Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA ANAK KETIGA

DICARI

Sepulang kantor aku disambut pelukan hangat Nia. Dia tersenyum penasaran dengan balutan daster bunga-bunga yang memusatkan pandangan mata ke arah ketiak dan pahanya seolah-olah itu ialah perkarangan taman, karena tak ada bagian lengan dan bagian bawah yang begitu rendah. Aku membalas pelukan istriku. Nia lalu menanyakan kapan aku bisa selalu pulang sore seperti ini karena hampir setiap biasanya aku tiba di rumah di atas jam 7 malam. Pertanyaan itu sering diulang apabila aku pulang lebih cepat dari biasanya karena memang pekerjaan sudah beres untuk apa kita berlama-lama di kantor. Kenyataannya adalah beban pekerjaan lebih sering menunda waktu pulang tepat waktu, daripada sampai dibawa ke rumah merebut perhatian istri tercinta. Nia pun mau mengerti. Setelah melepas sepatu dan melepas kancing kemeja bagian atas, aku hendak mencari makan karena lapar tak kenyang dengan santap gado-gado siang tadi.

"Papa mau makan dulu apa mandi dulu?"

"Kamu ada masak hari ini? Kalau enggak ya beli mau tidak mau"

"Kalau begitu papa mandi saja dulu, supaya mama masakin selagi papa mandi"

"Memang kamu mau masak apa? Terus seharian ngapain kalau enggak masak?"

"Hehehehe tidur siang sama nonton TV, paaah"

"Adddduh, kalau seperti itu, baiknya ya beli saja. Kalau tidak aku pesan saja lewat ojek online"

"Terserah papa deh. Mama nurut", Nia masuk ke kamar mengambilkan handuk dan baju gantiku. "Ini papa mending mandi dulu supaya segeran dan gak bau asem."

"Aku kan sudah laper, Maaah"

"Mandi dulu aja sana, makanan gampang dicari kok" ujar Nia mendorong-dorong tubuhku ke arah kamar mandi.

"Aku lemes, enggak ada tenaga untuk mandi"

"Apa mau mama temenin mandi?", goda Nia.

"Lah kamu belum mandi?"

"Belum"

"Ngapain saja kamu di rumah, Maa. Sampai gini hari aku pulang kerja belum bersih-bersih"

"Agak males saja hari aku, paaah"

"Kok males, katanya mau punya anak ketiga. Siap mengurusnya, tidak?", tanyaku penuh keraguan.

"Kasusnya enggak seperti itu paah, siapa tahu kalau ada anak ketiga, mama kan jadi lebih bersemangat mengurusnya"
"Yang penting jadi dulu"

"terus mama sudah siap memenuhi keinginan papa?"

"Siap aja, papa memangnya udah menemukan laki-laki yang akan meniduri mama?"

Aku terbungkam dengan pertanyaan Nia barusan. Sejujurnya aku belum ada bayangan mengenai sosok laki-laki yang akan meniduri istriku nanti. Fantasinya mengasyikkan, jelas membuat syahwatku terbangun dari lelapnya. Betapa merangsang jika tubuh gemuk berisi nan molek yang dimiliki istriku itu berada dalam pelukan laki-laki lain. Nia mengaduh nikmat ketika liang vaginanya diaduk-aduk penis yang bukan suaminya. Ia mengejang ketika laki-laki itu mencapai klimaksnya. Duh, Berimajinasi saja sudah menyenangkan dan merangsang bagiku. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Waw! Aku harus buru-buru temukan sosok laki-laki itu. Aku harus selektif dan tak boleh salah orang. Bagaimana cerita seandai orang yang terpilih faktanya tak bisa memuaskan birahi Nia. Gagal mewujudkan benak fantasiku. Dia untung kami berdua buntung.

Aku seratus persen yakin apabila diadakan sayembara siapa yang berkeinginan meniduri nia pasti antre mengajukan diri. Dari situ aku jadi bisa memilah milih dari segi fisik dan visi-misi yang diharapkan bisa bekerja sama denganku. Namun, sebelumnya, mereka yang akan meniduri Nia tetap mesti diuji apakah benar-benar minat atau sekedar melepas birahi semata. Dia semustinya harus di bawah kendaliku. Tidak bisa asal-asalan. Repot kalau menjalankan skenario bagi mereka yang hanya mau ingin senggamanya saja. Aku ingin membuat alur yang pelan, tetapi pasti. Barangkali pula Nia memiliki sosok kriteria yang diinginkannya. Aku tidak boleh egois.

"Paaa, kok masih berdiri di sini? ayo mandi buru ih"

"Sebentar, aku mau tanya, mama punya kriteria untuk laki-laki yang akan meniduri mama?"

"Kriteria? Enghhh... enggak sih paaa. Kepikiran aja juga belum hehehe"

"Ah kamu bagaimana, katanya mau ditidurin laki-laki lain", ujarku dengan mimik kesal.

"Itu kan bukan maunya Mama, paah. Mama sekedar nurut saja, asalkan papa mau nurutin kemauan mama"

"Hhhmm..."

"Udah buru mandi, sana!", Nia mendorong paksa tubuhku masuk ke kamar mandi sembari menyerahkan handuk dan baju gantiku. Ketika aku hampir mencopoti seluruh pakaian dan celana yang kukenakan. Nia berteriak menyahut. Dia memanggilku. Katanya ada Pak Mardi mencari.

"Papa udah mau mandi, Maa! Kamu dulu deh yang temenin!", sahutku malas.

"Iya!"

Sembari mengguyur air ke seluruh badan, aku ingin melama-lamakan diri di dalam kamar mandi karena Pak Mardi sudah menungguku di luar sana. Laki-laki paruh baya berusia sekitar 57 tahun itu merupakan seorang duda yang telah ditinggal wafat istrinya setahun yang lalu. Anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di rumah masing-masing. Rumah Pak Mardi terletak di pinggir jalan besar. Ia kerap masuk ke dalam komplek untuk sekedar mencari teman mengobrol. Satu demi satu orang yang dikenalnya didatangi, semata-mata mengusir kebosanannya di dalam rumah seorang diri. Lelaki dengan rambut tipis keperakan itu adalah seorang pensiunan karyawan BUMN. Dia lebih menyukai waktunya digunakan untuk mengobrol dengan orang lain. Kiranya begitu ia mengisi hari tua.

Aku awalnya antusias berbicara dengan Pak Mardi dengan segudang wawasannya. Namun karena keseringan, lambat laun membosankan juga. Ditambah kalau sudah ngobrol lama-lama, ia ingin dibelikan makanan. Jarang ia yang membelikan makanan. Lebih sering diriku yang keluar uang. Bila hal seperti itu terjadi setiap hari, jelas-jelas bisa tekor isi dompetku untuk membikin kenyang perut gembul Pak Mardi, kendati lengannya kekar dan sedikit bergelambir di bagian bawah.

"Ah! Iya! Bagaimana kalau Pak Mardi saja! Hahahahaha", namun apakah ia tertarik tidur dengan istriku? Rasanya pasti iya. Laki-laki mana yang tidak tertarik bergumul dengan postur bodi Nia yang aduhai bohai pun bisa mengemut payudaranya yang masih kencang dan menjadi santapanku setiap berhubungan intim dengannya. Kalau Nia? Apakah berkenan? Ah itu urusan nanti. Yang terpenting dia mau menurut kata-kataku, asalkan aku mengabulkan permintaannya memiliki anak ketiga.

"Paaah! Udah belum mandinya? Lama banget"

"Iyaaa, ini udah. Kenapa?", tanyaku membuka pintu dan memandangi wajah cemberut Nia. "Kok kesel begitu mukanya?"

"Enggak ada apa-apa. Buruan sana temenin Pak Mardi. Mama mau masak makan malam untuk papa"

"Oke. Bentar ya. Aku mau sisir rambut dulu. Sekalian pakai baju", jawabku penasaran dengan raut cemberut Nia. "Kamu udah sediain minuman?"

"Udah..."

Setelah tergesa-gesa masuk kamar dan segera memakai baju kemudian menyisir. Aku memberanikan langkah menemui Pak Mardi yang sudah duduk di teras depan rumahku.

"Waah, wah, waah, kalah ganteng saya ini"
"Hahahahaha"

"Ah, Pak Mardi, maklum saya kan baru pulang kerja. Gak enak kalau nemenin tamu dalam kondisi bau"

"Saya lebih bau justru, kerjanya hanya di rumah saja, panas-panasan, mondar mandir cari kesibukan"
"Hehe", tergelak tawa Pak Mardi dengan kutang kumal dan rombeng, terkesan tak terurus. Lengannya terdapat bekas luka gores dan koreng.

"Yang penting masih semangat Pak, sehat dan seger! Hahaha"

"Iya betul! Harus!"

Sambil menemani Pak Mardi ngobrol, aku mengamati bentuk tubuhnya. Lalu mengimajinasikannya apabila telanjang bulat bersama Nia. Pas! Tubuhnya yang cukup kekar dengan kulit sawo matang agak gelap kecokelatan pasti kombinasi yang cocok ketika bersentuhan dengan tubuh mulus istriku. Membayangi tubuh nia didekap erat oleh Pak Mardi, gairah bercintaku berkobar ingin itu segera terjadi. Namun, apakah penis Pak Mardi siap tempur jika beradu di medan laga pertarungan birahi? Luar biasa sekali jika penis itu tahan lama mengoyak vagina Nia yang mudah basah. Hanya saja Bagaimana aku bisa mendapatkan jawaban pastinya. Enggak mungkin aku langsung menembak sebuah pertanyaan mengena kepada Pak Mardi. Harus ada celah untuk mengetahuinya.

"Permisi ke dalam sebentar ya pak"

"Iya silakan"

Aku mengira dengan aku pamit ke dalam, Pak Mardi lekas segera pulang, ternyata tidak sama sekali. Ia bertahan. Aku segera menemui Nia untuk memintanya menyediakan makanan ringan yang bisa dimakan selama mengobrol di teras. Aku menemukan istriku sedang mandi. Kusapa dia. Yang terjadi kemudian, ia membuka pintu dan berusaha menarikku ke dalam.

"Temenin mama mandi"

"Isshhh aku udah mandi, masa basah-basahan lagi", jawabku mengelak sambil menatap tubuh bugil istriku yang basah di sela pintu kamar mandi yang sengaja dibuka lebar.
"Kamu masuk sana, mau Pak Mardi sampai lihat?

"Iya. Gak apa. Penyebabnya papa gak mau nemenin mama mandi"

"Oh gitu, beneran ya aku suruh Pak Mardi kemari?"

"Ya silakan aja coba", ujar Nia menantang.

"Kamu inih, kalau udah ada mau bisa aja caranya"

"Hehehe, ayuk paah, temenin mama mandi"

"Enggak, kasihan masa Pak Mardi ditinggal sendiri"
"Ada makanan yang bisa dimakan gak? Masa cuman minum aja yang disediain"

"Beli aja Pah, di warung sebelah"

"Yaudah deh, papa beli dulu"

Aku tinggalkan istriku dan mengambil uang di dompetku yang tergeletak di meja kamar. Kemudian aku keluar dan pamit sejenak kepada Pak Mardi untuk membelikannya makanan secara diam-diam di warung sebelah rumah. Akan tetapi, ternyata warung tersebut tutup. Daripada kepalang tanggung, aku lalu mencari warung lainnya yang satu-satunya berada di depan portal kompek dekat dengan rumah Pak Mardi. Di sana, Aku membeli banyak makanan kecil, seperti wafer, biskuit dan sejenisnya untuk sebagai simpanan di kulkas. Sedikit tertahan lama karena harus menunggu pedagangnya menukar uang karena tak ada kembalian. Kembali dari warung dengan berjalan kaki, aku terkaget dengan Pak Mardi yang hilang, mungkin pulang. Akan tetapi, kalau pulang seharusnya ia bertemu denganku setidaknya berpapasan. Aku mendadak heran. Kemudian lekas masuk hendak bertanya ke Nia.

"Sayang!"

"Iya Mas?!", Nia keluar dari kamar mandi dalam balutan handuk dengan wajah syok.

"Kamu kenapa? Kok pucet gitu?"

"Enggak apa apa. Cuman tadi kaget aja ada kecoa di dalam kamar mandi"

"Oooo... eh iya, Pak Mardi kemana?"

"Apa? Pak Mardi?! Enghh.... gak tahu mas. Kan kamu yang daritadi ngobrol dengan dia"

"Duh kemana yaaa"

=@=​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd