Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Alkisah Di Desa Permai

Cerita manakah yang akan diterbitkan selanjutnya

  • Majlis Budak ( MC Nur )

    Votes: 388 58,4%
  • Sekolah Budak ( MC Intan )

    Votes: 220 33,1%
  • Serikan Budak ( MC Syifa )

    Votes: 56 8,4%

  • Total voters
    664
Pengorbanan



Sore itu, aku langsung disuruh menuju rumah Citra. Rumahnya sendiri terletak diujung desa sehingga butuh waktu yang cukup lama bagiku untuk berjalan kaki ke rumahnya.



Rumah Citra bisa dibilang cukup bagus meskipun mungil. Rumah itu berdiri dengan dinding permanen bercat krem. Di depannya ada sebuah halaman kecil yang hanya ditumbuhi rumput dan bunga. Rumah Citra cukup terpencil dengan rumah penduduk lain sehingga rumah itu seakan berdiri di tengah hamparan ilalang.



Begitu sampai, aku melihat Citra yang duduk santai di atas kursi di teras. Dia mengenakan kaus bewarna putih dan celana hotpants bewarna hitam. Tatapan sinis segera terpasang di wajahnya ketika melihat kedatanganku.



“Wah, wah, kayaknya adayang telat nih,”kata Citra sambil menyilangkan kakinya angkuh.



Aku yang sadar segera menjatuhkan diriku bersimpuh di depan kakinya. Seperti layaknya budak yang layak, aku mencium kakinya meskipun tercium sedikit bau masam akibat terlalu lama mengenakan kaus kaki di sekolah.



“Maafkan budak hina ini, Nyonya.”




“Enak aja. Memang budak bisa dimaafkan tanpa dihukum, hah.”Dengan kasar kaki Citra terayun hingga aku terhempas.



“Tidak nyonya.”Cepat-cepat aku bersujud di hadapan Citra.”Tolong hukum budak ini atas kelancangannya.”



“Bagus sekarang lepas semua baju lu.”perintah Citra.



Dengan cepat aku segera membuka semua bajuku. Dimulai dari jilbabku, kemeja, rok, serta daleman hingga aku sekarang duduk bersimpuh tanpa sehelai benangpun yang menutupi.



Citra merampas paksa semua bajuku kemudian melemparkannya ke halaman. Dia melemparkan korek padaku dan memerintah,”bakar semua bajumu.”



“Tapi nyonya….”



“Apa kudengar, tapi.”Citra tersenyum sinis menatapku yang kebingunan.”Memangnya budak berhak pakai baju.”



“Tapi bagaimana saya kembali ?”



“Itu sih urusanmu. Pokoknya begitu sampai dirumahku, semua bajumu harus dibakar.”



Aku duduk diam tak mampu bergerak. Kekhawatiran muncul di pikiranku karena dipaksa membakar semua baju sementara aku tidak membawa baju lain sesuai perintah Citra.



“Kenapa lama banget mikir. Cepet bakar.”



Akhirnya dengan tangan bergetar aku mengumpulkan kembali semua potongan bajuku dan menyalakan korek. Aku hanya bisa menahan nafas melihat api yang melahap cepat semua bajuku



“Nah, begitu dong.”ujar Citra puas melihat satu-satunya bajuku kini terbakar.”Selama 3 hari dirumah ini, jangan berpikir buat pakai baju kecuali kuizinkan.”



“Baik nyonya.”kataku pasrah membayangkan 3 hari kedepan tanpa satupun kain yang melekat.



Sesuai kesepakatan yang kubuat waktu itu, aku akan berada di rumah Citra dan sipa melayaninya sebagai budaknya selama 3 hari yaitu dari jumat sampai minggu. Awalnya aku keberatan dengan hal itu karena akan memangkas waktuku bersama Tuan Haris dan membuat kewajiban di hari minggu menjadi lonte di kota tidak terlaksana. Namun dengan lapang hati Tuan Haris mengizinaknnaya.



“Oh ya, sebelum kamu masuk rumah kamu harus dandan dulu.”



“Dandan ?”Tanyaku tak mengerti.



“Iya pakai itu,”Citra menunjukkan tumpukan abu bekas membakar pakaiaanku.”Lumuri semua tubuhmu dengan abu itu.”



Dengan pasrah aku mulai mencolek tumpukkan abu itu dengan tanganku dan mengoleskannya ke seluruh badanku hingga semua badan termasuk wajahku menghitam oleh jelaga. Hanya tersisa gigi dan mataku saja yang tidak terkena abu itu.



“Nah begini kan cantik.”komentar Citra melihatku yang sebelumnya berkulit cerah menjadi hitam layaknya hantu.”Lihat, aku masih baik kan biarin kamu pakai abu bekas bajumu.”



“Iya Nyonya terima kasih.”



“Ya sudah ayo masuk.” Perintah Citra. Aku segera bangkit dari dudukku dan berjalan masuk ke rumah.



“Eh, siapa yang suruh pakai kaki.”



“Maaf nyonya.”Aku segera merangkak layaknya anjing kemudian mengikut Citra masuk ke rumahnya.



“Ingat, kau di sini tak berhak berjalan dengan dua kaki kecuali ku suruh. Paham !”



“Iya Nyonya.”jawabku patuh.



Citra mengajakku berkeliling menunjukkan seisi rumahnya. Rumahnya sendiri hanya memiliki sebuah kamar, dapur, ruang tamu, dan kamar mandi. Meskipun terkesan mungil, rumah itu terlihat begitu rapih dan indah.



“Nah sekarang, semua pekerjaan rumah di sini bakalan dikerjain sama kamu. Aku sih punya pembantu tapi selama 3 hari ini pekerjaannya kamu yang kerjain.”



“Baik nyonya.”jawabku pelan sambil membayangkan kekejaman Citra berikutnya.







Hari-hariku sebagai budak dari Citra terasa begitu menyakitkan. Berbeda ketika melayani Tuan Haris yang kujalankan dengan penuh cinta, ketika melayani Citra, aku hanya merasakan keterpaksaan. Meskipun menerima siksaan yang tidak terlalu jauh, rasa terpaksa itu membuatku merasa begitu sakit.



Hari dimulai pukul 3 pagi itu. Jauh sebelum ayam jantan berkoko menandakan datangnya pagi, aku sudah harus bangun tanpa alarm. Jika tidak, aku akan mendapatkan hukuman berat dari Citra.



Setelah bangun, aku bergegas membesihkan seisi rumah. Tentunya semua pekerjaan kulakukan dengan merangkak dan telanjang.



Ketika menyapu, aku menggunakan gagang sapu yang yang sudah dipendekkan. Kemudian dengan menggigitnya, aku mulai merangkak membersihkan seisi rumah. Debuh yang kukumpulkan kemudian disapukan ke seluruh tubuhku. Karena itu, aku sering terbatuk-batuk karena begitu banyaknya debu yang masuk ke hidungku.



Ketika mengepel, aku juga menggunakan gagang yang dipendekkan. Namun kali ini ujung gagang pel dimasukkan ke memekku. Kemudian dengan posisi yang juga merangkak, aku mulai berjalan mengelilingi rumah. Gagang pel dengan kuat masuk hingga menerobos rahimu membuatku begitu kesakitan dan sulit bergerak. Namun dengan sepenuh tenaga aku terus memaksa tubuhku mendorong pel yang berarti semakin memasukkan gagang pel ke memekku.



Khusus ketika membersihkan kamar mandi, aku pertama akan membasahi semua lantai. Kemudian aku akan menyiramkan cairan pembersih khusus yang tidak berbahaya bagi kulit di tokedku. Setelah itu aku akan menyikat semua lantai dengan tokedku termasuk wc. Karena perbuatan itu, aku sering mendapati tokedku yang memerah. Tak cukup sampai disitu, setelah kubilas semua lantai dengan air, aku harus mengeringkannya dengan rambutku.



Setelah beres-beres rumah yang begitu menyiksa, aku akan membangunkan Citra. Cara membangunaknnya juga tak sembarangan. Pertama aku harus mencium takzim kakinya dan mengusapkan seluruh wajahku di telapak kakinya. Kemudian aku akan menghisap memeknya dari luar celananya hingga dia terbangun. Jika Citra merasa terganggu, dia juga akan menyiksaku.



Setelah bangun, aku akan cepat-cepat memasak makanan untuknya. Semua harus sesuai seleranya tanpa mencicipinya. Seringkali kulitku terluka karena minyak yang meletup mengenai kulitku yang tidak dilindungi celmek.



Setelah makanan siap, aku akan dalam posisi merangkak akan digunakan oleh Citra sebagai kursinya seraya dia menikmati makanan yang kumasak dengan susah payah. Sering kali Citra akan jahil memainkan memek dan pentilku tapi aku tetap tidak boleh bergerak jika tidak ingin mendapatkan hukuman. Jika aku dirasa cukup tenang, Citra biasanya akan menghadiahkan beberapa suap ke dalam mulutku.



Setelah makan, aku mencuci piringnya dengan tokedku yang dilumuri dengan sabun colek. Setelah mencuci piring, aku segera mencuci pakaiaan yang sebelumnya kurendam di pagi hari dengan tangan dan menjemurnya. Air bekas rendaman itulah yang kemudian menjadi air mandiku.



Seperti dengan tuanku, aku juga memandikan Citra dengan cara membaluri seluruh tubuhku dengan sabun kemudian menyabuni tubuhnya. Setelah selesai mandi, Citra akan menyuruhku keluar dengan tubuh masih berbalut busa sabun. Di halaman yang terbuka itulah Citra dengan sadis akan menyemprotkan selang padaku.



Dengan tubuh yang basah kuyup, aku harus berdiri diam di tengah rumput setinggi bahu yang membuatku sering gatal sampai tubuhku kering. Sering kali aku harus jongkok untuk menghindari orang-orang yang ramai berlalu-lalang di depan rumah Citra.



Setelah kering, aku kembali ke rumah. Ketika hari Jum’at, aku akan pergi ke sekolah. Citra memaksaku membeli baju sekolah bekas yang sudah lusuh untuk menjadi seragamku. Citra melarangku untuk mengenakan jilbab karena baginya, budak sepertiku tidak berhak memakai jilbab yang merupakan simbol kehormatan akhwat.



Pakaianku tentu menjadi perbincangan orang-orang. Guru-guru bahkan sampai memanggilku untuk menyakan alasanku melepaskan jilbab. Aku menjawab kalau itu adalah hakku yang tidak boleh diganggu. Karena keteguhan itulah guru-guru akhirnya menyerah dan membiarkanku ke sekolah tanpa mengenakan jilbab.



Tentunya hal itu sangat menggangguku. Aku yang terkenal sebagai siswi baik-baik dengan pakaiaan senantiasa tertutup rapat ditambah dengan jilbab yang anggun sekarang datang ke sekolah dengan rambut tergerai dan rok pendek yang memperlihatkan sedikit lututku.



Sering aku mendengar bisik-bisik dari siswa laki-laki yang mengaggumi bentuk tubuhku. Aku tahu di kepala mereka terbayang tubuh indahku yang mulai terlihat jelas semenjak Citra memaksakau memakai seragam model baru.



Seragam baru ini juga membawa masalah yang lebih banyak. Aku mulai ditolak oleh teman-temanku yang mayoritas adalah akhwat yang begitu taat memegang aturan berpakaiaan. Bahkan Jamilah juga tak pernah lagi menyapaku. Dia seolah lupa kalau aku adalah sahabat baiknya semenjak dia mulai bersekolah di sini.



Meski mendapatkan begitu banyak masalah di sekolah, aku senang Citra memegang janjinya dengan baik. Aku tak pernah melihat Munah diganggu lagi. Citra sepertinya berhasil meyakinkan orang-orang lain termasuk Rustam untuk tidak mengganggu Munah. Setidaknya kabar itu cukup membuatku senang.



Di sekolah, Citra melarangku memakai daleman. Citra juga memerintahkanku untuk memasukan vibrator remot jarak jauh di dalam memekku kemudian menggunakan lakban untuk menahannya agar keluar. Sering kali ketika belajar Citra dengan iseng akan menyalakan vibrator dengan kekuatan maksimum hingga membuatku sering bergetar manahan nikmat di memekku ketika sedang fokus memperhatikan pelajaran.





Bahkan yang paling parah pernah terjadi ketika aku disuruh ke depan untuk mengerjakan soal di papan tulis. Ketika aku baru saja bangkit dari bangkuku, Citra dengan jail menyalakan vibrator yang terpasang rapat dalam memekku dengan kekuatan maksimum.



Aku waktu itu berusaha merapatkan kaki menahan getaran vibrator. Langkahku begitu sulit karena vibrator akan bergesekan semakin keras dengan daging dalam memekku. Nafasku tersenggal menahan nafsu disertai keringat yang bercucuran.



Ketika aku sampai di papan tulis, aku yang tak kuat menahan rangsangan akhirnya muncrat. Beruntung memekku ditutup oleh lakban sehingga tak banyak yang tumpah. Namun tetap saja beberapa tetesen bening berhasil lolos dan mengalir hingga kakiku.



Citra kemudian berpura-pura mengantarku ke UKS dengan dalih aku sedang tidak enak badan. Di dalam UKS, dengan kejam Citra melucuti semua kain yang menutupi tubuhku. Kemudian dengan seringai jahat dia berkata,”bajunya kubuang di tempat sampah di halaman ya. Dateng sendiri buat ambil terus ke rumah.”



Aku hanya bisa menelan ludah mendengar kata-katanya. Selama sisa jam pelajaran aku berusaha mati-matian menutupi tubuhku yang tak tertutup sehelai benagpun dengan selimut. Beruntung waktu itu UKS sedang sepi. Hanya ada seorang guru yang sempat mampir dan menanyakan keadaanku.



Menjelang maghrib aku baru berani keluar. Dengan langkah pelan sambil berusaha menutupi tubuh telanjangku, aku akhirnya berhasil mengambil seragamku dan segera pulang ke rumah Citra.



Di sekolah hari jum’at aku juga tidak diperbolehkan untuk makan dikantin. Citra biasanya akan menyisihkan sedikit makanannya di pagi dan malam sebelumnya untuk bekalku. Tentunya makanan itu sudah dia injak dengan sepatunya hingga bentuknya sungguh menjijikan.



Tak cukup sampai disitu, aku harus memakannya di toilet sekolah yang terkenal kotor karena jarang dibersihkan. Aku diperintahkan untuk meletakkan makananku di kloset yang bau kemudian memakannya layaknya anjing. Ketika makan aku sering kali merasakan mual karena rasa makanan yang tak enak dan bau menyengat. Aku juga dipaksa untuk meminum dari air kloset.



Meski begitu penderitaanku saat hari sabtu dan minggu jauh lebih mengerikan. Setelah mandi, aku akan memakai baju ******* untuk kemudian berangkat bersama Citra ke kota.



Di kota, Citra biasanya akan menghabiskan waktu dengan belanja serta makan enak di restoran. Aku juga ikut menemaninya dan diperintahkan untuk membantu mengangkat barang belanjaan. Hal yang ironis adalah, akulah yang harus membayar semua belanja yang dilakukan Citra.



Di kota, aku disuruh untuk menjajakan diriku pada para supir dan pedagang usang dengan harga yang tak boleh lebih dari 20 ribu selama setengah jam dan harus dilakukan dengan minimal 2 orang. Giranglah mereka karena bisa menikmati tubuhku dengan harga yang murah.



Dari pagi sampai zuhur aku habiskan di kamar mandi umum atau belakang warung. Memek dan boolku senantiasa terisi kontol-kontol besar warga jalanan yang kotor tak terawat. Mulutku juga harus siap sedia jika para pelangganku ingin kencing.



Tak cukup sampai disitu, setelah zuhur aku harus ke pemukiman kumuh tempat para pengamen, pengemis, dan pemulung tinggal. Citra bekerja sama dengan bos preman di sana agar aksiku dalam melacurkan diri dapat terlaksana dengan baik.



Begitu masuk ke pemukiman, aku harus melepaskan semua bajuku dan dengan tubuh telanjang tanpa sehelai pakaianpun aku harus menjajakan diriku pada pengemis, pengamen, dan pemulung di sana. Aku harus bersedia untuk disetubuhi di tempat terbuka dan disaksikan dengan banyak orang yang berlalu lalang.



Di tempat itu staminaku benar-benar teruji. Kedua tanganku harus sedia memijat kontol-kontol yang bersiap utnuk menyetubuhiku. Pantat dan memekku senantiasa tersumpal oleh kontol-kontol besar yang menggenjotku dengan semangat. Untuk mengisi staminaku, aku hanya boleh makan sperma dan minum air kencing mereka. Yang tragis adalah, aku harus membayar setara dengan makanan di warung untuk sperma dan kencing mereka.


Setelah itu semua, menjelang sore, aku akan diikat di salah satu tiang. Giliran para wanita di sana untuk mengerjai tubuhku. Mereka yang seringkali terbakar amarah karena melihat suami-suami mereka menyetubuhiku dengan senag hati memukuliku dan melemari sayuran busuk padaku. Beberapa bahkan dengan penuh amarah meninju perutku dan menendangi memekku selayaknya samsak.



Setelah berbagai penyiksaan itu, aku akan menjemput Citra. Aku ke sana menggunakan baju yang kubeli dari salah seorang di sana dengan harga mahal. Tentu saja baju yang kukenakan sudah sangat kumal dan sering kali penuh lubang.



Ketika sampai di sana, aku akan menyerahkan uang penghasilanku menjual diri pada Citra. Jika uangku tidak dapat menutupi belanjaan Citra, maka aku harus menjual diriku lagi di malam hari dengan tarif rendah sampai menutupi belanjaan Citra. Aku pulang menggunakan sepeda sambil membawa belanjaan Citra ke rumahnya.



Di malam hari, aku akan mendapatkan hukuman yang merupakan akumulasi atas pelanggaran yang kulakukan selama hari itu. Citra dengan senang hati merotanku dengan rotan yang digunakan untuk memukul kasur. Aku biasanya akan diikat dengan tangan terangkat ke ventilasi di dekat pintu lalu dipukul dnegan sadis.



Pernah juga suatu ketika Citra dengan sadis menjepit setiap jengkal tubuhku dengan jepit jemuran. Puting, klotitis, jari, ketiak, hidung, telinga, hingga lidaku semua dipenuhi jepit jemuran. Kemudian dengan kasar Citra akan memukulinya hingga terlepas semua.



Pernah juga Citra memasukkan hingga 3 vibrator elektrik ke dalam memekku. Aku dibaringkan dengan posisi x dengan tangan dan kakiku diikat ke empat sudut. Vibrator itu dinyalakan dengan kekuatan maksimum dan membuatku dengan cepat mencapai orgasme. Namun sebelum klimaks kudapat, Citra menyetrum putting dan klirotisku dengan raket nyamuk hingga klimaksu berhenti secara paksa. Dia terus melakukannya hingga larut.



Setelah semua hukuman itu diberikan, aku akan memijat Citra hingga tertidur. Setelah itu barulah aku boleh tidur. Aku biasanya tidur di kamar mandi atau di teras dengan beralaskan koran. Seringkali ketika tidur Citra akan terbangun dan memaksaku untuk kembali memijatinya. Begitulah kegiatan yang kulakukan selama aku di rumah Citra.


Semua itu begitu menyiksaku. Citra dengan kejam tak hanya menyakiti batinku melainkan mentalku juga. Hal itu hanya bisa kutanggapi dengan kesabaran terhadap semua rasa sakit yang dia berikan.


Namun rasa sakit terbesar adalah karena aku tidak bisa bersama Tuan Haris. Aku tidak bisa menikmati kontol perkasanya yang membuatku sering mabuk kepayang. Seringkali setiap pulang aku akan berlama-lama dengan Tuan Haris demi menebus hari-hari yang hilabg bersamanya.







Hari selasa itu agak berbeda karena sorenya Citra memintaku untuk menamninya. Setelah bel sekolah, sesuai perintah aku diminta untuk ke gudang. Saat itu sekolah berangsur sepi bahkan dari guru-guru yang beranjak pulang karena maghrib yang hampir tiba.



Begitu sampai di depan Citra, seperti biasa aku berlutut di depannya dan dengan takzim menciumi sepatunya meski itu sangat menjijikan.



“Budak, hari ini ada tugas besar yang harus kau laksanakan. Sebelum itu, lepas semua bajumu !”perintah Citra tegas.



“Di sini Nyonya ?”tanyaku gugup.



“Iyalah. Emang budak butuh kamar mandi buat lepas baju.”



“Tapi…”



“Mau ngelawan ?”tantang Citra. Aku buru-buru menggeleng.



Dengan perasaan takut jika ada orang yang melihat, aku mulai melepas kancing seragam dan menurunkan resleting rokku. Kepalaku sedari tadi tak henti-hentinya menoleh memastikan kalau tidak ada orang yang melihat tubuh bugilku.



“Nah gitu dong,”ujar Citra senang sambil merampas semua bajuku.”Ayo ikut !”perintahnya lagi.



Dengan langkah pelan aku mengikuti Citra yang berjalan santai. Dia membuka pintu gudang sekolah yang tak terkunci dan terkejutlah aku melihat apa yang ada di dalamnya.



Di gudang itu, sudah ada Rustam beserta dua kawannya. Mereka semua berdiri dengan seragam lengkap namun tidak dengan bawahannya hingga aku bisa dengan jelas melihat kontol mereka yang mengacung tegak.



Melihat kebaradaan teman sekelasku, aku sontak menyilangkan tanganku di depan toked dan memekku untuk menghalau pandangan. Wajahku berpaling hendak menyembunyikan ekspresi malu akibat ketahuan oleh teman sekelasku.



“Ngapain diumpetin dasar lonte !”seru Rustam marah. Tangannya terjulur menarik tanganku yagn masih berusaha menyembunyikan tubuhku yang mulus tanpa sehelai kainpun yang menutupi.



“Ampun !”Aku memalingkan wajah ke arah Citra yang tersenyum saja.”Tolong Nyonya.”



“Kau itu udah jual memek ke pemulung. Masa gak mau kasih ke temen sendiri,”jawab Citra masih dengan senyum sinisnya.



Rustam tanpa ampun menarikku ke tengah gudang. Di sana ada markas yang sering digunakan untuk olah raga. Dengan tubuhnya yang besar, dia dengan mudah melemparku ke matras hingga aku terlentang di atasnya. Kemudian tanpa aba-aba, Rustam langsung menindihiku dengan kontol yang menusuk masuk menghujam ke dalam pantatku.


“AHHHHH!”Aku berteriak kencang merasakan kontol Rustam yang mengebor dalam pantatku. Tanganku menggeliat berusaha melepaskan diri. Sayang Rustam yang sadar dengan sigap menelikung tanganku ke belekang.



“Wihh, mantep banget nih bool,”komentar Rustam sambil terus menggenjot.”Gak sia-sia kau bawa nih cewek ke sini.”



“Iya dong sayang,”sahut Citra mesra.”Kamu kan butuh pelampiasan yang gak bisa kuimbangi.”



“Kau memang cewek idaman, Ra.”Rustam melempar senyum mesra ke arah Citra yang ternyata adalah pacarnya.”Kau bahkan bolehin aku buat ngentotin nih cewek. Tapi emang kau gak cemburu apa ?”



“Ngapain cemburu sama budak jelek ini,”balas Citra sambil tertawa lepas.



Sementara mereka berdua sedang asyir bermesraan, Rustam terus saja menggenjot pantatku. Aku berulang kali menjerit kesakitan sayang itu hanya ditanggapi dengan kontol Rustam yang menghujam lebih dalam.



Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Rustam berhenti dan mencabut kontolnya. Aku yang masih terengah-engah tiba-tiba dikejutkan dengan pantat Rustam yang menduduki wajahku.



“MMPHH !”Aku berusaha berteriak namun tersumpal dengan pantat Rustam yang begitu besar.



“Eh budak, sekarang kau jilat pantatku. Aku kebetulan belum cebok nih.



“MMPPHH !”Mataku melotot terkejut mendnegar perkataan Rustam. Dia benar-benar keterlaluan. Dia bahkan menyuruhku untuk mencebokinya dengan lidaku.



“Wih bos, kau belum cebok nih ?”tanya salah seorang laki-laki yang meruapakan bawahan Rustam.



“Ngapain cebok, Kan kits sekarang punya alat pembersih baru. Hadiah dari pacarku,”jawab Rustam santai.



“Bener juga bos.”



Aku menggeliat dengan dada sesak karena tak mendapatkan pasokan udara. Kepalaku begitu sakit menahan beban tubuh Rustam yang begitu besar bertopang di wajahku.



“Kalau kau mau nafas, mending ikutin perintahku,”ancam Rustam. Dengan sisa tenaga aku akhirnya mengangguk pelan.



Rustam mulai menaikkan pantatnya hingga berasa dalam posisi jongkok. Sejenak hidungku bisa mencium bau busuk yang menyengat dari sisa kotoran yang masih menempel di celah pantat Rustam. Aku menelan ludahku dan meneguhkan diri untuk melaksanakan perintah menjijikan tersebut.



Lidahku terjulur dan mulai masuk di celah pantat Rustam dan mulai bergerak menyapu ke seluruh kulitnya. Lidahku dengan liur mulai membasahi pantat Rustam yang begitu kotor dan bau hingga bersih mengkilat.



“Ah, enak juga pembersih yang kau kasih, Ra.”cetus Rustam sambil berdiri.



“Buat kamu, apa sih yang enggak.”sahut Citra mesra.



Aku masih terbaring tak berdaya sambil menahan mual. Aku bisa merasakan perutku yang bergerak hebat seolah siap memuntahkan isinya. Namun rupanya kedua teman Rustam tak memberiku waktu untuk beristirahat. Tangan mereka segera menggenggam kedua kakiku dan siap melancarkan siksaan berikutnya.



Kakiku diikat dengan seutas tambang dengan kaki merapat. Aku berteriak memberontak namun kedua teman Rustam begitu kuat merapatkan kaki.



“TOLONG ! JANGAN !”Aku terus berusaha meronta-ronta melepaskan diri. Tanganku mencakar-cakar matras berusaha mempertahankan posisiku.



Melihatku yang terus menerus memberontak, Rustam segera menghampiriku lagi. Kedua tanganku diraih kemudian dia ikat menggunakan dasi yang dia kenakan.



“Wah, budakmu berisik banget nih, Ra.”komentar Rustam yang masih berusaha mengikat kedua tanganku.



“Ya maaf. Maklum nih budak emang ****** banget.”



“TOLONG-“Kata-kataku terputus. Rustam menympal mulutku dengan celana dalamnya yang begitu bau. Aku mencoba untuk kembali berteriak namun semuanya teredam oleh celana dalam milik Rustam. Tak cukup sampai disitu, Rustam kemudian melakban mulutku untuk memastikan kalau suaraku tidak keluar.



Dengan keadaan yang sudah sangat tidak berdaya, tali yang membelit kakiku ditarik hingga ke atap gudang yang sebenarnya cukup rendah. Tali itu diikatkan ke kayu yang melintang di bawah genting oleh salah satu teman Rustam menggunakan tangga.



Sekarang posisiku begitu mengenaskan. Aku tergantung dalam posisi terbalik dengan tangan terikat yang terjuntai ke bawah sedangkan mulutku tersumpal rapat. Kepalaku rasanya begitu sakit karena bergoyang-goyang di bawah sedang kakiku terikat kuat di atas.



“Eh ini kayu sama talinya kuat kan ?”tanya Rustam memastikan. Tangannya sengaja benar menggoyang-goyangkan tubuhku untuk mengetes kekuatannya.



“Tenang bos. Kalau soal iket-iketan mah kita jagonya.



“Bagus, berarti kita bisa masuk ronde kedua.”ujar Rustam sambil menyeringai licik. Aku hanya bisa memejamkan kedua mataku sambil berdoa semoga Rustam akan sedikit berbelas kasih.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd