Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Dear diary......

Ah, aku lupa ini tanggal berapa sekarang haha, jadi gak aku tulis ya.

Udah lama aku gak nulis ini, maaf ya diary hehe.

Kamu tahu gak,

Setelah aku dan kak Dino tinggal di rumah kecil itu.

Aku bahagia banget.

Kak Dino orangnya jauh lebih baik dari yang kuduga, walau sebelumnya aku sempat takut padanya karena emosinya itu.

Namun semuanya berjalan dengan baik. Aku dan kak Dino semakin akrab setelahnya.

Beberapa hari yang lalu kami bertemu dengan kak Satria dan kak Saktia, aku tak menyangka mereka bukan orang jahat yang aku takutkan selama ini.

Mereka baik dan ramah, bahkan mereka menawarkan kami untuk bergabung bersama mereka.

Kata kak Satria..... karena dia jauuuuh lebih tua dariku hehehe, mereka menemukan sebuah peta yang mengarah ke komunitas dan tentu saja mereka antusias untuk menuju kesana. Awalnya kak Dino ragu untuk ikut namun setelah kurajuk akhirnya dia mau juga.

Manja ya, haha.

Tetapi Diary,

Aku masih yakin teman-temanku masih hidup.

Entah kenapa, tapi aku bisa merasakannya.

Aku sendiri tak ingin membahas hal itu kembali kepada kak Dino, aku takut dia emosi lagi. Jadi kusimpan saja dalam benakku.

Oh, bentar lagi kita akan berangkat hehe

Jadi udahan dulu ya nulisnya, Diary. Hehe

Tapi sebelum itu......

Aku berharap,

Hari itu akan tiba......



25. The Day Will Come......

Found


Tanganku bergetar melihat apa yang kulihat barusan. Aku tak sedang berhalusinasi atau apalah tapi memang aku melihat Anin, Galang dan Sandi sedang berusaha melawan kerumunan mayat-mayat itu dengan senjata tajam, namun tak berselang lama mereka kembali masuk kedalam bangunan itu karena kerumunan mayat yang semakin banyak saja.

Dan aku semakin yakin itu benar-benar mereka.

Aku harus menolong mereka!

Kuambil senjata laras panjang lengkap dengan amunisinya, tak lupa juga kukalungkan pisau besar untuk melawan mayat-mayat itu. Aku benar-benar yakin yang kulihat itu adalah teman-temanku, mereka masih hidup dan tentu saja aku harus menolongnya.

"Din, ada apa?" tanya Satria mendekatiku.

"Teman-temanku ada disana Sat, aku harus menolong mereka" jawabku.

"Kak, benarkah? Mereka masih hidup?" tanya Melati cemas melihatku.

"Iya Mel, aku tak salah lihat" kukokang senjata api ini dan bersiap untuk melawan mayat-mayat itu. Namun Satria mencegahku.

"Dino, kamu jangan nekat. Mungkin saja itu bukan teman-temanmu"

"Enggak Sat, aku tak salah lihat. Itu pasti mereka! kita tak punya banyak waktu sekarang......"

Satria mengenggam lenganku berusaha untuk mencegahku untuk pergi kesana. Aku berusaha untuk melepaskan diri namun tenaganya cukup kuat.

"Lepaskan aku bangsat!"

"Dino, kita bisa pikirkan ini baik-baik. Kalau kamu masih ngotot kesana aku terpaksa akan mematahkan kakimu...." Satria mulai emosi denganku.

"Teman-temanku dalam keadaan bahaya Sat, kamu tak bisa halangin aku" dengan kekuatan yang masih ada, kukepalkan tinju ini kearah wajah Satria cukup keras hingga ia terhempas ke tanah sekaligus genggaman lenganku terlepas. Dengan cepat kucabut pistol revolver dari sakuku dan menodongkan kearah Satria yang mengaduh kesakitan.

"Ughhhhh....."

KLIK

"Aku tak akan segan menembakmu jika kau menghalangi aku Sat...."

"Dino"

"TURUNKAN SENJATAMU" aku berteriak kearah Saktia yang mendekatiku dengan membawa senjata apinya. Ia terkejut lalu menaruh senjatanya ke tanah.

"Kak Dino, kenapa kamu lakukan ini?" Melati berkata padaku sambil memeluk Rachel, ia sepertinya cukup ketakutan melihat diriku.

"Kalian..... kalian jangan halangi aku....." ucapku bergetar sambil mengenggam pistol revolver ini kutodong kearah mereka dengan emosiku sendiri yang mulai memuncak, suasana menjadi tegang karenanya. Mereka sendiri seolah-olah takut kepadaku, aku berjalan mundur perlahan sambil terus menodong pistol ini dan mereka sama sekali tak mencegahku, setelah berjalan mundur cukup jauh aku langsung berlari menuju bangunan pabrik yang sudah dikerumuni mayat hidup berjumlah banyak.

Kulihat sejenak suasana pabrik itu dari pagar kawat. Mayat-mayat itu mengerubungi bangunan utama, tempat dimana teman-temanku terjebak, dengan hati-hati aku berjalan memasuki pabrik, sepertinya mayat-mayat itu tak tahu kalau aku ada di belakang mereka. Otakku berputar mencari cara untuk melawan mereka.

GGRAAHHHHHHHH

Tentu saja langkah kaki ini tak akan berjalan mulus, aku langsung disambut dengan dua mayat hidup yang berjalan cepat kearahku. Dengan cepat kucabut pisau belati ini dan menusukkannya kearah kepala hingga tewas lalu kucabut pisau ini dengan cepat dan melawan mayat satunya yang sudah dalam posisi menyerang kearahku.

GUBRAK

"AHHH ANJING"

Mayat itu mendorong tubuhku hingga jatuh ke tanah dan berusaha untuk mencakarku, beruntung tanganku masih mengenggam pisau ini dengan kuat dan langsung menusukkan benda tajam ini kearah leher mayat itu. Darah mengucur deras dari luka tusuk itu dan membasahi kaosku sendiri, kudorong tubuh mayat itu dan kembali menusuk kepalanya hingga tewas.

"Anjing, sialan. Hampir saja" ucapku sendiri.

Aku kembali berjalan mengendap-endap menuju kerumunan mayat-mayat yang masih mengerumuni bangunan itu, otakku kembali bekerja keras untuk memikirkan minimal rencana untuk "mengusir" mayat-mayat hidup walau aku juga sadar ini bukan pekerjaan yang mudah. Puluhan bahkan mungkin ratusan mayat hidup melawan aku seorang diri? memikirkan itu saja sudah membuat jantungku berdegup kencang.

Namun aku tak peduli, keselamatan teman-temanku disana menjadi hal utama sekarang.

GGGRRRHHHHHH

RRRRGHGGHHHH

Erangan buas mayat-mayat itu semakin keras terdengar seperti orang berteriak histeris, telingaku saja sudah terasa bising mendengarnya, kuabaikan saja sambil berjalan mengendap-endap mengitari lokasi kerumunan mayat-mayat itu. Kulihat salah satu bangunan pabrik berlantai, aku pikir pasti ada tangga menuju keatas.

Untungnya tak sulit menemukan apa yang kucari; tangga darurat. Kunaiki tangga itu hingga membawaku keatas bangunan dan melihat kerumunan mayat hidup yang mengelilingi bangunan utama tempat teman-temanku terjebak. Otakku masih bekerja dengan keras mencari-cari rencana untuk menghabisi atau minimal mengalihkan perhatian mereka sehingga teman-temanku dapat selamat dari mayat-mayat itu.

Kupegang senjata api ini dan mengecek pelurunya yang terisi penuh. Sebenarnya aku hanya membawa tiga magasin cadangan yang tentu saja itu tak cukup untuk menghabisi mereka. Tapi tak ada jalan lain,

Aku harus melawan mereka!

DOR

Kuletuskan senjata ini ke udara, suara-suara mayat itu langsung berhenti dan menoleh kearah sumber suara yang tentu saja berasal dariku. Mereka berjalan perlahan menuju posisiku, jantungku berdegup kencang melihat kerumunan mayat-mayat yang mulai menandaiku sebagai makanan yang lezat. Kutembakkan senjata api ini kearah kerumunan mayat itu dan berhasil membunuh beberapa buah. Namun tetap saja aku tak bisa sembarangan membuang peluru kearah mayat-mayat itu, sehingga aku harus memancing diriku sendiri.

GGRRRHHHHHH

RRRAAAGGGHH

"KESINI KAU MAHKLUK BANGSAT!!" teriakku sambil menembakkan senjata apiku kearah kerumunan mayat-mayat yang semakin mendekat kearahku. Mahkluk itu berjalan semakin dekat kearahku yang berjalan mundur, kutembakkan kembali senjata api ini saat melihat salah satu mayat hidup bergerak cepat kearahku. Jantungku terus berdegup kencang dan keringat dalam kulitku juga terus keluar melihat mahkluk-mahkluk biadab itu mengerang buas, otakku terus bekerja keras untuk memikirkan rencana selanjutnya.

Aku terus memancing kerumunan mayat-mayat itu berharap mereka pergi dari bangunan utama namun aku baru sadar kalau rencana ini justru membahayakan diriku sendiri, namun aku tak memperdulikan hal itu.

GGERRAAHHHH

GGGEREHHHHH

SRAK

SRAK

SRAK

Kutebas kepala mayat hidup itu menggunakan belati saat mereka mulai memojokkan diriku karena aku tak sempat mengisi ulang senjata api yang sudah habis. Awalnya aku tak merasa kesulitan menebas mayat-mayat itu namun mereka mempunyai kelebihan yang tak dimiliki olehku; tenaga yang tak pernah habis.

Ya, tubuhku mulai terasa lelah. Tebasan belati ini mulai terasa berat dan sebagian tak mengenai kepala mayat itu.

BRUKK

"Aghhhhhhh....."

Aku berteriak saat tubuhku didorong oleh salah satu mayat hidup yang tak berhasil kutebas kepalanya. Mahkluk itu berusaha untuk menggigitku dan aku dengan susah payah menghindari gigitannya, salah sedikit saja sudah pasti aku tergigit olehnya.

"Anjing...."

Tangan kananku terhempas ke tanah, dengan cepat kuambil pistol revolver dari pinggangku dan meletuskannya kearah kepala mayat yang menyerangku. Percikan darah memancar dari kepala itu hingga darahnya mengucur deras mengenai pakaianku, namun aku tak peduli akan hal itu dan langsung menyingkirkan mayat itu dari tubuhku. Kuambil senjata api laras panjang yang untungnya terjatuh tak jauh dari posisiku. Kuambil langkah mundur dengan cepat dan mengisi ulang magasin lalu mengokangnya kembali.

DOR DOR DOR

DOR DOR DOR

Kutekan pelatuk senjata api ini berkali-kali dan berusaha untuk membidik kearah bagian kepala mayat hidup. Mungkin ada 8 mayat yang berhasil aku bunuh, namun tetap saja ini tidak cukup. Mayat-mayat itu terus berjalan kearahku seakan-akan desingan peluru itu bukan sesuatu yang berbahaya bagi mereka.

KLIK

KLIK

KLIK

"Anjing, kenapa macet sih?" umpatku saat mengetahui kalau senjata ini tak bisa menembak, kutarik tuas senjata ini dengan sekuat tenaga namun tak ada hasil. Emosiku mulai memuncak karenanya dan karena kesal, kulemparkan senjata api tak berguna itu ke tanah.

GGGRRRRHHHH

GGGRRRHHAAH

"SIAL, SIAL......" aku mulai kebingungan dengan kondisi ini, mayat-mayat itu tampak semakin banyak berjalan mengerubungiku dari arah depan, rencana ini berjalan berantakan bahkan sekarang aku berada di posisi hidup-mati.

Dalam hati aku merasa gagal untuk menyelamatkan teman-temanku, egoku yang tinggi ini justru menjadi bumerang, tak seharusnya aku melakukan aksi nekat ini namun mau bagaimana lagi aku sudah tak bisa mundur lagi.

Rasa takut mulai tumbuh menjalar dalam diri ini, tubuhku sedikit bergetar melihat mayat-mayat yang semakin dekat mengerubungiku, bagaimana kalau aku mati dalam kondisi ini? bagaimana juga dengan teman-temanku disana?

GGGRAAAHHHHH

"Aghhhh......"

Mungkin ada empat buah mayat hidup yang tiba-tiba saja berlari kearahku. Aku yang panik karenanya langsung menghindari dari serangannya dan mengarahkan pistol revolver ini kearah salah satu kepala mayat hidup hingga tewas. Seketika juga kusabet belati ini kearah mayat hidup satunya sehingga lehernya putus, darah memancar deras keluar dari luka itu.

GGGGRRRHHHH

RRRAAAGHHHH

DOR

DOR

DOR

SRAK

Kutembakkan pistol dan menyabet pisau belati ini berulang kali setiap mayat-mayat hidup itu mulai menyerang sembari terus berjalan mundur. Begitu seterusnya sampai aku sadar kalau tubuhku sudah menempel pada pagar beton yang cukup tinggi. Aku benar-benar dalam posisi terjebak sekarang!

"Sialan, bagaimana ini....."

Dengan tenaga yang masih tersisa kubunuh mayat-mayat itu dengan belati semampuku, pistol revolver ini sudah habis pelurunya dan memerlukan waktu yang lama untuk mengisi ulang. Keringatku terus bercucuran bercampur dengan darah yang menempel di sebagian pakaianku.

GGRRAAHHHHH

"AGHHHHH ANJING....."

JLEB

SRAKKKK

Entah sudah berapa banyak mayat-mayat hidup yang telah aku bunuh, tenagaku sudah benar-benar menipis bahkan untuk mengayunkan belati ini sudah tak mampu. Pandanganku mulai memudar seiring dengan langkah kaki mayat-mayat hidup yang semakin mendekat. Tangan mereka terangkat bersiap untuk menyantapku.

Mungkin ini adalah akhir dari hidupku....

"Maafkan aku...."

....

....

....

....

....

....

TRAT TRAT TRAT

TRAT TRAT TRAT

Aku mendengar suara tembakan yang terdengar berulang kali dan mengenai beberapa mayat hidup di depanku. Tanpa pikir panjang aku langsung mendorong salah satu mayat hidup yang menyerangku dengan sekuat tenaga lalu menebas kepalanya hingga mati. Kulihat Satria dan Rachel menembakkan senjata apinya untuk mengalihkan perhatian mayat-mayat itu, lalu mereka berlari menghampiriku dengan raut muka cemas dan waspada.

"Satria, Rachel"

"Dino, kamu gak apa-apa?" tanya Rachel cemas, aku hanya menggangguk.

"Iya, aku gak apa-apa Hel. Terimakasih....." balasku.

"Din, kamu tak seharusnya melawan mahkluk itu sendirian. Kami pasti akan bantu kamu" Satria memegang tanganku dengan mantap.

"Maafkan aku Sat tadi sudah pukul kamu"

"Tak usah dipikirkan Din, yang penting kita selamatkan teman-temanmu sekarang"

"Melati...." ucapku cemas.

"Dia sama Saktia Din, tenang aja mereka aman kok". balas Satria menenangkanku. "Saktia sudah terlatih menghadapi mayat-mayat hidup. Tak perlu khawatir" aku jadi sedikit tenang mendengar perkataan Satria.

"Senjatamu mana Din?" tanya Satria sambul mengisi ulang senjata laras panjangnya.

"Macet Sat, tadi aku lempar kesana kayaknya"

"Pakai senjata ini Din, tipenya sama kok" Satria memberi senjata laras panjang yang sama seperti yang kubawa tadi kepadaku. Lalu kuisi ulang pelurunya dan mengokangnya. Dan aku baru tahu ada pisau berukuran sedang yang diikat pada bagian moncong senjata.

"Kenapa ada pisau?" tanyaku kepada Satria.

"Kalau keadaan terdesak tinggal tusuk aja pakai itu Din, tak perlu menggunakan senjata tajam lagi. Ini aku sama Rachel juga pakai kok" jelasnya.

"Ohh oke"

"Ayo, kita harus lawan mereka...."

"Iya"

TRAT TRAT TRAT

TRAT TRAT TRAT

TRAT TRAT TRAT

Kami mengambil posisi sejajar sesuai instruksi Satria lalu mulai menembak mayat-mayat itu. Aku berusaha untuk membidik senjata ini ke arah kepala mayat hidup yang menjadi titik lemahnya, kami melawan mereka dengan gigih dan tetap dalam posisi sejajar.

Kami berhasil melumpuhkan cukup banyak mayat hidup di depan lalu Satria menyuruh kami untuk bergerak maju sambil terus menembak kepala mereka, awalnya rencana ini berjalan lancar, kami berhasil bergerak maju mendekati bangunan utama tempat teman-temanku terjebak. Terkadang ada beberapa mayat hidup yang lolos dari posisi kami menembak namun dengan pisau yang menempel pada moncong senjata atau sebutannya "bayonet" kata si Satria, kami dapat dengan mudah melumpuhkannya.

"Ayo, maju terus...."

TRAT TRAT TRAT

TRAT TRAT TRAT

"AWAS HEL!!"

JLEB

"Makasih Din, hampir saja" ucap Rachel saat ia berhasil melumpuhkan satu mayat hidup yang menyerang dari belakangnya.

Kami terus bergerak maju walau hanya perlahan karena mayat yang berjumlah banyak itu mulai kembali mengerubungi posisi kami, amunisi senjata ini sudah mulai menipis sehingga kami terpaksa harus melawan mereka dari jarak dekat.

Kami sadar, senjata api ini tak cukup untuk melumpuhkan semua mayat hidup di sini. Aku kembali memutar otak mencari cara untuk melawan mayat-mayat itu sekaligus. Pandanganku tertuju pada sebuah tangki besar yang letaknya cukup dekat dari posisi mayat-mayat itu. Ide mulai terbit dari benakku.

"Sat, bagaimana kalau kita ledakkan tangki disana?"

"Kamu gila Din, itu berbahaya sekali" sanggah Satria sambil terus meletuskan senjata apinya kearah mayat-mayat hidup.

"Tak ada jalan lain Sat. Aku yang akan melakukannya sendiri...."

"Dino, kamu jangan nekat....."

Aku keluar dari formasi sejajar dan berlari menuju tangki gas itu sembari memukul mayat-mayat hidup yang menyerangku. Sesekali kuletuskan senjata api ini kearah mereka sampai kurasakan peluru pada senjata ini sudah habis.

GGRRAHAHHH

GGGHRRRRRR

SRAK

SRAK

SRAK

Setelah susah payah melawan mayat-mayat itu aku berhasil mendekat ke tangki gas itu, dengan cepat kuambil pistol revolver ini dan langsung menembakkannya kearah tangki berkali-kali hingga bocor. Tangki itu mengeluarkan gas putih yang cukup banyak. Aku terus menembakkan revolver ini berharap tangki itu segera meledak.

DUAAAARRRRRRR

"Aggghhhhhhg......"

Tubuhku seperti terlempar setelah tangki itu meledak, pandanganku mengabur melihat mayat-mayat yang berkumpul disana hancur berantakan bahkan beberapa dari mereka tubuhnya tersulut api. Seketika suasana menjadi mencekam.

"Ughhhhhh...." Kusingkirkan tubuh mayat hidup yang sudah mati lalu berusaha untuk berdiri walau pandanganku masih terasa kabur.

"Dino!!"

"Rachel, Satria....." ucapku.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Rachel cemas sambil memeriksa seluruh tubuhku.

"Iya aku gak apa-apa kok" balasku lirih.

Kami melihat sebagian dari mayat-mayat itu sudah mati terbakar namun tetap saja masih ada yang lolos dari ledakan itu. Aku langsung bergegas lari kearah bangunan utama yang diikuti oleh Satria dan Rachel. Tak butuh lama untuk menemukan pintu masuk lalu dengan cepat kudobrak pintu itu keras-keras.

BRAKK

"KITA HARUS PERGI DARI SINI" aku langsung berteriak kepada teman-temanku. Seketika mereka tampak terkejut melihatku namun kita tak boleh buang-buang waktu.

"DINOO......"

"AYO, KITA HARUS CEPAT!"

Mereka langsung bergegas mengambil barang-barang dan langsung mengikutiku keluar dari bangunan pabrik itu. Mayat-mayat hidup yang masih hidup kembali menyerang kami namun karena jumlah kelompok kami yang banyak tak terlalu susah melawan mereka.

SRAK

SRAK

SRAK

DOR

DOR

DOR

"Dino....." Dila menghampiriku dan terlihat raut wajah bahagianya.

"Nanti ya Dila, kita harus keluar dari sini" balasku yang dibalas dengan anggukannya.

"Dino, bagaimana kamu bisa temukan kami?" Galang mendekatiku sembari menembakkan senjata apinya kearag mayat-mayat itu.

"Nanti aku ceritakan Lang"

Kami berjuang dengan gigih dan saling bekerja sama untuk melawan mayat-mayat itu sembari berjalan cepat menuju pintu gerbang, awalnya kami cukup kesulitan karena jumlah mayat-mayat di pintu gerbang yang masih cukup banyak namun kami tak akan menyerah, tekad kami untuk bertahan hidup sangat besar.

Setelah susah payah, akhirnya kami bisa menembus pertahanan mahkluk-mahkluk itu dan keluar dari pintu gerbang, namun mayat-mayat itu sepertinya tak kehilangan akal, tenaga mereka seakan tak pernah habis. Kami terus berlari dan berlari menjauh dari kerumunan mayat-mayat hidup yang terus berusaha mengejar kami. Aku, Satria dan Galang mengambil posisi menyerang dari belakang dan menembakkan senjata api ini hingga habis.

TRAT TRAT TRAT

TRAT TRAT TRAT

GGGRRAHHHHH

GGRRRRHHHHH

"Citra, kamu tetap sama mereka, jangan ikut denganku" ucapku saat kulihat Citra membawa senjata apinya dan ikut menembak mayat-mayat itu.

"Gak apa-apa kak, aku bisa bantu"

"Oke"

Akhirnya kami berhasil melambatkan pergerakan mayat-mayat itu walau tentu saja kami tak bisa melumpuhkannya semua. Kami langsung berlari bergabung bersama mereka yang sudah jauh meninggalkan kami. Tenaga kami sudah benar-benar habis namun yang penting teman-teman selamat.

___________________

"Dila....."

"Dinooo.... hiks.... hiks....."

Seketika aku dan Dila berpelukan dengan erat sekali setelah kami berhasil kabur dari kerumunan mayat-mayat itu. Suasana haru dan bahagia menyelimuti kelompok kami yang kembali bersatu setelah terpisah cukup lama. Dila menangis di pelukan begitu juga denganku yang menitikkan air mata bahagia.

"Hiks.... hiks..... kita ketemu lagi Din..... hiks...."

"Aku disini Dila....."

Kami melepaskan pelukan ini dan ia mencium bibirku dengan lembut dan penuh perasaan, kubalas bibirnya sebagai tanda kasih sayang padanya.

Kuelus rambutnya dengan pelan yang dibalas dengan senyuman manisnya, sudah lama sekali aku tak melihat senyum alamiahnya yang begitu meluluhkan hatiku.

"Citra....."

'Kak....."

Dia memeluk tubuhku dengan sama eratnya seperti Dila tadi, isak tangisnya terdengar pelan. Kuelus rambutnya dengan perlahan untuk memberikan ketenangan padanya.

"Hiks.... hiks..... Kak..... terima kasih..... hiks...." ucapnya sesegukan.

"Senang bisa ketemu lagi Citra...." balasku berlinangan air mata.

"Terima kasih juga karena selama ini kamu sudah jagain Dila....."

"Hiks... hiks.... itu janjiku kak" balas Citra sambil menatap mataku, kedua bola matanya basah oleh air matanya. Kukecup keningnya sebagai tanda terima kasih yang teramat dalam padanya, aku sangat bangga kepada dia.

Kulihat Aya berjalan mendekatiku dengan senyumannya yang mengembang. Kupeluk dirinya yang disambut dengan isak tangisnya.

"Aya...."

"Hiks.... hikss.... Dino...."

"Dani udah gak ada.... hiks.... hiks.... aku melihatnya sendiri...."

"Maafkan aku Aya..... maafkan aku....."

Kami berpelukan cukup lama melepaskan semua rasa ini. Dalam hati aku sangat menyesal dengan keputusanku untuk mempertahankan lapangan golf itu tanpa memikirkan keselamatan teman-temanku.

Setelah itu kusalami Galang dan memeluknya erat, aku senang bisa ketemu dia lagi.

"Terimakasih Dino, kami benar-benar berhutang budi padamu" kata Galang.

"Ini semua berkat mereka Lang" balasku. "Kalau saja aku tak bertemu Satria dan Saktia tak mungkin kita bisa ketemu lagi"

"Aku Galang, terimakasih sudah menolong kami" kata Galang sambil menyalami tangan Satria yang dibalas juga olehnya. Sepertinya mereka cepat akrab padanya sehingga aku tersenyum melihatnya.

"Melati...."

"Kak Dino...."

Kami berpelukan erat sekali dan mendengar Melati menangis dalam dadaku, tentu saja ia bahagia.

"Kakak hebat"

"Biasa aja Mel hehe"

"Enggak, kakak memang hebat. Aku bangga banget sama kamu...."

"Makasih ya Sak, udah jagain Melati" ucapku kepada Saktia yang berada didekatku.

"Iya sama-sama Din hehe"

"Maaf tadi aku nodongin senjata ke kamu. Aku benar-benar emosi saat itu...."

"Gak usah dipikirin Din, aku tahu tujuan kamu baik kok"

Aku berjalan menuju Gaby yang sedang berbicara sesuatu kepada Sandi. Ia melihatku dengan senyum mengambang dan langsung memelukku dengan erat.

"Kita ketemu lagi Gab" ucapku.

"Terimakasih Din" balasnya. Kami melepaskan pelukannya dan kulihat mata Gaby yang basah oleh air matanya.

"Jujur aku khawatir sama kamu Din, aku sempat mencari kamu saat lapangan golf itu diserang mayat hidup tapi aku tak menemukan kamu...."

"Sekarang aku disini kok hehe"

"Oh iya Din, ini senjata kamu. Selama ini aku yang membawanya hehe" Gaby mengambil senjata shotgun yang biasa aku pakai selama ini, aku tersenyum senang melihatnya.

"Kok bisa kamu yang bawa?"

"Kan kamu sendiri yang memberiku ini Din, masak lupa?" kata Gaby.

"Oh iya ya hahaha. Sampai lupa aku"

Gaby tersenyum kepadaku dan berjalan meninggalkanku. Kulihat senjata shotgun ini dan mengecek isi pelurunya yang ternyata tinggal tiga.

"Gaby" panggilku sambil berjalan mendekatinya, ia menoleh.

"Iya Din?"

"Ambil aja ini" kuberikan shotgun ini kepada Gaby yang memasang muka heran. "Senjata ini milik kamu sekarang hehe"

Ia mengambil senjata itu dan memegangnya, Gaby tampak senang.

"Beneran Din? makasih hehe"

*****

Malam harinya kami memutuskan untuk singgah di bangunan bekas ruko ini mungkin untuk beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan mencari tempat atau mungkin komunitas yang bisa ditinggali. Kami bersama-sama menyantap makan malam dari makanan yang kami temukan seadanya. Suasana inilah yang sangat aku inginkan, canda dan tawa menghiasi suasana makan malam ini. Dila dan Citra sedang duduk disampingku sambil menyantap makanan, sesekali mereka bercakap-cakap diselingi dengan gelak tawa mereka.

"Kalian ngobrolin apa sih kok sampai ketawa mulu?" tanyaku kepada mereka.

"Rahasia" balas mereka berbarengan.

"Dih, apaan dah haha" balasku. "Ayolah kasih tau....."

"Gak" Dila mengepalkan tangannya kearahku. "Yuk Cit disana aja ngobrolnya, pokoknya jangan sampai Dino tahu...."

Mereka berjalan meninggalkanku sendirian sambil tertawa kecil, entah apa yang mereka bahas namun aku senang mereka terlihat akrab. Kuhampiri Aya yang sedang melamun menatap api unggun yang menyala terang, raut wajahnya terlihat murung.

"Hei Ay, kok gak ikut ngumpul?" ucapku namun tak ada balasan olehnya.

"Aya, kamu kenapa?" tanyanya lagi namun seperti tadi, tak ada balasan darinya. Baiklah mungkin aku temani dulu dia walau tak mengobrol. Karena bosan kuambil bungkus rokok dari saku celanaku dan menghidupkannya, kuisap dalam-dalam filter rokok itu dan menghembuskan asapnya keluar. Ah, kepalaku mulai terasa ringan karenanya.

Aku kaget melihat Aya mengambil bungkus rokokku dan mengambilnya satu batang, lalu ia memantik korek api milikku dan mengisapnya pelan, jujur ini pertama kalinya aku melihat Aya merokok bahkan sebelumnya ia pernah cerita kalau dia kurang suka sama orang perokok.

"Aya, kok....."

"Bawel....." balasnya datar.

"Kenapa kamu mulai merokok Ay? kan gak baik buat cewek...."

"Bawel banget sih Din, udah enak aku temenin kan...." balasnya masam, okelah mungkin dia ingin kutemani.

Kami terdiam cukup lama sambil menikmati batang rokok ini, terkadang kulihat Aya seperti kesulitan mengisap rokok itu hingga terbatuk-batuk. Karena kesal sekaligus kasihan kucegah dia untuk menghentikan aksi merokoknya.

"Aya, udah hentikan" aku berusaha untuk mengambil batang rokok dari tangannya.

"Uhuk... uhukkk hiks... hiks...." Aya masih terbatuk-batuk namun aku juga mendengar dia sedikit terisak.

"Kenapa hidupku jadi seperti ini Din?" ia kembali berkata setelah batunya mereda. "Aku.... aku merasa kesepian sekarang...."

"Aya. Hei, kamu salah. Masih ada aku dan mereka. Kau tak akan pernah kesepian Ay" aku berusaha menenangkannya, ia menangis sesegukan.

"Dino.... hiks.... hiks....."

"Udah Aya, kamu harus ikhlas ya. Aku turut berduka cita atas kepergian Dani...."

Aya memelukku dengan erat dan mencurahkan semua air matanya, aku merasa iba karenanya, ia sudah melewati hal-hal yang sulit selama ini. Cukup lama kami berpelukan dan suara tangisan Aya mulai mereda, ia melepas pelukanku dan mengusap air matanya dengan punggung tangan.

"Mereka adalah keluargamu juga Ay, kamu jangan pernah merasa kesepian ya"

Aya hanya terdiam sambil terus mengusap air matanya. Kami kembali terdiam.

"Dino, aku pengen sendiri" ucapnya lirih.

"Tapi Ay, aku temenin aja...."

"Makasih sebelumnya karena sudah menyelamatkanku Din, tapi tolong tinggalkan aku sendiri...." ia membalas sambil menatapku, raut wajahnya benar-benar lesu. Aku mengiyakan permintaannya dan berjalan meninggalkan dia seorang diri, aku sempat menoleh dan melihat Aya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku yakin ia kembali menangis.

*****

Malam sudah semakin larut, sebagian dari kelompok kami sudah tertidur lelap namun aku sendiri belum merasa ngantuk. Kuteguk air minum ini hingga tak bersisa. Udara malam hari ini cukup dingin namun tak masalah buatku yang tahan dengan udara dingin. Dila dan Citra sudah tertidur lelap setelah aku sempat mengeceknya. Aku tersenyum melihat cara tidur mereka yang saling berpelukan seakan tak mau berpisah.

Aku memutuskan untuk keluar dari bangunan ruko ini dan berjalan-jalan sejenak diluar. Mungkin ini bisa kulakukan untuk menimbulkan rasa kantuk.

"Dino, hei" aku menoleh kearah sumber suara. Ternyata Galang.

"Hei Lang, kok belum tidur?"

"Sama kayak kamu Din, belum ngantuk hehe"

"Hooo oke"

"Dino, mau rokok?" ucap Galang sambil menyodorkan bungkus rokoknya padaku.

"Emmm, oke boleh" kuambil satu batang saja dan kuhidupkan dengan korek api lalu menghisapnya dalam-dalam. Namun aku baru sadar kalau rokok ini terasa aneh.

"Uhukkk.... ughhhh ini rokok apaan Lang?"

"Hehe agak berat ya?" ucap Galang.

"Iya, aku jarang banget ngisep rokok berat" balasku.

"Ya mau gimana lagi Din, cuma ini yang kita dapat"

"Gak apa-apa sih, nanti juga lama-lama kebiasa"

"Oh iya Din, ada beberapa hal yang mau aku bicarakan ke kamu" kata Galang sambil mengisap rokoknya lalu menghembuskan asapnya keluar.

"Gimana Lang?"

"Setelah apa yang kamu lakukan kepada kami, aku rasa kamu yang lebih cocok untuk menjadi pemimpin kelompok ini Din. Jadi to the point aja ya hehe, maukah kamu jadi pemimpin kelompok?"

Aku cukup tertegun mendengar ucapan Galang, ia mempercayakan semuanya kepadaku. Walaupun aku sendiri juga sebenarnya merasa tidak pantas mendapatkan posisi itu karena menurutku dialah yang lebih pantas, terlebih latar belakang dia yang lebih baik daripada aku.

"Lang, terima kasih sebelumnya karena sudah mempercayaiku namun jujur aku merasa tak pantas memimpin kelompok ini. Kamu lah yang lebih pantas....."

"Pikirkan baik-baik Din, kamu pasti tahu dalam suatu kelompok hanya ada satu pemimpin, tak mungkin ada dua atau lebih. Aku sudah mengenal kamu cukup lama dan kulihat kamu juga memiliki jiwa kepemimpinan yang bagus" ucapnya sambil menepuk pundakku penuh keyakinan, mungkin dia benar sebaiknya aku coba untuk memimpin kelompok ini semampuku.

"Aku akan ada disampingmu jika kamu merasa kesulitan, aku tak akan segan membantumu"

"Terima kasih Galang"

"Sekarang apa rencanamu setelah semua yang kita lalui ini?" tanyanya.

"Menurutku sebaiknya kita tinggal disini selama beberapa hari, setelah itu kita ikuti saja perjalanan yang akan kita lalui Lang, semoga saja kita bisa menemukan tempat yang pantas untuk ditinggali. Sama seperti saat kita di lapangan golf dulu, membangun kembali kehidupan kelompok ini....." kataku dengan penuh keyakinan, aku tahu tanggung jawab ini sangat besar demi kelompok kami.

"Emmm, sebaiknya jangan sebut kelompok, kita adalah keluarga...." tambahku.

"Aku terkesan sama kamu Din, aku dan teman-teman yang lain akan mengikuti setiap rencana yang kamu buat, selama hal itu benar" balas Galang.

Kami terdiam cukup lama sambil menikmati setiap hisapan batang rokok yang masih tersisa. Udara malam ini mulai terasa dingin namun tak masalah bagiku yang cukup tahan dengan udara dingin.

"Yaudah Din aku tinggal dulu. Dingin soalnya hehe"

"Kasih yang anget lah Lang" balasku. "Itu si dia bisa diangetin...."

"Hah siapa?"

"Anin"

"Anjing lu Din haha tau aja kamu"

"Hahaha, yaudah tinggal aja gak apa-apa Lang. Sono angetin si Anin pasti dia nungguin"

"Sialan haha"

Kulihat Galang berjalan menuju bangunan ruko itu, aku yakin dia pasti akan melakukan sesuatu pada Anin haha. Biarkan saja toh aku senang mereka bisa kembali bersama lagi. Kutatap langit malam yang bertaburan bintang. Aku sangat puas dengan hari ini, hari dimana aku bertemu kembali dengan keluargaku setelah terpisah sekian lama.

Namun aku tahu kalau ini belum selesai.

Tanggung jawabku semakin besar setelah ini, aku akan berusaha untuk memimpin kelompok ini.

______________

Promise

Fyuhhh.....

Kuhembuskan napas panjang sambil melihat langit malam yang cukup cerah. Aku iseng menghitung banyak bintang di langit itu yang ternyata tak berjumlah banyak, sesekali berhembus angin malam yang dingin sampai menusuk kulit namun untungnya jaket yang aku kenakan sedikit mengurangi rasa dingin itu.

Kedua kaki ini kuselonjorkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Aku masih tak menyangka Dino sudah menyelamatkanku dan teman-teman lainnya, aku merasa berhutang budi padanya.

"Hei"

Aku terkejut mendengar suara yang seperti memanggilku, dengan cepat kutolehkan kepalaku kearah belakang.

"Gaby....."

Dia tersenyum sedikit lalu melangkahkan kakinya kearahku dan duduk disamping, seketika rasa gugup kembali menghampiriku setelah cukup lama aku tidak merasakannya. Ia memandangi wajahku dengan heran, mungkin Gaby tahu kalau aku sedang gugup.

"Kenapa Sandi, kok gugup pas ada aku disini?" tanyanya ramah.

"Emmm, hehe gak apa-apa" balasku sambil menggaruk kepala.

"Kamu gak tidur?" tanyaku langsung untuk memulai obrolan pada malam ini, tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Gak tau San, susah merem. Mungkin aku insomnia....."

"Hah beneran Gab? kamu gak apa-apa kan?" aku seketika panik mendengar ucapan Gaby.

"Hehe canda-canda. Aku gak insomnia kok cuma emang gak bisa tidur aja...."

"Fyuhhh, kirain" balasku agak kesal. Gaby hanya tersenyum saja melihat tingkahku.

"Gak baik cewek malem-malem masih melek gini, dicoba tidur lagi gih" kataku. "Dan juga gak baik cewek kepapar udara dingin terus...."

"Tumben kamu perhatian gitu haha" Gaby justru tertawa mendengar ucapanku, aku menjadi heran dibuatnya.

"Ya kan kenyataannya begitu...."

"Aku udah biasa Sandi, kamu gak boleh underestimate cewek lah. Kami juga bisa kayak kalian yang cowok haha"

"Hmmm okelah kalau begitu" balasku. Kami terdiam cukup lama menikmati langit malam yang cerah bertabur bintang, sejujurnya aku agak kurang nyaman duduk disampingnya entah kenapa.

"Kok diem sih?" Gaby memecah kesunyian, sepertinya ia kesal aku diemin.

"Emmmm....." aku hanya bergumam.

"Yaudah aku tidur aja kalau gitu. Gak suka sama cowok batu...."

"Batu? maksudnya?" tanyaku heran dengan ucapan Gaby barusan.

"Ya kamunya diem mulu kayak batu kan?" kata dia sambil memasang muka masam. Aku paham kalau Gaby lebih suka kalau diajak ngobrol, tapi.....

"Yaudah kita ngobrol kalau gitu, tapi mau bahas apa?"

"Hmmm apa ya?" Gaby berpikir sejenak, aku semakin heran dengan sikapnya.

"Hehe, gimana kabarmu selama kita terpisah San?" tanyanya sedikit serius.

"Ya begitulah Gab, mungkin sama yang kamu alami juga"

"Iya sih San, aku bersyukur banget kita bisa ketemu lagi"

"Aku juga senang Gaby hehe"

Kami tertawa bersama, jujur suara dan ekspresinya membuat hatiku luluh. Entah kenapa aku kembali merasakan rasa ini setelah sekian lama padam karena kejadian saat itu.

Aku tak mau kehilangan dia untuk yang kedua kalinya.

Hatiku merasa dilema. Dia sebelumnya sudah menolakku walaupun secara halus namun dilihat dari bahasa tubuhnya ia seperti menunggu pernyataanku, itu menurutku sih karena selama ini aku jarang sekali berinteraksi dengan wanita.

Apa aku harus "menembak" dia kembali?

Tapi kalau ditolak lagi bagaimana? dia pasti bakal ilfeel sama aku.....

Tidak Sandi, kamu harus coba!

"Gaby, aku....."

"Aku mau ngomong sesuatu" kukeluarkan semua keberanianku untuk bicara tentang hal ini. Kupegang kedua telapak tangannya dan menggengamnya erat, raut muka Gaby tampak heran dengan sikapku.

"Ngomong aja" Gaby membalasnya dengan suara yang lembut. Awalnya aku gugup namun teringat dengan ucapan dia saat di lapangan golf bahwa ia tak suka sama cowok yang gugup. Kulawan rasa gugup itu sebisaku untuk tidak mengecewakan dia pastinya.

"Aku....."

"....."

"Aku suka sama kamu Gaby...."

Raut wajah Gaby berubah seketika setelah kulontarkan perkataanku.

"Emmm, Sandi....." ia melepaskan genggaman tanganku, dalam hati aku merasa was-was.

"Kamu tidak bercanda kan?"

"Tidak, sungguh. Aku benar-benar menyukaimu" aku langsung membalasnya tanpa rasa gugup, entah kenapa tiba-tiba aku bisa berkata seperti itu.

Suasana ini menjadi hening, Gaby tampak diam tertunduk seakan-akan tak berani menatapku.

"Sandi, kamu memang sungguh mencintaiku?" tanya Gaby memecah kesunyian malam, ia menggengam salah satu tanganku dengan erat seakan-akan ingin tahu dengan jawabanku.

"Iya Gaby, sungguh" ucapku mantap penuh keyakinan.

"Beneran?"

"Iya"

Dia kembali terdiam sambil mengusap-usap rambutnya. Aku semakin penasaran dengan jawabannya, tak peduli nanti bagaimana, aku hanya butuh jawaban darinya.

"Sandi.... aku....."

"......"

"......"

"......"

"Aku juga suka sama kamu....."

Bagaikan disambar geledek, hatiku terkejut mendengar jawabannya namun seketika hatiku berbunga-bunga, tanpa kusadari juga ekspresi wajahku menjadi kacau namun aku abaikan saja. Gaby menatap kedua mataku dengan heran.

"Tapi ada syaratnya"

"Syarat apa Gab?"

"Jangan pernah tinggalin aku, udah itu aja hehe"

Aku langsung memeluk Gaby yang sekarang resmi menjadi kekasihnya. Dalam hati aku sangat bahagia mendengar jawaban dan kemauannya. Ia juga memelukku dengan erat seolah-olah tak ingin lepas. Malam yang awalnya sunyi dan dingin jadi terasa hangat dan romantis. Kami saling bertatapan muka dan ia tersenyum manis sekali.

"Bolehkah?" ucapku kepadanya.

"Iya boleh"

Cup

Kucium bibir Gaby dengan lembut dan penuh perasaan. Ia membalasnya dengan mengulum bibirku. Tubuh kami jatuh ke tanah dengan Gaby yang berada diatas tubuhku. Bibir kami bersatu di malam yang dingin ini, tangannya memegang kedua tanganku dengan mesra, kami saling memejamkan mata menikmati setiap peraduan bibir.

Beberapa saat kemudian kami melepaskan bibir. Kedua matanya membulat lucu menatapku.

"Gimana rasanya punya pacar pertama kali?" tanya Gaby.

"Emmm.... seneng" balasku malu.

"Ihhh lucu deh" Gaby mencubit pipiku dengan pelan namun tetap saja terasa sakit. Lalu Gaby membelai pipiku dengan lembut sehingga aku terhanyut dibuatnya, ia kembali mendekati bibirku dan kami kembali bercumbu. Lama-lama cumbuan ini menjadi semakin liar, aku berusaha menjulurkan lidahku masuk kedalam rongga mulutnya yang ternyata dibalas olehnya.

"Nnggggg...." desahan pelan Gaby terdengar.

"Mmmmnnnn...."

Air liur kami saling bercampur dalam cumbuan yang semakin panas ini. Entah karena nafsu birahiku yang mulai memuncak kugerakkan salah satu tanganku dan bergerak kearah buah dadanya, jemariku menyentuh pelan bagian itu sehingga tubuh Gaby bereaksi dan mulutnya mengeluarkan desahan kecil.

"Ahhhhh...."

"Kamu cantik banget, Gaby...."

"Ahhhh Sandi...."

Melihat respon positifnya, kuremas-remas buah dadanya berulang kali namun dengan remasan yang pelan. Gaby terus menerus mendesah nikmat dan bibirnya terpisah dari bibirku. Ia menatapku dengan sayu yang justru membuat nafsu birahiku semakin memuncak. Kuhentikan permainan ini setelah puas melihat Gaby, kekasih baruku ini keenakan.

"Emmm.... geli Sandi...." ucapnya sedikit melenguh. Aku tersenyum mendengarnya dan melihat wajahnya.

"Kamu beneran kan sayang aku?" tanyanya lirih sambil tangannya mengelus pipiku.

"Sungguh Gaby, aku sungguh sayang sama kamu..." jawabku dengan mantap, kurasakan pada diriku rasa gugup ini sudah sirna. Dalam hati aku berjanji akan melindungi dia dari bahaya apapun.

"Gak karena nafsu saja kan?"

Aku tertegun sejenak mendengar ucapan Gaby barusan, ia menatapku dengan senyuman khasnya.

"Enggak, aku memang cinta sama kamu" ucapku tegas.

"Hihi, kamu emang polos banget ya"

"Emmm... iya"

"Hihihi, tapi kamu kan belum pernah pacaran sebelumnya" kata Gaby.

"I... iya...." mendengar perkataannya aku merasa ciut, namun ia langsung menambahkan.

"Aku ajarin nanti hehe, tapi kamu harus pegang janjimu"

"Iya Gaby, aku pegang janjiku...."

Ia kembali mengecup bibirku pelan sebagai tanda terima kasih yang membuat hatiku semakin berbunga-bunga dan bahagia. Kami terdiam sejenak sambil terus bertatapan muka, jujur wajah Gaby yang cantik dan manis itu terus membius diriku. Kugerakkan bibirku untuk melontarkan suatu permintaan walau aku sebenarnya ragu untuk melakukannya.

"Emm, Gaby...."

"Iya Sandi...."

"Mau.... emmmmm...."

"Mau gituan?" Gaby langsung menjawab padaku. Gila, ia sudah tahu maksudku sehingga aku menjadi malu sendiri. Ia sedikit tertawa melihat ekspresiku.

"Tapi.... kalau gak mau juga gak apa-apa...." ucapku lagi, takut dia ilfeel dengan sikapku barusan. Namun diluar dugaan ia tersenyum kembali.

"Yaudah iya-iya, mau dimana?"

*****

"Hmmmpphhh slrrppppp"

"Hhghhhhhh"

Kami bercumbu mesra sekaligus liar di ruangan ini yang sepertinya adalah ruangan penyimpanan barang yang tidak besar, terdapat beberapa kardus yang tak terpakai disana-sini. Sepertinya ini adalah tempat yang tepat untuk menikmati malam ini bersama dia.

Yep, hanya ada aku dan Gaby saja. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Kami saling melepaskan pakaian masing-masing sehingga kami sama-sama telanjang bulat tak peduli dengan udara dingin yang menyerang kulit, karena ruangan disini gelap kuhidupkan senter yang kubawa dan menaruhnya dibawah lantai lalu kembali bercumbu liar. Lidahku masuk kedalam rongga mulut Gaby dan menari-nari disana, ia membalas perlakuanku dengan mengisap bibirku dan menjulurkan lidahnya sehingga lidah kami saling bertautan. Decakan air ludah terdengar samar-samar menandakan kami benar-benar menikmati percumbuan panas ini.

"Cccupppp sslrrppppp"

"Mmmhhhhhh....."

Gaby terus mendesah lirih disela percumbuan ini. Kurendahkan tubuhnya yang telah menempel pada dinding sambil bibir ini terus mencumbu, ia tampak pasrah saja dengan perbuatanku. Setelah cukup lama kami bercumbu, bibirku bergerak menuju lehernya yang putih bersih dan kucium kulit lehernya, Gaby mendesah nikmat dengan tubuhnya yang sedikit berguncang mengekspresikan rasa geli yang melanda dirinya.

"Ahhhh Sandi...."

Kusibakkan rambut panjangnya yang tergerai sambil terus menjilati leher dan sekarang aku menyerang bagian telinga belakang, Gaby mendesis kegelian dengan tubuhnya yang mengejang.

"Geliiii......"

Beberapa menit kemudian setelah menyerang bagian itu, kami saling menggenggam tangan. Senyuman bibirnya membuatnya terlihat cantik apalagi lesung pipinya yang juga terbentuk semakin membuatku terpana melihatnya.

"Kenapa Sandi?"

"Emmm..... aku boleh kamu panggil sayang?" tanyaku polos. Gaby langsung tertawa mendengarnya.

"Hahaha, boleh lah. Kan aku sekarang jadi kekasihmu, panggil sayang atau apa lah boleh-boleh aja haha"

"Hehe gitu ya" balasku sambil menggaruk kepalaku sendiri.

"Itumu udah keras" ucap Gaby menunjuk penisku yang memang sudah keras dari tadi.

"Aku mainin ya, biar kamu enak....."

Tangan Gaby beranjak menuju batang penisku, baru disentuh saja tubuhku langsung merasakan kejut seperti tersengat listrik, tanpa sadar mulutku mengeluarkan desahan nikmat saat tangan Gaby sibuk mengusap-usap penisku, lalu gerakannya berubah menjadi pijitan-pijitan kecil dan sesekali menarik penisku pelan, rasanya sangat luar biasa.

"Ahhhhh Gaby ahhhhhh......"

"Hihi enak ya....."

"Iya enak Gab, terus ahhhhh....."

Gerakan tangannya sedikit dipercepat menimbulkan rasa geli, ngilu sekaligus nikmat bercampur jadi satu. Tubuhku mulai bergetar-getar merespon setiap gerakan tangannya pada penisku. Ia menatapku dengan senyuman nakal dan sesekali tertawa kecil melihat ekspresi wajahku.

"Gabyyyy ahhhhhhh aku mau keluarrrr......"

Mendengar desahanku, ia langsung menghentikan aksi mengocok penisku. Tubuhku mengeluarkan banyak keringat dan napasku keluar masuk tak beraturan. Hampir saja aku orgasme, mungkin kalau dia mengocok penisku sekali lagi tentu saja aku akan ejakulasi.

"Hahhh hahhh hahhh....." desahku.

"Hihi mau keluar ya tadi" kata Gaby lucu. Aku hanya menggangguk.

"Sekarang gantian kamu yang bikin aku enak sayang, kocokin vaginaku....."

"Gi... gimana caranya?" tanyaku bingung mengingat aku belum pernah melakukan itu sebelumnya.

Gaby tersenyum saja lalu merebahkan tubuhnya ke lantai, ia berusaha melebarkan kedua pahanya. Terpampang kemaluannya yang diihiasi rambut tipis, melihatnya saja membuat nafsu birahiku naik hingga ke ujung.

"Jari kamu mainin di bagian itu sayang, terus coba bikin aku supaya enak"

"Emmm oke...."

Kudekatkan tubuhku dan wajah kami saling bertatapan, ia kembali mencumbu bibirku dengan pelan dan lembut. Kami saling memejamkan mata menikmati rasa liur yang sudah bercampur pada rongga mulut. Mungkin karena naluri lelakiku, tangan kananku mulai bergerak menuju bibir vaginanya yang kurasakan sudah mulai basah, kumasukkan dengan perlahan jari telunjuk ke dalam bibir vaginanya sehingga Gaby melepaskan cumbuannya sendiri dan mendesah merdu.

"Ughhhhh Sandi..... iya kayak gitu....."

Jemariku mulai bergerak-gerak memasuki liang vaginanya dengan perlahan supaya ia tak merasakan kesakitan. Reaksi tubuh Gaby tampak positif sembari tanganku terus bermain di liang vaginanya, bibirku kembali disambar olehnya dan mencumbunya liar. Karena nafsuku yang terus membara kupercepat tempo kocokan tanganku pada liang vaginanya sehingga Gaby terus mendesah dan melenguh nikmat.

"Ahhhhh ahhhhh Sandi......"

"Kok kamu pinter ahhhhh ahhhhhhh"

Aku hanya tersenyum saja, sekarang kepalaku bergerak menuju buah dadanya yang sudah membusung beserta puting merah mudanya yang menegang, kuisap-isap salah satu putingnya dengan gemas dan penuh nafsu.

"Sllleepppp ssllrrpppppp"

"Ahhhhh ughhhhhh enakkk ahhhhh...."

Kurasakan vagina Gaby mulai berkontraksi kecil dan meremas-remas jariku disana, aku semakin semangat mengocok kemaluannya dan merasakan cairan hangat mulai keluar dari liangnya dan membasahi jariku. Aku terus mengintenskan foreplay ini dan tentu saja bertujuan untuk menimbulkan orgasme untuk Gaby.

"Aahhhhhhh Sandiiiii aku.... aku keluarrrrr....."

"Aaaghhhhhhh....."

Akhirnya Gaby meraih orgasme pertamanya di malam dingin ini. Jemariku terbetot kencang disana sambil cairan vaginanya menyembur kencang didalam menambah basah jari-jariku. Tubuhnya mengejang-ngejang disertai dengan desahannya yang terus menggelitik birahiku. Setelah guncangan tubuhnya mereda kucabut jariku dari bibir vaginanya. Gaby terengah-engah berusaha mengambil napas dan tubuhnya berkeringat sama denganku. Aku tersenyum melihatnya.

"Enak?"

"Hhhhhh iya hhhhhhh....."

Kami beristirahat sejenak, aku tiduran disamping Gaby yang tampaknya masih berusaha mengumpulkan tenaganya kembali.

"Sandi...." ia memanggilku dengan suara lirih.

"Iya Gaby....." balasku.

"Lanjutin yuk, aku udah gak capek"

"Emmm oke"

Aku beranjak dari tidur terlentang dan kucumbu kembali bibir Gaby dengan penuh kasih sayang, ia membalas ciumanku sebagai pertanda ia juga sayang kepadaku. Beberapa saat kemudian kami melepaskan bibir dan saling menatap muka.

"Masukkin sekarang ya"

"Emmm iya"

"Pelan-pelan....."

Aku mengangguk tanda setuju, kubimbing batang penisku yang sudah sangat tegang itu kearah bibir vaginanya yang basah karena orgasmenya. Kudorong dengan perlahan masuk kedalam sehingga Gaby mendesah lirih dengan tubuh sedikit berguncang. Rasa hangat dan sempit melanda seluruh bagian batang penisku dan tentu saja aku sangat menyukainya.

"Ahhhhhh ughhhhhh....."

"Sandi......"

Ia kembali menatapku sayu sambil menggigit bibirnya pertanda ia menahan rasa nyeri dan nikmat dalam tubuhnya. Aku tersenyum saja sambil mengelus pipinya lembut, ia membalasnya dengan senyuman indah dan mempesona.

Kuambil ancang-ancang setelah merasakan seluruh batang penisku telah masuk kedalam vaginanya, kumundurkan pinggulku dengan perlahan lalu memasukkannya lagi dan begitu seterusnya berulang kali

SLEPP

SLEPP

SLEPP

"Aghhhhhh Sandi..... enak ahhhhhhh"

Genjotan penisku bergerak secara konstan namun dalam tempo pelan. Gesekan dinding vaginanya yang sempit itu semakin meningkatkan nafsu birahiku. Kulihat Gaby menikmati setiap gerakan penisku dengan desahan dan lenguhannya, beberapa menit kemudian kucoba untuk meningkatkan tempo genjotan penisku namun sebelumnya tanganku mulai meremas-remas buah dadanya yang membusung itu untuk menimbulkan rasa nyaman padanya.

PLAK

PLAK

PLAK

Penisku terus bergerak cukup cepat pada liang vaginanya yang semakin licin saja namun tetap terasa sempit. Keringat kami terus bercucuran sembari mengekspresikan kenikmatan birahi yang terus kami gali.

PLAK

PLAK

PLAK

"Ahhhhhh Sandiiiii..... terus sayang..... ahhhhhhhhhh"

"Gaby..... aghhhhhh sempit banget....."

"Iya jangan berhenti......."

Aku terus menggenjot liang vaginanya, mungkin karena birahiku yang mulai merasuk seluruh tubuhku tanpa sadar gerakan penisku mulai tak teratur. Tubuh Gaby terus bergerak-gerak mengimbangi gerakan pinggulku, desahannya terus keluar dari bibirnya yang seksi setiap penisku menghentak di dalam. Buah dadanya bergerak-gerak seperti memantul semakin memperparah nafsu dalam diriku.

Beberapa saat kemudian kurasakan vaginanya berkedut kencang sekali dan meremas penisku dengan kuat sekali. Aku yakin ia akan orgasme.

"Aaaahhhhh Sandiiiii aku keluar......"

Gaby meraih orgasme keduanya yang tentu saja lebih nikmat dari sebelumnya. Cairan hangat terasa melumuri batang penisku didalam vaginanya yang membetot kencang. Mataku bahkan sampai melotot merasakan kenikmatan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata.

"Hhhghhhh....."

Kuberi kesempatan Gaby untuk beristirahat setelah orgasme yang melanda tubuhnya. Matanya tampak sayu menatap wajahku, sedikit guratan senyumannya terbentuk menandakan ia sangat menyukai perbuatanku.

"Lagi yuk, tapi gantian aku diatas...."

"Kayak gimana?" tanyaku bingung.

"Ihhh, polos banget sih. Selama ini kamu gak pernah nonton film porno gitu?" tanyanya lucu sambil menjawil hidungku gemas. Aku jelas malu mendengarnya.

"Emmmm, pernah tapi gak pernah tahu caranya....." balasku.

"Dasar hahaha. Yaudah aku ajarin" ucap Gaby.

"Kamu terlentang aja terus biar aku naik ke atas perutmu. Udah gitu aja gampang"

"Ohhh oke"

Aku menuruti perintah Gaby sambil mataku terpana melihat keindahan tubuhnya. Pinggul dan perutnya sangat proporsional ditambah dengan sekalnya buah dada yang berukuran sedang itu. Gaby sekilas menatap wajahku dengan senyuman nakalnya.

"Nah kayak gini" ucapnya.

"Terus bagai....emppphhhh" tanyaku masih bingung namun belum selesai aku bicara bibir ini langsung disambar olehnya. Lidahnya kembali bergerak-gerak berusaha memainkan lidahku yang masih pasif, kubalas perbuatannya dengan memainkan lidahku sehingga lidah kami menari-nari didalam cumbuan mesra ini.

"Hhmmmmm......"

"Mmmmnnhhh....."

Gaby melepas bibirnya hingga terbentuk sedikit benang liur yang menjuntai. Ia tersenyum manis sekali dihadapanku.

"Kamu diem aja, biar aku dulu yang gerakin"

"Mmmm... oke"

"Aghhhh Sandi......."

Tangan Gaby mulai memegang batang penisku dan melesakkan kedalam liang vaginanya. Rasa sempit dan hangat kembali terasa dan kali ini jauh lebih nikmat mungkin karena posisinya. Gaby mulai menggerakan pinggulnya naik turun dengan pelan, setiap hentakannya ia mendesah nikmat. Gila, suaranya seksi sekali.

"Ahhhhhh ahhhhhh enakkkkk....."

"Ahhhhh ahhhhh......"

Gerakan pinggulnya mulai tak teratur, mungkin karena birahi Gaby yang semakin meningkat, terkadang ia mendorong pantatnya dalam hingga kurasakan kepala penisku menghantam sesuatu didalam yang aku yakin itu adalah bibir rahimnya. Aku juga mulai mendesah merasakan sempit liang vaginanya yang disertai dengan kedutan-kedutan kecil yang berirama.

PLOK

PLOK

PLOK

"Uughhhhhhhh ahhhhhhh......"

Penisku semakin tegang didalam serasa ingin meledak, genjotan pantat Gaby terus menghujam penisku dalam dan kencang. Tiba-tiba dengan nakal kuraih buah dadanya yang bergerak-gerak menggantung dan memainkan puting merah mudanya. Gaby semakin intens mendesah dan melenguh sembari terus mempercepat genjotan vaginanya.

"Ughhhhhhh Sandiii nakallll ahhhhhhhh......"

"Hehehe.... kamu juga nakal kan hhhmmmmm...."

Beberapa saat kemudian tubuhnya kembali mengejang, gerakan pinggulnya terhenti pada posisi penisku menghujam dalam liang vaginanya hingga kembali kurasakan bibir rahimnya. Gaby mendesah cukup kencang. Ia kembali meraih orgasmenya.

"Sandiiii..... Ahhhhhhh......."

Cairan hangatnya mengucur keluar dari bibir vaginanya hingga batang penisku terasa basah kuyup. Tubuhnya jatuh kearah perutku dan ia masih mengejang-ngejang sambil mulutnya mengeluarkan desahan.

"Uhhhhhh....."

Kubiarkan Gaby beristirahat setelah mendapatkan klimaksnya. Kuelus dengan pelan rambut panjangnya yang sudah lepek karena keringat. Aku berusaha mengambil napas setelah mati-matian menahan klimaksku sendiri akibat pijitan vaginanya yang kelewat enak.

"Hhghhhhh enak banget Sandi.... makasih" ucap Gaby lirih, aku tersenyum melihatnya sambil kuelus pipinya.

"Sekarang giliran kamu ya, tuntaskan sekalian...."

"Iya sayang, aku akan berikan kenikmatan terbaik untukmu" balasku bahagia yang kembali dibalas dengan senyumannya.

Gaby mulai membetulkan posisinya seperti semula, penisku masih tertancap dalam di liang vaginanya. Ia memegang kedua tanganku untuk menopang tubuhnya sendiri. Lalu aku mencoba untuk menggerakan pinggulku naik turun, awalnya aku cukup kesulitan melakukannya namun dengan sabar Gaby mengajariku dan pada akhirnya aku mulai menguasai posisi seks ini.

PLOK

PLOK

PLOK

"Ughhhhhh sempit banget sih itumu sayang....."

"Agghhhhh ahhhhhh Sandiii..... terus jangan berhenti...."

Kami terus menggerakan alat kelamin berusaha untuk meraih puncak kenikmatan. Sesekali Gaby dan aku bercumbu dengan liar seiring dengan genjotan penisku yang semakin cepat. Desahan dan lenguhan terus keluar dari mulut kami, keringat yang terus keluar ini bercampur dengan gesekan tubuh kami. Dalam hati aku berjanji untuk tidak meninggalkan Gaby apapun kondisinya.

"Ahhhhhh Sandiiii.... aku mau keluar lagi....."

"Gghhhhhh ughhhhbh aku juga....." erangku sambil terus mengencangkan genjotan penisku.

"Keluarin di dalam aja yang....."

"Tapi... tapi....."

"Aku lagi aman kok aghhhhhh..... udah keluarin aja sayang....."

"Aaaaahhhhhhh aku keluar Gaby......."

"Ggghhhhhhhh......"

Hentakan penisku terhenti saat kurasakan aliran sperma yang sudah tak bisa kutahan lagi akhirnya keluar. Tubuhku mengejang-ngejang merasakan klimaks yang luar biasa, spermaku keluar cukup banyak didalam hingga bisa kurasakan batang penisku menjadi hangat. Dinding vaginanya berkedut-kedut keras sekali menlandakan Gaby juga meraih orgasmenya. Cairan cinta didalam vaginanya bercampur dengan spermaku sendiri. Sekali lagi tubuh Gaby roboh dan aku langsung memeluk wanita yang sukses mencuri hatiku ini.

"Ahhhhhhh....."

"Shhhhhhh....."

Kami terengah-engah berusaha mengambil udara yang masih tersisa di ruangan gudang ini. Tubuh kami saling banjir keringat.

Kuelus rambutnya dengan pelan. Aku tersenyum bahagia melihat dia lemas akibat permainan barusan. Ia sepertinya merasakan elusan itu dan mengangkat wajahnya yang lemah namun tetap cantik.

"Sandi......"

"Gaby......."

"Pegang janjimu ya"

"Iya, aku janji tak akan tinggalkan kamu. Apapun kondisinya...." ucapku mantap. Air matanya menetes mendengar perkataanku.

"I love you, Gaby...."

"Love you too, Sandi....."


Kami kembali bercumbu ringan selama beberapa saat, karena tenaga kami sudah terkuras habis kami akhirnya memutuskan untuk tidur di dalam ruangan gudang ini. Ia memelukku mesra seakan-akan tak mau lepas. Karena rasa kantuk yang sudah tak bisa ditahan, kedua mataku menutup untuk menuju ke alam mimpi.

CREDITS ROLL

 
episode yang cukup menegangkan.
tapi kok aku ingetnya corkney vs zombies ya waktu dino disergap terus ditolongin rachel sama satria.
untung aja rachel sama satria nya ga ngomong granddad.
ahaha'
Bagian sandi gaby nya belum sempet aku baca. sepertinya romancenya menarik.

Tapi yang lebih menarik lagi, gimana hubungan dino-dila-citra-meme? sepertinya akan terlihat rumit. belum lagi ada fia yang tertarik juga sama meme. Jangan-jangan, nanti malah Dila jadinya sama Citra, Meme jadinya sama Fia. Dino sendiri malah ngegarap Anin barengan sama Galang (lho?)

anyway, nice update. ditunggu terus karyanya kak ....

Semoga bisa cepet update, dari aku yang juga susah apdet gegara maen SOD2 terus-terusan
:(
 
episode yang cukup menegangkan.
tapi kok aku ingetnya corkney vs zombies ya waktu dino disergap terus ditolongin rachel sama satria.
untung aja rachel sama satria nya ga ngomong granddad.
ahaha'
Bagian sandi gaby nya belum sempet aku baca. sepertinya romancenya menarik.

Tapi yang lebih menarik lagi, gimana hubungan dino-dila-citra-meme? sepertinya akan terlihat rumit. belum lagi ada fia yang tertarik juga sama meme. Jangan-jangan, nanti malah Dila jadinya sama Citra, Meme jadinya sama Fia. Dino sendiri malah ngegarap Anin barengan sama Galang (lho?)

anyway, nice update. ditunggu terus karyanya kak ....

Semoga bisa cepet update, dari aku yang juga susah apdet gegara maen SOD2 terus-terusan
:(
Wah pantesan di friend activity Steam saya ni kok orang dapet achievement mulu di SOD2 wkwk, kurang tertarik sama gamenya lebih suka Left 4 Dead 2 sama No More Room in Hell hehe.
Belum pernah nonton corkney vs zombie nanti coba ane nonton selagi senggang hehe
Dila jadinya sama Citra
Kalo gak ketemu Dino wkwk jadi alternate timeline nanti, udah gatel pengen bikin adegannya cuma gak cocok kalo disini wkwk

Anyway makasih sudah komen sampai panjang gini hehe, jujur lebih butuh kayak ginian tapi tetep ane apresiasi yang lain hehe
Ditunggu juga apdet lorem ipsumnya kak
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd