kemaluanku untuk terus menyodok-nyodok lubangnya.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
"AHHHHH KAKK AHHHH UGHHHHHH....."
Keringat kami terus bercucuran membasahi setiap bagian kulit, sesekali siliran angin berhembus melewati kami menimbulkan rasa dingin namun tidak menghalangi kami untuk terus memburu kenikmatan ini. Untuk pertama kali sepanjang hidupku aku bercinta di alam terbuka. Rasanya aneh memang namun entah kenapa aku sangat menikmati ini.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
"Ughhhhh enak banget, sempit hhghhhhh...."
"Nnghhhh kak Dinooo nnngggghhh...."
Liang kemaluannya berkedut terus-menerus berirama dengan gerakan batang kemaluanku yang terus melesak kedalam, bahkan aku sudah bisa merasakan kepala kemaluanku mencium bibir rahimnya. Pinggul Melati terus menggeliat merespon setiap hujaman-hujaman kemaluanku. Beberapa menit kemudian....
"Kakkkkk ahhhhhh ahhhhhhh aku gak kuattt ahhhhhhh......"
"Hhghhhhhh ughhhhhhh kamu mau keluar ya hhhhhghhhhh"
"Iya kakk ahhhhh ahhhhh aku keluar kakkkkk AHHHHHHHH....."
"HHHGGHHHHHH....."
Melati orgasme hebat. Tubuhnya sedikit terangkat berguncang-guncang terutama selangkangannya yang mengejang seperti melepaskan sesuatu. Cairan hangat yang jumlahnya cukup banyak terasa menyirami batang kemaluanku. Mataku merem-melek merasakan kenikmatan luar biasa dari kemaluannya, hingga aku harus menahan aliran spermaku yang nyaris saja keluar akibat cekikan kemaluannya. Kami terdiam selama beberapa saat menikmati orgasme Melati, kedutan kemaluannya mulai terasa lemah dan kucabut batang kemaluanku. Tampak cairan bening keluar dari kemaluannya membasahi tanah ini.
Kuelus pipi Melati dengan mesra dan kuberi kecupan lembut pada bibirnya. Ia tersenyum lemah, wajahnya dipenuhi dengan titik-titik keringat birahi.
"Ughhhh kak, aku bahagia banget hhhhhhhh" kata Melati lemah.
"Gimana, mau lagi?" tanyaku nakal.
"Iya kak gak apa-apa. Lanjutin aja sampai kakak tuntas....."
Dengan cepat kubalikkan tubuh lemah Melati dengan posisi tengkurap, kubimbing dia untuk melakukan posisi doggy dan ia menurut saja tanpa komentar. Kusibak pantat bulat dan sekal itu hingga menampakkan mulut kemaluannya yang masih meneteskan cairan orgasme. Kuremas pelan pantatnya yang direspon dengan lenguhan pelan dan pinggul yang bergoyang, sebuah sinyal alamiah yang menandakan kalau sang wanita siap kembali disetubuhi.
Secara tak langsung aku sudah mengubah gadis ini yang awalnya polos menjadi seperti ini. Namun aku yakin ini memang sifat biologis manusia yang sudah tertanam sejak lahir.
Kumasukkan batang kemaluanku kedalam lubang nikmatnya tanpa harus melakukan gerak pelan karena aku yakin kemaluannya sudah terbiasa. Benar saja Melati tak mengaduh kesakitan saat batang kemaluanku melesak kedalam dan mencium bibir rahim. Kugerakkan pinggulku maju mundur dan berulang kali, rasa nikmat dan sempitnya kemaluan Melati semakin menaikkan nafsu birahiku.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
Suara benturan selangkanganku dengan pantatnya beserta desahan-desahan kami menghiasi alam bebas ini beriringan dengan suara air sungai dan kicauan burung-burung. Kuremas-remas pantat Melati yang sombong itu dengan kuat dan seperti kebiasaanku, aku tak pernah menampar pantat wanita saat bercinta karena itu justru akan menyakitinya.
Tapi aku teringat saat "memperkosa" Rachel, aku justru melanggar aturan sendiri. Ah, itu bukan diriku.
Kufokuskan kembali pikiranku ke tubuh Melati yang berguncang-guncang menerima setiap sodokan kemaluanku yang semakin kencang temponya. Desahan Melati terus keluar dari mulutnya tanpa henti, dengan semangat yang menggebu-gebu kuangkat sedikit pantat Melati dan kurojok-rojok batang kemaluanku lebih dalam, awalnya Melati mengaduh akibat gerakan yang mendadak namun desahan dan lenguhan kembali terdengar olehnya.
PLAK PLAK PLAK
PLAK PLAK PLAK
"Kakkkk ahhhhhhhh terus kakkk ahhhhhh...."
"........"
"KAKKKK AKU KELUARRR AHHHHH UGHHHHHHH NGHHH......"
Melati kembali orgasme hebat, cairan kemaluannya menyembur didalam membasahi batang kemaluanku yang masih bergerak-gerak. Kami terdiam selama beberapa menit memberi kesempatan padanya untuk beristirahat. Setelah dirasa cukup, pinggulku kembali bergerak menghujam-hujam kemaluannya, tubuh Melati sedikit bergoyang seirama dengan gerakanku, desahannya terdengar lemah sekali.
Kuhujam batang kemaluanku lebih dalam untuk menikmati sensasi pijitan di liang kemaluan Melati. Tubuhnya tersentak saat menerima sodokanku, kucumbu kembali bibirnya dengan liar yang tentu saja dibalas olehnya.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
Tubuh kami saling bersatu dalam kenikmatan ini dibarengi dengan cucuran keringat yang bercampur. Aku dan Melati saling mendesah seiring dengan peraduan kelamin kami. Beberapa saat kemudian batang kemaluanku mulai berdenyut hebat, aku akan orgasme beberapa saat lagi. Dengan semangat yang menggebu-gebu kugenjot liang kemaluannya lebih kencang dari biasanya tak peduli dengan erangan dan desahan Melati yang mulai terdengar keras, napasku berdengus menikmati sensasi ini. Namun akal sehatku masih ada sedikit dan berniat untuk ejakulasi diluar kemaluannya.
"NNGHHHHHHH AGGHHHHHH AKU MAU KELUARRR MELATIIII AAAHHHHH......" desahku keenakan.
"Ahhhhhh ahhhhhh kak Dinooo ahhhhhh....."
GREP
Tiba-tiba pinggulku seperti dipegang sesuatu dengan kuat. Ternyata Melati mengunci pinggulku dengan kedua kakinya. Tak mampu aku lepas karena aku sendiri sudah benar-benar dikuasai oleh birahi, pinggulku terus bergerak-gerak menghujamkan batang kemaluanku lebih dalam.
Dan kemudian....
"HHHGGGGHHHH OOGGHHHHHH AKU KELUARRR HHOOHHGGHHHH........"
"KAKKKKK AHHHHHHHH....."
Kemaluanku berdenyut hebat memuntahkan sperma dalam jumlah banyak menyirami seluruh relung kemaluan Melati, tubuhku berguncang hebat menikmati orgasmeku begitu juga dengan Melati yang meraih kembali orgasmenya. Mulutku sampai terbuka dengan air liur yang mengalir di sisi bibirku.
"Hghhhhh Melati....."
Tubuhku terjatuh diatas tubuh Melati yang tampak lemas sekali, kepalaku bersender di buah dadanya yang bulat dan besar itu. Raga kami bersatu di alam terbuka ini.
Dengan perlahan kucabut batang kemaluanku yang mulai melemah sehingga tak sulit untuk melakukannya, lelehan spermaku keluar dari bibir kemaluannya. Aku tersenyum lemah melihat pemandangan ini.
Agh, aku juga baru sadar kalau aku keluar didalam kemaluannya. Semoga saja tak terjadi apa-apa setelahnya.
GGRRAAAHHHHHH
Aku menoleh kearah sumber suara yang ternyata ada sesosok mayat hidup yang berjalan tak jauh dari lokasi kami. Aku segera mengambil pisau besar yang tersimpan di tas Melati. Mayat itu semakin mendekat kearahku, namun tentu saja aku bisa menghabisinya.
SRAKK
Kutebas kepala mayat itu hingga darah dari lehernya muncrat keluar, mahkluk itu terjatuh sambil mengerang keras. Dengan cepat kutusukkan pisau ke kepalanya hingga tewas, setelah kupastikan mayat itu sudah mati aku berjalan kembali ke tempat Melati yang masih terlentang lemah. Kakiku sudah tak kuasa untuk berjalan dan aku terjerembab jatuh di samping Melati.
"Melati....."
Kedua mataku tertuju ke langit yang mulai mendung, tenagaku berangsur-angsur pulih walau tak seluruhnya. Melati tampaknya pingsan akibat permainan kami dan kugendong dia pulang dengan posisi telanjang.
*****
"Kak, aku masih lemes....."
"Yaudah deh aku gendong"
"Tapi aku berat kak...."
"Ah, siapa bilang"
Kuangkat tubuh Melati yang masih lemas karena habis bangun tidur, kubawa dia ke ruang utama untuk menyantap ikan bakar yang sudah kami bakar kemarin. Melati tersenyum saat kugendong yang kubalas dengan senyuman. Sudah hampir satu minggu kami tinggal di rumah kecil ini, beberapa kegiatan kami lakukan dan aku melatih Melati untuk menghadapi mayat hidup dan berburu makanan. Dia cepat paham apa yang kuajarkan padanya.
Kami seperti pasangan suami-istri selama tinggal disini, namun entah aku tak punya perasaan apa-apa padanya selain kuanggap sebagai teman dekat. Mungkin Melati juga memiliki perasaan yang sama. Setiap malam sebelum tidur kami selalu melakukan hubungan badan yang anehnya dia tak pernah menolak dan justru ia yang memintanya padaku. Dan karena itulah setiap pagi Melati selalu merasakan lemas pada tubuhnya akibat permainan itu namun semuanya baik-baik saja.
Mungkin hanya masalah waktu saja.
Mulai sekarang aku akan jalani kehidupan baruku disini, bersama Melati.
"Aku suapin kak" kata Melati sambil memungut daging ikan.
"Yaudah deh"
"Akkkkk...." tangan Melati bergerak menuju mulutku dan kumakan daging suapan itu.
"Enak ya kak hehehe" kata Melati lucu.
"Iya emmmm enak kok" balasku setelah mengunyah dan menelan daging ikan itu.
Singkatnya kami duduk diluar menikmati pemandangan pagi hari yang selalu indah. Seperti biasa kabut-kabut mulai memudar seiring dengan naiknya mentari ke atas langit. Kami saling ngobrol dengan diselingi gelak tawa saat Melati membahas hal-hal yang lucu, aku semakin akrab dan dekat dengannya.
"Kak"
"Iya Mel" balasku sambil mengelus pipinya yang lucu itu.
"Kita udah tinggal disini berapa lama?" tanyanya.
"Satu minggu kayaknya" balasku
"Kita udah kayak penduduk desa ini ya haha" tawanya renyah.
"Hehe kita menggantikan mereka sebenarnya"
"Kakak gak kepikiran untuk jalan lagi?" pertanyaan Melati sedikit mengejutkanku.
"Gimana ya Mel....."
"Kenapa kak? ada pikiran yang mengganggu?"
"Gini Melati, kita sudah betah disini. Persediaan makanan dan air sangat mencukupi, kenapa kamu masih ingin pergi?" tanyaku. Melati menatapku.
"Entahlah kak, tapi menurutku mungkin diluar sana ada suatu tempat yang lebih baik dari ini, aku yakin kakak pasti kepikiran akan hal itu" jawabnya mantap. Mungkin Melati benar, diluar sana pasti masih ada tempat yang lebih baik dari rumah ini, namun disisi lain aku tak ingin dia melihat marabahaya yang pasti ada disana.
"Kak, gimana?" tanya Melati memecah lamunanku.
"Mel, untuk sementara ini kita tinggal disini dulu ya. Aku masih memikirkan hal itu" balasku sambil mengelus rambut panjangnya. Melati menggangguk.
"Yaudah kak, aku nurut aja. Aku akan selalu ikut kakak apapun tujuannya"
"Makasih Melati, aku janji akan terus melindungi kamu dari apapun yang mengganggumu...." kupeluk tubuhnya dengan lembut yang dibalas olehnya.
"Sekarang, apa yang kita lakukan kak?" tanyanya.
"Kita cari buah-buahan yuk. Kayaknya di bagian sana kita belum periksa" aku menunjuk kearah tempat yang memang kita belum kesana sebelumnya.
"Yuk kak hehe"
*****
Kami berjalan menyusuri jalan tanah pedesaan untuk mencari buah-buahan yang bisa dimakan tentunya, aku yakin di desa ini pasti ada semacam kebun atau ladang tempat dimana penduduk desa menanam bermacam-macam buah. Kami memasuki area hutan yang masih lebat dan hijau, tak lupa aku memperhatikan sekeliling untuk memastikan tak ada mayat hidup yang mungkin ada disekitar sini.
Setelah cukup lama berjalan kami menemukan sebuah jalan aspal yang kondisinya cukup memprihatinkan, banyak lubang-lubang yang cukup besar disana-sini. Tanpa pikir panjang kami menyusuri jalan aspal ini, sepertinya jalan ini menghubungkan pedesaan lain yang memang letaknya cukup jauh dari sini.
Tiba-tiba saja aku melihat sebuah kendaraan truk berukuran sedang yang terparkir di pinggir jalan. Namun bukan truk barang yang biasa aku lihat, ini adalah truk militer. Karena penasaran aku dan Melati berjalan kesana.
"Kak, kita mau ngapain kesitu?" tanya Melati.
"Aku mau periksa truk itu Mel, siapa tau ada penyimpanan disana dan mungkin aja truk itu bisa kita kendarai"
Dengan hati-hati kudekati truk itu sambil mengenggam pistolku, Melati berada di belakangku juga memegang pisaunya Tampaknya tak ada orang disini, dengan ini aku bisa menjebol kunci truk ini dan menyetirnya.
"ANGKAT TANGAN" tiba-tiba suara seorang wanita tepat berada di sampingku dengan menodongkan senjata api kearahku. Seorang laki-laki juga menodongkan senapannya kearahku yang muncul didepan.
"Jatuhkan senjata kalian, cepat!"
Aku menuruti perintahnya, kujatuhkan pistol itu ke tanah dan mengangkat kedua tanganku. Kulihat Melati melakukan hal yang sama.
"Sekarang kalian berlutut, dan tetap angkat tangan. Turuti perintahku atau kau akan kutembak...."
"Saktia, jangan. Mereka sepertinya orang baik" kata sang laki-laki sambil menurunkan senjatanya.
"Tapi kak....."
"Udah gak apa-apa. Aku percaya kok".
"Hhhh yaudah kalian boleh turunkan tangan" kata wanita bernama Saktia itu. Melati langsung memelukku mungkin karena ketakutan.
"Kak....."
"Hehe gak apa-apa kok aku disini" aku menenangkan dia.
"Kalian pasti penduduk desa ini ya?" tanya sang pemuda kepada kami.
"Tidak, kami hanya bermukim disini untuk sementara waktu saja. Kami menemukan truk ini dan memeriksanya dan akhirnya kalian menemukan kami" kataku.
"Oke hehe, oh iya namaku Satria dan itu adikku, Saktia"
"Aku Dino, dan ini Melati" kataku memperkenalkan diri. "Kalian sendiri sedang apa disini?"
Mereka saling berpandangan. Aku semakin penasaran karenanya.
"Kami sedang melakukan perjalanan menuju sebuah komunitas di timur sana"
"Komunitas?"
.
.
.
CREDITS ROLL
"Dimana aku?"
Entah kenapa aku berada disini, padang rumput yang luas sekali dibarengi dengan langit yang cukup cerah. Kulangkahkan kakiku perlahan kedepan. Sepanjang perjalanan suasana di sekitar semakin lama semakin mencekam, aku tidak paham apa maksudnya namun langkah kaki ini terus berjalan.
Padang rumput ini perlahan berubah seiring dengan langkah kakiku, yang awalnya hijau segar berubah menjadi kering. Rumput mati. Langit juga mulai berubah menjadi abu-abu, tak ada sinar matahari yang bersinar.
Tiba-tiba kedua kakiku kaku secara mendadak sehingga tubuhku terhempas ke tanah. Kepalaku terasa sakit karena benturan ke tanah. Aku berusaha untuk bangun kembali namun entah kenapa seluruh tubuhku seperti tak bisa bergerak.
"Ughhhhh......"
Beberapa saat kemudian aku bisa menggerakan tubuhku. Aku terkejut saat melihat kearah sosok tubuh yang sangat aku kenal.
"Di... Dila...."
Sosok tubuh itu memang Dila, aku benar-benar tak salah lihat. Tubuhnya kaku tidak menunjukkan tanda hidup dan kedua matanya terbuka. Tidak mungkin.....
"Dila, bangun..... Ini aku Dino.... Dila..... tolong jawab aku...."
Kuguncangkan tubuhnya, namun sia-sia saja ia tidak merespon sama sekali. Air mataku tumpah melihat kondisi tubuhnya yang tak bernyawa.
"Hiks... hiks.... Dila.... hiks....."
Kupeluk tubuhnya erat-erat, isak tangisku semakin pecah.
"Maafkan aku Dila... hiks... hiks.... Maafkan aku...."
Kutaruh kembali tubuhnya ketanah, tiba-tiba aku merasakan hal aneh disekitar sini. Beberapa sosok tubuh sekarang berada di sekelilingku.
Mereka adalah teman-temanku.
"Citra....." aku mendekat kearah tubuh Citra yang berada tak jauh dari posisi Dila. Kondisinya sama, terbujur kaku tak bernyawa dengan kedua matanya yang terbuka.
"Maafkan aku Citra.... hiks.... hiks...."
Aku menaruh kembali tubuh Citra ke tanah, aku tak kuasa berdiri melihat semua mayat-mayat temanku yang berada didepanku. Air mataku terus mengalir meratapi nasibku dan nasib mereka. Ini semua karena keputusanku untuk mempertahankan lapangan golf itu tanpa memikirkan keselamatan mereka.
Aku berada di titik terendah dari seorang manusia. Aku bodoh, benar-benar bodoh.....
"Hiks.... hiks.... hiks......"
"Kakak....."
Aku terkejut mendengar suara yang sangat lembut, tidak mungkin.... dia.....
"Kak...."
Kuangkat kembali wajahku yang tertempel di tanah. Melihat sosok manusia dengan berpakaian serba putih, anehnya aku tak bisa melihat wajahnya namun aku sangat yakin itu suara dia.
"G.... Gracia...."
"Iya kak, ini aku....."
Lambat laun aku mulai dapat melihat wajahnya, ia terlihat cantik sekali dengan rambut panjangnya yang tersilir angin. Tiba-tiba saja aku dapat menggerakan tubuhku kembali dan berusaha untuk berdiri.
"Apa yang sebenarnya sudah terjadi? mereka.... mereka semua sudah mati?"
"Mereka mati karena kakak....."
"Kenapa semua harus terjadi padaku Gracia? aku tak paham dengan semua ini.....
Kutundukkan kepalaku menyesali semua keputusan dan kejadian yang terjadi sebelumnya.
"Ini sudah berakhir.... hiks.... hiks...."
"Kamu salah kak, ini bukan akhir dari segalanya....." ucap Gracia dengan nada yang sangat tenang yang membuat hatiku luluh.
"Kenapa kamu berkata seperti itu, Gre?"
"Kakak masih punya Melati. Kau harus jaga dia kak...." Gracia duduk berhadapan denganku.
"Kejadian itu bukan salah kakak, yang sudah terjadi biarlah terjadi" ucapnya lagi sambil menggenggam kedua tanganku. Perkataannya membuat hatiku jadi sedikit kuat, Gracia membantuku untuk berdiri.
"Kakak tak boleh menyerah, aku gak mau kamu kalah melawan dunia ini" ia mendekatiku dan memegang kedua tanganku. Matanya menatapku dengan penuh harapan. Aku menggangguk tanda mengerti dan Gracia membalasnya dengan senyuman yang indah.
"Sekarang bangunlah kak, banyak hal yang harus kamu lakukan sekarang. Bangunlah....."
"Aghhhhhh......"
Kubuka kedua mataku yang masih terasa berat. Plafon putih tampak jelas, aku masih berada di rumah ini. Memang aku tahu ini cuma mimpi namun terasa nyata. Kuregangkan tubuhku perlahan yang menimbulkan suara sendi-sendiku, sepertinya Melati masih terlelap dalam tidurnya.
"Melati, hey sudah pagi....." kubisikkan dengan lembut didekat telinganya. Ia langsung merespon dengan menggulingkan tubuhnya malas.
"Emmmm kak, udah pagi ya?" tanyanya pelan.
"Iya Mel, kita makan dulu yuk"
"Ughhhh kak, aku masih ngantuk......" ucapnya malas.
"Yaudah deh kamu bangun sendiri ya nanti. Aku siapkan makannya"
Ia tak menjawab, aku berjalan menuju ruang tamu dari rumah kecil ini. Hanya terdapat meja yang terbuat dari kayu dan kursi-kursi yang sudah cukup lapuk. Kuambil tasnya Melati dan mengambil semua benda-benda keluar. Kutaruh beberapa bungkus makanan kecil dan dua botol air minum yang terisi penuh, sebenarnya aku tidak merasa lapar pada pagi ini.
Aku beranjak dari ruang tamu dan berjalan keluar dari rumah kecil ini. Singkatnya kami tiba di sebuah desa terpencil dan pastinya tak berpenghuni karena hampir semua penduduknya sudah pergi entah kemana. Kami hanya menemukan beberapa buah mayat hidup saja di sini. Setelah berkeliling kesana kemari mencari tempat singgah sementara, akhirnya kami memutuskan untuk singgah di rumah kecil ini. Kondisinya cukup kotor sehingga aku dan Melati harus membersihkannya terlebih dahulu dan cukup banyak memakan waktu. Ini adalah hari kedua kami menetap di rumah kecil ini, entah sampai kapan kami akan menetap disini dan kembali melanjutkan perjalanan, aku tidak ingin memikirkan hal itu.
Pemandangan diluar bisa dibilang cukup indah, rumah ini kebetulan menghadap kearah area persawahan yang tertutup sedikit kabut. Kuhirup udara segar ini dalam-dalam memberikan nuansa segar pada paru-paruku.
"Kak Dino....."
Aku langsung menoleh kearah sumber suara. Tampak Melati berjalan keluar dengan sedikit sempoyongan, mungkin karena efek ngantuknya yang masih terasa.
"Bagus banget ya pemandangannya" ucapku padanya.
"Iya kak, bagus banget hehe" balasnya.
Cukup lama kami berdiri diam menikmati indahnya pagi hari. Kabut berangsur-angsur mulai menghilang seiring dengan matahari yang mulai menyinari. Kami kembali masuk kedalam rumah dan bersiap menyantap makanan yang masih tersisa. Melati menyantap makanan itu dengan lahap, aku memang menyuruhnya untuk menghabisi makanan karena aku sendiri sudah tidak terlalu selera dengan makanan itu. Entah kenapa pikiranku masih cukup kacau sekarang.
"Udah kenyang?" tanyaku kepada Melati yang sedang duduk santai setelah menghabiskan makanannya.
"Iya kak" Melati menjawab dengan anggukan kepalanya. Aku tersenyum saja.
"Oh iya kak, kita jalan lagi apa gimana?" tanyanya.
"Kayaknya kita singgah disini dulu untuk sementara waktu Mel. Beruntung banget loh kita bisa ada disini" kataku. Melati hanya menggangguk saja.
"Yaudah, aku nurut aja sama kakak"
Karena persediaan makanan akan habis, aku berpikir keras untuk mencari makanan disekitar rumah ini. Mungkin, aku harus menyusuri tempat ini. Siapa tahu ada hewan atau buah-buahan yang bisa dimakan, pikirku.
Tetapi aku khawatir dengan wanita muda itu, walau dia sudah mulai berani melawan mayat hidup. Tidak mungkin aku tinggalkan dia sendiri.
"Melati" panggilku, dia langsung menghampiriku.
"Kenapa kak?" tanyanya.
"Emm, ikut kakak yuk. Cari makan"
"Hah? kemana kak?" tanyanya penasaran. Ah, cara dia bertanya membuatku ingin tertawa.
"Ya sekitar sini aja gak usah jauh-jauh. Pasti ada makanan yang bisa dimakan, entah itu buah-buahan atau kalau bejo sih dapet ayam gitu"
"Ohh, yaudah itu terserah kakak"
"Emm, kalau kamu jaga rumah ini gimana?" tiba-tiba saja aku berubah pikiran.
"Lah gimana sih kak? aku disuruh ikut kamu atau jagain rumah ini?" benar saja, dia menatapku bingung.
"Aku bingung......" kugaruk-garuk kepalaku bingung. Pikiranku masih kacau setelah kejadian penyerangan lapangan golf itu. Melati duduk disampingku dan memegang tanganku.
"Kakak jangan memaksakan diri. Kakak harus banyak istirahat" Melati berkata dan menatapku. Ia merasa kasihan denganku.
"Enggak, kamu harus makan Mel. Kita tak boleh kelaparan" jawabku berusaha untuk berdiri.
"Kak...."
"Enggak Mel. Aku harus cari makan" kuambil pistol revolver yang tertanam dalam saku celanaku dan memberikan kepadanya.
"Ini pistolku Mel, kamu bisa pakai kan?" tanyaku sambil menggenggam tangannya.
"Bi.. bisa kak...." ucapnya.
"Pelurunya tinggal lima, seandainya nanti ada mayat hidup kamu harus tembak kepalanya. Satu peluru aja, oke?" kataku, ia hanya menggangguk pelan. "Kamu bisa jaga rumah ini?" tanyaku lagi sambil memegang kedua bahunya.
"I... iya kak aku bisa" balasnya gugup.
"Aku tak akan lama kok, aku janji"
Singkatnya aku berjalan menyusuri rumah ini untuk mencari apa saja yang bisa dimakan. Tak lupa kubawa pisau besar yang selalu kusimpan untuk melawan mayat hidup dari jarak dekat, senjata api hanya digunakan jika dalam kondisi terdesak untuk menghemat peluru. Tak lama aku menemukan sebuah kandang yang cukup besar dan tanpa pikir panjang kulangkahkan kakiku menuju kesana.
Kuperiksa pintu kayu itu yang ternyata dalam kondisi terkunci, kucabut pisau besar itu dan menggenggamnya erat-erat. Sepertinya pintu ini terkunci dari luar saat kulihat sebuah kayu besar yang terpasang pada pintu. Kuangkat kayu itu dengan perlahan dan membuangnya sembarangan. Kuhembuskan napas panjang untuk bersiap-bersiap.
KRAKKKK
"Ughhhhh sial bau banget...."
Saat pintu kayu itu terbuka, aroma bau busuk tercium jelas sekali didalam kandang itu. Aku terkejut melihat beberapa mayat-mayat kambing dan sapi yang kondisinya benar-benar mengenaskan. Tubuh binatang itu hancur seperti habis dimakan oleh binatang, aku yakin kalau mayat hidup juga menyantap binatang selain manusia itu sendiri. Karena tak kuat dengan baunya aku langsung keluar dari kandang dan terbatuk-batuk.
"Uhukkk uhukkkk bangsat ah......" emosiku kembali menguat setelah itu, karena seandainya binatang itu masih hidup kami dapat makan.
"Sial sial ghhhhhh" dengan sadar kutendang-tendang dinding kandang itu meluapkan semua emosiku.
"Kak Dino, kamu kenapa?" tiba-tiba Melati sudah berada disampingku. Kutatap wajahnya penuh emosi.
"Kamu kenapa disini? Aku sudah suruh kamu tetap di rumah itu kan??" bentakku yang membuat Melati tersentak.
"Kenapa kamu diem? Hah??" Melati terus mundur dari posisiku dengan raut wajah ketakutan.
"Kak, tolong jangan marah dulu....." Melati berusaha untuk menenangkanku namun kutepis tangannya yang menyebabkan ia terjatuh ke tanah. Air matanya mulai mengalir.
"Apaan sih, jangan halangin aku!" bentakku lagi.
"Hiks... hiks.... kamu kenapa sih kak? hiks...." Melati berkata dengan isak tangisnya.
"Kalau hewan itu tidak mati kita bisa makan Melati..... aku.... Aku....." tubuhku tiba-tiba terasa lemah dan aku terjatuh ke tanah. Sejujurnya aku sangat menyesali perbuatanku dengan Melati.
"Maafkan aku Melati.... maafkan aku...." ucapku lirih dengan air mata yang mulai membasahi bola mataku.
"Kak, kita cari makanan bersama-sama. Aku siap bantu kakak" ucap Melati menenangkanku. "Aku yakin masih banyak makanan atau buah-buahan di sekitar sini. Kita tinggal mencarinya kak" aku tertegun mendengar perkataan Melati yang seakan-akan memberiku secercah harapan. Kami berdiri kembali dan Melati memelukku erat sekali.
"Kakak jangan marah lagi ya, aku takut...." kata Melati, rasa emosi yang sebelumnya menguasai tubuhku kini sirna oleh sebuah pelukan. Kuelus rambutnya pelan.
"Iya Mel, maaf karena sikapku tadi...."
Melati melepas pelukannya, guratan senyumnya mulai kembali terbentuk.
"Kita pulang dulu ya, lalu kita cari makan bareng-bareng" ucapku padanya.
"Siap kak"
*****
Singkatnya kami berjalan menyusuri sekitar rumah ini untuk mencari kandang, kolam atau apapun demi sebuah makanan. Jalanan tanah ini cukup licin untuk dilewati sehingga kami harus berhati-hati untuk melewatinya. Desa ini memang sangat terpencil dibandingkan desa-desa yang aku kenal sebelumnya. Selama perjalanan kami melewati sebuah persawahan yang cukup besar, sayangnya tanaman padi yang tertanam masih tampak segar pertanda belum saatnya dipanen. Dengan hati-hati kami berjalan keluar dari area persawahan.
GRRRRAHHHHHH
"Kak, ada mayat hidup....."
"Tenang, biar aku yang membunuhnya"
Mayat hidup itu mengenakan kaos oblong berwarna putih dengan topi caping yang menempel pada kepalanya. Aku yakin mahkluk itu dulunya adalah seorang petani pemilik sawah ini. Karena caping itu aku kesulitan untuk menusuk kepalanya.
"Sialan, bagaimana caranya supaya mayat ini bisa mati?" keluhku.
"Dorong aja kak"
"Hmmm okelah"
GGRRAAHHHHHH
Mayat hidup itu berjalan mendekatiku. Aku bersiap-siap untuk menghindari dari serangannya dengan hati-hati karena jalan sawah yang cukup licin. Mahkluk itu mulai menyerang dengan cakaran tangannya, beruntung aku dapat menghindarinya dan dengan cepat kudorong tubuhnya sehingga ia terjatuh ke sawah. Mayat itu tampak kebingungan karena kesulitan untuk bangun, kulepas topi caping itu dan menusuk kepalanya sampai tewas.
"Nah udah beres, kamu gak apa-apa kak?" tanyaku pada Melati.
"Iya kak, aku gak apa-apa..."
Kami berhasil keluar dari area persawahan tanpa kesulitan yang berarti. Sepertinya kami sudah berjalan cukup jauh dari lokasi rumah kecil itu, aku mulai khawatir kami tak mendapat apa-apa setelahnya.
"Kak, kayaknya itu kolam deh. Yuk kita kesana"
"Kamu yakin Mel?" tanyaku ragu.
"Yakin kak, ayuk"
Kami berjalan menuju kesana dan benar dugaan Melati, kolam ini cukup besar namun airnya cukup keruh. Aku yakin sekali kalau ini kolam ikan kepunyaan salah satu penduduk desa ini. Kuperiksa area sekitar kolam sejenak untuk memastikan tak ada mayat hidup di sekitar sini.
"Kayaknya kolam ini cukup dalam" kataku setelah mengambil batang kayu besar dan mencelupkannya kedalam. "Lalu bagaimana kita tahu kalau ada ikan disini?"
BLUP BLUP BLUP
Air kolam itu mengeluarkan suara setelah Melati melemparkan batu kecil kedalam.
"Kayaknya banyak ikan didalam kak" ucapnya.
"Iya Mel" ucapku girang. "Nah masalahnya gimana caranya kita nangkap itu ikan? tak mungkin aku nyebur kedalam....."
"Pakai ini kak" Melati menemukan sebuah jala yang cukup besar, aku terkejut melihatnya.
"Pinter kamu Mel, kita bisa ambil ikan itu pakai jala ini" kataku bangga. Ia juga tersenyum bangga. Setidaknya kami sudah menemukan makanan untuk dimakan nanti.
GLUDUK JEGERRRRR
Aku terkejut mendengar suara guntur yang cukup keras, aku juga baru sadar langit mulai mendung pekat sekali pertanda hujan akan segera turun.
"Kak, kita pulang dulu ya. Nanti kehujanan" kata Melati. Nanum aku menolaknya.
"Enggak Mel, kita harus nangkap ikan dulu biar kita bisa makan...." tiba-tiba ia memegang tanganku erat.
"Kakak bisa ambil ikan kalau ujannya udah berhenti. Yang penting kita sudah temukan makanan kan? ayo kak keburu ujan nanti...." kata Melati, aku hanya menggangguk.
"Yaudah deh kita pulang"
*****
GLUDUK JEGEERRRRRRR
Aku terpaku melihat hujan yang memang sangat deras dari jendela rumah kecil ini. Sudah beberapa jam hujan tak kunjung reda apalagi hari sudah mulai gelap. Untungnya Melati menyisakan makanan yang sebenarnya sudah aku suruh untuk habiskan sehingga perut kami tidak kosong untuk hari ini.
"Kak, dimakan dong makanannya" kata Melati yang sekarang sudah berada disampingku.
"Aku udah cukup Mel, kamu aja yang makan" ucapku tanpa melihat dia.
"Emmm yaudah deh aku sisakan buat kakak, aku juga sudah cukup kok" ucapnya.
Malam harinya hujan semakin deras dan semakin deras tanpa tanda-tanda akan berhenti, bahkan sekarang angin kencang mulai terlibat dalam proses hujan ini sehingga udara mulai terasa dingin sekali. Sebuah lampu teplok yang kami temukan menerangi dalam rumah ini. Aku masih duduk terpaku melihat lampu itu dan tak melakukan apa-apa. Melati menghampiriku dengan mengenakan selendang dua lapis. Tampaknya ia kedinginan.
"Kamu gak tidur Mel?" tanyaku.
"Aku gak bisa tidur kak, dingin banget" balasnya sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. "Ayo tidur kak, temanin aku didalam...." pintanya. Aku menggangguk saja.
"Yaudah yuk"
Aku dan Melati masuk kedalam kamar tidur yang memang ukurannya kecil sekali, mungkin hanya muat untuk tiga orang didalam. Melati merebahkan tubuhnya di ranjang kayu yang sudah usang namun masih kuat. Aku juga merebahkan tubuhku disampingnya. Suara angin kencang terdengar jelas diluar menimbulkan suara yang cukup berisik entah kenapa.
"Kamu kok belum tidur? aku udah temenin loh disini" tanyaku.
"Gak tau kak, entah kenapa aku gak bisa merem hehe" balasnya. Kami kembali terdiam tidak saling memandang, terkadang suara guntur yang cukup keras mengganggu ketenangan kami namun mau gimana lagi.
"Emmm kak......"
"Iya Mel?" tanyaku.
"Kirain kakak udah bobok hehe...." balasnya, Melati menggulingkan tubuhnya dan sekarang kami saling menatap, tampak raut wajahnya yang lucu walau penerangan di ruangan ini tampak samar-samar.
"Kamu tadi manggil aku kenapa?" kataku kepadanya, tanganku secara tak sadar mengelus rambutnya yang tergerai.
"Gimana ya kak, takutnya kamu gak bolehin.... yaudah kak gak jadi hehe" balasnya.
"Lah jangan gitu dong, ngomong aja ke aku" jujur aku tipe cowok yang suka penasaran ketika lawan bicaranya tiba-tiba berubah pikiran untuk melakukan sesuatu, terutama oleh wanita.
"Tapi kakak janji dulu, jangan marah kayak tadi siang" ucap Melati.
"Yaelah.... Oke deh"
"Aku boleh peluk kakak?"
Seketika aku tertawa mendengar permintaan Melati padaku. Serius, ini memang terdengar lucu.
"Hahaha, ya ampun Melati..... gitu doang hahahaha"
"Kok ketawa sih kak?" Melati memasang tampang heran.
"Ya kalau gitu mah aku bakal marah Mel hahaha" balasku sambil masih tertawa. Muka Melati langsung bersemu merah.
"Hih maunya kakak. Yaudah aku peluk sekarang ya...."
GREP
Melati memeluk tubuhku erat sekali seakan-akan aku seperti guling, awalnya aku terkejut karena gerakannya yang begitu mendadak namun aku biarkan saja karena sebenarnya aku ingin juga dipeluk sama wanita seimut dia hehe. Aku mendengar kekehan kecil Melati yang wajahnya tertutup oleh dadaku.
Dan aku bisa merasakan buah dadanya menempel di perutku. Rasanya kenyal sekali.
"Emmm kak, aku suka meluk kamu....." ucap Melati.
"Emangnya kenapa kok suka?" tanyaku sambil mengelus rambutnya.
"Gak tau sih kak, aku suka aja hehe"
"Dasar"
Suhu tubuh kami saling bercampur satu sama lain menimbulkan sedikit rasa hangat walau masih belum mampu mengalahkan hawa dingin malam ini ditambah dengan hembusan angin yang sedikit lolos dari celah-celah jendela. Melati sedikit menggerakan tubuhnya yang secara langsung buah dadanya sedikit menggesek perutku. Sial! batang kemaluanku perlahan mulai mengeras dan sedikit menyembul di celana panjang yang kukenakan.
"Ihhh kak, kok itunya keras?" tanya Melati dengan sedikit terkekeh. Tampaknya ia tahu.
"Ah enggak, itu cuma perasaanmu aja" balasku bohong.
"Jangan bohong kak, aku ngerasain loh hehe"
Sial! nafsuku mulai naik akibat buah dadanya yang menggesek perutku dan suara lirih Melati yang cukup membius. Entah dia memang sengaja melakukan itu atau tidak.
Karena sudah tak tahan lagi dengan sensasi ini, kuangkat tubuh Melati keatas tubuhku dengan posisi masih memeluk. Sekarang Melati berada di atasku, ia memasang muka heran akibat perlakuanku.
"Kak, kenapa?" tanyanya lirih, bibirnya yang tipis itu menggoda saraf-saraf dalam tubuhku.
"Emmmm Mel....."
Dengan perlahan kuusap pipinya dengan tangan kananku lalu kudorong sedikit kepalanya sehingga bibir tipis itu mulai menempel pada bibirku, kukecup bibirnya dengan pelan. Melati sama sekali tak menampakkan penolakan justru hembusan napasnya yang menerpa wajahku menandakan bahwa ia ingin melakukan lebih.
Kecupan bibir itu perlahan-lahan menjadi lumatan, Melati membalas cumbuan itu dengan lembut dan nyaman. Kami saling berciuman dengan posisi ini selama beberapa saat dan kemudian kami saling melepaskan bibir.
"Kok kakak cium aku?" tanya Melati dengan wajah penasarannya sekaligus bersemu merah.
"Kamu cantik, Melati...." balasku secara sadar.
"Ihh kakak bisa aja hehe" ucapnya terkekeh.
"Sungguh aku tak bohong, kamu cantik Melati" kataku dengan sungguh-sungguh. "Mau cium lagi?" tanyaku lagi.
"Hihihi...." Melati sedikit tertawa menatapku, lalu ia mendekatkan kepalanya lagi sehingga bibir ini kembali bersatu. Melati tampak memejamkan kedua matanya menikmati gesekan demi gesekan bibir yang ia lancarkan. Kubalas perlakuannya dengan menggeliatkan lidahku masuk kedalam mulutnya, awalnya Melati sedikit kaget namun ia dapat mengimbangi lidahku.
Kami berguling-guling menikmati setiap ciuman ini, begitu mesra dan nyaman. Sesekali Melati mendesah disela-sela bibirnya, seperti mendapat lampu hijau, kuremas-remas pantat sekalnya untuk menambah gairahnya yang mulai naik, Melati melepaskan bibirnya dan mendesah kencang.
"Kakk ahhhhh........"
Aku terkejut mendengar desahannya yang seksi dan menggairahkan. Birahi dalam tubuhku mulai berangsur-angsur naik.
"Ihhhh kakak nakal ah hhhhhhh...." ucapnya namun tak menunjukkan ia marah padaku.
"Maaf Melati, aku kelepasan tadi" balasku menyesal. Yap, akal sehat ini belum hilang sepenuhnya dalam diriku.
"Hehe dasar kakak, tapi rasanya aneh kak. Kayak geli-geli gitu...." balasnya polos. Ah, kenapa kamu gemesin banget sih, Melati.....
Melati kembali mencium bibirku dengan lembut dan kubalas kembali dengan lumatan-lumatan yang memberi kenyamanan padanya. Kupeluk perutnya erat-erat seakan tak ingin melepaskan gadis lucu ini. Desahannya kembali terdengar lirih dari sela bibirnya. Beberapa saat kemudian kami melepaskan bibir meninggalkan seuntai air liur yang terbentuk.
"Emmm aku suka sama bibir kakak hehe...." ucapnya polos namun terkesan jujur.
"Makasih Melati, kamu juga hehe" balasku.
"Kak, aku boleh ngomong sesuatu?" tanyanya.
"Boleh, apapun Melati" balasku mengiyakan.
"Aku yakin teman-teman kita masih hidup"
"Kenapa kamu bilang gitu Mel?"
"Aku percaya dengan sebuah harapan kak, harapan baik. Teman-teman kita pasti baik-baik saja, mereka pasti seperti kita menetap di suatu tempat" kata Melati lembut. Suara hujan angin yang semakin deras bersahut-sahutan menghiasi suasana di kamar ini. Udara dingin semakin menusuk kulit, namun aku dan Melati tetap berpelukan erat, suhu tubuh kami saling bertransfer bertujuan untuk menghangatkan kami.
"Melati, aku juga berharap begitu. Tapi kita juga harus tahu harapan buruknya, kita tak bisa bertemu mereka lagi" aku mengelus pipinya yang basah oleh air matanya yang sudah keluar.
"Jika memang kenyataannya seperti itu, mau gak mau kita harus memulai kehidupan baru, kehidupan kita" balasku. Kedua mata Melati basah dengan air matanya.
"Maafkan aku Mel......."
"Aku paham kak. Aku sudah lelah menangis" katanya lemah namun wajahnya yang tampak tenang cukup meluluhkan hatiku.
"Tapi air matamu jatuh nih" aku masih bisa melontarkan candaan padanya, dia tertawa kecil sambil mengusap air matanya.
"Kakak canda deh"
"Hehehe"
"Kak......" tubuhnya sedikit menggeliat dan menguatkan pelukannya.
"Aku ingin kakak bahagia, kakak jangan marah-marah kayak tadi ya?" ucapnya lirih.
"Iya Mel, aku janji tak akan marah lagi. Aku janji...." tiba-tiba saja bibirku dicium kembali olehnya tepat setelah ucapanku berakhir. Ia kembali berusaha untuk memainkan lidahku dan dengan cepat kubalas perlakuannya. Sepertinya Melati memang lihai dalam hal ini dilihat dari gerakan lidah dan bibirnya yang begitu merangsang. Melati kembali mendesah saat tanganku dengan nakal meremas-remas pantatnya. Cumbuan panas ini berlangsung selama beberapa saat hingga akhirnya kulepas bibir ini.
Namun bukan itu saja, bibirku melesat dengan cepat menuju kearah leher belakangnya. Lidahku dengan gesit menjilat-jilat bagian itu hingga tubuh Melati sedikit bergetar, aku yakin ia menikmati perlakuanku. Lidahku berjalan menuju belakang telinganya dan kuserang juga disana. Melati mendongakkan kepalanya dan mendesah cukup kencang.
"Kakkk ahhhhh geliiiiii......"
Aku tertawa dalam hati, ia benar-benar menikmati lidahku pada telinga belakang yang aku yakin adalah bagian sensitif kebanyakan wanita.
Setelah menyerang bagian itu kutatap wajah Melati yang bersemu merah seperti menahan hawa nafsunya, kubelai pipinya dengan lembut yang dibalas oleh senyumannya.
"Kamu cantik...." ucapku sekali lagi. Ia hanya tersenyum saja.
Dengan sadar kubuka baju Melati yang tidak menimbulkan penolakan padanya, mungkin ia sudah pasrah tubuhnya akan segera kujamah. Kedua mataku melotot tajam melihat gundukan buah dadanya yang besar dan bulat walau masih terbungkus oleh bra putih yang ia kenakan.
"Gede banget ini Melati, tapi indah...." kataku padanya.
"Kakak bisa aja hehe" ucapnya santai.
"Aku lepas ya behanya, aku mau lihat"
"Aku aja yang lepasin...."
Ia hanya menggangguk sambil berusaha melepaskan kaitan bra dengan cukup mudah tanpa harus kubantu. Bola mataku kembali terbelalak melihat gundukan buah dada yang sudah tak terhalang apa-apa. Kedua puting susu merah mudanya yang sepertinya belum pernah disentuh lelaki manapun tampak sedikit berayun-ayun mengikuti irama gerak dadanya sendiri. Sesekali juga aroma keringatnya sedikiy tercium dari hidungku yang justru membuatku semakin ingin menjamah tubuhnya.
"Kok dilihat doang kak? aku tutup aja ya...." ucap Melati dengan senyumannya yang memggoda.
"Ini.... ini indah banget Melati..." balasku kagum sekaligus menahan birahi.
"Masak sih kak?" tanyanya polos.
"Iya Mel, aku jujur"
Memang dari pertama kali aku mengenalnya sampai detik ini aku selalu terpukau melihat Melati dibagian yang kumaksud. Yep. Buah dadanya yang selalu mengacung dan tercetak pada kaos yang ia kenakan. Aku tak menyangka gadis imut dan lucu ini memiliki aset yang luar biasa. Buah dadanya berukuran besar, hampir setara dengan telapak tanganku yang akan bersiap untuk menjamahnya hehe.
"Ssshhhh......"
Melati mendesis saat jari-jari tanganku mulai sedikit menyentuh area luar payudaranya, baru sentuhan kecil saja. Aku mulai paham dengan reaksinya yang menandakan bahwa bagian ini belum terjamah oleh lelaki manapun sebelumnya.
"Geli kak, hhhhhhh....." ucapnya setelah jari ini kulepas.
"Enak ya?" tanyaku menahan nafsu yang mulai bergejolak.
"Geli...."
"Gelinya kayak gimana Mel?" tanyaku lagi. Tampaknya ia bingung mau jawab apa sehingga dengan nakal kuelus pelan area luar payudaranya untuk memberikannya tanggapan
"Ahhhh gelii kak......"
"Gimana rasanya?" tanyaku dengan senyuman nakal.
"Rasanya kayak digelitik kak hhghhhh...." jawab Melati lirih.
"Mau lagi?" tanyaku.
Melati hanya menggangguk saja.
Kuserang kembali bagian itu dengan jemariku hanya saja sekarang mengarah ke bagian areolanya yang masih ranum, kugesek jemariku di sana dan seperti dugaanku, Melati mendesah lirih dan tubuhnya sedikit menggeliat yang justru menyebabkan kemaluanku tergesek perutnya. Respon positifnya memberikanku semangat untuk terus menjamah buah dadanya yang bulat dan besar itu.
"Kakkk ahhhhhh geliiiii ahhhhhh...."
"Terus kak..... ahhhh......"
Jemariku masih asyik memainkan buah dadanya, beberapa saat kemudian jariku berjalan mengarah ke puting susunya yang berwarna merah muda dan sudah cukup tegang. Kutekan puting tegang itu dengan perlahan dan Melati kembali mendesah panjang tak mampu menahan sensasi aneh dalam tubuhnya.
"Kakkkkkk ahhhhhhhh......."
"Putingmu bagus Mel, aku suka...." ucapku.
"Ma... makasih kak ssshhhhhhhh ughhhhhhhh....."
Karena puting susunya, aku jadi ingin sekali mencium dengan bibirku. Kuturunkan sedikit tubuhnya kearah kepalaku dan dengan cepat kucaplok bibirku di buah dada sebelah kiri dengan tangan masih memainkan buah dada sebelah kanan. Melati tampak tersentak dan melenguh nikmat. Lidahku dengan lihai mengusap-usap putingnya dengan sesekali kukempot mulutku menimbulkan sensasi mengisap, walau aku juga tahu aksiku ini tak akan mengeluarkan air susu dari sana.
"Kakkkk ughhhhhhh ssshhhhhhhh enakkk kakkkk aaahhhhhhh....."
"Sssshhhhhhhhh ahhhhhh......"
Tubuhnya menggelinjang dan pinggulnya seperti menyentak. Apa dia sudah mencapai orgasme? sepertinya.....
"KAKKKK BERHENTIII..... AAHHHHH KAKKKKK AHHHHHHH....."
Melati meraih orgasmenya yang ditandai dengan gerakan pinggulnya yang terus-menerus menyentak, aku sangat yakin kemaluannya sudah sangat basah sekarang. Keringatnya mengucur deras hingga bulir-bulirnya terbentuk di buah dadanya dan menetes mengenai wajahku. Kucabut mulutku dari putingnya dan kubiarkan Melati istirahat diatas tubuhku. Ia terengah-engah berusaha mengambil napas sebanyak mungkin.
"Hahh hahhhh kak Dino.... hahhhhh" suara Melati terdengar lemah.
"Enak Mel?" tanyaku.
"Iya kakk... hahhh hahhhh, kayaknya aku ngompol tadi....." balasnya.
"Itu bukan pipis Melati, itu orgasme hehe" balasku sambil mengelus rambutnya yang basah karena keringat. Kesimpulan dalam permainan ini adalah buah dada Melati adalah salah satu bagian sensitifnya. Ah, kemaluanku semakin tegang saja.
"Enak kak hahhhh. Tapi itunya kakak masih tegang...." ucapnya.
Kubaringkan tubuh Melati yang masih tampak kelelahan, baju dan celana ini aku buka semua hingga tak ada sehelai benang di tubuhku. Melati sedikit melotot melihat kearah selangkanganku.
"Ihhhh kak, kok dibuka?" tanyanya lemah.
"Yaudah aku buka baju sama celanamu ya biar impas hehe" balasku yang dibalas dengan anggukannya. Kubantu Melati untuk melepaskan busananya hingga kami sudah benar-benar telanjang. Udara dingin langsung menusuk kulit namun kami tidak menggubrisnya. Aku terbelalak melihat keindahan tubuh polos Melati, tak hanya buah dadanya saja, perutnya cukup langsing dengan pusar bulat yang menggoda dan ditambah dengan area selangkangannya yang gemuk mungkin karena bentuk pinggulnya. Kemaluannya yang ditumbuhi rambut halus yang cukup rapi semakin merangsang nafsu birahiku.
"Kak, aku mau lihat titit kakak...."
"Yaudah, nih" kupamerkan batang kemaluanku yang sudah sangat keras dan sedikit berwarna kemerahan akibat aliran darah yang terus terpompa disana.
"Ihhhh titit cowok kayak gitu ya hihihi..." Melati tertegun dan sedikit terkekeh melihat batang kemaluanku.
"Kamu belum pernah lihat sebelumnya?" tanyaku nakal.
"Pernah kak di film porno tapi cuma sekilas doang"
"Ya ampun Mel hahaha" aku menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawabannya. Tak menyangka gadis sepolos Melati sudah pernah menonton film dewasa.
"Pegang aja Mel, gak apa-apa" aku berkata padanya.
"Boleh kak?"
"Iya boleh"
Awalnya ia agak ragu untuk melakukannya namun pada akhirnya tangannya bergerak kearah kemaluanku, aku tertawa dalam hati melihat keluguan dan rasa ingin tahunya yang tinggi. Jemari tangannya bergerak-gerak mengusap kulit kemaluanku menimbulkan rasa geli yang teramat sangat dan tentu saja, aku mendesah nikmat.
"Ahhhh......"
"Kak, kenapa?" tanya Melati sambil melepas jemari tangannya dari kemaluanku.
"Geli Mel hehe, sama kayak yang kamu alamin tadi" balasku.
"Ohh gitu ya, aku bikin kakak kegelian deh, sekalian bales hehe" ia terkekeh lucu dan kembali memainkan kemaluanku.
"Ahhh Melati....."
Gila. Usapan jari-jarinya sungguh nikmat sekali. Sepertinya Melati sudah mengerti apa yang harus ia lakukan. Pompaan darah terus mengalir kedalam pembuluh darah kemaluanku sehingga batang ini semakin terasa keras dan aku yakin urat-urat disana mulai timbul. Melati tersenyum nakal padaku sambil terus mengusap-usap batang kemaluaku.
"Aahhhhh Melatiiii ughhhh...." desahku.
"Suaramu beda pas kayak gitu kak hihihi" kekehnya lucu.
"Hahhhh ahghhhhh bolanya dong Mel mainin ssshhhhh....."
Melati tampaknya mengerti dengan maksudku, jemarinya mulai membelai-belai buah pelir yang juga mulai membesar akibat rangsangannya. Tubuhku sedikit bergetar merasakan sensasi nikmat ini dan tentu saja aku kembali mendesah dengan suara yang sama seperti tadi.
"Aaaahhhh ssshhhhhhhh....."
"Enak ya kak?" tanyanya.
"Heem enak Mel aaaghhhhhhhh......"
Beberapa saat kemudian Melati melepaskan tangannya dari batang kemaluanku. Ia menatapku dengan mata nanar. Kucium bibirnya dengan lembut dan penuh perasaan dan dibalas olehnya. Proses cumbuan ini berlangsung beberapa detik hingga kami melepaskan bibir.
"Kak...."
"Iya Mel?"
"Aku penasaran"
"Penasaran kenapa?"
"Pas aku nonton film itu, si cowok sama si cewek saling goyang gitu kak sambil si cowok masukkin tititnya ke anunya cewek...."
"Melati...." aku menyanggah namun ia langsung memotong.
"Kakak mau masukkin itunya ke punyaku?"
DEG
Jantungku serasa seperti berhenti beberapa saat. Aku tak percaya mendengar perkataan Melati tadi.
"Melati, kamu tak perlu lakukan itu...." Jelas sekali aku berbohong. Dalam hati aku ingin sekali menyantap kemaluannya namun ia masih gadis, tak pantas aku lakukan itu padanya.
"Kenapa kak? aku penasaran kok...." balasnya lirih.
"Kalau kita lakukan itu, kamu....."
"Aku tahu kak, aku percaya sama kakak...." tangannya dengan lembut mengusap pipiku memberikan keyakinan yang dalam.
"Kamu serius Mel?" tanyaku sekali lagi.
"Iya kak aku serius. Aku seneng bisa bersama kakak, aku merasa nyaman banget gitu...." nada jawaban Melati terdengar yakin dan mantap.
"Tapi ini bakal sakit Mel, kamu belum pernah lakukan ini sebelumnya kan?"
"Iya kak, ini milik kakak sekarang...."
Kami terdiam cukup lama. Aku sendiri merasakan gejolak aneh. Di satu sisi aku ingin menolak permintaannya namun dasar nafsu memang mengalahkan segalanya, lagipula Melati lah yang meminta padaku.
Kupeluk erat tubuhnya yang juga dibalas olehnya, suhu tubuh yang hangat akibat permainan panas tadi saling bertransfer lewat sebuah pelukan. Diluar hujan masih terdengar deras yang disertai dengan angin kencang dan suara guntur yang anehnya justru memberikan suasana yang romantis didalam kamar ini.
Kami seolah-olah seperti pengantin baru.
Kubaringkan kembali tubuh Melati ke kasur, kubelai rambutnya berkali-kali untuk memberikan kenyaman olehnya.
"Aku masukkin ya Melati, kalau sakit bilang"
Melati menggangguk saja. Pasrah akan apa yang kulakukan pada tubuhnya beberapa saat lagi.
Kuambil ancang-ancang untuk bersiap melakukan penetrasi pada kemaluan Melati. Aku tahu ini bakal menyakitkan buatnya. Kukangkang kedua pahanya dengan pelan sehingga area selangkangannya terekspos jelas dihadapanku. Rambut kemaluannya tidak terlalu banyak dan tampak rapi menimbulkan reaksi aneh dalam diriku.
Seksi dan menggemaskan.
Dengan perlahan kubimbing batang kemaluanku kearah bibir kemaluan Melati yang masih sempit sekali. Sesekali Melati mendesah geli merasakan sensasi kepala kemaluanku menggesek bibir intimnya. Lendir cintanya mulai sedikit mengucur keluar membasahi bibir kemaluannya. Kugesek-gesek kepala kemaluanku untuk memberikan rangsangan lebih pada tubuh Melati.
"Kakkkkk geliiii ahhhhh ahhhhhhh......"
Responnya sangat positif memberikan keyakinanku untuk melakukan penetrasi. Dengan perlahan kudorong sedikit pinggulku dan menghujam liang kemaluannya sedikit.
"Kakkk sakitt.... ahhhhhhh"
"Oke aku hentikan dulu" aku mendengar erangan Melati dan memberhentikan sejenak proses penetrasi ini. Kepala kemaluanku baru saja masuk kedalam liangnya yang sudah basah oleh lendir cintanya. Sensasi pijitan kecil terasa sekali dari kepala kemaluanku.
"Udah kak, lanjutin lagi...."
"Beneran Mel?"
"Iya kak, udah agak nyaman rasanya"
Kudorong kembali pinggulku dengan perlahan-lahan sehingga batang kemaluanku mulai kembali merangsek masuk kedalam. Tubuh Melati sedikit berguncang dan mulutnya seperti menahan erangan sakit, namun aku abaikan dia dan terus berkonsentrasi untuk mempenetrasi liang kemaluannya.
"Kakkk sakittttt aghhhhhhh....."
Kuremas-remas buah dadanya untuk menetralkan sensasi sakit yang diderita Melati. Usahaku berhasil, ia mendesah-desah nikmat saat jemariku dengan lihai memainkan puting susunya yang tegang. Kudorong perlahan kembali batang kemaluanku lebih dalam. Melati kembali meringis kesakitan namun kulawan dengan memberikan rangsangan pada buah dadanya.
"SSAAKKITTTTT KAKKKKKK SSSSHHHHHHH AHHHHHHHHHH....."
SREK
Batang kemaluanku sukses merobek selaput daranya yang dibalas dengan erangan kesakitan dan tubuh yang berguncang. Terdengar sedikit isakan tangis Melati yang membuat hatiku luluh seketika.
"Melati, maafkan aku....." ucapku iba sambil mengusap air matanya yang keluar.
"Hiks.... hiks...." tak ada balasan dari Melati selain isakan tangisnya.
"Aku hentikan dulu sampai sakitnya hilang...." ucapku sambil mencium keningnya. Beberapa menit kami berada di posisi ini, batang kemaluanku masih tertancap dalam di liang kemaluannya yang mulai terasa berdenyut-denyut memberikan respon.
"Hahhhhh kak Dinoo... ughhhhhhhh" Melati mulai berkata padaku dengan suara mengaduh. Kuusap pipinya untuk memberikan rasa tenang.
"Pasti sakit ya? maafkan aku....."
"Kayak gini ya rasanya kak?" tanya Melati.
"Ya begitulah"
"Lanjutin kak, anuku udah gak terlalu sakit. Tapi pelan-pelan ya" tangannya membelai pipiku lembut memberikan keyakinan padaku untuk melakukan hal ini.
"Aku percaya sama kakak. Makasih udah kasih aku pengalaman ini. Aku tak akan pernah lupa....." hatiku kembali luluh mendengar ucapan Melati.
"Makasih juga udah kasih hal itu padaku Mel" balasku, ia tersenyum manis sekali.
Posisi ini aku benarkan sedikit untuk memberikan rasa nyaman untukku dan Melati. Kedua paha putih dan montoknya masih terbuka lebar. Kutarik sedikit batang kemaluanku yang dibalas dengan campuran desahan dan erangannya. Setelah dirasa cukup kumasukkan kembali batang kemaluanku dan kemudian kutarik kembali, berulang kali dengan perlahan.
"Kakk ahhhhh ahhhhhh geliii kakk ughhhhhh...."
Gerakan ini terus kulakukan sembari merasakan nikmat yang luar biasa pada batang kemaluanku yang dipijat lembut oleh sempitnya liang kawin Melati, sesekali juga kurasakan cairan cintanya mengalir dari sela-sela liangnya memberikan rasa hangat dan licin.
Tubuh kami saling berguncang-guncang menikmati peraduan kelamin. Keringat terus mengucur deras membasahi kulit berusaha untuk mengalahkan udara dingin yang terus menyerang kami. Melati dan aku saling mengerang, mendesah dan sesekali melenguh merasakan kenikmatan duniawi yang tak bisa digambarkan oleh kata-kata. Gerakan pinggulku yang sebelumnya pelan kini kunaikkan temponya, sepertinya rasa sakit yang dialami Melati sudah hilang ditandai dengan erangan dan desahannya yang terdengar semakin seksi dan merangsang. Aku mengerti bahwa sepolos-polosnya wanita suara desahannya akan selalu seperti ini hehehe.
Well, aku tidak pandai dalam bikin quote.
Beberapa menit kemudian tubuh Melati mulai mengejang pelan yang dibarengi dengan kedutan kemaluannya yang semakin kencang. Ia akan mencapai orgasme, kukencangkan gerakan pinggulku untuk terus menghujam liang kemaluannya.
"Kakkkkk ahhhhhhh ssshhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhhh......"
"Aku keluar kakkkkkk ahhhhhhhhhh......."
Kepalanya sedikit terdongak keatas saat orgasmenya mulai menyerang seluruh tubuh Melati. Tubuhnya mengejang-kejang keras berikut pinggulnya juga mengejang. Cairan kemaluannya menyembur cukup banyak didalam membasahi seluruh batang kemaluanku. Mataku merem-melek merasakan sensasi cekikan liang kemaluannya yang sangat keras membetot batang kemaluanku. Lenguhan Melati terdengar panjang sekali dan sedikit memilukan namun aku yakin dia pasti menikmatinya.
"Hahhh hahhh hahhhh kak Dinoo......" Melati mengambil napas pendek setelah orgasme itu mereda. Kutatap wajah Melati yang terlihat lemah sekali dengan bulir-bulir keringat yang membasahi wajahnya.
"Melati....."
Kucium bibirnya dengan lembut sekali dan penuh perasaan. Entah kenapa aku mulai merasakan hal aneh dalam hati ini, apakah aku mulai menyukai dia?
"Kak.... aku bahagia banget sama kakak....." tangannya kembali membelai pipiku walau terasa lemah. "Terimakasih kak atas semuanya....."
Kucabut batang kemaluanku dengan perlahan. Pinggul Melati sedikit bereaksi, tampak lelehan cairan cintanya yang berwarna merah muda karena bercampur dengan darah perawannya. Aku tersenyum melihat pemandangan itu. Setelah cukup beristirahat kami kembali bersetubuh dengan posisi yang sama, desahan dan lenguhan menghiasi kamar kecil ini, udara didalam juga sudah mulai terasa pengap namun kami terus bersetubuh, mengekspresikan semua perasaan dalam hati kami. Pada akhirnya aku sendiri sudah tak tahan dan batang kemaluanku melimpahkan air mani yang sudah kutahan sebelumnya, membasahi paha dan perut Melati. Dia sudah terbaring lemah karena diserang orgasme beruntun.
*****
"Masih kerasa nyeri Mel?" tanyaku saat kami berjalan menuju kolam ikan yang sudah kami temukan sebelumnya.
"Agak kak, tapi aku gak apa-apa kok" balasnya dengan mantap.
"Aku minta maaf karena kejadian kemarin Mel, seharusnya aku tak melakukan itu" kataku kepada Melati, ia hanya menggeleng.
"Udah kak gak usah dipikirin hehe" balasnya sambil sedikit tertawa. Ia seperti sudah melupakan kejadian itu.
Kami telah sampai di kolam ikan setelah berjalan dengan susah payah karena jalan tanah ini cukup licin sehabis hujan tadi malam. Kutaruh ember kosong yang nanti akan menjadi wadah ikan hasil tangkapan.
Melati mengambil jala dan memberikannya padaku. Aku berpikir sejenak bagaimana caranya menggunakan benda ini mengingat kami selalu menggunakan alat pancing untuk menangkap ikan. Melati dengan sifat ingin tahunya yang tinggi tampak sedang mengamati jala itu.
"Kayaknya kita lemparin aja jalanya terus pegang ujungnya. Terus tunggu sampai ada ikan yang ketangkep" kata Melati.
"Benar juga ya. Aku coba dulu"
Kulemparkan jala itu kedalam kolam yang tak lupa kupegang ujung jala, Melati langsung membantuku memegang jala itu.
"Dah kak kita tunggu aja hehe"
"Kayaknya lama gak sih?" tanyaku padanya.
"Semoga aja ikannya gak bandel ya hahaha" tawanya renyah, aku juga ikut tertawa mendengar kelucuannya. Kami sudah menunggu cukup lama namun jala ini sepertinya belum dapat menangkap satu pun ikan. Aku mulai putus asa karenanya.
"Lama ya Mel"
"Hehe iya kak, sabar ya"
GREP
Kurasakan tenaga yang cukup kuat dari jala itu. Sepertinya ada beberapa ikan yang berhasil terjebak. Kami menarik jala berbarengan karena ikan-ikan itu terus berusaha untuk lepas dari jala itu.
"Tarik yang kuat Mel"
"Ughhhh iya kak"
Jala itu akhirnya terangkat ke permukaan dan aku terkejut melihat beberapa ikan yang cukup besar terjebak pada jala. Aku senang sekali akhirnya kami berhasil menangkap ikan untuk dimakan nanti.
"Kak, ini ikan gurame kalau gak salah" kata Melati.
"Iya Mel, ya ampun ikannya gede banget ya" balasku senang.
"Kita bisa makan banyak, yeeee" Melati juga tampak senang sekali.
Singkatnya kami menaruh ikan-ikan itu kedalam ember berisi air. Awalnya aku cukup kesulitan menaruh ikan itu karena ia selalu memberontak, bahkan salah satu ikan ada yang berhasil lolos dari tangkapanku dan berguling-guling di tanah berusaha untuk masuk kedalam kolam lagi. Yang aku kagum Melati dapat dengan mudah menaruh ikan itu hanya dengan memegang kepala dan siripnya.
"Kayak gini kak biar ikannya gak lari" ucapnya.
"Oalah hehe"
Ada 6 ikan yang berhasil kami tangkap, menurutku sudah lebih dari cukup untuk persediaan makanan kami. Aku berjalan-jalan menyusuri sekitar kolam, mataku tertuju pada sebuah padang bunga yang letaknya tak jauh dari sini. Karena penasaran aku berjalan menuju kesana. Banyak sekali bunga-bunga disini dan tercium aroma harum yang menyegarkan sistem pernapasanku.
"Hmmm bunga Melati....."
Kupetik salah satu bunga itu dan kembali berjalan menuju kolam ikan, tampak Melati sedang asyik melemparkan batu kearah kolam sambil bersenandung.
"Ini buat kamu....."
"Wah bunga, makasih ya kak" Melati tampak senang sekali saat kuberi bunga itu. "Ini bunga Melati kak, sama kayak namaku hahaha"
"Haha iya Mel, bunganya harum dan cantik, seperti kamu....."
"Ihhh kakak bisa aja gombalnya" Melati tersipu malu saat aku sengaja menggombal padanya. Melati menyelipkan bunga itu ke telinganya yang membuatnya semakin terlihat cantik.
"Udah kayak orang Bali ya akunya? Hahaha" tawanya senang.
"Hehe makin cantik aja kamu"
"Gombal terus kak....."
"Pulang yuk, kita bakar ikan-ikan ini dirumah" ajakku.
"Siap kak hehe"
*****
Setelah sampai di rumah kecil kami sibuk menyiapkan kayu-kayu untuk dibakar nanti. Melati mengambil pisau dan alat-alat yang dibutuhkan untuk membakar ikan itu.
Setelah beres membuang isi perut ikan, kutusukkan ikan itu seperti menjadi sate. Aku tahu teknik membakar ini dari Aya yang selalu mengajariku cara memasak makanan yang benar. Ah, aku akan sangat merindukan dia.
Kami memikmati udara dingin malam hari setelah menyantap ikan bakar yang kami tangkap. Setidaknya untuk persediaan makanan sudah mencukupi sampai beberapa hari kedepan. Aku duduk bersandar di tembok rumah begitu juga dengan Melati yang sedang meneguk air minum.
"Kak, cerita dong" kata Melati.
"Hmmm cerita apaan?" balasku.
"Terserah. Apa aja boleh kakak cerita hehe" Melati sedikit tertawa, aku tersenyum melihatnya. "Oh iya kak, sebelumnya aku belum pernah tahu asal-usul kakak"
"Oh itu. Yaudah deh aku kasih tau"
Melati mengambil sikap duduk santai bersiap mendengar semua cerita yang aku lontarkan.
"Dulu sebelum wabah ini aku kerja di sebuah perusahaan informatika, posisi sebagai teknisi hehe"
"Yah gitu doang kak, terusin dong" ucap Melati.
"Aku dilahirkan dari keluarga biasa aja. Ibuku orang Italia asli sedangkan ayahku orang Indonesia"
"Beneran kak? tapi tampang kakak gak bule gitu" tanyanya lucu, dalam hati aku tertawa.
"Gak tau Mel, aku gak masalahin akan hal itu....."
"Harusnya kakak juga bisa bahasa Italia dong haha" tawanya lagi.
"Sedikit Mel, udah terbiasa pakai bahasa indonesia sama jawa juga haha" balasku.
"Tapi kamu ganteng kok kakak hehehe" Melati kembali membalas dengan kekehannya. "Jadi nama kakak Dino karena berhubungan dengan Italia ya haha" tawanya.
"Iya, almarhum ibuku yang ngasih nama itu haha" balasku. Ekspresi Melati tiba-tiba berubah.
"Kak....."
"Ibuku meninggal saat aku berusia sekitar 6 atau 7 tahun kayaknya, pas aku masih di taman kanak-kanak......" ucapku, sekilas aku teringat pada ibuku. Wajahnya masih tertampang jelas di benakku.
"Maaf kak, aku gak bermaksud mengingat hal itu...." kata Melati merasa bersalah.
"Gak apa-apa Mel, itu udah lama banget kok hehe" balasku. Kami terdiam sejenak menikmati hilir udara dingin malam, sesekali terdengar suara-suara katak yang keras bersahut-sahutan.
"Suara kodoknya berisik banget kak" kata Melati.
"Iya"
"Emmm kamu punya adik?" tanya Melati, ia masih ingin mengorek informasi tentang aku.
"Punya, tapi bukan adik kandung hehe"
"Loh, kenapa kak?" tanyanya penasaran.
"Ayahku menikah lagi setelah ibu kandungku meninggal Mel, tapi aku selalu menganggapnya sebagai adik kandung sendiri" balasku.
"Laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan, dia tujuh tahun lebih muda dari aku" kataku. Ia menggangguk tanda mengerti.
"Pasti dia cantik ya kak"
"Hehe iya Mel, aku sayang banget sama dia..." kata-kataku terhenti karena memoriku mulai berputar. Aku sudah lama tak bertemu dia sejak aku merantau ke Jakarta untuk kuliah dan kerja, jujur aku sangat merindukannya.
Mungkin dia sudah tiada, tapi......
"Kak, kamu gak apa-apa?"
"Hehe gak apa-apa kok....." ucapku, Melati mendekatiku dan duduk bersandar disampingku.
"Kakak pasti keingat sama adikmu itu ya. Jujur aja gak apa-apa kok" ucapnya. Tanpa sadar air mataku keluar.
"Iya....." kuusap air mataku. Melati menyenderkan kepalanya ke bahuku.
"Aku kangen mama....." ucapnya lirih namun tak ada air mata yang keluar dalam dirinya.
"Dulu aku orangnya manja banget sama mama, apa-apa dituruti semua haha, kayak anak kecil ya kak" ucapnya sambil tertawa kecil.
"Iya Mel. Ibuku cukup keras mendidik aku sejak kecil, bahkan untuk ke kamar mandi aja aku harus lakukan sendiri"
"Wah, ibumu pasti bangga banget sama kakak sekarang hehe" aku hanya tersenyum kecut mendengarnya.
"Haha kamu salah Mel. Ibuku justru akan kecewa denganku sekarang"
"Kenapa kak?" tanya Melati penasaran.
"Dulunya aku bukan cowok yang baik Mel....." jawabku. Melati memandangku dengan mata berbinar. "Mungkin kata orang-orang aku cukup sukses menjalani hidup ini namun entah kenapa aku selalu merasa ada yang kurang dalam hidupku...."
"Kak...." Melati menggenggam tanganku erat. "Kakak jangan berpikiran seperti itu"
"Iya Mel hehehe"
"Aku juga kangen sama teman-teman kita. Terutama Fidly kak...." kata Melati sambil menggeser tubuhnya. "Ia temen yang paling baik denganku. Perhatian banget dia sama aku..."
"Aku juga Melati. Aku kangen sama teman-teman kita......"
Kami terdiam cukup lama, menikmati udara dingin yang semakin menusuk kulit.
"Emm....."
"Kak, kalau misalnya aku tak bisa bertahan lama di dunia ini bagaimana menurutmu?" aku jelas terkejut mendengar perkataan Melati.
"Kamu jangan bilang seperti itu" aku menjawab dengan tegas. Tapi anehnya Melati membalasku dengan senyuman, dengan ekspresi santai.
"Itu pasti akan terjadi. Kita tak akan tahu kapan itu akan terjadi" katanya ringan "Dan, aku bayangin kalau kakak akan jadi yang terakhir bertahan, kayak gimana ya haha" tawanya, aku hanya terdiam saja melihat tingkahnya yang awkward itu.
"Dan mungkin......"
".....kamu akan sangat merindukanku saat aku tiada, kak Dino....."
Aku hanya bisa terdiam mendengar omongannya, namun dari matanya aku bisa melihat kalau Melati sungguh-sungguh berkata seperti itu.
"Kenapa kamu bicara seperti ini Mel?" tanyaku.
"Entahlah kak, lebih baik bicara kan ketimbang diem mulu hehe" balasnya.
"Iya juga sih"
"Aku emang gitu orangnya kak, suka ngomong gak jelas. Gak usah dimasukkan ke hati hehe" dia menatap langit malam dan tersenyum.
*****
Pagi harinya kami memutuskan berjalan menuju tepian sungai untuk mengisi air minum. Seperti biasa suasana pagi hari ini indah sekali, sesekali terdengar kicauan burung yang bersahut-sahutan. Beberapa kupu-kupu juga tampak melintas menuju bunga-bunga yang berada di sisi jalan tanah yang kami lalui. Aku sedikit tertawa melihat Melati yang berusaha untuk menangkap kupu-kupu itu namun selalu gagal akibat gerakan serangga itu yang cukup gesit.
"Yah kak, padahal kupu-kupunya bagus banget" keluh Melati.
"Biarin aja Mel, kasihan kupu-kupunya haha" balasku.
Akhirnya setelah menyusuri jalan tanah yang cukup panjang, kami telah sampai di tepian sungai. Airnya cukup tenang walau beberapa hari kemarin sempat hujan lebat. Melati tampak senang melihat sungai itu, entah kenapa ia selalu begitu saat melihat pemandangan alam.
Kutaruh tas berisi botol air minum kosong dan kemudian mengambilnya, sedangkan Melati melepas sepatunya dan berlari kecil menuju tepian sungai.
"Airnya dingin kak, kayaknya bisa diminum juga" kata Melati.
"Jernih sih, sepertinya kita gak usah saring airnya" balasku. Kubuktikan dengan mengambil sedikit air lalu kuteguk. Segar sekali rasanya.
Kami terdiam cukup lama sambil menikmati pemandangan disekitar sungai ini.
"Kak, aku pengen main air disini sekalian mandi hehe"
"Yaudah silahkan aja"
"Eh Mel, kok lepas baju disini....." jelas aku terkejut melihat Melati dengan santainya melepas pakaian di hadapanku, tubuhnya sekarang telanjang tanpa sehelai benang pun.
"Yaelah kan cuma kita doang disini hehe. Yakin dah gak ada orang lain selain kita" ucapnya. Mataku terkunci melihat tubuhnya yang sedikit basah oleh keringat. Buah payudaranya yang masih kencang tampak sedikit berayun-ayun seirama dengan gerakan tubuhnya, aku menelan ludah melihat pemandangan yang sama indahnya dengan sungai ini.
"Kak, halooo....." Melati memanggilku, menyadarkanku dari pikiran bejat ini.
"Ehhh, emmm iya Mel gimana?" balasku gelagapan.
"Kenapa kak? tadi aku lihat kamu bengong liatin aku?" tanyanya polos.
"Ohhh gak apa-apa kok....."
"Yaudah kak, aku main-main air dulu ya sekalian mandi hehe"
Ia berlari kecil menuju tepi sungai. Sial, lengokan pantatnya yang bulat itu semakin memancing birahiku. Aku tahan rasa itu habis-habisan, tak pantas aku melampiaskannya padanya sekarang apalagi di alam terbuka ini.
Aku duduk disebuah batu besar tak jauh dari lokasi Melati. Ia tampak senang sekali bermain-main air sesekali membasuh tubuhnya. Aku senang ia terlihat ceria seperti sebelumnya.
BYURR BYURR BYURR
Sialan. Melati mencipratkan air kearahku sambil tertawa.
"Hahaha ayo kak, gak ikutan mandi?" ucapnya sambil terus mencipratkan air.
"Yaudah deh aku ikutan" kulepaskan baju dan celanaku termasuk dalaman juga sehingga aku sudah telanjang bulat sama seperti dia. Aku baru sadar kalau kemaluanku sudah dari tadi mengacung tegak akibat melihat tubuh telanjang Melati namun kuacuhkan saja, toh ia pasti sudah melihatnya sekarang.
"Yeeee akhirnya kakak ikutan juga...."
BYURRR
Kubalas perlakuannya dengan cara yang sama, mencipratkan air kepadanya. Wajahnya basah kuyup terkena air. Aku tertawa melihatnya.
"Ihhhh kakak nakal ah"
"Hahaha rasain"
Pada akhirnya kami saling mencipratkan air sambil tentu saja tertawa ria. Setelah peristiwa lapangan golf untuk pertama kalinya aku merasa damai, bahagia.
Sekitar setengah jam kami bersenda gurau dan mandi bersama di sungai ini. Kami berjalan kembali menuju tepian sungai untuk mengeringkan badan.
Seharusnya.
Iya. Seharusnya kami mengeringkan badan.
Dengan cepat kupeluk perutnya dari belakang, Melati kaget akibat ulahku namun ia tidak menolak, kucium bagian lehernya dan menjilatinya panjang, Melati sedikit mendesah menikmati setiap jilatan lidah pada kulit lehernya. Lalu lidahku berjalan menuju bagian telinga belakang yang tak lupa kusibakkan rambut panjangnya, desahan Melati semakin terdengar jelas. Kupeluk erat tubuhnya agar ia tak terjatuh karena kenikmatan mendadak ini.
"Ughhhh kakkk......"
Kurebahkan tubuhnya didekat sebuah batu besar, Melati sedikit terengah-engah akibat desahannya sendiri, ia menatapku nanar dan lemah seolah-olah ingin melakukan yang lebih.
Tanpa pikir panjang kusambar bibir tipisnya yang sedikit terbuka yang langsung dibalas olehnya. Lidah kami saling bertautan dan saling menari-nari didalam rongga mulut kami. Melati tampaknya mulai terbiasa dengan cumbuanku. Beberapa menit kami bercumbu sampai akhirnya kami saling melepaskan bibir.
"Kak......"
"Melati, maaf. Aku tak tahan....." aku sempat sadar akan perbuatan yang kulakukan barusan. Melati hanya tersenyum lalu kembali mencumbu bibirku sejenak.
"Gak apa-apa kak, lakukan aja. Aku bahagia sama kakak sekarang" ucap Melati lirih. Hatiku luluh mendengar perkataannya.
Tubuhku bereaksi dan seperti memberi perintah untuk "membahagiakan" dia disini. Kupeluk tubuhnya dan bibir kami kembali bersatu. Semakin lama cumbuan ini semakin liar. Nafsuku sudah tak bisa kubendung lagi dan kulepaskan semuanya kepada Melati, dari reaksi tubuhnya juga ia sudah terpengaruhi oleh birahi.
Setelah kulepas bibirnya dari cumbuannya, targetku tertuju pada bongkahan payudaranya yang besar dan bulat itu. Putingnya yang berwarna merah muda tampak mengacung tegak pertanda si empunya sudah sangat birahi. Titik-titik air yang menghiasi kulit payudaranya semakin terlihat keseksiannya. Kucumbu puting payudaranya dan sesekali melakukan gerakan menghisap. Melati langsung mendongakkan kepalanya dan mulutnya mengeluarkan desahan panjang.
"Ahhhhh kak......."
Tak lupa tangan kananku bereaksi menuju kearah buah dada satunya dan kemudian kuremas-remas pelan, jemariku dengan gesit menekan-nekan puting tegangnya. Tubuh Melati berguncang-guncang menikmati rangsangan yang kulancarkan pada buah dadanya.
"Kakkk ahhhhhh ahhhhhh geli banget ahhhhhhh"
"Sslrrppp sllrpppp" suara hisapanku terdengar di telingaku sendiri. Kemaluanku semakin tegang saja dan pinggulku mulai bergerak-gerak menggesek area selangkangannya. Gerakan ini berlangsung beberapa menit. Bulir-bulir keringat mulai keluar dari kulit kami dan bercampur dengan titik-titik air.
"Aahhhhh kak.... aku gak kuat..... AAHHHHHHHHHH"
Tubuh Melati sedikit terangkat dan berguncang-guncang. Ia orgasme, kurasakan cairan kemaluannya keluar dan membasahi batang kemaluanku yang posisinya tepat di bibir kemaluannya. Melati terengah-engah mengambil napas. Kulepaskan bibirku dari puting payudaranya.
"Hahhhh hahhh kakkk enak banget...." ucap Melati terengah-engah.
"Kamu cantik banget, Melati....." ucapku mesra sambil mengelus lehernya. Ia tersenyum saja mendengar perkataanku. Kami beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga.
"Kak, lanjutin aja apa yang harus kakak lakukan...." kata Melati lirih sambil matanya terkunci pada kemaluanku yang sangat tegang.
"Di rumah aja ya Mel, kita beres-beres dulu...."
"Disini aja kak" ucapnya yang cukup membuatku terkejut.
"Tapi Mel, disini...."
Tiba-tiba tangan Melati menggenggam erat batang kemaluanku dan mengocoknya pelan. Perkataanku langsung terputus saat Melati memainkan batang kemaluanku, mataku merem-melek merasakan kenikmatan yang kurasakan.
"Ahhh Melati......" aku mendesah, Melati hanya tersenyum saja sambil terus memainkan kemaluanku, terkadang jemarinya sedikit memijat buah pelirku yang menimbulkan reaksi aneh pada tubuhku.
"Titit kakak bisa gede banget gini hihihi" ucap Melati nakal. Aku tak menjawab ucapannya dan hanya terfokus pada birahiku sendiri.
Cukup lama Melati memainkan batang kemaluanku yang semakin lama semakin tegang dan sedikit memerah akibat aliran darah yang memaksa masuk kesana. Aku sudah tak tahan lagi!
Kulepaskan tangan Melati dan kurebahkan tubuhnya ke tanah. Melati hanya pasrah saja tanpa ada sanggahan darinya. Kucium bibirnya lagi yang dibalas dengan lumatan-lumatan yang dilancarkan olehnya. Ia sudah sangat terbiasa dan lincah, sesekali Melati mendesah di sela-sela bibir kami yang bertautan.
"Ughhhh uhhhhh....." begitu kira-kira suara desahannya. Kulepaskan bibirku dari bibirnya yang membuat guratan senyum pertanda ia menikmatinya. Kulebarkan kedua pahanya sehingga tampak area kemaluannya yang sudah basah karena orgasme barusan. Bibir kemaluannya masih tampak rapat walau sudah aku masukkin sebelumnya namun pemandangan ini tentu saja membuat birahiku naik.
Dengan jari-jari ini kulebarkan sedikit bibir kemaluannya yang mempertotonkan daging kecil bernama klitoris, bentuknya tak besar namun tetap menggoda untuk dimainkan. Tanpa pikir panjang kusibakkan lidahku ke bagian itu, satu gerakan saja sudah membuat selangkangan Melati berguncang, ia juga kembali mendesah merdu.
"Ahhhh kak......"
Bibir kemaluannya seperti berusaha untuk mengatup namun bisa kutahan dengan jari-jariku, kuhisap-hisap klitoris mungilnya berulang kali. Kemaluannya sedikit berkedut menghasilkan cairan yang membuatku semakin semangat untuk terus memainkan klitorisnya, rasa dan aromanya begitu membangkitkan rangsangan birahi.
"Ssllrrpppp sslrrpppp pcakkk.... pcakkkkkkk" suara air liurku bercampur dengan cairan kemaluannya yang terus keluar.
"Kakkk ahhhh ahhhhhh geliiii ahhhhh....."
"Terus kakkk teruss jangan berhenti ahhhhhhh"
Aku semakin semangat menjilat dan menghisap kemaluannya, tangan kananku mulai memegang pangkal pahanya pelan dan kemudian memijatnya sedikit. Pahanya montok dan lunak, aku yakin dengan pijatan kecil di bagian ini Melati akan cepat orgasme.
"Kakkkk ahhhhh ahhhhhh aku gak kuat.... mau keluar kakkkkk ahhhhhhh......"
"Kak Dinoooo ahhhhhhhh......"
Tubuhnya mengejang-ngejang kuat sekali, bibir kemaluannya dengan sadar menghantam-hantam bibirku diberangi dengan kucuran cairan yang cukup banyak keluar dari bibir kemaluannya. Kuhisap semua cairan bening itu dan menelannya dengan lahap sehingga tak ada satupun lagi cairan yang keluar dari kemaluannya.
Kuseka bibirku yang belepotan cairannya sambil kulihat Melati yang matanya terpejam dan napasnya terengah-engah. Beberapa saat kemudian ia kembali membukakan matanya dan menatapku nanar.
"Kakk..... enak banget ughhhhh....." ucapnya. Aku tersenyum mendengarnya.
"Hehe, aku masukkin ya sekarang" balasku sambil mengocok batang kemaluanku untuk mempersiapkan diri.
"Iya kak, lakukan aja"
Mendengar persetujuan Melati yang kuanggap sebagai lampu hijau, kuarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya yang sedikit terbuka karena orgasmenya. Kulesakkan dengan pelan karena aku yakin dia akan merasa tak nyaman. Melati kembali mendesah saat kepala kemaluanku mulai melesak masuk, kurasakan juga cairannya sedikit keluar membasahi kepala kemaluanku. Saat kugerakkan pinggulku ia sedikit mengaduh namun dengan cepat kumainkan kembali buah dadanya dan meremas-remas sedikit untuk menstimulasi birahi Melati sekaligus mengalihkan rasa sakit di dalam kemaluannya..
"Ahhhh kak... pelan-pelan.... Ahhhhhh"
Kucumbu kembali bibirnya yang dibalas olehnya, aku berusaha untuk memberikan kenyamanan padanya. Cumbuan ini semakin lama semakin liar yang ditandai dengan lidah Melati yang menari-nari didalam mulutku. Kuhisap air liurnya banyak-banyak, Melati awalnya terkejut dengan ulahku namun akhirnya ia bisa mengimbangi.
"Mmmmhhhh ughhhhhh......"
"Ssrrllpppp ughhhhhh....."
Dengan perlahan kudorong kembali pinggulku sehingga batang kemaluanku masuk kedalam liang kemaluannya yang masih sangat sempit dan menggigit. Sepertinya aku berhasil melakukan penetrasi tanpa rasa sakit. Kudiamkan sejenak kemaluanku sambil kucabut bibirku. Sial, entah disengaja atau tidak Melati memasang muka sendu yang cukup menggelitik gairahku. Kurentangkan kedua tangan Melati dan mulai melakukan gerakan penetrasi, dengan perlahan tentunya. Reaksi Melati tampak positif yang ditandai dengan desahannya dan gerakan tubuhnya yang seakan-akan mengikuti irama kemaluanku. Pijitan kecil terasa sekali dalam liangnya.
"Kakk ahhhh ahhhh ahhhhhhh"
Setelah beberapa kali gerakan pelan, kunaikkan tempo penetrasi. Sepertinya liang kemaluannya sudah mulai terbiasa dengan batang kemaluanku dan juga cairan yang terus keluar membasahi liangnya memudahkan batang kemaluanku untuk terus menyodok-nyodok lubangnya.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
"AHHHHH KAKK AHHHH UGHHHHHH....."
Keringat kami terus bercucuran membasahi setiap bagian kulit, sesekali siliran angin berhembus melewati kami menimbulkan rasa dingin namun tidak menghalangi kami untuk terus memburu kenikmatan ini. Untuk pertama kali sepanjang hidupku aku bercinta di alam terbuka. Rasanya aneh memang namun entah kenapa aku sangat menikmati ini.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
"Ughhhhh enak banget, sempit hhghhhhh...."
"Nnghhhh kak Dinooo nnngggghhh...."
Liang kemaluannya berkedut terus-menerus berirama dengan gerakan batang kemaluanku yang terus melesak kedalam, bahkan aku sudah bisa merasakan kepala kemaluanku mencium bibir rahimnya. Pinggul Melati terus menggeliat merespon setiap hujaman-hujaman kemaluanku. Beberapa menit kemudian....
"Kakkkkk ahhhhhh ahhhhhhh aku gak kuattt ahhhhhhh......"
"Hhghhhhhh ughhhhhhh kamu mau keluar ya hhhhhghhhhh"
"Iya kakk ahhhhh ahhhhh aku keluar kakkkkk AHHHHHHHH....."
"HHHGGHHHHHH....."
Melati orgasme hebat. Tubuhnya sedikit terangkat berguncang-guncang terutama selangkangannya yang mengejang seperti melepaskan sesuatu. Cairan hangat yang jumlahnya cukup banyak terasa menyirami batang kemaluanku. Mataku merem-melek merasakan kenikmatan luar biasa dari kemaluannya, hingga aku harus menahan aliran spermaku yang nyaris saja keluar akibat cekikan kemaluannya. Kami terdiam selama beberapa saat menikmati orgasme Melati, kedutan kemaluannya mulai terasa lemah dan kucabut batang kemaluanku. Tampak cairan bening keluar dari kemaluannya membasahi tanah ini.
Kuelus pipi Melati dengan mesra dan kuberi kecupan lembut pada bibirnya. Ia tersenyum lemah, wajahnya dipenuhi dengan titik-titik keringat birahi.
"Ughhhh kak, aku bahagia banget hhhhhhhh" kata Melati lemah.
"Gimana, mau lagi?" tanyaku nakal.
"Iya kak gak apa-apa. Lanjutin aja sampai kakak tuntas....."
Dengan cepat kubalikkan tubuh lemah Melati dengan posisi tengkurap, kubimbing dia untuk melakukan posisi doggy dan ia menurut saja tanpa komentar. Kusibak pantat bulat dan sekal itu hingga menampakkan mulut kemaluannya yang masih meneteskan cairan orgasme. Kuremas pelan pantatnya yang direspon dengan lenguhan pelan dan pinggul yang bergoyang, sebuah sinyal alamiah yang menandakan kalau sang wanita siap kembali disetubuhi.
Secara tak langsung aku sudah mengubah gadis ini yang awalnya polos menjadi seperti ini. Namun aku yakin ini memang sifat biologis manusia yang sudah tertanam sejak lahir.
Kumasukkan batang kemaluanku kedalam lubang nikmatnya tanpa harus melakukan gerak pelan karena aku yakin kemaluannya sudah terbiasa. Benar saja Melati tak mengaduh kesakitan saat batang kemaluanku melesak kedalam dan mencium bibir rahim. Kugerakkan pinggulku maju mundur dan berulang kali, rasa nikmat dan sempitnya kemaluan Melati semakin menaikkan nafsu birahiku.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
Suara benturan selangkanganku dengan pantatnya beserta desahan-desahan kami menghiasi alam bebas ini beriringan dengan suara air sungai dan kicauan burung-burung. Kuremas-remas pantat Melati yang sombong itu dengan kuat dan seperti kebiasaanku, aku tak pernah menampar pantat wanita saat bercinta karena itu justru akan menyakitinya.
Tapi aku teringat saat "memperkosa" Rachel, aku justru melanggar aturan sendiri. Ah, itu bukan diriku.
Kufokuskan kembali pikiranku ke tubuh Melati yang berguncang-guncang menerima setiap sodokan kemaluanku yang semakin kencang temponya. Desahan Melati terus keluar dari mulutnya tanpa henti, dengan semangat yang menggebu-gebu kuangkat sedikit pantat Melati dan kurojok-rojok batang kemaluanku lebih dalam, awalnya Melati mengaduh akibat gerakan yang mendadak namun desahan dan lenguhan kembali terdengar olehnya.
PLAK PLAK PLAK
PLAK PLAK PLAK
"Kakkkk ahhhhhhhh terus kakkk ahhhhhh...."
"........"
"KAKKKK AKU KELUARRR AHHHHH UGHHHHHHH NGHHH......"
Melati kembali orgasme hebat, cairan kemaluannya menyembur didalam membasahi batang kemaluanku yang masih bergerak-gerak. Kami terdiam selama beberapa menit memberi kesempatan padanya untuk beristirahat. Setelah dirasa cukup, pinggulku kembali bergerak menghujam-hujam kemaluannya, tubuh Melati sedikit bergoyang seirama dengan gerakanku, desahannya terdengar lemah sekali.
Kuhujam batang kemaluanku lebih dalam untuk menikmati sensasi pijitan di liang kemaluan Melati. Tubuhnya tersentak saat menerima sodokanku, kucumbu kembali bibirnya dengan liar yang tentu saja dibalas olehnya.
PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK
Tubuh kami saling bersatu dalam kenikmatan ini dibarengi dengan cucuran keringat yang bercampur. Aku dan Melati saling mendesah seiring dengan peraduan kelamin kami. Beberapa saat kemudian batang kemaluanku mulai berdenyut hebat, aku akan orgasme beberapa saat lagi. Dengan semangat yang menggebu-gebu kugenjot liang kemaluannya lebih kencang dari biasanya tak peduli dengan erangan dan desahan Melati yang mulai terdengar keras, napasku berdengus menikmati sensasi ini. Namun akal sehatku masih ada sedikit dan berniat untuk ejakulasi diluar kemaluannya.
"NNGHHHHHHH AGGHHHHHH AKU MAU KELUARRR MELATIIII AAAHHHHH......" desahku keenakan.
"Ahhhhhh ahhhhhh kak Dinooo ahhhhhh....."
GREP
Tiba-tiba pinggulku seperti dipegang sesuatu dengan kuat. Ternyata Melati mengunci pinggulku dengan kedua kakinya. Tak mampu aku lepas karena aku sendiri sudah benar-benar dikuasai oleh birahi, pinggulku terus bergerak-gerak menghujamkan batang kemaluanku lebih dalam.
Dan kemudian....
"HHHGGGGHHHH OOGGHHHHHH AKU KELUARRR HHOOHHGGHHHH........"
"KAKKKKK AHHHHHHHH....."
Kemaluanku berdenyut hebat memuntahkan sperma dalam jumlah banyak menyirami seluruh relung kemaluan Melati, tubuhku berguncang hebat menikmati orgasmeku begitu juga dengan Melati yang meraih kembali orgasmenya. Mulutku sampai terbuka dengan air liur yang mengalir di sisi bibirku.
"Hghhhhh Melati....."
Tubuhku terjatuh diatas tubuh Melati yang tampak lemas sekali, kepalaku bersender di buah dadanya yang bulat dan besar itu. Raga kami bersatu di alam terbuka ini.
Dengan perlahan kucabut batang kemaluanku yang mulai melemah sehingga tak sulit untuk melakukannya, lelehan spermaku keluar dari bibir kemaluannya. Aku tersenyum lemah melihat pemandangan ini.
Agh, aku juga baru sadar kalau aku keluar didalam kemaluannya. Semoga saja tak terjadi apa-apa setelahnya.
GGRRAAAHHHHHH
Aku menoleh kearah sumber suara yang ternyata ada sesosok mayat hidup yang berjalan tak jauh dari lokasi kami. Aku segera mengambil pisau besar yang tersimpan di tas Melati. Mayat itu semakin mendekat kearahku, namun tentu saja aku bisa menghabisinya.
SRAKK
Kutebas kepala mayat itu hingga darah dari lehernya muncrat keluar, mahkluk itu terjatuh sambil mengerang keras. Dengan cepat kutusukkan pisau ke kepalanya hingga tewas, setelah kupastikan mayat itu sudah mati aku berjalan kembali ke tempat Melati yang masih terlentang lemah. Kakiku sudah tak kuasa untuk berjalan dan aku terjerembab jatuh di samping Melati.
"Melati....."
Kedua mataku tertuju ke langit yang mulai mendung, tenagaku berangsur-angsur pulih walau tak seluruhnya. Melati tampaknya pingsan akibat permainan kami dan kugendong dia pulang dengan posisi telanjang.
*****
"Kak, aku masih lemes....."
"Yaudah deh aku gendong"
"Tapi aku berat kak...."
"Ah, siapa bilang"
Kuangkat tubuh Melati yang masih lemas karena habis bangun tidur, kubawa dia ke ruang utama untuk menyantap ikan bakar yang sudah kami bakar kemarin. Melati tersenyum saat kugendong yang kubalas dengan senyuman. Sudah hampir satu minggu kami tinggal di rumah kecil ini, beberapa kegiatan kami lakukan dan aku melatih Melati untuk menghadapi mayat hidup dan berburu makanan. Dia cepat paham apa yang kuajarkan padanya.
Kami seperti pasangan suami-istri selama tinggal disini, namun entah aku tak punya perasaan apa-apa padanya selain kuanggap sebagai teman dekat. Mungkin Melati juga memiliki perasaan yang sama. Setiap malam sebelum tidur kami selalu melakukan hubungan badan yang anehnya dia tak pernah menolak dan justru ia yang memintanya padaku. Dan karena itulah setiap pagi Melati selalu merasakan lemas pada tubuhnya akibat permainan itu namun semuanya baik-baik saja.
Mungkin hanya masalah waktu saja.
Mulai sekarang aku akan jalani kehidupan baruku disini, bersama Melati.
"Aku suapin kak" kata Melati sambil memungut daging ikan.
"Yaudah deh"
"Akkkkk...." tangan Melati bergerak menuju mulutku dan kumakan daging suapan itu.
"Enak ya kak hehehe" kata Melati lucu.
"Iya emmmm enak kok" balasku setelah mengunyah dan menelan daging ikan itu.
Singkatnya kami duduk diluar menikmati pemandangan pagi hari yang selalu indah. Seperti biasa kabut-kabut mulai memudar seiring dengan naiknya mentari ke atas langit. Kami saling ngobrol dengan diselingi gelak tawa saat Melati membahas hal-hal yang lucu, aku semakin akrab dan dekat dengannya.
"Kak"
"Iya Mel" balasku sambil mengelus pipinya yang lucu itu.
"Kita udah tinggal disini berapa lama?" tanyanya.
"Satu minggu kayaknya" balasku
"Kita udah kayak penduduk desa ini ya haha" tawanya renyah.
"Hehe kita menggantikan mereka sebenarnya"
"Kakak gak kepikiran untuk jalan lagi?" pertanyaan Melati sedikit mengejutkanku.
"Gimana ya Mel....."
"Kenapa kak? ada pikiran yang mengganggu?"
"Gini Melati, kita sudah betah disini. Persediaan makanan dan air sangat mencukupi, kenapa kamu masih ingin pergi?" tanyaku. Melati menatapku.
"Entahlah kak, tapi menurutku mungkin diluar sana ada suatu tempat yang lebih baik dari ini, aku yakin kakak pasti kepikiran akan hal itu" jawabnya mantap. Mungkin Melati benar, diluar sana pasti masih ada tempat yang lebih baik dari rumah ini, namun disisi lain aku tak ingin dia melihat marabahaya yang pasti ada disana.
"Kak, gimana?" tanya Melati memecah lamunanku.
"Mel, untuk sementara ini kita tinggal disini dulu ya. Aku masih memikirkan hal itu" balasku sambil mengelus rambut panjangnya. Melati menggangguk.
"Yaudah kak, aku nurut aja. Aku akan selalu ikut kakak apapun tujuannya"
"Makasih Melati, aku janji akan terus melindungi kamu dari apapun yang mengganggumu...." kupeluk tubuhnya dengan lembut yang dibalas olehnya.
"Sekarang, apa yang kita lakukan kak?" tanyanya.
"Kita cari buah-buahan yuk. Kayaknya di bagian sana kita belum periksa" aku menunjuk kearah tempat yang memang kita belum kesana sebelumnya.
"Yuk kak hehe"
*****
Kami berjalan menyusuri jalan tanah pedesaan untuk mencari buah-buahan yang bisa dimakan tentunya, aku yakin di desa ini pasti ada semacam kebun atau ladang tempat dimana penduduk desa menanam bermacam-macam buah. Kami memasuki area hutan yang masih lebat dan hijau, tak lupa aku memperhatikan sekeliling untuk memastikan tak ada mayat hidup yang mungkin ada disekitar sini.
Setelah cukup lama berjalan kami menemukan sebuah jalan aspal yang kondisinya cukup memprihatinkan, banyak lubang-lubang yang cukup besar disana-sini. Tanpa pikir panjang kami menyusuri jalan aspal ini, sepertinya jalan ini menghubungkan pedesaan lain yang memang letaknya cukup jauh dari sini.
Tiba-tiba saja aku melihat sebuah kendaraan truk berukuran sedang yang terparkir di pinggir jalan. Namun bukan truk barang yang biasa aku lihat, ini adalah truk militer. Karena penasaran aku dan Melati berjalan kesana.
"Kak, kita mau ngapain kesitu?" tanya Melati.
"Aku mau periksa truk itu Mel, siapa tau ada penyimpanan disana dan mungkin aja truk itu bisa kita kendarai"
Dengan hati-hati kudekati truk itu sambil mengenggam pistolku, Melati berada di belakangku juga memegang pisaunya Tampaknya tak ada orang disini, dengan ini aku bisa menjebol kunci truk ini dan menyetirnya.
"ANGKAT TANGAN" tiba-tiba suara seorang wanita tepat berada di sampingku dengan menodongkan senjata api kearahku. Seorang laki-laki juga menodongkan senapannya kearahku yang muncul didepan.
"Jatuhkan senjata kalian, cepat!"
Aku menuruti perintahnya, kujatuhkan pistol itu ke tanah dan mengangkat kedua tanganku. Kulihat Melati melakukan hal yang sama.
"Sekarang kalian berlutut, dan tetap angkat tangan. Turuti perintahku atau kau akan kutembak...."
"Saktia, jangan. Mereka sepertinya orang baik" kata sang laki-laki sambil menurunkan senjatanya.
"Tapi kak....."
"Udah gak apa-apa. Aku percaya kok".
"Hhhh yaudah kalian boleh turunkan tangan" kata wanita bernama Saktia itu. Melati langsung memelukku mungkin karena ketakutan.
"Kak....."
"Hehe gak apa-apa kok aku disini" aku menenangkan dia.
"Kalian pasti penduduk desa ini ya?" tanya sang pemuda kepada kami.
"Tidak, kami hanya bermukim disini untuk sementara waktu saja. Kami menemukan truk ini dan memeriksanya dan akhirnya kalian menemukan kami" kataku.
"Oke hehe, oh iya namaku Satria dan itu adikku, Saktia"
"Aku Dino, dan ini Melati" kataku memperkenalkan diri. "Kalian sendiri sedang apa disini?"
Mereka saling berpandangan. Aku semakin penasaran karenanya.
"Kami sedang melakukan perjalanan menuju sebuah komunitas di timur sana"
"Komunitas?"
.
.
.
CREDITS ROLL
metalgearzeke
Guru Semprot
- Daftar
- 3 Feb 2016
- Post
- 501
- Like diterima
- 1.408
Trivia
Hehe akhirnya bisa lanjut lagi dan kayaknya kepanjangan ya (?) Haha.
1. Kenapa ada embel-embel spesial? karena episode ini lebih mengarah ke Melati yang bentar lagi grad :')
2. Awalnya ane bingung mau pakai judul apa. Dan pada akhirnya "i'm tired crying" kayaknya lebih cocok, mengacu pada ucapan Melati saat adegan ranjang pertama.
"Aku sudah lelah menangis"
3. Dino dan Melati mulai terbentuk ikatan, mungkin yang udah pernah nonton TWD harusnya tahu ini based on siapa hehe
4. Dan pada akhirnya Melati kena ekse juga hehe dan bonus pecah telor. Total sudah ada empat cewek yg pecah telor karena ulah bejat Dino hehe
5. Adegan skinny-dipping ane ambil dari pengalaman pribadi beberapa tahun yg lalu, cuma bedanya ane ngelakuin di kolam renang bersama..... hehe rahasia
6. Dan satu lagi, penampilan pertama tokoh baru yang mungkin ada pengaruh yang cukup signifikan untuk episode2 selanjutnya
Cukup sekian trivia kali ini, akhir kata happy reading and have a nice day. Stay safe and stay healthy.
I love you all
And good night
Zeke out
Hehe akhirnya bisa lanjut lagi dan kayaknya kepanjangan ya (?) Haha.
1. Kenapa ada embel-embel spesial? karena episode ini lebih mengarah ke Melati yang bentar lagi grad :')
2. Awalnya ane bingung mau pakai judul apa. Dan pada akhirnya "i'm tired crying" kayaknya lebih cocok, mengacu pada ucapan Melati saat adegan ranjang pertama.
"Aku sudah lelah menangis"
3. Dino dan Melati mulai terbentuk ikatan, mungkin yang udah pernah nonton TWD harusnya tahu ini based on siapa hehe
4. Dan pada akhirnya Melati kena ekse juga hehe dan bonus pecah telor. Total sudah ada empat cewek yg pecah telor karena ulah bejat Dino hehe
5. Adegan skinny-dipping ane ambil dari pengalaman pribadi beberapa tahun yg lalu, cuma bedanya ane ngelakuin di kolam renang bersama..... hehe rahasia
6. Dan satu lagi, penampilan pertama tokoh baru yang mungkin ada pengaruh yang cukup signifikan untuk episode2 selanjutnya
Cukup sekian trivia kali ini, akhir kata happy reading and have a nice day. Stay safe and stay healthy.
I love you all
And good night
Zeke out
- Status
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
