Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

glacio16

Suka Semprot
Daftar
9 Dec 2013
Post
20
Like diterima
19
Bimabet
Halo, para suhu sekalian. Ini thread pertama ane di semprot, sekaligus cerita dewasa pertama ane sepanjang ane hidup. Mohon kritik, saran dan bimbingannya; dan mohon maaf apabila ada kekurangan. Ane masih harus banyak belajar.
:ampun:

Semoga menikmati!


Aku dan Icha: A Promiscuous Camaraderie
PART I : Prolog

6 September 2015
16.22 WIB


"Zal... What have we done? Gimana kalau yang lain tau?" tanya Icha mendadak keluar dari kamar mandi dan duduk tiba-tiba di sebelahku yang sedang berbaring santai. Aku sempat kaget dibuatnya. Setelah sejuta kenikmatan yang baru saja kami alami, Icha akhirnya merasa gusar juga. Mengkhawatirkan hal-hal yang seharusnya dikhawatirkan sebelum semua ini terjadi. Dasar labil.

"It's okay, Cha. It's okay." kataku menatap mata Icha dalam-dalam dan menggengam tangannya. "Cukup dinding-dinding kontrakan lo ini yang tau rahasia kita berdua." sambungku lagi dengan sok puitis. Lalu ku belai kepalanya yang sudah direbahkan di atas dadaku. Lalu kami pun terdiam dengan pikiran masing-masing.

Ada sedikit penyesalan, memang (I mean, she's my best friend!). Tapi andai waktu bisa diulang lagi sekalipun, aku tetap berharap hal ini tetap terjadi. Bahkan akan ku putar berulang kali agar bisa menikmatinya lagi dan lagi.

Oh ya, ngomong-ngomong, perkenalkan namaku Izal. Tidak penting umurku berapa dan asalku darimana. Kali ini aku hanya ingin berbagi tentang kenanganku bersama Icha, sahabatku. Sebuah pengalaman tak terduga yang sempat ku kira hanya mungkin terjadi di imajinasiku saja.

Icha adalah satu-satunya perempuan yang kuanggap sahabat di antara semua kenalan wanitaku. Dia bahkan satu-satunya wanita dan berusia paling muda di antara teman nongkrongku.

Sejak menduduki bangku SMA, Icha sudah merantau jauh dari orangtuanya dan bersekolah di kota lain. Lalu dia melanjutkan kuliahnya di jurusan kedokteran di salah satu PTS di Jakarta. Intinya, aku dan enam orang sahabatku yang lain hanya bisa bertemu dengannya minimal setahun sekali setiap liburan hari raya Idul Fitri.
Tapi biar bagaimanapun, kita selalu ngumpul bareng setiap kali dia pulang ke kampung halaman. Itu adalah momen yang indah dan membahagiakan dalam perkumpulan kecil kami, karena semua minuman yang ada di atas meja pasti ujung-ujungnya dia yang traktir. Yah, sahabat memang harus begitu, saling berbagi. Huahaha.

(to be continued to Part II).

***​
 
Terakhir diubah:
PART II : Delicious Serendipity

06 September 2015
14.18 WIB


Tiga hari yang lalu, aku berangkat ke Jakarta untuk suatu keperluan dan akhirnya hari ini bisa bertemu juga dengan Icha setelah sekian lama. Sudah dua kali lebaran dia tidak mudik, nyaris menggulingkan rekor Bang Toyib.

Saat itu dia sedang masa koas di sebuah rumah sakit yang tak jauh dengan kontrakannya. Singkat cerita, hari itu aku menjumpainya di RS, pulang ke kontrakannya lalu menunggunya selesai mandi. Rencananya, kami akan ke bioskop. Tapi ujung-ujungnya malah batal karena Icha berubah pikiran.

"Zal, gue jadi males keluar nih. Nonton di laptop gue aja yuk. Baru copy juga tadi dari temen." begitulah kira-kira statement dari Icha.

Setelah mencoba (tidak) berpikir macam-macam tentang apa visi dan misi Icha mengkambing-hitamkan hujan yang sebenarnya bukanlah masalah kalau kami naik taksi, akupun sepakat sore itu dihabiskan dengan nonton film di rumahnya saja.

***
06 September 2015
15.33 WIB


"Ada film apa, Cha? Barat, jepang?"

"Emm... Barat nih. Komedi romantis gitu." jawab Icha polos tanpa sadar pertanyaanku tadi sedikit bernada mesum. Atau yah...mungkin dia hanya pura-pura polos. Jangan lupa, Icha ini perempuan. Perempuan sering kali sulit ditebak pikirannya.

Kami duduk lesehan di lantai, dengan bersandar di sofa dan meletakkan laptop di atas meja. Lalu film yang aku sudah lupa judulnya itupun dimulai. Di tengah film, ada adegan ciuman.

Aku pelan-pelan menyosorkan bibirku ke arah Icha yang sedang duduk di sebelah kananku. Tujuannya murni bercanda sih, waktu itu.

PLAK!

Aku ditampar.
"Fokus nyet! Jangan cari kesempatan." katanya sambil tersenyum.

Aku lanjut menonton apa yang sedang ditayangkan di monitor laptop sambil mengelus pipiku yang merah.

Tak lama kemudian, adegan panas kembali terjadi. Yang satu ini agak lama, cukup panas pula. Tapi kali ini aku diam saja, hanya sedikit melirik ke arahnya.

"Kenapa? Mau macem-macem lagi?" tanya Icha.

Glek.

"Apaan! Gue diem daritadi!"

Tiba-tiba Icha malah mencubit putingku dengan sadis.

"Arrgh! Anjrit! Sakit, kampret!" teriakku.

Yah, beginilah spesies seksi bernama Icha. Dia tipe extrovert ceplas ceplos yang agak brutal, tak peduli itu di tempat umum sekalipun. Seorang Icha tidak akan sungkan mengigit secara tiba-tiba bahkan untuk orang yang baru dikenalnya selama 30 menit, suka menampar kencang walaupun untuk sekedar iseng dan...sering mengejekku homo karena sudah lama menjomblo. Padahal demi Tuhan aku sepenuhnya normal sejak lahir.

"Gue bisa baca pikiran kotor lo, Zal!" kata Icha.

"Gue ga mikir yang macem-macem! Gue bales baru tau rasa lo!"

"Bales aja kalo berani."

"Bener ya? gue bales nih! Gue bales kezaliman lo!" ancamku lagi sambil mengarahkan tanganku ke dadanya.

"I...dare...you." ujarnya pelan sambil tersenyum menyeringai karena tahu aku cuma menggertak.

Dengan isyarat seperti akan mencubit, jari tanganku sudah ada berapa 10 cm dari posisi puting dadanya. Tapi aku cuma bisa sejauh itu. Cuma berani sejauh itu.

Disaat aku sibuk membayangkan segala kemungkinan dan resiko yang akan aku hadapi kalau aku benar-benar membalas cubit putingnya, tiba-tiba dia malah menarik tangan kiriku itu dan merapatkan ke dadanya.

"Lama!" katanya. "Se-cemen itu ya lo ternyata" sambungnya lagi.

Krik krik.

Belum tuntas kekagetanku dengan apa yang sedang terjadi, dia menarik tangan kananku ke dadanya yang sebelah lagi.

Aku cuma bisa diam dan tersadar kembali saat dia memegang kedua lenganku dan mendorong lebih dalam ke payudaranya yang kenyal itu. Oh, dia ingin aku memulai salah satu prosedur standar saat foreplay: meremas. Dasar wanita, lagi nafsu beginipun masih sempat pake kode-kode segala.

"Baru sadar gue, kok kayak makin gede ya? Bukannya lo juga udah lama jomblo?" tanyaku usil.

"Apa hubungannya ukuran dada gue dengan status?" respon dia sedikit ketus tapi manja.

Aku cuma tersenyum sambil langsung hinggap di lehernya. Icha pasrah. Ku tanamkan cupang demi cupang di sana, seirama dengan hela nafasnya yang kian berat. Dia pun memejamkan matanya.

Tanganku masih bergerilya di bukit kembar Icha. Menyerbu dengan kenikmatan seperti yang sedang dilakukan oleh bibirku di lehernya, yang kemudian bermanuver ke pipinya, lalu berlabuh ke bibirnya yang agak tebal dan menggairahkan itu. Tampaknya bibir Icha ini dan bibir Kendall Jenner diciptakan Tuhan dalam satu cetakan. Mmmh!

"Lo udah gosok gigi kan tadi?" candanya sambil beristirahat mengatur nafas. Aku tak menjawab dan kembali menikmati tekstur bibirnya yang lembut itu. Bibir yang selama ini hanya sebatas bahan fantasiku di malam hari, sekarang malah berpagutan dengan bibirku di dunia nyata tanpa ku rencanakan sama sekali.

Hal yang sering ku angankan selama ini akhirnya terjadi juga. Tapi jangan salahkan aku dan menilaiku sebagai lelaki durjana, pada dasarnya aku ini hanyalah lelaki biasa yang punya nafsu dan mudah tergoda. Karena, walaupun wajah Icha manis dan innocent, candaan Icha dan keisengannya sering sekali berbau vulgar dan mengundang nafsu. Bayangkan, Icha pernah menunjukkan sebuah foto saat dia sedang memberikan kue ulang tahun berbentuk penis kepada teman kampusnya. Yang lebih parahnya lagi, ada juga foto lain dimana dia sedang menjulurkan lidah sambil memegang sebuah pisang yang besar seolah dirinya adalah bintang porno termasyhur abad ini. Cukup tambahkan tulisan "dr. Marissa and Big Yellow Cock", maka jadilah foto itu sebuah poster film biru. br4zz3r Style, Man! br4zz3r Style!

(All Hail br4zz3r....!).

Icha menunjukkan foto-foto iseng di handphone-nya itu kepada kami para sahabatnya (yang semua adalah lelaki normal) tanpa risih atau merasa bersalah. Kami hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tapi terlepas dari semua itu, Icha bagi kami tetaplah seorang adik yang selalu kami lindungi. Belum lagi, orang tuaku dan orang tua Icha berkerja di tempat yang sama dan saling mengenal baik.

Intinya, jauh sebelum dosa yang kami lakukan hari ini, hubunganku dengan Icha adalah hubungan yang tidak didasari hawa nafsu sama sekali. Platonic Love, istilah kerennya.

Aku jadi teringat saat kunjungan ke Jakarta sebelumnya, waktu itu Icha duduk disampingku di dalam taksi dengan satu kancing baju terbuka sampai terlihat bra-nya yang berwarna putih. Apa yang terjadi? Aku hanya memintanya segera mengancing bajunya kembali tanpa pikiran kotor sedikitpun. Oh, persahabatan yang suci sekali!

So...Yeah, this feels so wrong, yet at the same time it feels so good. All of this. Dilematika moral dan etika berkecamuk di ruang tamu kontrakannya itu.

Di saat teman-teman yang lain masih konsisten menjaga diri untuk tidak bertindak macam-macam, aura kebebasan di ibukota dan semerbak aroma parfum dari tubuhnya malah memaksaku untuk tidak berhenti mencumbunya. Aku sudah tidak peduli bahwa perempuan yang sedang kunikmati saat ini adalah sahabatku sendiri yang sudah kukenal hampir 9 tahun. Kali ini, seluruh akal sehat telah gagal berdamai dengan syahwatku. Gagal segagal-gagalnya.

Perasaan yang murni dan lembut bagaikan belaian angin sepoi-sepoi itu kini telah bertransformasi menjadi badai birahi.

Icha pun demikian.

Nafasnya kian terengah. Dinding kesadaran kami satu persatu roboh dan musnah. Suara kecemasan dan kepasrahan sempat terdengar samar di antara degup jantungnya yang semakin kencang, tapi lidahku mencoba menjinakkan semua itu dengan terus memburu lidahnya.

Perlahan tapi pasti, suara deru hujan di luar dan gaduh audio dari laptop sayup-sayup menghilang. Ikut tersapu bersama kami yang sedang hanyut digulung gelombang. Gelombang nafsu.

(to be continued to Part III).

***​
 
Terakhir diubah:
PART III : The Foreplay

Tiba-tiba aku berhenti. Menatap matanya dan duduk di atas sofa.

"Kamu duduk di sini deh, Cha." ujarku memintanya duduk di pangkuanku. Yup, ini adalah salah satu gaya favoritku. Diapun menurut. Sekarang dia sudah duduk di atas pahaku, berhadapan. Bertatapan.

"Berat ya lo. Diet kek." kataku sambil meraba pantatnya.

PLAK!

Aku ditamparnya lagi. Tapi pipiku yang ditamparnya tadi langsung terobati dengan ciuman yang segera didaratkannya di tempat yang sama. Damn, this girl.

Intensitas kenakalan Icha memang meningkat drastis semenjak dia berkuliah di Jakarta dan menjalani hubungan dengan seorang pelaut muda. Mungkin semenjak putus dengan pacarnya itulah dia jadi ikut terjangkiti virus kegersangan yang biasanya diderita oleah para janda. Kevulgaran Icha kini jadi lebih dari sekedar bercanda.

Dikalungkan kedua lengannya ke leherku sambil menciumku dengan bertubi-tubi. Pipiku, bibirku, daun telingaku tak satupun luput dari jamahannya. Badannya bergoyang liar seperti sedang kerasukan. Selangkangannya bergesekan di pangkuanku. Penisku berdenyut.

Kubuka tanktop-nya yang berwarna merah hati itu. Terpampanglah sepasang tonjolan indah berbalut bra warna hitam di dadaku. Dia memang tak pernah menjawab ketika kutanyakan berapa ukurannya. Tapi kalau aku tidak salah tebak, mungkin sekitaran 34-36 C. Entahlah, aku tidak ahli di bagian ini.

Setelah istirahat beberapa detik dan menarik nafas panjang-panjang, Icha melanjutkan aksinya. Akupun tak mau kalah. Dari pinggangnya tanganku hijrah menyusuri punggungnya dan melepaskan bra yang sempat melilit tubuh bohainya.

Ku terkam kedua dada mekarnya dengan lembut. Ku remas perlahan. Ku jilat bagian areolanya yang kiri dan kanan. Mengitari putingnya yang sudah menegak sebelum akhirnya kuhisap seperti bayi yang kegerahan.

"Ah, zal..." Icha mendesah nikmat sambil menjambak rambutku.

Kubaringkan dan kutindih badannya. Lidah kami untuk ke sekian kalinya berbenturan lagi. Lagi dan lagi. Aroma shampoo di rambutnya yang masih basah sehabis mandi membuatku makin bersemangat.

Saat kugigit kecil daun telinganya, aku berbisik,
"Let me play with your labia, Cha."

Dia hanya menjawab dengan sengalan nafasnya.

Bibirku pun langsung merayap turun. Setelah singgah sebentar di dadanya, aku melanjutkan ke area pusar. Lalu turun lagi, dan bermain-main sebentar di bagian paha, sampai akhirnya tersesat di betis dan bagian belakang lututnya.

Kemudian aku meminta Icha untuk mengangkat sedikit pinggangya, agar aku bisa melucuti dengan mudah legging abu-abu gelapnya itu.

Bibirku dan bibir bawahnya pun akhirnya bertemu. Kini di depanku terdapat sebuah gerbang mungil yang sebentar lagi akan membawa kami menuju perjalanan paling menyenangkan.

"Wew...gue kira bakal lebat." tukasku bercanda.

"Berisik."
Kepalaku langsung ditekan ke arah vaginanya yang sudah sangat basah itu.

Mmhh...Harum, pikirku dalam hati.

Jika area selangkangan wanita diibaratkan daratan dengan kolam kecil di tengahnya, maka daratan milik Icha hanya ditumbuhi rerumputan halus. Rapi terawat tanpa ada ilalang atau semak belukar. Aku pun menjilati labia majora vaginanya itu dengan tempo yang lambat. Adagio Con Amore.

Sesekali lidahku bergerak melingkar, kadang membentuk angka delapan. Kadang ke atas dan ke bawah. Ku coba tuang semua kreatifitas yang ku punya.

Klitoris Icha berkedut-kedut tak tenang, pertanda nafsunya kian meradang. Dikangkangkan pahanya semakin lebar menantang. Hmm...Mungkin ini isyarat Icha ingin dijilati lebih kencang. Okay, fine, Cha. Here you go!

Lidahku pun menerjang. Ku petik dan ku gesek biji kelentitnya dengan lidahku bak violis dan pemain harpa di tengah penampilan orkestra.

"Ssssh, that's it, Zal! That's it! Aaah!"

Lidahku bermain cepat kali ini. Tempo musik "Flight of the Bumblebee", karya Rimsky-Korsakov seolah mampu ku tandingi.

Rinai hujan, gemercik bunyi vagina dan desahan bibir Icha terdengar harmonis sekali di sore itu. Sebuah mahakarya berupa simfoni erotis yang akan membuat setiap penis meronta di balik celana.

"Mmmhh...Zal...mmmh!" Icha menggigit bibirnya.

Sambil tetap mempertahankan tempo lidah, jari tengahku ku hantar masuk sampai menyeruduk langit-langit vaginanya. Setelah beberapa kocokan, jari manisku juga ikut menerobos ke dalam.

Icha menggelinjang tak terkendali. Mulutnya ternganga lebar. Matanya merem melek.

Dengan posisi Icha yang masih terlentang mengangkang di atas sofa, aku berpindah posisi dengan berlutut di lantai. Tanganku masih terus menancap dan mengobok-ngobok liang kenikmatannya.

Icha dibuncah nafsu. Diremas-remas payudaranya sendiri, dipilin juga puting-putingnya itu. Hoho! Kamu kenapa Cha?

Lalu ku tekuk kedua jariku menghadap ke arah atas langit vaginanya dan ku percepat permainanku. Icha pun terlihat tersiksa. Tersiksa dengan kenikmatan dahsyat yang sepertinya belum pernah dia rasakan. Oh, finally...Hasil pengembaraanku di google dengan keyword "how to finger a lady" terlampiaskan juga hari ini. Jika film porno adalah pendidikan, maka tubuh Icha adalah tempatku mengabdi.

"Arrhh, Zal! Aku hampir keluar!"

Lalu ku berikan dia getaran yang lebih hebat. Getaran yang merambat ke segala arah seolah gempa tektonik berskala besar sedang terjadi di vaginanya.

"Aaaah.... God... Aarrh...Mmmhmm."

Hal-hal seperti ini menurut para ahli, berpotensi squirting (sebuah bencana erotis yang paling ku nanti).

"Arrrrh... Sssh...!" Icha mendesis tak berdaya. Mata dan mulutnya kadang terbuka dan menutup tak berirama. "Aaaah! Zal!"

"Shhh...Zaal!"

"ZZAAA... " (Dan...yup! Icha orgasme dengan squirting yang cukup deras!) "...AAAL!" teriak Icha panjang sambil bergetar dan berangsur-angsur lemas sampai seolah tak mampu bergerak lagi. Aku tersenyum bangga. Kujilati semua cairan kemaluannya yang masih tersisa di jari tanganku.
Jujur, ini adalah achievement pertamaku. Aku belum pernah membuat wanita muncrat seperti ini. Sofa yang menjadi arena pertarungan kami sampai menjadi lembab sekali.

"Bangsat lo, Zal. Bajingan." Ujarnya sambil mengatur nafas dan tersenyum puas. FYI, in case kalian tidak paham, kalimat barusan dapat ditafsirkan dengan "sering-sering-giniin-gue-ya".

Woy, sadar! Dia sahabatmu!

Ah! Bodo amat. Bodo amat. Bodo amat.

(to be continued to Part IV).

***​
 
Terakhir diubah:
Lanjutkan gan... Jgn banyak bahasa inggrisnya ya... Gaptek bro... Hahaha...
 
bagus gan. cuma kalo banyak partnya kebanyakan ga minta momod atau mimin pindah ke cerbung gan? takut diapus nantinya
 
bagus gan. cuma kalo banyak partnya kebanyakan ga minta momod atau mimin pindah ke cerbung gan? takut diapus nantinya
Thanks sarannya gan, awalnya ane emang rencana bikin di cerbung, tapi setelah ane pertimbangin kayaknya bakal kentang sih kalo cuma 5 part. Dan setelah ane cek di rules cerita panas, ternyata ga masalah.

Rule no.8 : "... Untuk Cerita Panas Bersambung, penulis diberi dua opsi, posting di SF Cerita Bersambung atau di SF Daun Muda, Pemerkosaan, Sedarah, Fiksi dan Setengah Baya, dengan mempertimbangkan prioritas genre cerita".

Makanya ane putusin bikin di room daun muda. Tapi nanti kalo momod/mimin nyaranin pindah juga, yaudah sih hehe.
Oh ya, thanks udah mampir gan! :)
 
Thanks sarannya gan, awalnya ane emang rencana bikin di cerbung, tapi setelah ane pertimbangin kayaknya bakal kentang sih kalo cuma 5 part. Dan setelah ane cek di rules cerita panas, ternyata ga masalah.

Rule no.8 : "... Untuk Cerita Panas Bersambung, penulis diberi dua opsi, posting di SF Cerita Bersambung atau di SF Daun Muda, Pemerkosaan, Sedarah, Fiksi dan Setengah Baya, dengan mempertimbangkan prioritas genre cerita".

Makanya ane putusin bikin di room daun muda. Tapi nanti kalo momod/mimin nyaranin pindah juga, yaudah sih hehe.
Oh ya, thanks udah mampir gan! :)
eh lima part? kalo gitu kayanya ga masalah gan.
cuma ini masih di cerita normal gan. eh bukan masuknya cerita normal ya? (abaikan aja gan lancrotkan!)
 
Maapin ane huu...

Bukannya ane sok sotoy nih...

Cm kl mnrt ane sih, alur yg kek beginih mah sayang banget kl cm jadi cerpan...

Soalnya smua alur dibangun dgn sangat perlahan serta sangat halus...dan smua konflik atau isi konflik dr kejadian msh banyak banget yg bisa dikembangin...

Dari pertama ane baca...ini mah bkn lg "sekedar" kelas cerpan tp lebih menuju ke sebuah novel percintaan yg dibumbu adegan seks sekelas pengarang terkenal...

Btw, smua kembali ke niat awal suhu aja deh...

Ini jg cm saran ane yg sotoy...


*Sempak berlendir udeh ane paketin huuu...ditunggu updatenya..:beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
eh lima part? kalo gitu kayanya ga masalah gan.
cuma ini masih di cerita normal gan. eh bukan masuknya cerita normal ya? (abaikan aja gan lancrotkan!)

Hahahanjrittt...inilah kenapa Haji Rhoma ga kasih kita begadang. Padahal ane udah yakin banget tadi malam mau ngepost ini di sf daun muda.
:aduh:
Maafkan keteledoran nubi para suhu, momod dan mimin sekalian. Semoga ane ga melanggar rule. Kalo postingan nubi memang salah kamar, nubi rela thread ini dipindahkan

:ampun::ampun::ampun:
 
mantaaab gann ane kasih skor 9+++++
d tgu part 4-8 nya......kentang nih......kwkkwkw
Mangstab nih .. gelar tiker dulu ...
Lanjut gan
up up up lanjut gan
cerita bagus nih hu.. klo bsa kadang di bikin pov dari icha nya..

Terimakasih sudah mampir suhu. Btw dengan skill yang sekarang ini nubi cuma mampu bikin ceritanya cuma sampe 5 part. Segitu aja ane udah kewalahan.

Kalo untuk pov dari cewek, ane belajar2 dulu ya hu. Jalan berpikir cewek kan beda
:Peace:
 
Terakhir diubah:
Maapin ane huu...

Bukannya ane sok sotoy nih...

Cm kl mnrt ane sih, alur yg kek beginih mah sayang banget kl cm jadi cerpan...

Soalnya smua alur dibangun dgn sangat perlahan serta sangat halus...dan smua konflik atau isi konflik dr kejadian msh banyak banget yg bisa dikembangin...

Dari pertama ane baca...ini mah bkn lg "sekedar" kelas cerpan tp lebih menuju ke sebuah novel percintaan yg dibumbu adegan seks sekelas pengarang terkenal...

Btw, smua kembali ke niat awal suhu aja deh...

Ini jg cm saran ane yg sotoy...


*Sempak berlendir udeh ane paketin huuu...ditunggu updatenya..:beer:

Wah, terimakasih sarannya suhu. Nubi jadi tersanjung. :hore:
Tapi nubi emang hampir ga pernah bikin cerita sebelumnya, apalagi cerita dewasa, apalagi cerita dewasa yang panjang. Takutnya kalo dipaksain ceritanya malah berantakan. Jadi biarlah kali ini nubi coba-coba belajar bikin yang segini dulu. Lagian nubi udah terlanjur punya ide untuk cerita yang lain haha.

Sekali lagi terimakasih gan :beer:
 
PART IV: The Main Menu

06 September 2015
16.11 WIB


Setelah energinya kembali, Icha bangkit dan berlutut di depanku. Menatap mataku dengan tatapan binal yang tak dapat dikalahkan Miyabi sekalipun.

"It's my turn now." katanya sambil membuka celana jeansku. Mendengar itu saja penisku langsung tegang dan garang maksimal. Kata-katanya seolah mantra yang mampu menstimulasi saraf-saraf di organ reproduksiku.

Setelah itu Icha mulai menunjukkan kebolehannya dengan penuh khidmat dan kebijaksanaan (?), meredam kerusuhan yang terjadi di selangkanganku. Pengetahuannya tentang anatomi sangat berperan di sini. Setidaknya dia tahu bagian-bagian mana yang paling sensitif untuk dikerjai.

Icha mengawali atraksinya dengan mengecup batang kejantananku. Dikecupnya dari pangkal ke ujung, lalu kembali ke bawah lagi. Lalu Icha menjulurkan pelan lidahnya, menyapu seluruh bagian si junior termasuk di area lubang kencing. Uh!

Kemudian dilahapnya naik turun. Dikulum dan disedotnya sambil memberiku tatapan "do-you-enjoy-this?".

YES!

Aku mengerang nikmat. Seolah-olah ada sengatan listrik yang mengalir dari mulutnya.
"Sssh...Yes, Cha...suck it. Suck my dick like a porn star."

Icha merespon dengan menggenggam batangku lebih kencang. Ah! Dikocoknya harta pusaka sang Adam yang ada di antara pahaku itu. Lalu dikulumnya lagi seakan dirinya adalah anak kecil yang dihadiahi es krim pada hari yang panas.

Aku terpukau dengan kemampuan Icha yang begitu lihai mengatur dinamika permainan oralnya. Dia tahu kapan harus memvariasiakan kecepatan. Dia tahu kapan harus menjilat, mengulum, atau mengocok penisku sambil menebarkan senyuman yang begitu menggoda. Kalau saja aku sudah tidak sabar menikmati vaginanya, sudah kubiarkan spermaku meledak di detik itu juga.

"Belum mau keluar juga?" katanya tiba-tiba menghentikan performa fellatio-nya. Ah, hampir saja.

"...belum, Cha." jawabku gengsi.

"Yaaah...Pegel nih gue."

"Mm...Well? Shall we?" kutawarkan dia menuju ke menu utama dan mengajaknya berpindah lokasi, Icha mengangguk setuju.

"Lo bawa itu kan, Zal?"

"Yah, ga ada. Kan gue gatau kejadiannya bakalan kayak gini. Harus ya pake caps?"

"Ya wajiblah! Gue ga mau punya keturunan mirip elo!" timpalnya. Aku langsung cemas, hal yang aku harapkan sepertinya terancam batal. Padahal saat itu kami sudah berada di dalam kamarnya.

"Kidding, Zal. Just fuck me hard..." sambung Icha lagi sambil mengusap pipiku.

Mendengar itu aku langsung melumat bibir Icha dan merapatkan badannya ke dinding. Tanganku kembali menjelajah payudara dan lubang kenikmatan miliknya. Tidak lama kemudian, ku tuntun dia agar menungging di meja rias kamarnya itu.

JLEB. Si burung masuk ke dalam sangkarnya.
"Aaah...!"

Kudiamkan sebentar sebelum akhirnya ku sodok vaginanya yang sempit itu dengan segenap birahi yang ada.

"Yeah, yeah...Fuck me, Zal! Fuck me!"
"Ouuuhh...oouh...Don't stop! Mmmph!"

Icha meracau dengan segala elemen kejalangan yang bersemayam dalam badannya. Cermin di meja rias seolah-olah menjadi monitor yang menayangkan kelucahan kami.

"Ahh...Liat wajah lo, Cha. So bitchy...Aahh! Aah." bisikku sambil menghantam rongga di bawah perutnya itu.

Icha yang tadinya memejamkan mata meresapi guncangan dariku, lalu melihat ke arah kaca dan tampaklah bayangan sesosok wanita yang sedang disetubuhi oleh sahabatnya sendiri. Dia tersenyum nakal, langsung dimonyongkan bibirnya seolah sedang mengecupku. Ooh, fuck!

Kebinalan Icha membuatku hasratku bergelora. Ku tepuk pantatnya sebagai pertanda bahwa peperangan syahwat di antara kami kian bergejolak. PLAK! PLAK! PLAK! Kutikam Icha dengan penisku seperti seorang pejuang kemerdekaan dan bambu runcingnya. Icha yang selama ini menjajah anganku, takluk terkalahkan.

"Ouuuh, Zaaal...Aaah....Ahh!"

(to be continued to Part V).

***​
 
PART V: The War Still Rages
(FINAL PART)


Ekspresi wajah Icha membuatku tergiur tak tahan. Kubalikkan badannya dan lagi-lagi kusantap bibir Icha seolah dirinya adalah hidangan yang lezat.

Sambil tetap membiarkan bibir kami berpagutan, tiba-tiba Icha melangkah dan mendorong tubuhku pelan hingga ke tepi tempat tidur. Aku pun merubuhkan diri dan terbaring di sana. Lalu Icha naik dan duduk di atasku dengan posisi WOT. Sialnya, si junior tidak langsung ditancapkan ke dalam, tapi 'disiksa' terlebih dahulu dengan gesekan maju mundur yang lembut (damn, she knows how tease me). Untuk kali ini aku hanya pasrah saja membiarkannya memegang kendali.

Tidak berapa lama kemudian, setelah puas mengusapku dengan celah bibir bagian bawahnya, barulah akhirnya penisku diarahkan ke dalam lubang farjinya itu.

JLEB! Penisku melesap ke dalam vaginanya seolah ada gravitasi yang besar di sana. Lalu Icha mengerakkan pinggulnya perlahan dengan gerakan memutar.

"Agghh...Cha...meki lo enak banget."

Icha menyambut pujianku dengan sedikit mempercepat ayunan badannnya. Aku pun berpegangan di pinggul cap gitar spanyolnya itu, sambil sesekali menepuknya seperti rebana.

Jadi ini gitar Spanyol atau rebana, bro? Entahlah. Jangan banyak tanya. Mana bisa aku berpikir jernih di saat-saat seperti ini. Kan aku juga harus berkonsentrasi menyeimbangi gerakan Icha.

"Mmmh...Jepit kontol gue, Cha. Jepit sampe remuk!"

Ada satu hal yang paling aku sukai dari posisi WOT, dari bawah sini aku bisa menikmati pemandangan sensual yang sangat memanjakan mata dan pikiran cabulku. Dari bawah sini, siluet lekukan tubuh montok Icha tergambar dengan begitu menggairahkan. Ku perhatikan baik-baik, Icha yang sekarang ternyata jauh lebih seksi dibandingkan yang dulu. Lemak yang pernah ada tubuhnya mungkin sudah terkikis habis di kelas Yoga dan Muay Thai yang rajin diikutinya. Aku benar-benar terpana.

Selagi Icha sibuk menari di atas tubuhku, ku coba raih dan memilin kedua putingnya.

"Ah...aaah....Zal....ah!" Icha mendongakkan wajahnya ke langit-langit, seolah-olah bidadari yang sedang bersiap untuk terbang.

Frekuensi rangsangan yang ku berikan ke dadanya membuat amplitudo goyangan Icha sedikit menurun. Langsung ku peluk badannya yang tiba-tiba ambruk ke atasku. Tapi tetap saja, dengan kondisi seperti itu bokongnya masih aktif bervibrasi. Bahkan Icha malah mengecupku dengan buas. Aduh...aduh...Kamu baru minum obat apa sih, Cha?

Kulit Icha yang mulus menyatu dengan kulitku. Nafasku dan nafasnya saling beradu. Desahku dan desahnya saling menyahut seperti orang Melayu sedang berbalas pantun.

"Uhhh...Chaaa...agghh...!"
"Mmmh...Zalll...ahhh...aah...ah!"

Icha menghentikan goyangannya sejenak, mungkin dia lelah. Tanpa permisi aku langsung menggulingkan badannya dan berganti ke posisi Missionarist.

Ku bidik torpedoku ke terowongan yang bersembunyi di antara selangkangannya itu. Terowongan gelap dan lembap tempat sebagian besar nafsunya bermarkas. Ya, lagi-lagi vaginanya menjadi target operasi birahiku. Laksanakan!

Siap, ndan!

JLEB!

"Mmmph..." Icha hanya pasrah tergeletak. Tak mengelak.

JLEB. JLEB. JLEB.
"Oh...Zal...oouh..."

Terus kuserang vaginanya yang sudah berlumuran lendir itu secara kontinyu. Tiba-tiba Icha memberontak dan membalas dengan cakaran ke punggung, dililitkan pahanya ke pinggangku. Dipeluknya erat badanku lalu digigitnya bahuku . Oh, Jenderal! Perang semakin tegang!

"Aaaaah....ah...arrrgh"

Memang tidak ada banyak pilhan yang tersedia dalam perang biologis yang satu ini. Menggoyang atau digoyang. Mengecup atau dikecup. Menggerayangi atau digerayangi. Dengan berusaha untuk tidak panik, segera ku incar bibirnya. Salah satu bagian dari fisik Icha yang menjadi tempat persinggahan favoritku.

"Mmmph...mmmph..."

Suhu di luar yang dingin karena hujan secara paradoks malah membuat persenggamaan kami justru lebih memanas. Seolah kamar Icha memiliki iklimnya sendiri yang membuat nafsu kami semakin membara. Bunyi kecipak vagina Icha dan desahan kami berdua membahana ke segala sudut ruangan.

"aaaah...aaahhh"
"Aaaah...Zal, gue mau keluar! Gue mau keluar!"

Ku pompa sumur kecil di selangkangan Icha itu dengan semakin lincah sambil ku tatap matanya.

"Zaaaal...!"
Badan Icha mengejang, cairan orgasme Icha yang hangat itupun mengalir dari kanal vaginanya. Pertahanan terakhir Icha kembali runtuh menghadapi gempuran dariku.

Tak ingin ketinggalan, aku pun mempercepat laju gerakan menuju garis finish. Tiba-tiba akal sehatku untuk sepersekian detik bangkit kembali dan membuatku sadar tentang satu hal yang nyaris terlupakan. Aku tak pakai pengaman! Terpaan nafsu dan dinding vaginanya yang super licin itu sebentar lagi pasti akan membuatku tergelincir, jatuh ke dalam jurang mimpi buruk yang disegani para pejuang lendir : Married by Accident!

Oh! No! Spontan ku tarik penisku dari vaginanya sebelum terlambat. Icha langsung berinisiatif mengocok penisku dengan antusias. Aaaah! Beberapa saat setelah itu, dengan jumlah banyak sperma ku menyembur dan bersimbah di perutnya.

"Kok dikit keluarnya?"

Gubrak dah.
Seperti biasa, ledekan Icha selalu bisa merusak suasana. Padahal aku sedang asik merenungi ketegangan yang baru saja reda dari tubuhku.

"Mmm...gimana ya. Seminggu ini gue coli bayangin lo terus sih. Ga nyangka aja kita bakal ginian" jawabku santai sambil berbaring di sebelahnya.

"Eeuh, Izal! Cabul lo emang."

Lalu aku meminta Icha menghisap dan menghabiskan sperma yang masih menyelubungi di permukaan batang 'cerutu'ku, aku benar-benar berharap bisa punya adegan penutup yang keren.

"Ogah. Jijik. Lo kira gue artis bokep." tolak Icha mentah-mentah. Dia malah melempar satu pack tissue ke mukaku dan berlalu ke kamar mandi.

Sial.
***​


6 September 2015
16.28 WIB.



"Zal. Janji ya, no baper-baperan."

Kata-kata Icha membuyarkan aku yang sedang melamunkan kisah kecil hari ini. Aku langsung menyentil hidungnya.

"Dih! Kita tuh harus ke dukun dulu baru bisa baper-baperan." ujarku tersenyum menyeringai.

Jujur, aku juga tidak ingin ada kebaperan seberat biji zakarpun tumbuh di antara kami. Karena itu akan menjadi perjalanan metamorfosa yang kacau sekali. Dari sahabat menjadi partner seksual, lalu berubah lagi menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai. Duh.

Tapi aku tetap bisa memaklumi kegelisahan Icha. Tidaklah mustahil Tuhan menghukum kami dengan keklisean a la film "Friends with Benefit" macam itu. Sebab, jika nafsu adalah adalah penyakit yang bisa disembuhkan, maka cinta itu adalah kutukan yang tak bisa kita kendalikan. Siapa yang tahu kejutan apa lagi yang terjadi di depan, kan?

"Jawab dulu! Janji ya? Ya?" tanya Icha sekali lagi untuk memastikan.

"Iya, iya...! Janji. No baper-baperan." jawabku menenangkannya. Icha langsung tersenyum sambil memasang muka sok imut.

...dan, sial, melihat ekpresinya itu tiba-tiba nafsuku pun jadi bangkit kembali.

"Cha..."
"Ya, Izal?"
"Lagi yuk."




---( T H E E N D ? )---​

***​
 
Bimabet
Sekian cerita dari nubi, suhu. Bisa jadi ini cerita terakhir tentang Icha, bisa jadi akan dilanjutkan lagi. Tergantung suasana hati dan sejauh apa inspirasi yang ane punya :Peace:

Tapi yang jelas bakal ada cerita lain yang menyusul. Tunggu tanggal mainnya ya suhu
:beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd