Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT AMNESIA

Sambungan PUTRI DIAH PITALOKA3


Tok! tok! tok!
Suara daun pintu diketuk-ketuk dari luar kamar.

"Uti, kamu sakit?"
"Udah enggak, mak." Jawab Kades Putri sambil dengan cepat mengenakan dasternya dan menongolkan kepalanya di celah pintu yang dibukanya sedikit. "Ada apa sih, Mak?"
"Dari tadi kamu ah uh ah uh aja... minum obat demam kalau enggak enak badan mah." Kata Emaknya dengan nada menggerutu.
"Bapak lagi apa, Mak?"
"Lagi ngebenerin mobil, udah seminggu gak mau hidup." Kata Mak Uti sambil menatap anaknya dengan heran, "kamu sakit apa sih? wajah kamu pucat, tapi kamu kelihatannya kayak orang bahagia. Aneh!"

Kades Putri tidak menjawab, dia ngeloyor ke dapur dan menyalakan pembakaran arang hingga menyala kemerahan. Lalu meletakkan beberapa kerat daging di atas pembakaran itu dan kembali lagi ke kamar.
"Kang, sini." Bisiknya, "ayo sarapan dulu."

Lamsijan nyengir dan bangkit dari rebahannya. Dia ke luar kamar dan langsung menuju ruang makan. Tercium olehnya aroma daging panggang yang menggelitik-gelitik hidungnya dari arah dapur. Lamsijan penasaran, dia bangkit dan melangkah menuju dapur.
"Itu daging apa, Teh?" Tanya Lamsijan kepada Kades Putri. Orang yang ditanya cuma tersenyum, tidak menjawab. Tapi Mak Uti yang berseru.
"Ambuing ambuing... ini siapa, anak muda yang ganteng ada di dapur emak?" Kata Mak Uti.
"Saya Lamsijan, Mak."
"Oh, sodaranya si Dadeng yah?"
"I ya, Mak."
"Euleuh...euleuh... koq tinggi sekali kaya pohon Kihujan."
"Mak, itu bapak lagi ngapain?"
"Lagi benerin mobil, yah namanya juga mobil tua, ngadat terus kerjaannya."
"Boleh Ijan bantuin enggak ya Mak? Siapa tahu bisa."
"Ya udah sana bantuin." Kata Mak Uti.

Lamsijan mendekati Pak Dasuki yang baru saja membersihkan karburator dan memasangnya.
"Pak Das..."
"Eh, Ujang Ijan. Cing, hurungkeun jang (Eh, Nak Ijan. Coba nyalakan, nak)." Kata Pak Dasuki dengan kepala tidak menoleh. Tanpa menunggu perintah dua kali, Lamsijan masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang stir, dia memutar kunci kontak untuk mendengarkan suara mesin yang cecengesan, tapi tidak nyala. Lamsijan mencoba beberapa kali, tetap tidak nyala.

Pak Dasuki yang sudah berusia 62 tahun itu bertolak pinggang sambil menghela nafas.
"Taluk aing mah (aku menyerah)!" Katanya dengan kesal. Dia melemparkan kanebo yang telah digunakan untuk melap tangannya dan pergi meninggalkan Lamsijan yang duduk di belakang stir sendirian.
"Kang sarapan dulu." Kata Kades Putri di ambang pintu belakang.
"I ya, Teh. Sebentar." Berkata begitu Lamsijan turun dari kursi kemudi dan membungkuk di bawah kap mesin mobil yang masih terbuka. Dia memperhatikan semua bagian mesin yang sangat bersih dan terawat.
"Luarbiasa." Bisiknya dalam hati. Kemudian dia memperhatikan beberapa kabel yang belum tersentuh, dia menduga sistem ECU yang mendorong fuel pump tidak bekerja dengan baik. Dia membuka soket kabel tersebut dan membersihkannya. Kemudian dia membukan saluran fuel pump yang seperti dugaannya, ternyata mampet karena kotoran bensin yang berkarat. Jelas sekali, meskipun soket itu dari luar kelihatannya kinclong karena sering dibersihkan, tetapi bagian dalamnya sangat kotor. Itu kemungkinan karena saringan dari tangki bensin rusak dan kualitas bensin yang sering masuk, kurang baik. Maka sistem kelistrikannya pun jadi sering korslet. Dia menduga inilah biang kerok kenapa mesin tidak mau hidup. Dengan menggunakan obeng kecil, dia mencongkel-conkel kotoran karat yang padat itu kemudian mencucinya dengan percikan bensin. Puas dengan pembersihan soket, Lamsijan kemudian memasangnya seperti sedia kala.

Setelah merasa yakin tidak ada lagi yang perlu dilakukan, Lamsijan menutup kap mobil dan menekannya hingga mengunci. Dia kembali ke belakang stir dan menyalakan starter. Mula-mula mesin berbunyi cengengesan namun setelah tiga kali dicoba, mesin menggelegar hidup. Dia memanaskan mesin selama beberapa menit kemudian menjalankan mobil tersebut dan mengeluarkannya dari halaman belakang. Melaju sebentar dan berbelok ke halaman depan untuk memarkir mobil tersebut di depan warung serba ada itu. Ketika turun dari mobil, Lamsijan tersenyum kepada 3 pasang mata yang menatap dengan tatapan takjub.
"Sistem kelistrikan ECUnya, Pak, harus diganti. Sama tangki bensin wajib dikuras, lihat saringan ke luarnya mungkin sudah rusak." Kata Lamsijan sambil menyerahkan kunci kepada Pak Dasuki.
"Oh begitu ya." Kata Pak Dasuki dengan kalimat mengambang, seperti tak percaya. Lagi pula, dia baru melihat ada orang yang menyetir mobil kijang tuanya itu dengan demikian halus. Jauh lebih halus dari caranya menyetir.
"Kang, nasi gorengnya keburu dingin." Kata Kades Putri.
"Oh, siap, komandan. Kebetulan saya juga sudah kelaparan."

***

Mereka sarapan berempat sambil berbincang tentang berbagai hal kecil. Dalam kesempatan itu, Lamsijan mengutarakan keinginannya untuk membuat KTP.
"Sekarang saya baru ingat kalau saya lahir pada tanggal 29 Februari tahun 1993. Sekarang tahun 2017 kan? Bulan mmm... September ya? Ah, berarti saya sudah 24 tahun lebih."
"Lahirnya di mana, Kang?"
"Kalau tidak salah di Jakarta."
"Nanti kita lengkapi datanya di Kantor ya... mudah-mudah Pak Jurutulis sudah datang."
"I ya Teh."
"Sebenarnya Teteh hari ini ada rapat di Dinas Pemberdayaan Desa Kabupaten di Soreang, tapi motornya dipake sama Dian."
"Kan ada mobil Teh."
"Teteh kurang ahli, apalagi kalau lewat jalanan yang menurun dan berkelak-kelok; Teteh sering takut."
"Ya udah, sama Ijan aja diantar."
"Serius? Rapatnya lama loh, akang pasti kesal nungguinnya."
"Nggak pa-pa, saya bisa jalan-jalan lihat-lihat kota sambil nunggu. Lagian ini HPnya udah nyala, jadi kalau Teteh udah selesai tinggal telpon, nanti dijemput deh."
"Ya udah kalau gitu kita lengkapi dulu semua data, terus ke kecamatan untuk difoto, pulang rapat KTP pasti selesai."
"Ngomong-ngomong ini daging apa Teh?" Kata Lamsijan sambil mengunyah sekerat daging panggang yang disajikan bersama nasi goreng.
"Oh, itu daging kelinci hutan... enak enggak kang?"
"Enak... tapi..."
"Tapi apa?"
"Ini, kontol akang bangun lagi." Bisik Lamsijan di telinga Kades Putri. Orang yang dibisikin tersenyum senang.
"Sssttt... gampang, nanti di jalan juga bisa. Banyak tempat sepi yang nyaman koq." Jawab Kades Putri dengan berbisik, "Teteh juga masih pengen. Tadi keganggu sama emak."
"I ya, tadi agak nanggung ya."
"Makanya cepet habisin sarapannya."
"Oke bos."

***

Kepala Desa Putri Diah Pitaloka dengan seragam PDL (Pakaian Dinas Lapangan) lengkap memasuki kantor desa yang masih sepi. Padahal hari itu jam sudah menunjukkan pukul 9.20. Lamsijan meangkah di belakangnya. Sepasang betisnya yang kuning langsat tampak sempurna di mata Lamsijan walau pun perempuan itu sudah memasuki usia kepala 4. Buah pinggulnya yang masih ranum di balik rok coklat khakinya, membuat Lamsijan sedikit tergoda untuk meremasnya.
"Kang, jangan." Bisik Kades Putri saat Lamsijan mengusap buah pinggul yang sekal itu dengan tangannya, "Teteh enggak akan tahan." Bisik Kades Putri lagi.

Lamsijan tersenyum.
"Kenapa Teteh enggak pake celana dalam?" Bisik Lamsijan di telinga Kades Putri.
"Biar gampang kalau kebelet di jalan."
"Nanti kalau rapat gimana?"
"Jangan khawatir Teteh bawa CD di tas." Kata Kades Putri, "sekarang kita kerja dulu, semua isian formulir ini enggak boleh kosong. Sayang Pak Jurutulis belum datang jadi agak lambat nih pengerjaannya."
"Siap, Boss."

***

Ceu Popon mendengus kesal ketika dari jendela rumahnya dia melihat Nyi Iin dan Nyi Aan sedang berjalan bersama menuju rumah Bah Dadeng. Semalam mereka bertengkar di keramaian gara-gara kedua perempuan ingusan itu bermanja-manja kepada Bah Dadeng. Hati ceu Popon hangus dibakar cemburu dan dia langsung menerjang mereka berdua. Akhirnya terjadilah kekacauan yang membubarkan pesta dadakan itu.
"Mungkin karena gara-gara aku meminum terlalu banyak air lahang dari Pak RW Odang, jadi aku sedikit mabuk." Ceu Popon berkata dalam hatinya. Dia kemudian mengambil keranjang bambu dan melangkah pergi menuju kebun untuk mencari rerumputan dan dedaunan untuk makanan kambingnya yang berjumlah 3 ekor. Di perjalanan, dia bertemu dengan Memey dan Uut yang akan pergi ke pinggir hutan mencari jahe merah yang tumbuh liar di sekitar hutan. Mereka berbicara sebentar dan berpisah di ujung kebun milik Mang Udi.

Sementara itu, Nyi Iin dan Nyi Aan telah tiba di depan rumah Bah Dadeng dan mengetuk pintunya sambil mengucapkan punten dan sampurasun.
"Masuk saja." Kata Bah Dadeng dari dalam rumah. Nyi Aan yang pertama kali masuk ke dalam rumah sedangkan Nyi Iin menunggu di luar.

Nyi Aan melihat Bah Dadeng sedang duduk di dipan.
"Lagi apa, Bah? Kemana kang Ijan?"
"Baru bangun Nyi Aan, Lamsijan baru saja pergi mau ke Kantor Desa katanya, ngurus surat-surat."
"Bah, sekarang jawab yang jujur ya Bah. Apa bener abah ngejilatin memek Iin kemarin pagi?"
"Eh, ada apa ini? Abah mah cuma..."
"Bener enggak Bah?"
"Be... bener... tapi kan nyi Iin suka." Kata Bah Dadeng seperti membela diri.
"Kalau gitu Abah juga harus ngejilatin memek Aan, kata Iin rasanya enak."
"Kamu serius Nyi Aan?"
"Serius."
"Tapi kalau abah pengen ngentot nanti gimana?"
"Ya tinggal dimasukkan aja kontolnya kan enggak susah."
"Aduuhhh... Nyi Aan ini, jangan cari-cari gara-gara dong... bikin abah jadi ngaceng pagi-pagi."
"Bah, ayo dong bah." Kata Nyi Aan sambil mengangkat roknya. Eh, rupanya Nyi Aan sengaja tak mengenakan celana dalam. Bah Dadeng jadi langsung melihat sepasang bibir elips berbentuk segitiga itu. "Cepet bah."
"Bener nih Nyi Aan pengen dijilat?"
"Bener bah."
"Baiklah." Kata Bah Dadeng, kedua tangannya kemudian menyiangi bibir-bibir yang masih terkatup itu dan menjulurkan lidahnya untuk menemukan klitoris Nyi Aan.
"Aakhhh.. abah... enaaak... bah.... terusshhh..." Desah Nyi Aan ketika Bah Dadeng secara rakus menjilati klitorisnya.

Nyi Iin yang mendengar suara desahan kakaknya, dia cepat masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Dia sejenak menyibak tirai dan melihat Nyi Aan memejamkan mata sambil meringis-ringis menahan nikmat.
"Ikutan!" Kata Nyi Iin dengan suara khasnya yang kekanak-kanakan. Bah Dadeng sontak menoleh dan merasa terkejut. Dia melihat sepasang mata Nyi Iin berbinar-binar senang dan tidak marah, hal tersebut membuat keterkejutan bah Dadeng yang semula takut menjadi keterkejutan yang gembira.
"Ih, kamu mah ngagetin orang aja." Kata Nyi Aan.
"Bah, ikutan, bah." Kata Nyi Iin sambil melepaskan celana jeansnya.
"Ikut apaan?"
"Dijilatin ininya." Jawab Nyi Iin sambil menunjuk ke arah kemaluannya,
"Tapi lidah abah kan cuma satu."
"Kan gantian bah." Kata Nyi Iin sambil tersenyum.
"Baiklah." Jawab Bah Dadeng, "gantian ya."
"Iya." Jawab mereka serempak.

***

Memey dan Uut melangkah beriringan menyusuri kebun-kebun warga, mereka berjalan berputar dan berada di pinggir hutan ketika hari mulai merangkak meninggalkan pagi. Suara burung-burung bersahutan di ujung-ujung dahan dan mereka melihat ada beberapa ekor kelinci hutan meloncat-loncat ketakutan.

Mereka kemudian mendaki sebuah jalan setapak yang menanjak, menuju kumpulan semak-semak tinggi yang tumbuh di antara pepohan pinus, sengon dan kihujan. Uut mengambil sebuah ranting yang agak besar dan panjang dan memukul-mukul semak-semak tinggi itu untuk mengusir kalau-kalau ada ular di sana, sementara Memey dengan nyalang mencari-cari pohon jahe merah yang dia hafal dengan persis bentuknya.
"Nah, ini. Dapat satu."
"Dapat Teh?"
"Ya, satu. Lumayan." Katanya sambil menggali tanah di sekitar pohon setinggi setengah meter itu dengan menggunakan linggis kecil yang sudah dipersiapkan. Uut kemudian ikut membantu menggali tanah dengan menggunakan ranting, tak berapa lama pohon jahe merah itu pun terangkat seluruhnya dengan umbi-umbi jahenya.
"Ini cukup besar." Kata Memey, "mungkin satu atau dua kilo. Kita cari induknya dulu ya." Berkata begitu Memey meneliti umbi jahe tersebut dan mematahkan salah satu umbi dan menanamnya kembali. "Satu atau dua tahun dia akan tumbuh kembali dan kita bisa memetiknya lagi. Yuk, kita terus ke sana."
"Ayuk, Teh." Jawab Uut.

Mereka memasuki hutan di area pinggiran dan terus melangkah menyisir pinggiran hutan hingga ke batas desa. Tiba-tiba Uut menghentikan langkah.
"Teh Memey, lihat itu ada mobil kijang."
"Itu mobil Pak Dasuki, bapaknya Ceu Kades."
"Lihat teh baik-baik, yang nyopir Kang Ijan." Kata Uut.
"Mereka menyusuri jalan melingkar yang sepi, pasti mereka akan berhenti di dekat pondok bambu... hi hi hi... Ceu Kades lagi menggaruk-garuk memeknya, kamu lihat enggak Ut?"
"Tentu saja teh..."
"Jadi penasaran ya?"
"I ya."
"Tuh kan bener, mereka berhenti di dekat pondok bambu." Kata Memey, "kira-kira mereka mau ngapain ya?"
"Teh, kita deketin yuk... biar jelas."
"Ayuk, siapa takut?" Jawab Memey sambil melangkah dengan cepat. Mereka menyusuri jalan setapak yang dipenuhi oleh rimbun semak-semak yang tinggi. Akhirnya mereka tiba di pinggir jalan tanah dan berjongkok di dalam kerimbunan semak. Jarak mereka dengan Lamsijan dan Ceu Kades Uti hanya beberapa meter saja.

Uut gemetaran ketika melihat mereka ke luar dari mobil.

Sepertinya Ceu Kades Uti tidak sabaran saat menarik Lamsijan ke dalam pondok bambu. Begitu masuk ke dalam pondok, Ceu Kades Uti langsung merangkul leher Lamsijan dan memagut bibir pemuda jangkung itu sambil bergelantungan. Sementara tangan Lamsijan dengan sigap melepaskan celana pendek sekaligus celana dalamnya.

Uut terpekik ketika melihat batang melengkung itu dengan gagah menuding-nuding pertengahan pangkal paha Ceu Kades Uti yang terhalang rok coklat khaki. Namun tudingan itu tidak lama, hanya beberapa detik saja. Begitu Lamsijan menarik rok itu ke atas, tampaklah bah Ceu Kades Uti sudah tidak mengenakan celana dalam. Ujung glandula itu kemudian menyundul mulut liang vulva kemaluan Ceu Kades kemudian langsung menyelam.
"Teh... teh Memey... Kang Ijang mencangkul memek Ceu Kades dari depan." Bisik Uut dengan suara gemetar.

AKHH.... AKHHH.... AKHH.... AKHHH.... AKHH.... AKHHH.... AKHH.... AKHHH.... AKHH.... AKHHH....

"Itu pasti nikmatnya enggak ketulungan, Ut." Kata Memey, tangannya secara diam-diam masuk menyelusup ke balik celanannya.
"Kontol Kang Ijan besar dan panjang... adduuuhhh... teteh... Uut enggak kuat." Kata Uut mengikuti apa yang dilakukan Memey mengobel-ngobel klitorisnya sendiri.
"Sampai muncrat-muncrat begitu ya Ceu Kades... huuuu... tetesan lendirnya banyak sekali seperti pancuran." Bisik Memey.

KANG IJAAANNNHHHH TERUSHHHH.... TERUSHHHHHHH.... AKHKHHHHH.... AKHKHHHHH...
PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK...

Uut terpana. Tanpa sadar dua jarinya masuk ke dalam liang vulvanya sendiri dan bermain-main di situ sampai dia juga merasakan lendirnya menetes berjatuhan.

Memey hanya tersenyum saja. Dia menikmati olesan jarinya di klitorisnya sambil memandangi bagaimana coblosan batang penis Lamsijan tak henti-hentinya mencangkuli liang vagina Ceu Kades Uti dari arah depan sambil berdiri selama hampir 15 menit.

AAAAAAKKKKKKKKKKKKKKAAAAAAANNNNNGGG..... IIIIIIJJJJJJJAAAAAAANNNNHHHHHH......

Memey dan Uut mendengar bagaimana Ceu Kades Uti menjerit dengan sangat keras lalu dari mulut vulva vaginanya dia menyemprotkan cairan lendir yang sangat kental dan banyak.

TETEEEEEEEEHHHHHHHHHH...... Lamsijan berteriak. Dia menarik pantat Ceu Kades Uti hingga kedua selangkangan mereka bertemu dan merapat tanpa jarak.

Mereka kemudian terdiam sambil berpelukan. Setelah beberapa menit, barulah mereka melepaskan pelukan. Sambil bergelantungan di leher Lamsijan, Ceu Kades Uti yang lunglai masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, tampak mereka berciuman lagi.

Lalu mobil itu melaju pelahan, meninggalkan Memey dan Uut yang penasaran karena masing-masing vaginanya belum terpuaskan secara sempurna.

***
(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd