Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT AMNESIA

Sambungan PUTRI DIAH PITALOKA4

Lamsijan melajukan mobil dengan tenang. Jalanan itu menurun tajam dan berkelak-kelok. Dia melirik ke arah Teh Putri yang bersandar ke jok sambil memejamkan mata. Kedua pahanya merenggang dan rok seragam coklat khakinya tersingkap jauh ke atas. Hal tersebut mengakibat Lamsijan bisa melihat pucuk vagina Kepala Desa itu menguncup dan masih meneteskan pejuhnya yang bercampur dengan lendir kenikmatan perempuan itu.

Usai melewati batas desa, Kades Putri terjaga dan cepat-cepat mengenakan celana dalam yang dibawanya dalam tas kerja. Beberapa menit kemudian mereka tiba di Kantor Kecamatan Sindanglaya dan melakukan sesi pemotretan untuk pembuatan eKTP.
"KTPnya mau kapan jadinya, bu Putri?" Tanya staf kecamatan yang tak bisa menghentikan tatapan nakal ke arah Kades Putri.
"Kalau bisa secepatnya Pak Asep."
"Secepatnya itu kapan, bu? Bisa seminggu, sehari, satu jam atau sepuluh menit?" Kata Pak Asep dengan nada nakal, "Kalau seminggu, gratis. Kalau sehari harganya 50 ribu; kalau satu jam..."
"Kalau sepuluh menit berapa, Pak?" Tanya Lamsijan dengan cepat.
"Kalau sepuluh menit, satu juta." Jawab Pak Asep dengan suara tenang.
"500 ribu aja ya Pak, soalnya adik saya Lamsijan ini butuh cepat buat cari pekerjaan." Kata Bu Kades.
"Boleh Bu Kades asal..."
"Asal apa Pak Asep?"

Pegawai Kecamatan berusia sekitar 40 tahun itu tersenyum mesum. Dia kemudian berbisik kepada Bu Kades, "Asal saya boleh lihat memek Bu Kades."

Kades Putri terdiam.
"Tapi cuma lihat doang, kan?"
"Saya janji cuma lihat doang bu Kades."
"Pak Asep tidak boleh macam-macam... nah sekarang Pak Asep masuk ke kolong meja, saya duduk di kursi dan akan saya perlihatkan."
"Ba... ba... baik Bu Kades."

Begitu Pak Asep masuk ke kolong meja, Bu Kades Putri langsung duduk di kursi dan membuka lebar-lebar pahanya. Tangannya kemudian menyisihkan celan dalamnya, sehingga seluruh kemaluannya menyembul.
"Sudah?" Tanya Bu Kades.
"Be... be.. belum Bu.... akhhh... indah sekali pemandangan di sini... andai diperbolehkan..."
"Tidak! Janji cuma lihat doang kan, sudah. Cukup." Kata Bu Kades Putri sambil mengembalikan CDnya ke tempatnya semula dan dia kemudian berdiri. Mendekati Lamsijan dengan manja dan meminta uang 500 ribu.

Staff kecamatan itu ke luar dari kolong meja dengan terhuyung-huyung.
"Sebentar ya bu saya mau ke toilet dulu."
"Iya Pak Asep."

Beberapa menit kemudian Pak Asep ke luar dari toilet dan duduk di depan komputer, kemudian dia mengeprint dan keluarlah KTP atas nama Lamsijan dari mesin printer khusus untuk eKTP.
"Ini bu, sudah selesai."
"Terimakasih, Pak Asep. Ini uang 500 ribunya."
"Sama-sama, Bu. Makasih juga udah liha itilnya, tadi saya onani sambil membayangkan menjilati itil Bu Kades... wah, pejuhnya ke luar banyak sekali."
"Ingat-ingat aja itu ya Pak Asep, soalnya kalau Pak Asep mau lihat lagi, bayarnya 5 juta."
"Hah?"
"Permisi." Kata Bu Kades, dia kemudian menggamit tangan Lamsijan dan melangkah menuju mobil yang diparkir di halaman depan Kantor Kecamatan.

Pak Asep tersenyum nyengir memperhatikan mobil kijang itu yang pelahan-lahan bergerak, kemudian menghilang dari pandangannya.

***

Lamsijan tidak banyak berkomentar akan ulah Bu Kadesnya yang nakal itu. Dia melajukan kendaraan dengan kecepatan normal dan mebiarkan Bu Kades Putri memperbaiki riasan wajahnya. Bu Kades Putri sendiri sebenarnya merasa keheranan melihat bagaimana Lamsijan menyetir. Pemuda itu seakan-akan mengenal persis seluk beluk jalanan di pinggiran Kabupaten itu.

Akhirnya mereka tiba di Dinas Pemberdayaan Desa dan Kades Putri tampak sedikit tergopoh memasuki gedung dinas tersebut, dia menghilang di balik pintu lobby Dinas diiringi senyum Lamsijan yang penuh arti.

Lamsijan melajukan kendaraannya meninggalkan Dinas Pemberdayaan Desa Kabupaten. Dia dengan penuh keyakinan menuju suatu Bank milik pemerintah dan membuat rekening di bank tersebut atas nama Lamsijan sesuai dengan KTP. Ketika CS Bank tersebut menawarkan kartu ATM dan Kartu Kredit, Lamsijan langsung mengangguk. Sebagai saldo awal, dia menyimpan 250 ribu rupiah di rekeningnya.

Selesai membuat rekening bank, pemuda tinggi ramping itu berputar-putar mencari warnet dan menemukannya di sebuah pertokoan yang sepi di dekat pasar. Dia masuk ke dalam warnet yang dipenuhi para gamers online. Dia meminta komputer yang terletak di pojok kepada operator, yang terlindung dari pengawasan orang.

Begitu duduk di depan komputer, jari-jari pemuda itu demikian lincah menari-nari di atas keyboard. Dia membuka berbagai akun internet banking dan mentransfer sejumlah uang ke dalam rekening Lamsijan.
"Untuk permulaan, satu milyar cukuplah... he he he." Dia terkekeh dengan sangat gembira.

Setelah selesai, dia pergi ke luar warnet dan secara diam-diam dia mencari meteran listrik dan menemukannya tersembunyi di balik pintu masuk warnet. Dia bersyukur meteran listrik itu adalah meteran listrik lama yang memiliki knop on/of.
"Hm... aku harus menunggu agak sepi untuk mematikan knop tersebut dan langsung kabur." Pikir pemuda itu. "Kalau tidak, dalam jangka waktu 1 atau 2 jam IP adrres komputer yang aku gunakan tadi pasti ketahuan pihak Security Digital System."

Namun ternyata orang-orang malah semakin banyak yang hilir mudik. Lamsijan sedikit gelisah, waktunya tidak banyak. Akhirnya, ketika dia melihat seorang anak berseragam SMP ke luar dari warnet, dia memanggil anak itu.
"Dek, sini dek."

Sepasang mata anak tersebut terlihat merah karena terlalu banyak main game. Dia tak menyembunyikan keheranannya saat dipanggil oleh Lamsijan.
"Ada apa, Om?" Tanya anak itu. Lamsijan tersenyum dan merogoh dompetnya.
"Kamu mau uang seratus ribu, enggak?" Kata Lamsijan sambil melambaikan uang 100 ribu yang baru saja dicomot dari dompetnya.
"Ya, mau dong, Om."
"Kamu tahu meteran listrik yang berada di balik pintu itu?"
"Tidak, Om."
"Nah, sekarang kamu tahu. Di balik pintu itu ada meteren listrik, kamu pijit knop warna biru dari kiri ke kanan. Setelah itu kamu lari secepatnya. Mau?"
"Terus akibatnya gimana, Om?"
"Itu akibatnya listrik akan mati. Nanti petugas warnet akan ke luar dan memperbaiki knop itu, tapi kamu sudah berlari sangat jauh. Mau?"

Anak itu terdiam.
"Baiklah, Om. Sinikan uangnya."

Lamsijan memberikan uang itu. Anak itu dengan tenang pergi ke balik pintu dan memijit knop itu sehingga tiba-tiba saja warnet jadi gaduh karena listriknya padam. Anak itu kemudian berlari terbirit-birit dan berbelok masuk ke dalam gang.

Lamsijan tersenyum. Dia pelahan melenggang menuju mobil yang diparkir tidak jauh dari warnet. Setelah duduk di belakang stir, Lamsijan berpikir untuk membeli beberapa barang yang sangat penting untuk pekerjaan.
"Aku butuh portabel internet satelit, laptop dan satu lagi smartphone android terbaru." Pikir Lamsijan.

Pada saat dia berpikir, tiba-tiba HPnya berdering.
"I ya, Teteh... ada apa?"
"Kayaknya sebentar lagi Teteh selesai deh rapatnya, kang Ijan ada di mana?"
"Lagi muter-muter lihat-lihat kota."
"Oh gitu, Teteh tunggu ya di lobby Dinas."
"I ya teh."

***

Entah mengapa Ceu Popon merasa agak gelisah. Setelah memetik leunca dan daun singkong, dia tak berniat membersihkan kebun. Dia cepat pulang dan langkahnya membawa dia ke belakang rumah bah Dadeng yang pintunya tidak dikunci. Ceu Popon mendengar Nyi Iin dan Nyi Aan saling berdesah bersahutan. Pelahan Ceu Popon mengendap-endap masuk lewat pintu belakang yang tak dikunci dan mengintip ke dalam kamar. Dia melihat Nyi Aan tengah berjongkok di atas wajah Bah Dadeng sedangkan Nyi Iin berjongkok di selangkangan Bah Dadeng. Terlihat oleh Ceu Popon betapa bersemangatnya Nyi Iin menggenjot kontol Bah Dadeng dengan genjotan yang sangat cepat, sedangkan Bah Dadeng dengan semangat pula menjilati memek Nyi Aan.

Ceu Popon gemetar. Dia cemburu.
"Kang Dadeng hanya milikkku seorang." Bisiknya, "tidak boleh dimiliki perempuan lain."

AKKHHKHKHH.... ABAHHHH.... AKKHHKHKHH.... ABAHHHH.... AKKHHKHKHH.... AKKHHKHKHH....

Terdengar oleh Ceu Popon dua perempuan muda itu mendesah bersahutan.
"Aaaaakkkhhhhhh.... abah... Iin ke luarrrrrr..... sshhhhhh..... shhhhhh...."
"Gantian In, sekarang teh Aan yang ngentot kontol abah."
"Silahkan teh, Iin sudah cape.... mau istirahat."
"Bah, tahan ya Bah, kontolnya sama Aan mau dimasukkan ke dalam memek."
"Iya Nyi Aan... cepet masukkan."

Cleb.

"Digoyang ya Bah."
"Iya... yang cepet ya."
"Oke Bah."

HIYAAAA!!!!!

Nyi Aan langsung menggenjot pantatnya naik turun dengan cepat. Tanpa ampun, beberapa menit kemudian Abah pun mengerang dan tak tahan ingin ke luar.
"Nyi Aan... abah sudah tidak kuat..."
"Sebentar bah, sebenatr lagi.... huft! Euh! cleb. Euh! Cleb. Euh! Cleb. Euh! Cleb. Euh.... abah sekarang yuk keluarnya sama-sama."
"Yuk."

AKHHHHHHH.....ABAAAAAHHHHHHHH..... ENAAAAAAKKKKK PISANNNNN....
ARRRRRRHGGGGHHKHKHKH.... ARRRRRRHGGGGHHKHKHKH.... ADUUUHHH NYI AAN MEMEKNYA ENAK SEKALI..... ARRRRRRHGGGGHHKHKHKH.... ARRRRRRHGGGGHHKHKHKH....

Ketika ketiga orang itu akhirnya tergeletak di dipan karena kecapean, Ceu Popon diam-diam meninggalkan mereka. Dalam hatinya kini timbul niat memiliki Bah Dadeng untuk selama-lamanya.

Begitu sampai di rumah, Ceu Popon segera pergi ke belakang dan menemukan bunga terompet ungu yang tumbuh di dekat sumur. Dia mengambil dua tangkai dan mencongkel putiknya menggunakan ujung pisau. Lalu mengirisnya kecil-kecil dan mencampurnya dengan bubuk kopi yang baru kemarin dia tumbuk. Setelah melihat Nyi Aan dan Nyi Iin pergi meninggalkan rumah Bah Dadeng, cepat Ceu Popon menyeduh kopi yang telah dicampur dengan putik bunga terompet ungu itu ke dalam dua gelas. Dia kemudian membawa ke dua gelas tersebut dengan baki menuju rumah Bah Dadeng.
"Kang... lagi apa?"
"Eh, kamu Pon. Lagi istirahat.... wuih, cape sakali hari ini."
"Kebetulan Kang, Popon udah bikin kopi untuk kita nikmati berdua."
"Ahh, syukurlah. Terimakasih Popon yang manis, yuk masuk sini, kita ngopi bersama."

Ceu Popon masu ke dalam rumah dan duduk di sebelah Bah Dadeng.
"Tapi Kang, sebelum minum kopi, Popon pengen ewean dulu... sekali aja, asal kontolnya masuk ke dalam liang memek Popon terus digenjot-genjot sebentar... sudah aja. Yang penting rasa gatel di dalam memek ini sudah tergaruk... mau kan?"
"Oh, siap!" Kata Bah Dadeng, "Yuk, kita eweannya di tengah rumah aja biar leluasa."
"Oke!" Jawab Ceu Popon dengan wajah gembira namun juga menyembunyikan rasa sakit hati yang luar biasa.

***

Setelah merasa cukup banyak mendapatkan jahe merah, Memey dan Uut akhirnya ke luar dari hutan. Hari sudah meninggalkan siang dan beranjak menuju sore. Mereka masing-masing menjinjing keranjang bambu berisi Jahe Merah yang tampak masih terbalut tanah.
"Begitu pulang, kita harus mencuci jahe ini dari balutan tanah... setelah itu siap deh dijual ke pasar." Kata Memey dengan gembira.
"Semuanya ini kira-kira ada berapa kilo ya teh?"
"Kalau sudah dibersihkan, paling juga 50 kilo. Tapi lumayan Ut, saat ini jahe merah sedang naik daun, harganya di pasar mungkin sekitar 50 ribu sampai dengan 100 ribu, tergantung kitanya, bisa enggak nawarinnya."
"Wow, kita bisa dapat uang banyak ya teh."
"I ya, lumayan buat beli beras, beli baju, beli TV, beli kulkas..."
"Ah, teteh mah ngaco ah. Masa buat beli TV dan Kulkas... uangnya pasti kurang."

Memey tertawa.
"Kalau tiap hari dapat 50 kilo kita pasti bisa beli TV."
"Enggak mungkin teh, hutan kita enggak sebanyak itu punya pohon jahenya. Paling tahun depan kita cari lagi." Kata Uut.
"Kita lewat rumah Bah Dadeng yuk, siapa tahu Kang Ijan sudah pulang."
"Yuk." Jawab Uut, "mmm, enggak kebayang deh kalau Kang Ijan... akh... sudahlah..."
"Kalau kang Ijan apa?" Tanya Memey.
"Kalau kang Ijan mau... mau ngentot sama Uut.... akhhh... pasti enak sekali.... kontolnya yang besar dan panjang itu masuk ke dalam liang memek Uut yang sempit.... uuuuuhhhhkkhhh.... enggak tahan...."
"Memangnya kontol Pak Guru Otang enggak gede Ut?"
"Enggak, Teh. Dia mah kecil dan gampang ke luar, baru saja nyoblos beberapa kali langsung moncrot... tapi lumayan lah daripada dengan si Soma, pengennya ngentot gratisan... huh!"
"Kamu suka dikasih berapa sama Pak Otang Guru?"
"Kadang-kadang 20 ribu, kadang 50 ribu. Tergantung."
"Tergantung apa?"
"Kalau dia sudah dapat proyek di sekolah misalnya, dia memanggil Uut dan kita ngentot di dalam kelas, biasanya dia ngasih 50 ribu."
"Oh." Kata Memey, "kalau kang Ijan mau ngentot tapi enggak punya duit, kamu mau enggak?"
"Ya, mau teh. Soalnya terbukti kan tadi, Ceu Kades Uti sampai teriak-teriak keenakan kayak gitu. Uut juga mau dienakin kayak gitu."
"Teh Memey juga mau." Kata Memey dengan senyum penuh rahasia. "Eh, kita sudah sampai."
"Punten, permisi, sampurasun..." Kata Uut sambil mengetuk pintu, "bah, bah Dadeng. Perlu jahe merah enggak?"

Tapi tidak ada jawaban.

Akhirnya mereka memberanikan diri masuk ke dalam rumah. Tapi alangkah terkejutnya mereka ketika menemukan Bah Dadeng dan Ceu Popon tergeletak di tengah rumah dengan mulut berbusa keunguan. Sementara dua buah gelas kopi yang isinya belum habis, tampak menggelinding dan menumpahkan sebagian isinya.

Mereka menjerit. Dan cepat berlari menuju rumah Pak RT untuk memberitahukan hal tersebut. Seluruh warga RT 07 itu pun menjadi gempar. Mereka berramai-remai mengerubungi rumah tersebut dan mengetahui kalau Bah Dadeng dan Ceu Popon telah meminum kopi yang dicampur dengan bunga terompet ungu yang sangat beracun.

Mereka telah bunuh diri!

Pak RT dan Pak RW pun jadi sibuk, mereka cepat melapor kepada Ceu Kades Uti, namun sayang Ceu Kades belum pulang dari rapat di kantor Kabupaten. Mereka juga mencari-cari Koman, namun anak itu katanya ikut kerja bangunan di Bandung bersama Mang Ujang.

Setelah berembug kilat, Pak RW dan Pak RT serta seluruh warga sepakat untuk langsung menguburkan kedua mayat itu, mereka sepakat agar kedua mayat tersebut jangan sampai dimalamkan. Menurut kepercayaan penduduk setempat, mayat yang mati karena bunuh diri apabila dimalamkan akan bangkit kembali dan menghantui seluruh tetangganya.

Mereka dengan kompak bekerja sama secara gotong royong, akhirnya kedua mayat tersebut dikuburkan di tanah pekuburan desa yang terletak di ujung pinggir hutan.

***

Malamnya, ketika Lamsijan dan Ceu Kades Uti tiba di desa, mereka sangat terkejut atas laporan warga. Lamsijan bahkan merasa terpukul akan kepergian Bah Dadeng yang sangat tidak diduga-duga itu. Wajahnya tampak murung, menyembunyikan tangis yang menyayat di dalam hatinya. Neng Uut, Teh Lilis dan Memey mengerumuni Lamsijan dan menghiburnya. Namun kelihatannya pemuda itu tak terhiburkan. Dia diam saja menekur.

Tapi malam itu Ceu Kades Uti tak bisa menemani Lamsijan, sebab dia harus melakukan rapat dengan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) untuk membicarakan proyek pengecoran jalan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat. Dengan agak enggan, akhirnya Ceu Kades meninggalkan rumah itu dan menuju Balai Desa. Ceu Kades rapat sampai tengah malam dan dia merasa sangat letih, dia akhirnya pulang dan langsung tertidur dengan lelap di kamarnya.

***

Sementara itu, malam semakin jauh merangkak. Ruang tengah itu tampak remang karena kurang pencahayaan. Hanya lampu cempor yang berbahan bakar minyak kelapa bekas yang menerangi. Kedua janda dan satu gadis yang tidak perawan lagi itu dengan setia menemani Lamsijan. Kebetulan waktu itu, Lamsijan telah membeli makanan ringan di kabupaten, sehingga ketiga orang perempuan itu menemani sambil ngemil makanan ringan dan minum soft drink kemasan kaleng.

Ceu Lilis telah berinisiatif memindahkan kasur busa lepet dari atas dipan ke tengah ruangan, dia juga menghamparkan dua gulung tikar pada sisi kiri dan kanan kasur busa tersebut.

Lamsijan berbaring di atas kasur busa sambil memejamkan mata. Tapi dia tidak tidur.
"Sudah, kang, jangan sedih. Yang sudah meninggal tidak akan kembali." Kata Teh Lilis dengan suara lembut.
"I ya Teh Lilis, memang yang meninggal tidak akan kembali lagi." Jawab Lamsijan dengan suara serak, "tapi tanpa Bah Dadeng, rasanya akang tidak berhak tinggal di rumah ini."
"Akang bisa pindah ke rumah Memey." Kata Memey. "Di sana cuma ada emak, ada satu kamar yang kosong buat akang."
"Di rumah Teh Lilis juga bisa, Kang. Di sana enggak ada siapa-siapa, cuma Teteh aja tinggal sendiri." Kata Lilis.
"Kalau di rumah Uut gimana?" Tanya Lamsijan dengan senyum sedikit nakal.
"Enggak bisa Kang Ijan, ada emak dan bapak dan adik Uut, Sundari. Paling Uut hanya bisa menemani akang saja di sini sampai akang bosan."
"Sebetulnya akang sedih bukan karena Bah Dadeng saja yang mendadak meninggal tapi..."
"Tapi apa Kang?" Tanya Uut.
"Akang harus pergi dari desa ini, untuk mencari kerja... mencari uang dan akang enggak tahu kapan akan kembali." Kata Lamsijan dengan tatapan mata yang sangat cerdik. "Akang khawatir, kita tidak akan bertemu lagi. Mungkin ini adalah pertemuan terakhir."
"Aduuhh... koq begitu kang?" Tanya Memey, "akang mau ke mana?"
"Akang mungkin akan ke Bandung atau ke Jakarta; di sana akan ada banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang."
"Berarti sekarang malam terakhir ya Kang." Kata Uut retoris.
"Iya Ut... maafkan ya jika akang punya salah yang disengaja maupun yang tak disengaja."
"Enggak, akang enggak punya salah apa-apa. Kita justru yang banyak salah... coba, sekarang aja camilan akang sudah hampir mau habis sama kita." Kata Teh Lilis ambil menenggak softdrink kemasan kaleng.
"Ah, enggak apa-apa. Itu cuma camilan koq."
"Kang..." Kata Uut ragu-ragu, "sebelum akang besok pergi... bolehkah Uut... mmm... bolehkah... mmm..." Uut tampak ragu-ragu.
"Bolehkah apa Uut? Katakan saja, kalau akang bisa mengabulkan akan akang kabulkan...."
"Bolehkah Uut megang sebentar aja..."
"Megang apa Ut? HP akang? Kamu enggak punya HP ya? Ya udah, ini HPnya buat kamu aja." Kata Lamsijan sambil menyodorkan HPnya. Sontak saja Teh Lilis dan Memey merasa terkejut. Semudah itu Lamsijan memberikan HPnya kepada Uut, padahal itu kan HP mahal.
"Makasih, Kang. HPnya Uut terima dengan segala suka cita... tapi sebenarnya... mmm... Uut cuma pengen megang itu akang."
"Itu apa Ut?"
"Kontol akang." Bisikk Uut dengan wajah merah karena malu.

Lamsijan tersenyum.
"Boleh..."
"Teh Lilis juga mau kang." Kata Teh Lilis.
"Mau apa?"
"Mau megang... kalau boleh sekalian ngemut..."
"Boleh Teh... boleh..." Kata Lamsijan, "tapi kalian harus tanggung resikonya, kalau nanti kontol akang ngaceng kalian harus mau memasukkannya ke dalam memek kalian sampai muncrat."
"I ya Kang mau, mau." Kata Teh Lilis.
"Tapi Kang..." Kata Memey, "itu berarti akang harus mengewe memek kita bertiga... apa... apa... akang kuat?"
"Boleh coba koq." Kata Lamsijan dengan senyum penuh kegembiraan.
"Ah, akhirnya aku bisa mengetes kontolku dengan dua memek janda dan satu memek gadis... ha ha ha..." Kata Lamsijan dalam hatinya.
"Uut lepasin celananya ya kang." Kata Uut.
"Iya Ut."

Uut dengan lembut menarik celana Lamsijan sekaligus dengan celana dalamnya. Angin malam yang semilir melalui celah-celah pintu membuat batang melengkung yang tergolek itu seperti menggigil kedinginan.

Teh Lilis terpekik.
"Ini... apaan?" Katanya dengan mata terbelalak. Dia langsung menerkam batang itu dengan dua tangannya, pada saat yang bersamaan Uut baru saja selesai melepas celana Lamsijan dan melipatnya. Lalu menyimpannya di kamar, di atas dipan. Ketika kembali, Uut cemberut karena Teh Lilis sudah mendahuluinya mengemuti sosis warna coklat itu dengan sangat rakus.

Lamsijan hanya tersenyum sambil memejamkan mata. Dia menyimpan kedua telapak tangannya di belakang kepala yang berdenyut pelahan; menjadikan kedua telapak tangannya sebagai bantal.
"Uuch.. colong lepacin celana ceceh cekaligus..." Kata Teh Lilis sambil mulutnya terus mengocok batang yang hangat dan ajaib itu. Kedua tanganya yang menggenggam batang hangat itu masih kurang panjang untuk mengcover seluruh panjang batang tersebut. Teh Lilis mengocok batang Lamsijan dengan dua tangan sementara mulutnya seperti tak bosan mengulum glandula itu.

Uut dengan enggan memenuhi permintaan Teh Lilis. Dia menarik celana daster yang dikenakan Teh Lilis sekaligus dengan celana dalamnya secara kasar. Oleh sebab dilakukan secara kasar dan terpaksa, dibutuhkan waktu agak lama untuk melepaskannya secara keseluruhan.

Namun, baik Uut mau pun Teh Lilis, sama sekali tidak menyangka jika ternyata Memey tanpa disadari oleh mereka, telah menelanjangi dirinya sendiri dan melangkahi perut Lamsijan lalu berdiri diam.

Lamsijan dari bawah dapat melihat dengan jelas pantat semok Memey yang tampak masih sekal. Belahan bibir-bibir vaginanya yang tipis terlihat cantik dari belakang.

Memey kemudian berjongkok.
"Sudah... sudah... " Katanya kepada Teh Lilis yang terbelalak melihat belahan memek Memey yang tipis dan berbulu sedikit. Memey kemudian mengambil alih batang kontol Lamsijan yang sudah basah oleh cairan ludah Teh Lilis dengan merebut melalui genggaman tangannya. Sambil berjongkok dengan sepasang kaki membuka lebar, Memey memukul-mukul klitorisnya dengan glandula penis Lamsijan.

Teh Lilis melotot.

Pukulan yang dilakukan pada klitoris itu menimbulkan bunyi crit... crit.. crit... dan dari ujung lubang klitoris yang sangat kecil itu menciprat-cipratkan cairan kental.
"Aihkhhh.... aiiikhhh...." Desis Memey menikmati cipratannya sambil memejamkan mata. Dia kemudian menggores-goreskan glandula kepala ikan lele tanpa belalai itu pada sepanjang belahan bibir-bibir memeknya. Dari ujung bawah dekat anus terus menyelusur sampai bagian atas di mana klitoris yang mengerjap genit itu menunggu untuk menciprat. Memey melakukannya berulang-ulang dengan cepat tanpa bosan. Kini pada pucuk mulut vulvanya menetes cairan lendir lain yang berasal dari bagian dalam liang senggamanya.

Teh Lilis tanpa kesip menyaksikan pelajaran itu. Setelah Uut menarik lepas celananya, kini Teh Lilis ikut berjongkok di depan Memey. Belahan bibir vagina Teh Lilis memang sangat tebal dan panjang, dihiasi bulu-bulu hitam pada bagian pubisnya, nampak mekar. Sementara bibir-bibir bagian dalamnya tampak menggelambir. Kelentitnya yang panjang ternyata sudah lagi menegang.

"Mey... giliran Teteh." Kata Teh Lilis dengan suara serak. Matanya berkedut dan tenggorokannya bergerak menelan ludah yang kering.
"Entar dulu, ini lagi asik."
"Teteh juga pengen gitu-gituan."
"Sabar kenapa sih... akhhhh.... adduuuuhhhh......." Memey mengeluh.

Crit crit crit... srrrrr.

Sementara itu Lamsijan, sang pemilik tugu kenikmatan hanya mesam-mesem saja. Sekarang dia paham bahwa dia memiliki kelebihan pada benda miliknya yang berubah menjadi idaman kaum wanita. Padahal dulu, benda itu sering menjadi ledekan teman kencan dan pacar-pacarnya. Lamsijan kemudian memberi isyarat kepada Uut yang berdiri melongo agar mendekatinya.
"Ada apa kang Ijan?" Tanya Uut setelah dekat.
"Ambilkan bantal dan rokok, Uut yang cantik."

Setelah bantal diambilkan, kini kepala Lamsijan lebih rileks dengan posisi agak tinggi. Dia kemudian menyalakan rokok dan mengisapnya dengan nikmat. Sedangkan Teh Lilis dan Memey secara bergantian mempermainkan batang kemaluannya. Sudut bibir lelaki itu tersenyum membayangkan apa yang akan dilakukannya terhadap mantan pacar-pacarnya kelak.
"Cepat atau lambat, aku akan membuat mereka ambyar seambyar-ambyarnya." Bisik Lamsijan dalam hatinya.

Pada saat dia berpikir begitu, seperti tiba-tiba saja Teh Lilis dan Memey menemukan cara agar mereka tidak bergantian dalam mendapatkan kenikmatan dari batang kemaluan Lamsijan. Dalam posisi berhadapan, mereka segera merapatkan pangkal paha mereka sehingga masing-masing vagina mereka menempel ketat dengan batang kemaluan Lamsijan berada di tengah-tengah. Lalu secara harmonis mereka naik dan turun bersama-sama.

Dijepit oleh dua vagina yang berlendir dan bergerak naik turun dengan stabil membuat Lamsijan tercekat.
"Agkhkhhh..." Keluh Lamsijan.
"Akhhh... enak... Mey." Kata Teh Lilis.
"Ough... i ya Teh... hi hi hi...asik sekali ya..."
"Yuk dipercepat Mey, Teteh mau ke luar nih mmmhhhh..."
"Ayuk... Memey juga udah pengen.... satu... dua... ti..***! Huft!"

AGKHKH... AGKHKH... AGKHKH... AGKHKH... Lamsijan mengeluh.
AKKHHH... AKKHHH... AKKHHH... AKKHHH... Teh Lilis mengerang.
OUGHH... OUGHH... OUGHH... OUGHH... Memey juga mengerang.

Mereka melakukan dengan sangat cepat dan serentak, setelah berlangsung beberapa menit, Teh Lilis menjerit dan terjengkang. Punggungnya menimpa betis Lamsijan.

AAAAAAAKKKKKKKKKHHHHHHHHHHHH.....
Bersamaan dengan jeritan dan jengkangannya, mulut memek Teh Lilis menyemprotkan cairan lendir kenikmatan.

SSSSSRRRRRR...... SSSSSRRRRRR...... SSSSSRRRRRR...... CROT.... CROT... CROT...

Memey yang masih merasa fit, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mencecabkan glandula berbentuk ikan lele itu hingga tertelan masuk ke dalam vulva vaginanya. Memey tanpa ampun menggenjot naik turun dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga batang besar itu menrobos masuk ke luar liang memeknya. Seketika bermuncratanlah cairan lendir berbentuk seperti susu kental manis itu dari dalam liang vulvanya yang terdalam.

Sampai tiba saatnya Memey menjerit keras dengan tubuh gemetar dan kejang-kejang. Suatu ledakan cairan lendir yang menyembur bagai cipratan kolam yang dilempari granat, menggelegar dengan bunyi SRRRRRRRR...... CEPROT! CEPROT! CEPROT! CEPROT!!!!!! Cairan krim seputih susu itu tidak ayal menyemprot bagian selangkangan dan ke dua biji pelir milik Lamsijan.

Dalam posisi duduk di atas selangkangan Lamsijan, Memey terpaku selama 90 detik dengan nafas ngos-ngosan. Kulitnya yang kuning langsat itu menjadi kemerahan karena aliran darah yang sejenak berhenti dan cucuran keringat yang bersimbah di seluruh tubuhnya. Setelah itu, Memey terguling ke sebelah kiri. Menarik batang penis Lamsijan hingga miring lalu terlepas dengan mengeluarkan bunyi PLOK!

Batang penis itu kemudian kembali lagi berdiri dengan sangat gagahnya. Walau dia bergoyang-goyang bagai menara eiffel yang diterjang badai, namun glandula ikan lele itu masih beringas. Menantang liang vagina siapa saja yang berani mencaploknya.

Teh Lilis terpana.

Memey tergeletak tanpa daya di atas tikar dengan seluruh mulut vaginanya berlepotan krim putih. Bagai mulut ternganga seorang anak kecil yang secara membabi buta memakan es krim.

Namun keterpanaan Teh Lilis tidak lama. Dia takut batang itu akan melemah dan Teh Lilis pun dengan serta bangkit dan menjongkoki selangkangan Lamsijan sambil mencecabkan batang itu masuk seluruhnya ditelan oleh liang vulvanya yang merindukan nikmat kepuasan syahwat.

HIAAAAHHHHHH!!!!!! Teriak Teh Lilis sambil menggenjot dengan kecepatan setan, naik turun ke atas dan ke bawah tanpa tedeng aling-aling. Gerakannya terlihat seperti dia tengah meloncat-loncat jongkok di tempat. Gelambir bibir-bibir bagian bawahnya terbeliak-beliak dan kelentit panjangnya terbanting-banting menumbuk-numbuk batang penis Lamsijan seperti ulat bulu yang dipermainkan seorang bocah yang nakal.

Setelah kira-kira berlangsung 7 menit dan Teh Lilis menyemburkan 100 ml cairan lendir kenikmatan, akhirnya dia menjerit dalam suatu lolongan yang panjang dan mengilukan.

AUNNNNNNGGGGGG!!!!!!
SRRRRRR..... CROT... CROT... CROT... SRRRRRRRR....SRRRRRR..... CROT... CROT... CROT... SRRRRRRRR....SRRRRRR..... CROT... CROT... CROT... SRRRRRRRR....SRRRRRR..... CROT... CROT... CROT... SRRRRRRRR....SRRRRRR..... CROT... CROT... CROT... SRRRRRRRR....SRRRRRR..... CROT... CROT... CROT... SRRRRRRRR....

Tubuh Teh Lilis berguncang karena mengalami gempa vulkanik-vaginatik dengan skala reichter 8. Dia terlontar ke sebelah kanan dalam keadaan pingsan. Dalam pingsannya, Teh Lilis seakan tengah melayang-layang mengarungi angkasa raya ruang hampa bersama planet-planet dan bintang-bintang. Dia mengambang dalam pengaruh ekstasi kenikmatan syahwat yang mustahil terucapkan dengan kata-kata.

***
(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd