Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Alkisah Di Desa Permai

Cerita manakah yang akan diterbitkan selanjutnya

  • Majlis Budak ( MC Nur )

    Votes: 388 58,4%
  • Sekolah Budak ( MC Intan )

    Votes: 220 33,1%
  • Serikan Budak ( MC Syifa )

    Votes: 56 8,4%

  • Total voters
    664
Bonus : Sumbangan

Sore itu kembali kajian digelar. Hari itu galiran adalah Bu Salma. Maka sejak azan ashar, kelompok pengajianku sudah berbondong-bondong mendatangi rumah Bu Salma.



“Assalamualaikum, ibu-ibu,”sapa Bu Salma ramah menyambut kedatangan kami semua dengan senyuman bersahabat.



“Waalaikum salam.”jawab kami semua serempak.



“Wah, ibu-ibu ini, cepet banget datengnya. Untung saya udah siapin hidangannya.”Bu Salma dengan senyuman lebar berujar.



“Kalau soal makanan mah, siapa yang bisa ngalahin Bu Salma,”timpal Bu Jannah seorang ustazah yang menjadi pengisi kajian kami.



“Bener tuh. Bu Riska aja sampai sengaja gak makan biar bisa habisin banyak makanan Bu Salma,”ujar Bu Lail.



“Eh, enak saja !”seru Bu Riska tak terima.



“Sudah-sudah, nanti gak selesai berantemnya,”ujarku menengahi.



“Oh ya, kok belum pada masuk ya.”ujar Bu Salma teringat sesuatu.”Ayo semuanya masuk. Protokolnya jangan lupa ya.”



Di dalam rumah telah terhampar sebuah karpet berwarna merah tipis. Di atasnya terhidang segala jenis makanan yang terlihat begitu menggugah selera. Namun bagian yang paling menarik adalah, telah ada belasan timun segar yang diletakan di nampan.



“Ayo ibu-ibu semua, mari kita semua lepaskan belenggu nafsu kita.”perintah Bu Jannah takzim.”Tapi tetap sisahkan jilbabnya. Mari kita tunjukkan kealiman sekaligus nafsu kita.”



Kami semua mengangguk dan segera melepaskan gamis yang kami pakai hingga menampilkan tubuh yang begitu indah yang tidak tertutup apa-apa lagi sebab Bu Jannah telah memerintahkan kami untuk tidak memakai daleman apapun sebagai wujud pengabdian kami sebagai budak. Namun meski begitu kami menyisahkan jilbab menutupi rambut kami dan hanya disampirkan ke bawah sehingga toked kami dapat menggantung bebas tanpa tertutup apa-apa lagi.



Kami kemudian mengambil masing-masing 1 timun dan mengambil posisi duduk melingkari hidangan. Perlahan kami masukan timun itu menembus bool kami hingga cukup dalam dan membuat kami menejerit. Usai memastikan timun itu mantap terjepit di antara bongkahan pantat kami, barulah kami mengambil posisis duduk. Tentu saja posisi itu membuat timun itu mendorong lebih dalam.



“Baik ibu-ibu semua,”kata Bu Jannah menarik perhatian. Dia juga berpenampilan sama seperti kami dengan tubuh mulus tidak tertutup apapun melainkan hijab lebar berwarna hitam yang kontras dengan kulitnya yang disampirkan ke belakang.”Sebelum kita mulai kajian ini, mari kita saksikan dulu sesi motivasi yang akan dibawakan oleh Bu Lail dan Bu Riska.”



Kami semua bertepuk tangan menyambut Bu Lail dan Bu Riska yang beranjak beridiri di bagian yang agak renggang dengan senyum genit. Kedua sosok akwat itu saling tatap dengan pandangan penuh nafsu seolah ingin melahap orang di depannya.



“Baiklah, mulai !”



Setelah mendengar aba-aba itu, Bu Lail yang punya tubuh lebih besar langsung menerjang Bu Riska hingga terjatuh. Mulut Bu Lail langsung melahap mulut Bu Riska dan menghisapnya hingga Bu Riska megap-megap mencari udara. Lidah Bu Lail kemudian terjulur masuk ke dalam mulut Bu Riska dan mulai memelintir lidah Bu Riska.



Merasa kalau dirinya terus di desak, Bu Riska mengambil inisiatif meremas toked besar Bu lail hingga dia menjerit kenikmatan dan melepaskan pautan mulutnya.



“Ahhhhhh, jangan di remes….”



Bu Riska dengan abai terus meremas kuat kedua toked Bu Lail. Kini situasi berbalik. Bu Riska berhasil membalik tubuh Bu Lail dan kini dia berada di atas dan melanjutkan remasan di toked besar Bu Lail. Sesekali mulutnya juga bergerak menciumi Bu Lail membuat Bu Lail yang tak kuat dengan rangsangan yang diberikan akhirnya mencapai klimaksnya.



Kami semua yang menyaksikan tanpa sadar mulai bermastrubasi. Tangan kami lincah bermain mulai dari menggesek hingga keluar masuk melewati jepitan memek kami sendiri. Mendengar serta menyaksikan permaianan Bu Lail dan Bu Riska membuat nafsu kami terangkat.



Beginilah suasana baru di kelompok pengajian Bu Jannah. Kami semua kini tanpa malu lagi menampilkan lekuk tubuh dan melepaskan nafsu hewani yang sebelumnya coba kami sembunyikan rapat-rapat. Setiap kajian, kami selalu telanjang bulat dengan menyisakan jilbab serta memasukan benda-benda tertentu ke anus kami. Kami juga mengadakan permaian lesbian yang dikatan Bu Jannah dapat menaikkan gairah semangat kami dalam mengikuti kajian.



Setelah permainan panas itu selesai, kajian diambil kembali oleh Bu Jannah. Materinya adalah kehormatan seorang muslimah. Tubuhnya yang sintal terlihat bergoyang seksi seiring bibirnya yang mengucapkan beberapa petuah nasihat yang sangat berkebalikan dengan keadannya sendiri.



“Jadi ibu-ibu, kehormatan kita sebagai wanita adalah dengan melayani nafsu para lelaki. Karena itu ibu harus melepaskan nafsu yang selama ini terpendam agar menjadi lebih binal dalam melayani lelaki. Kita juga harus mengabdikan segenap jiwa dan raga kita agar dapat melayani para lelaki dengan penuh totalitas.”



“Bu, bukannya kalau begitu kita akan jatuh dalam dosa ya ?”tanya salah seorang jamaah.



“Dosa itu justru kalau kita tidak bisa melayani kaum lelaki. Karena itu, jangan sampai rasa malu menghali ibu-ibu dalam mengungkapkan nafsu yang sudah digariskan pada kita semua.”jawab Bu Jannah penuh wibawa. Suatu ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran yang selama ini dia ajarkan pada kami semua.



Setelah kajian, kami mulai menyantap hidangan yang sudah disajikan oleh Bu Salma sambil berceloteh ringan. Beberapa dari kami bahkan sempat bercanda dengan menyentil putting milik ibu-ibu yang lain.



“Hemmm, sirup ini enak banget bu,”komentarku sambil menikmati sirop orange yang disajikan.



“Enak kan bu. Itu pakai kencing anak saya loh,”jawab Bu Salma.



“Ah, masih enakan kencingnya ayah saya. Dia lebih mateng.”Bu Riska tak mau kalah.



“Enakan anak saya lah.”Timpal Bu Lail yang merasa tersaingi.



“Udah-udah, nanti gak ada selesai-selesainya debat.”ujar Bu Jannah menenagahi.”Oh ya ibu-ibu, jadi berhubung uang kas halaqah kita sudah banyak, saya ingin mengusulkan supaya kita menyalurkan uang kita pada yang membutuhkan.”



“Hmmm, saya setuju. Tapi mau disalurkan ke mana ?”



“Karena itu saya mau bahas bareng ibu-ibu sekalian.”



“Gimana kalau disalurkan aja ke pemulung dan pengemis di pinggir jalan kayak biasa.”usul Bu Riska.



“Gak ah. Masa mereka terus yang dapet.”tanggap Bu Lail tak terima.



“Itu benar. Kita harus beda kali ini.”



“Bu, kalau saya usul, gimana kalau uang sumbangan ini kita kasih ke para PSK.”usulku angkat suara.



Semua orang menatapku dengan tatapan heran. Mereka tak menyangka kalau aku akan mengusulkan PSK yang selama ini dianggap sebagai golongan najis.



“Kenapa begitu ?”

“Berini, selama ini kita terlalu menganggap diri kita suci dan abai kalau sebenarnya para wanita yang menjajakan tubuhnya untuk dinikmati orang lainlah yang sebenarnya terhormat. Mereka telah terlebih dahulu membuang rasa malu agar tubuh mereka bisa dijamah dengan bayaran yang kecil. Kita harusnya malu pada mereka. Karena itu, saya mengusulkan supaya kita menyerahkan sumbangan pada mereka sebagai bentuk permintaan maaf juga karena menganggap mereka wanita hina.”



“Betul juga. Kita harusnya menyerahkan mereka sumbangan untuk membantu kehidupan mereka yang juga pas-pasan.”Bu Jannah mengangguk-angguk setuju.



“Kita juga gak hanya memberikan sumbangan. Saya sarankan kita juga harus melayani para gelandangan, pengamen, preman, pengemis, dan pemulung dengan harga murah. Kita harus menyedakhkan tubuh kita pada kalangan bawah yang belum tentu bisa menikmati kenikmatan birahi dari orang-orang kaya. Nanti hasilnya kita serahkan pada para PSK di sana. Ini juga akan mengangkat martabat mereka dan menyiarkan kalau pekerjaan PSK itu tidak kotor.”



“Wah, saya setuju banget sama usulan Bu Nur. Saya juga kepengen memek saya dimasukin banyak kontol.”Bu Riska menanggapi dengan mata berbinar.



“Ah, kau aja yang doyan kontol. Emang kontol bapakmu gak cukup apa ?”



“Bapak mah udah tua. Staminanya udah senin kamis. Padahal aku pengen banget ngeseks terus.”jawab Bu Riska.”Boleh ya ustazah. Itung-itung kita sekali-kali gak sedekah uang tapi tubuh kita.”



Bu Jannah nampak berpikir sejenak tapi kemudian dia tersenyum sambil mengangguk.”Baiklah, kalau begitu kita sepakat ya, kita akan mengadakan bakti sosial membantu para PSK sekaligus menginfaqan tubuh kita untuk dinikmati golongan miskin.”





Pagi itu, ketika para pria sudah pergi ke ladang, Bu Jannah memimpin sendiri belasan ibu-ibu yang akan mengantarkan berbagai paket sembako. Sesuai kesepakatan, kami semua akan berangkat ke salah satu kawasan lokalisasi milik Bu Susi yang merupakan mami yang mengawasi para lonte di sana.

Setelah menunggu agak lama, akhirnya transportasi kami datang. Karena cukup banyak barang yang harus di bawa, jadi kami meminta bantuan pada tentara untuk mau meminjamkan truknya untuk dipakai kami mengantar kami dan bantuan. Awalnya para tentara itu menolak namun berkat sedikit rayuan, akhirnya para tentara itu bersedia mengantar kami.



Ada 2 buah truk berkuruan sedang yang ditutupi semacam kain bahan tenda seperti layaknya truk pengangkut prajurit. Dari bagian supir, keluar 4 orang tentara dengan badan kekar. Salah seorang tentara dengan tubuh besar dan kulit gelap mendekati kami. Dari penampilan serta tanda pangkatnya, aku bisa menebak kalau dia adalah pemimpin tentara yang datang. Tanpa kusangka, Bu Jannah langsung balas mendeketinya dan merangkul tubuhnya.



“Sayang kok lama sih ?”tanya Bu Jannah yang dengan mesra mencium mesra sang komandan tanpa merasa risih apalagi malu.



“Maaf ya ustazah, kita isi bensin dulu,”jawab sang komandan sambil balas menciumi Bu Jannah hingga tanpa disadari Bu Jannah, wajahnya mulai dipenuhi liur sang komandan. Tak Cuma itu saja, sang komandan juga meremas keras toked Bu Jannah dari balik gamisnya hingga Bu Jannah menggelinjang kenikmatan.



“Ah, aku gak mau tahu. Tau gak, aku haus banget tahu nungguin kamu.”



“Oh, ustazah sayang haus toh ?”Tanya sang komandan sambil melepaskan ciumannya. Tangannya segera menarik resleting celanananya dan mengeluarkan sebuah kontol besar yang agak melengkung di depannya.”Nih, sebagai permintaan maaf akan saya beri kencing saya untuk ustazah minum.”



Dengan riang Bu Jannah langsung saja duduk bersimpuh di depan kontol besar sang komandan. Setelah mengeden sejenak, memancarlah aliran air berwarna kuning pucat yang langsung masuk ke mulut Bu Jannah yang terbuka. Seperti kehausan, Bu Jannah terus meneguk air kencing itu hingga habis. Bahkan Bu Jannah menjilati sisa kencing yang ada di kontol serta rerumputan di bawahnya.



“Em, enak banget kencingmu sayang. Kayak ada asin-asinnya.”komentar Bu Jannah sambil menjilati rerumputan untuk mencari sisa air kencing sang komandan.



“Iya dong. Kencing tentara mah beda.”Tawa komandan kencang melihat tinggak Bu Jannah yang sebenarnya adalah sosok yang harus dihormati namun kini bersimpuh meminum kencing bahkan menjilati sisa kencingnya.



Kami semua yang melihat hal yang memalukan itu justru menjadi terangsang. Menyaksikan sendiri Bu Jannah yang merendahkan dirinya demi bisa mendapatkan minum berupa air kencing mematik rasa iri. Ingin rasanya aku meminum air kencing langsung dari sumbernya namun Bu Jannah mengisyaratkan kalau dia ingin melayani para tentara itu dahulu.



“Bos gantian dong, kita juga pengen nikmatin tubuhnya ustazah nih,”tegur salah satu tentara yang sepertinya sedang ngaceng berat.



“Bentar…ahh…lagi enak….ahhh”jawab si komandan sambil terus mendesah tak kuat menahan nafsunya yang sudah sedemikian terangsang oleh permainan mulut Bu Jannah.



“Ah bos curang nih,”tukas anak buahnya tak terima.



“Ah, kalau bapak-bapak sekalian mau, gimana kalau saya layani saja bapak-bapak sekalian bersamaan.”jawab Bu Jannah dengan muka genit.



“Bener nih bu ?”tanya salah tentara tak percaya.



“Iya, nanti saya kasih servis spesial untuk bapak-bapak gagah sekalian. Pokoknya gak nyesel deh.



Dengan bersorak riang ketiga tentara itu mulai mendekati Bu Jannah dan mengelilinginya dengan kontol-kontol yang tegak mengacung. Kedua tangan Bu Jannah dengan cepat mulai memainkan kontol yang gagah tersebut dengan sepenuh hati. Tangannya naik turun membelai batang kontol itu dengan sesekali remasan serta permainan jari di ujung kontol. Tak cukup sampai disitu, tangan Bu Jannah juga sesekali memainkan buah zakar tentara tersebut seperti memainkan bola. Sementara mulut Bu Jannah dengan lihat bergantian menjilati dan mengulum kontol si komandan dan salah satu prajuritnya.



Usai permainan yang sangat erotis itu, kami semua akhirnya berangkat menggunakan kedua truk itu setelah sebelumnya kami dibantu para tentara mulai mengangkat bahan-bahan sembako yang akan kami sumbangkan ke dalam truk.



Sepanjang kegiatan kami itu juga tentara tanpa malu melecehkan kami. Tangan para tentara itu dengan iseng menjamah pantat dan toked kami. Telapak tangan tentara itu tanpa takut meremas-remas bagian yang seharusnya kami lindungi.



Hal itu seharusnya membuat kami menjerit marah namun anehnya kami merasa begitu menikmati perlakuan yang begitu melecehkan tersebut. Kami merasa sebagai budak, kalau tindakan pelecehan seksual seperti itu justru merupakan wujud dari penghormatan pada status kami yang merupakan budak pemuas birahi.



Truk berjalan pelan menelusuri jalanan semi aspal yang agak berbatu. Kami semua duduk berjejalan bersama barang sumbangan di bagian belakang truk. Matahari yang beranjak terik membuat kami lebih mudah keringatan di dalam bak truk yang pengap.



Karena tak kuat dengan panas tersebut, kami beramai-ramai melepas gamis kami hingga terpampanglah tubuh sintal dan seksi kami semua yang mengkilap karena keringat. Beruntung bagian belakang tuk tertutup sehingga tubuh menggoda kami tidak dapat dilihat begitu saja oleh pengguna jalan.



“Aduh, tubuh Bu Salma keringatan banget nih,”sapaku menghampiri Bu Salma yang sejak tadi diam saja.



“Iya nih. Saya gak kuat panas nih.”



“Gimana kalau begini….”Secara tiba-tiba aku menerkam tubuh Bu Salma dan mulai menjilati seluruh keringat yang ada di tubuhnya. Awalnya Bu Salma terlihat begitu terkejut dengan gerakan tiba-tibaku. Namun itu semua berubah menjadi desahan nikmat.



“Ahhh….lagi bu….ahhh….jilatin memekku.”Aku dengan girang menjilati memek Bu Salma yang mulai basah. Sesekali aku menghisap memek Bu Salma yang tercukur bersih untuk mendapatkan cairan kenikmatannya. Ah, sungguh nikmat sekali bisa menikmati keringat dan cairan orgasme Bu Salma meski terasa agak asam dan asin.



Melihat tingkah kami, ibu-ibu lainnya mulai mengikutinya juga. Mereka mulai saling menjilati tubuh satu sama lain yang berkeringat deras hingga tubuh kami yang sebelumnya mengkilat karena keringat kini berganti basah oleh air liur.



Akhirnya setelah perjalanan yang cukup “panas” tersebut kami akhirnya tiba di salah pusat lokalisasi di kota kami. Tempat itu terkesan begitu kumuh dan terbelakang dengan berbagai rumah yang dibangun berdekatan. Truk berhenti di salah satu tanah lapang tersedia.



Kami semua segera turun tanpa mengenakan gamis kami lagi sehingga tubuh telanjang kami dapat terlihat jelas tanpa ada yang menutupinya sebab jilbab lebar kami telah disampirkan ke belakang sehingga siapapun dapat menikmati tubuh kami tanpa halangan.



Beberapa penduduk mulai mengerbungi kami. Sebagian besar dari mereka adalah para lonte yang menjajakan tubuh mereka demi sesuap nasi. Mereka datang dengan baju berbahan minim yang menampakkan tubuh mereka dengan jelas serta dandanan menor untuk menutupi kerutan di wajah mereka. Mereka sepertinya cukup heran melihat ibu-ibu berjilbab lebar namun telanjang di bawahnya itu berdiri menurunkan sembako.



“Halo Nur,”sapa seorang wanita paruh baya. Begitu melihatnya, aku buru-buru langsung merangkak dan mencium kakinya dengan penu hormat.



“Salam pada Nyonya Susi dari budak hini,”kataku merendahkan diri di hadapan salah seorang mami yang menjadi bos para PSK di sini.



“Wah, kamu benar-benar dateng ya ?”tanya Bu Susi memperhatikan rombonganku.



“Tentu saja Nyona,”jawabku takzim.



“Jadi ini Nyonya Susi yang kamu bicaraain itu Nur,”tegus Bu Jannah yang tahu-tahu saja sudah ada di sampingku.



Aku sejenak bangkit dari sujudku dan menoleh ke arah Bu Jannah.”Benar. Dia adalah wanita mulia yang memberikan pekerjaan bagi para wanita mulai untuk bisa menjajakan tubuh mereka agar bisa dinikmati kaum lelaki.”



“Oh, hebat sekali ya Bu.”ujar Bu Jannah kagum.



“Ah, enggak juga. Biasa aja kali.”jawab Bu Susi sambil tertawa kecil.



Bu Susi menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Bu Jannah namun Bu Jannah cepat-cepat berlutut di depan Bu Susi dan mencium kakinya.”Budak hina ini tak pantas mencium tangan mulia Nyonya Susi. Budak hina ini hanya pantas mencium kaki, memek dan juga pantat suci milik Nyonya.”



“Eh, kok gitu ?”



“Hamba ini terlalu hina untuk disentuh oleh tangan Nyonya yang begitu mulia. Cukup dengan mencium kaki Nyonya saja itu sudah merupakan rahmat untuk hamba.”



Bu Susi tertawa melihat seorang ustazah yang selama ini begitu dihormati dan terkenal karena kealimannya merendahkan diri di hadapannya bahkan sampai mencium kakinya.



“Eh, tunggu sebentar ya, saya kebelet nih.”



“Tidak perlu ke toilet Nyonya. Kalau Nyonya berkenan, kencinglah di mulut hamba. Tolong izinkan hamba meminum air sucimu.”



Lagi-lagi Bu Susi hanya bisa menggeleng-geleng melihat sikap Bu Jannah. Akhirnya Bu Susi jongkok dan membuka celana dalamnya. Sementara itu Bu Jannah berbaring di tanah dengan mulut terbuka membiarkan air kencing yang dikeluarkan Bu Susi masuk ke mulutnya.



“Ah, enak sekali. Oh ya, sebagai terima kasih karena sudah mau jadi toilet saya, nih saya ada hadiah buatmu.”Bu Susi perlahan meraih celana dalamnya dan mulai mengusap memeknya yang masih basah. Kemudian dia menyerahkan pada Bu Jannah.”Pakai di atas jilbabmu ya.”



Seperti mendapatkan berkat, Bu Jannah langsung saja memasang celana dalam kuning itu ke atas jilbab birunya. Setelah itu dengan perlahan Bu Jannah kembali mencium kaki Bu Susi.”Terima kasih atas hadiahnya Nyonya.”



“Memang hebat. Gak kusangka akhwat yang terkenal alim bisa jatuh menjadi budak seperti ini.”



“Nyonya, sebelumnya saya mewakili kelompok pengajian saya ingin meminta maaf.”



“Soal apa ?”



“Kami selama ini menganggap kalian wanita najis padahal kalianlah wanita mulia yang mau membuang malu demi melayani para lelaki. Kami selama ini telah menjadi munafik dan mengabaikan tugas kami yang seharusnya melayani kaum lelaki. Karena itu, sebagai permohonan maaf, kami menyerahkan sembako hasil sumbangan kami. Tak Cuma itu, kami juga akan menyajikan tubuh kami untuk dinikmati masyarakat kelas bawah. Nanti hasil menjual tubuh kami akan disumbangkan sepenuhnya untuk para PSK di sini.”



“Oh bagus itu.”sahut Bu Susi berbinar.”Dengan begitu kalian bisa sadar kalau kalian selama itu hina dan kamilah para wanita mulia itu.”



“Silahkan diambil sumbangannya,”perintah Bu Jannah pada kami semua. Dengan senang hati kami semua mulai mengangkat kardus-kardus berisi bahan makanan pokok untuk diberikan pada para PSK yang mangkal di sini. Terlihat para PSK itu sangat senang bisa mendapatkan sembako terlebih itu berasal dari sumbangan ibu-ibu alim.



Setelah itu, kami semua diajak Bu Susi ke salah satu sudut lokalisasi. Di sana terdapat sebuah panggung sederhana dengan speaker besar. Bu Susi menyuruh salah seorang untuk menyalakan sound system dan Bu Susi segera mengambil alih mic.



“Bapak-bapak, ayo datang, ada penampilan spesial di panggung utama !”serunya memberikan pengumuman.



Tak selang lama, telah berkumpul puluhan atau bahkan ratusan pria. Mereka semua sebagian besar berpenampilan kumal dan bau. Kulit mereka gelap terbakar matahari. Mereka berasal dari kalangan pinggiran seperti pemulung, pemgemis dan tukang becak.



Mereka semua terlihat begitu terkejud melihat sekumpulan ibu-ibu yang bugil tapi masih mengenakan jilbab yang disampirkan ke belakang. Liur mereka seakan menetes melihat kami yang sudah berbaris di atas panggung tanpa menutupi tubuh kami.



“Nah, bapak-bapak sekalian, siang ini kita kedatangan tamu jauh-jauh dari Desa Permai. Mereka ini kelompok pengajian loh.”



Para hadirin sontak bersuit-suit sambil menatap takjub melihat sosok wanita yang selama ini taat pada ajaran agama kini berdiri memampangkan auratnya dengan jelas. Kami semua bukannya risih ditatap dengan tatapan penuh nafsu seperti itu justru merasa bangga karena tubuh kami dapat dinikmati oleh khalayak ramai.



“Nah, mereka yang selama ini begitu alim beribadah sekarang akan menginfakan tubuhnya agar bisa dinikmati oleh bapak-bapak sekalian. Nah, sebelum itu, mari kita semua nikmati tarian mereka.”



Musik dinyalakan berdentum-dentum. Kami semua mulai menari mengikuti irama musik. Demi penampilan ini, kami bahkan sampai rela menonton berbagai video biduan yang berjoget berkali-kali serta berlatih setiap malam agar bisa memberikan penampilan yang memuaskan.”



Terliha Bu Lail bergoyang seksi di pinggir panggung sambil berjongkok sehingga pantat semoknya bisa dielus oleh para penonton yang mendekat. Sesekali Bu Lail menoleh ke belakang menyaksikan bagaimana pantat mulusnya dapat dinikmati orang banyak



Tak mau kalah, Bu Riska meliukkan tubuhnya bagaikan ular. Perutnya meliuk sempurna mengikuti alunan musik disertai goyangan pantat hingga membuat para penonton meneguk ludah tak kuat melihat tubuh sempurna Bu Riska bergoyang.

Sementara itu Bu Salma terlihat memainkan tokednya dengan nikmat. Tangannya berkali kali mengusap, meremas, hingga memelintir putingnya. Sesekali dia menunduk ke depan membiarkan tokednya yang menggantung dapat dimainkan juga oleh para penonton.



Kami terus menari diiringi musik meliukkan tubuh memamerkan keseksian tubuh kami. Hingga entah siapa yang memulainya, tiba-tiba beberapa orang menaiki panggung secara paksa. Mereka menanggkapi kami dengan kasar dan tahu-tahu langsung memasukan kontolnya ke semua lubang kami.



“Ahhhh….ahhh…ahhhh….”Desah beberapa ibu-ibu yang pantatnya dengan kasar di tusuk tanpa ampun.



Sekilas aku menoleh ke Bu Jannah yang sedang dipaksa menaik turunkan tubuhnya sementara sebuah kontol telah menancap ke memeknya. Tangannya juga dipaksa untuk memberikan servis pada dua orang di sampingnya. Sementara itu mulutnya tersumpal sempurna oleh sebuah kontol sedang kepalanya di maju mundurkan mengikuti irama musik.



Kami semua terus berpesta di atas panggung. Mengabaikan rasa malu apalagi moral. Dalam pikiran kami hanyalah berusaha untuk memuaskan nafsu para lelaki.
Master, maap lancang. Ada gak pov penulis? :ampun:

Ane agak bingung apa ini pov perempuan apa laki
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd