Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Addicted To You


Jarak kafe Loko ke kosan Keiko kurang dari 10 km. Tapi di sepanjang jalan itu, jariku tak lepas dari pangkal paha Keiko. Kami duduk berdempetan, macem di angkot aja harus 4-6 hahaha…

Mata kami memandang lurus ke jalan di depan, tapi hidungku sibuk menghampiri leher Keiko. Sambil sesekali mengecup rahangnya, aku mendusel-duselkan hidungku, mencium aroma tubuhnya yang menguar tajam. Aku suka aromanya. Aku suka parfum musk tipisnya. Aku suka aroma keringatnya sisa-sisa duduk di outdoor tadi.

“Sesa…”

“Hmmmm…” jawabku sambil memejamkan mata, mereguk aroma tubuhnya.

Jari-jari Keiko menyentuh jemariku, menggesernya beberapa mili ke kiri. Ke pusat selangkangannya. Aku tercekat.

“Hmmmm, jangan nakal…” bisikku.

“Sebentar lagi sampai...” gumam Keiko, hampir sama seraknya dengan suaraku.

Aku menggeser lengan kiriku sedikit, memberi dada Keiko akses ke payudaraku. Dia harus tahu bahwa putingku sudah sekeras es batu.

“Suka?”

“He em...” jawaban itu dikonfirmasi pertumbuhan di selangkangannya.

“Di sini ya, Mas?” suara driver menyadarkan kami ke bumi lagi.

“Eh, iya. Sebentar ya, Pak. Saya ke dalam dulu.”

Keiko memindahkan jari kiriku dan membuka pintu mobil. Tak lama dia keluar dari gerbang rumah kos sambil menenteng tas ransel. Mobil pun kembali melaju.

Sepuluh menit kemudian, bibir Keiko sudah melumat basah bibirku. Tangan kanannya memegang wajahku sementara tangan kirinya mendorong halus pundakku ke dinding kamar hotel. Ah sialan, ciumannya adiktif. Agresif, lembut, liar, semua jadi satu. Kei sesekali mengisap lidahku, membakar nafsuku, memancing gairahku. Dia menguasai mulutku, menantangku untuk mengisap lidahnya juga.

“Kei...” desahku saat bisa lepas dari kulumannya.

“Kenapa, Beb?” bisiknya, udara mulutnya berdesir di bawah telingaku.

Oh... Aku hilang ingatan.

“Ses?”

“Cium aku lagi,” desakku.

Napas Kei yang memburu membuat bibirku otomatis membuka, menanti serangan berikutnya.

Perlahan kurasakan lidah Kei menyapu bibir atasku. Lamat-lamat, membangkitkan bulu-bulu tengkukku.

“Kamu biasa ketemu klien pakai kemeja putih transparan?”

“Eh?”

Kei menggigit kecil bibirku. Gemas. Segemas aku ingin meraup wajahnya dan melumat bibir tebalnya. Tapi Kei lebih cepat. Dia menangkap tangan kananku dan memasungnya ke atas.

“Kancing kemeja kamu buka sampai tiga… kamu pikir mahasiswa kayak aku bisa tahan liat dada kamu nyembul? Hmm?”

Aku berusaha mengingat-ingat berapa kancing yang aku buka tadi. Tapi gak berhasil. Otakku tiba-tiba tumpul.

“Jogja panas,” cuma itu yang bisa keluar dari mulutku.

Tangan kanan Kei menyentuh tangan kiriku, menuntunnya ke selangkangan.

“Ini juga panas.”’

Aku tak tahan. Aku tarik lepas tangan kiriku dengan kasar dan menyambar rahang Kei kuat-kuat, mendekatkannya ke mulutku. Aku cium bibir tebalnya dengan menuntut. Lidahku menyerobot masuk, berkelit nafsu dengan lidah dan liurnya. Basah, lapar, rakus saling melumat.

Kei kehabisan napas, menarik bibirnya sedikit. Mulutku merengut, kesal.

“Memekku basah liat bibir kamu dari tadi…” bisikku sambil menggigiti bibir Kei kecil-kecil, menikmati setiap sudutnya.

“Sebasah apa?”

“Ini,” aku bawa telapak tangan Kei ke bawah pusarku, menyelipkannya ke dalam celana jins yang kupakai.

Kei melumat bibirku lagi sambil membuka kancing jins dan menyelinap ke balik celana dalamku. Jari tengahnya menyentuh klitorisku dan mengelusnya lembut.

Fuck…” aku memekik.

“Kamu segini basah dari kafe tadi?”

Aku mengangguk.

Kei tersenyum, mengecup hidungku sambil tertawa kecil.

Dia mengeluarkan jarinya dari celana dalamku, lalu menjilat dan mengisapnya pelan. Matanya menatapku dalam dan nakal. Pahaku merapat tanpa diperintah, mulutku membuka melihat pemandangan terseksi itu. Tak sabaran, aku raih telinganya dan kupagut bibir Kei dengan rakus.

Tangan Kei turun ke dadaku, membuka kancing kemeja satu per satu. Membuka kaitan bra dengan sekali klik, lalu menyelinap meremas putingku lembut. Jari-jarinya berputar melingkari areola kananku. Sesekali dia mencubitnya, membuat napasku terengah-engah.

“Horny, Beb?”

Aku tak menjawab, tapi tanganku turun ke pinggang Kei dan membuka celananya seperti kesetanan.

Kepala Kei turun dan lidahnya mulai menjilati payudaraku.

“Aaaaah… Shhhhh….”

Aku berhenti membuka celana Kei dan menikmati sapuan lidahnya.

Kaki Kei pelan-pelan menggeser kedua pahaku dan tangannya menurunkan celana jinsku sampai ke lantai.

Lidah Kei menyusuri payudaraku tanpa lepas, bergantian kanan dan kiri. Menjilatinya, menggigit kecil, menyapu, dan mengulumnya dengan gerakan melingkar yang bikin aku mabuk. Sementara itu, tangan kanannya memutari pinggiran payudaraku, mencari titik-titik sensitifku.

Ah. Badanku bergerak di luar kontrol, meliuk-liuk mengikuti nafsu birahi.

“Ses. Celana. Sekarang.”

Aku blank sesaat. Lalu sadar celana Kei belum sepenuhnya kebuka. Aku langsung menurunkan resleting dan mendorongnya ke bawah. Kei gak pakai kolor.

Baiklah. Seharusnya sudah kutebak…

“Suka?”

Mataku yang sayu mungkin sudah menjawabnya, sekaligus bikin gairah Kei memuncak. Mulutnya melumat bibirku lagi, tangannya meremas pundakku dan membalikkan tubuhku ke dinding. Gerakannya yang kasar dan tiba-tiba bikin aku super turned on. Badanku otomatis mundur sedikit, setengah nungging.

Tak sabaran menunggu kontolnya, aku menatap Kei dari balik bahu. Lalu, ke selangkangannya. Hmmm. Ngaceng sempurna. Kontol hitam panjang dan berurat. Sedikit melengkung. Kesukaanku.

Tangan Kei sibuk mencari-cari ke dalam ransel. Memeriksa dompetnya, lalu cepat-cepat mengeluarkan kondom. Aku goda Kei, menggoyang-goyangkan pantat ke ujung kontolnya. Dia tambah frustrasi dan buru-buru memasang kondom.

Begitu berhasil, dia menciumku rakus dari belakang. Tangan kirinya kokoh memegangi pinggangku, tangan kanannya… plak!

“Ahh! Kei!”

“Gak suka?”

Aku goyangkan pantat lagi ke kontolnya.

“Suka. Harder, please.

Kei tersenyum birahi. Lalu memagutku lagi sambil menampar pantatku. Setiap kali menampar, napasku makin memburu. Setiap kali aku terengah-engah, kontol Kei makin dekat lapisan celanaku.

Ciuman kami semakin gak fokus. Lidah kami semakin basah. Memekku semakin merekah. Pantatku semakin naik-naik. Kepalaku semakin melayang.

“Fuck me, Kei. Now.”

“Hmm?”

“Entotin aku!”

Kei tersenyum. Kakinya melebarkan kedua pahaku. Tangannya menurunkan celana dalamku.

“Fuck. Kamu basah banget,” bisiknya, dalam dan seksi.

Memekku gak sabaran. Tanganku meraih ke belakang, ke kontol Kei yang sudah menegang maksimal. Ukurannya jauh melebihi genggamanku. Aku meringis. Siap-siap kesakitan…

“Masukin Kei, sekarang. Please.

“Masukin apa, Baby?”

“Masukin kontol kamu.”

“Ke mana?”

“Ke memek aku!!!”

Kei mengecup pundakku, puas menggoda. Sedetik kemudian, kontolnya sudah di liang vaginaku. Perlahan, terdorong masuk sepertiganya. Aku meringis sesaat.

“Hmmmppph…”

“Sakit?”

Aku mengangguk.

“Mau berhenti?”

Aku menggeleng.

Kontol Kei masuk lagi. Pelan-pelan.

“Aaaah! Fuck!”

Kei berhenti. Dia mengecup punggung dan menjilat belakang telingaku. Tangan kanannya memilin payudaraku, mengelusnya lembut. Tangan kirinya meraba-raba klitorisku, memijatnya lembut. Pelumas alamiku keluar lagi.

Aku menarik napas panjang, dan kurasakan kontol Kei masuk lagi. Dadanya mendesakku ke dinding.

Memekku berkedut-kedut, beradaptasi dengan kontol Kei yang sudah masuk seluruhnya. Sementara Kei diam sambil menciumi telingaku, menemukan titik sensitifku di sana. Anak pintar, gumamku. Pantatku meliuk-liuk lagi, mengajak kontolnya masuk lebih dalam.

Kei paham aku sudah rileks. Perlahan dia maju-mundurkan kontolnya. Menggenjot dengan durasi dan ritme bertahap. Aku mendesah sakit, tapi lama-lama mereda. Digantikan dengan desah nikmat syahwat.

“Kencengin, Kei.”

Kei menaikkan rpm. Tangannya meremas payudaraku sambil sesekali menyelipkan jarinya ke mulutku. Tanganku meraih-raih ke belakang, meremas pantatnya. Genjotannya semakin cepat. Semakin dalam. Lengkungannya memencet titik erotisku.

“Aahhhh… Ssshhhhhh… Aaaaahhhh Keiiii…”

Kontol Kei keluar-masuk dengan kencang. Tanganku menekan kuat pantatnya, hampir saja mencakarnya kalau aku tidak sadar diri.

“Ceplak ceplak ceplak…”

“Plak!”

“Aaaaaaaah! Fuck!!”

“Plak!”

“Harder!”

“Plak!!”

“Ahhhhhh… shhhh.… Aku keluaaar!”

“Plak!

“Arrrrhhh!! Sssshhhhh… Mmmmmhhh….”

Pantatku menungging tajam, dadaku membusung, punggungku meliuk ke belakang. Tangan Kei meremas dadaku keras-keras. Dinding memekku menjepit kontol Kei yang langsung membuatnya mengumpat pelan.

“Fuck.”

“Aaaaaaarrrrhhhhh….”

Genjotan Kei melambat. Membiarkan aku menikmati gelombang dopaminku. Dadaku naik-turun, terengah-engah. Lemas. Kei mencium mesra rambut dan tengkukku. Jarinya mengusap lembut perutku. Keringat menetes di sekujur tubuhku, menempel ke aroma keringat Kei yang lekat.

“Kontol kamu…”

“Hmmm?”

“Kenapa melengkung, siiih?”

“Gak enak?”

Aku menggeleng frustrasi. Justru sebaliknya, cumi!

Tapi karena gengsi, aku gak mau jawab Kei hahaha...

Kepalaku menoleh ke belakang, jemariku meraih pipinya. Kami berciuman lembut dan ringan. Seperti sepasang kekasih di kencan keduanya.

“Kei, jilat telingaku.”

Suaraku serak, namun Kei menurut. Lidahnya menyentuh tulang belikatku, menjilatnya naik dan naik ke titik di bawah telingaku. Dengan lembut, dia menggigit daun telingaku, menjilatnya hangat. Lalu, mengembuskan napasnya pelan. Aroma tubuhnya menyeruak lagi. Jari-jari kirinya mengelus klitorisku yang masih bengkak. Aku mengerang. Nafsuku naik lagi.

Tanganku meraba pantat Kei, menariknya ke depan sehingga kontolnya mentok di rahimku. Dalam satu entakan kami mengerang bersamaan.

“Aaarrrhhhh…”

“Ssshhh…. Aaaashhhhh…”

Kei bergerak lagi. Tak mau kehilangan momen ini.

“Hmmmppph… yang kenceng, Keiiii...”

Patuh, dia menaikkan genjotannya. Desahannya semakin kencang, umpatannya semakin liar, seksi banget. Pantatku habis dicengkeram Kei. Semakin kencang genjotannya, memekku semakin berkedut menjepit.

“Sesa, memek kamu… Arrrrhhhhhh.. Aku mau keluaaaaar…. Di manaaaa?”

“Di luaaaar!”

Kei mencabut kontolnya dan melepas kondom.

“Aaaasssssshhhhhh… fuuuuuck!!”

Cairan hangat kental menyemprot punggungku. Napas Kei terdengar tak beraturan, matanya terpejam, sementara tangannya sibuk memegangi batang kontolnya yang hitam dengan tetesan creamy.

“Sssshhhh… Aaahhh….”

Kei berdiri mengatur napasnya, lalu berjalan lemas ke toilet, mengambil tisu.

Setelah punggungku bersih, aku membalikkan badan dan mencium Kei ringan. Rindu rasanya pada bibir ini.

“Bibir kamu bisa kulumat seharian.”

“Fuck, Beb, memek kamu enak banget.”

Aku tersenyum puas.

“Kita malah belum sempat pakai talinya, lho.”

“He em, aku udah gak tahan. Kamu nafsuin banget. Aku bisa tahan diri gak ngentot kamu di taksol aja udah bagus!”

Aku meraba dada Kei, menyusurinya hingga ke puting dan lehernya. Lalu, aku teringat belum mengeksplor tubuhnya. Dadanya, perutnya, kontolnya, testisnya. Yummms…

“Kamu bisa stay sampai aku check out, kan?”

Kei menatapku, kemudian terkekeh. Sambil mengangguk, lengannya memelukku hangat.

Rupanya kami sama-sama belum sempat melepaskan atasan. Hanya celana yang berserakan di lantai. Dan akan tetap berserakan sampai besok siang. Aku gak akan bolehin Kei pakai selembar kain pun di tubuhnya.




-----
Update Page 10
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd