Kau tahu ini perempuanku, aku membenci pernikahan. Bagiku pernikahan adalah puncak kematian bagi manusia yang ingin merdeka. Aku tahu itu. Aku meyakini itu. Seperti yang kau tahu perempuanku aku lahir dari produk pernikahan yang gagal, seumur hidup menyaksikan bahwa lembaga ini hanya sekedar pleidoi belaka. Sekedar jawaban atas pertanyaan kapan kimpoi, sekedar apologi dari pertanyaan pasangannya mana atau sekedar bukti bahwa ia tidak invalid dalam masyarakat. Pernikahan tidak lebih dari sekedar usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan membosankan itu.
Kau tahu ini perempuanku. Kau tahu bahwa ada alasan lain mengapa aku tak suka pernikahan. Bagiku mustahil untuk bisa hidup dengan satu orang yang sama bertahun-tahun. Bangun tidur, hidup lantas tinggal bersama satu wajah yang itu-itu saja. Apa bedanya menikah dengan penjara? Penjara setidaknya dengan sadar kita percayai sebagai sebuah institusi yang mengikat dan menjerat. Sementara pernikahan kita percayai adalah lembaga lain yang mulia, yang suci, yang menyatukan cinta. Tapi benarkah demikian?
Aku tak pernah benar-benar percaya bahwa manusia bisa setia. Kau tahu ini, kau pernah merasakan ini kasihku. Aku tak pernah percaya jika manusia bisa merasa cukup dengan satu orang belaka. Apapun jenis kelaminnya, saku percaya, manusia tak pernah bisa merasa puas untuk mendapatkan afeksi dari satu orang saja. Aku menolak anggapan bahwa tiap tiap manusia dilahirkan untuk satu orang yang lain. Bahwa melulu menjadi setia dan monogamis adalah alasan paling rasional untuk bisa menjalani sebuah hubungan.
Tapi apa sebenarnya setia itu? Apa yang membedakan sebuah hubungan yang setia dengan relasi kepemilikan monopoli? Setia adalah kesadaran untuk bisa berhubungan, mencintai dan menjalin relasi sederajat dengan satu orang yang sama secara terus menerus dan konstan. Lantas beda definisi setia semacam ini dengan sebuah kontrak kerja di perusahaan out source apa? Melulu kita hanya disediakan pilihan yang tidak bisa kita bantah isinya. Apakah monogamis adalah sebuah hubungan yang sehat dan benar? Apakah bersetia sudah pasti mutlak sempurna secara moral?
Perempuanku yang manis, kamu dan aku tahu, kamu tak benar-benar mencintaiku. Kamu hanya kesepian. Hanya sedang merasa sendu karena perpisahan. Kamu sedang goyah, juga aku sedang lengah. Kita pura-pura saling mencintai. Barangkali benar-benar cinta, tapi tak benar benar berani untuk kemudian menunjukan cinta itu dan perasaa itu. Kamu tahu ini, karena kamu menyadari aku bukan lelaki yang mampu bersetia hanya dengan satu perempuan Aku bukan manusia hebat yang mengagungkan kesucian. Aku adalah segala hal yang bernama hina dan perselingkuhan.
Kekasihku yang berhidung mungil. Perempuan yang maha luka bernama. Kamu tentu paham, kesetiaan adalah konsep yang absurd. Ia memaksa manusia untuk kemudian menjadi tuhan. Tuhan tak ingin umatnya syirik dengan menyukutukan dirinya dengan yang lain. Kamu tahu ini, karena kamu yang berusaha untuk setia pernah ditikam pengkhianatan. Aku pun demikian. Aku tak pernah percaya bahwa manusia kan mampu hidup sendiri, tapi bukan berarti ia bisa bertahan hanya dengan seorang saja. Kamu dan aku tahu, sebagai manusia, menjadi rakus adalah sifat lahiriah.
Aku tak bisa bersetia kekasihku. Kamu tahu, ini bukan karena aku berwajah tampan, aku jauh dari tampan. Juga bukan kaena aku kaya dan berduit banyak. Untuk hidup sederhana seadanya saja aku susah. Aku tak bisa bersetia karena aku tak percaya kesetiaan.Siapa yang mewajibkan kita bersetia? Jika dengan bersetia aku tersiksa mengapa laku hidup itu mesti dijalani? Pun jika kamu tak mampu mendua aku tak akan memaksa. Kamu bisa pergi, kamu bisa memilih untuk hidup bersetia dengan yang lain.
Mereka yang mencibir ketidaksetiaan adalah manusia manusia yang gagal menerima diri mereka sendiri. Bahwa mereka punya hasrat untuk memiliki yang lain, lantas atas nama norma bersetia, menyerahkan keinginan sendiri untuk dipancung. Dicegah dan dipunahkan agar selalu bersetia. Kehidupan macam apa yang lahir dari membohongi diri sendiri? Pun mereka yang mencibir ketidaksetiaan, perselingkuhan, atas nama korban dan sakit hati lantas mencap kepala manusia manusia yang memerdekakan perasaannya sendiri sebagai mahluk binal hina keparat lacur.
Tapi sebenarnya apa itu kesetiaan? Apa itu perselingkuhan? Apakah setia adalah hak milik?
Gadisku yang mungil. Gadisku yang baik. Gadisku yang selalu saja bingung dengan hidupnya sendiri. Kita adalah manusia-manusia yang linglung. Bersama tapi mengetahui bahwa tak mungkin hidup bersama. Kau adalah segala bernama persatuan, monogami, keluhuran budi dan watak ksatria. Laku luhur hidup leluhur yang mencintaimu sebagai manusia buah cinta Kryasaki wujud purna Kreta Yoga. Srsti yang agung. Sementara aku adalah pertentangan, perselingkuhan, kenisbian, juga ketidak setiaan. Wujud Kali Yoga manifestasi akhir Pralaya. Kita berpasangan namun mustahil bersama, aku menghancurkan kamu membangun, aku mengurangi kamu menggenapkan.
Adam menerima Hawa, juga Lilith yang lantas dituduh menjadi iblis. Tapi rusuk? Rusuk adalah bagian diri sendiri. Jika perempuan adalah bagian dari tubuhmu sendiri lantas mengapa ia harus diciptakan satu nan tunggal? Tak mungkinkah kau disangga dua rusuk? Mengapa hanya satu? Mengapa tidak dua, tidak tiga, tidak empat dan tidak seterusnya dan seterusnya. Kamu bisa memilih sekian lelaki. Kamu tahu itu, juga kelakar Freud menasbihkan bahwa untuk mengerti satu keinginan perempuan dibutuhkan seratus lelaki. Sementara untuk memuaskan keinginan lelaki hanya dibutuhkan satu kelamin belaka.
Tapi apakah hidup dan bersetia hanya perihal menjaga kelamin gadisku? Apakah selalu hidup kita diatur untuk bersetia tentang menjaga interaksi yang tak sampai 10% waktu hidup kita sehari. Seks memang nikmat tapi ia adalah sekian menit, mungkin jam, dari interakhis hidup kita sehari. Menganggap bersetia hanya untuk menjaga kemurnian kelamin adalah lelucon paling buruk yang pernah ada. All happy families are alike; each unhappy family is unhappy in its own way. kata Tolstoy. Hidup, juga seks, hanyalah kebahagiaan dan kegetiran dari masing-masing individu.
Gadisku yang manis. Kamu tahu, seperti juga aku, mustahil memintaku bersetia. Seperti aku juga mustahil memintamu menerima persekutuanku. Kamu tak berhak menilaiku rendah, juga seperti hak bagiku tak menilaimu mulia karena bersetia. Bagi kita ada nilai yang berbeda, ada tujuan yang tak sama dan sebuah penghargaan terhadap apa yang masing-masing kita yakini. Kamu menyadari ini, kelak,saat kamu memutuskan untuk berpisah. Tak perlu menyesal karena hubungan kita berakhir, tapi ingat bahwa kita pernah bersama.
Negativitas punya rupa pesonanya sendiri gadisku. Seperti juga langit, dunia bersepakat, surga bukan tempat yang indah bagiku. Di sana terlalu banyak perempuan untuk satu lelaki, atau terlalu banyak lelaki untuk satu perempuan. Sementara dunia, beserta segala yang fana ini memberimu rupa lain hidup yang perih. Mencintai dengan berbagi tubuh. Kecemburuan juga harga diri yang terlampau tinggi membuat kita lupa. Cinta adalah perihal menerima. Sementara kesetiaan, ya kesetiaan, membutuhkan kesepkatan dengan ikatan-ikatan yang jelas.
Cinta yang demikian adalah cinta yang palsu gadisku. Kamu tahu itu?
Kau tahu ini perempuanku. Kau tahu bahwa ada alasan lain mengapa aku tak suka pernikahan. Bagiku mustahil untuk bisa hidup dengan satu orang yang sama bertahun-tahun. Bangun tidur, hidup lantas tinggal bersama satu wajah yang itu-itu saja. Apa bedanya menikah dengan penjara? Penjara setidaknya dengan sadar kita percayai sebagai sebuah institusi yang mengikat dan menjerat. Sementara pernikahan kita percayai adalah lembaga lain yang mulia, yang suci, yang menyatukan cinta. Tapi benarkah demikian?
Aku tak pernah benar-benar percaya bahwa manusia bisa setia. Kau tahu ini, kau pernah merasakan ini kasihku. Aku tak pernah percaya jika manusia bisa merasa cukup dengan satu orang belaka. Apapun jenis kelaminnya, saku percaya, manusia tak pernah bisa merasa puas untuk mendapatkan afeksi dari satu orang saja. Aku menolak anggapan bahwa tiap tiap manusia dilahirkan untuk satu orang yang lain. Bahwa melulu menjadi setia dan monogamis adalah alasan paling rasional untuk bisa menjalani sebuah hubungan.
Tapi apa sebenarnya setia itu? Apa yang membedakan sebuah hubungan yang setia dengan relasi kepemilikan monopoli? Setia adalah kesadaran untuk bisa berhubungan, mencintai dan menjalin relasi sederajat dengan satu orang yang sama secara terus menerus dan konstan. Lantas beda definisi setia semacam ini dengan sebuah kontrak kerja di perusahaan out source apa? Melulu kita hanya disediakan pilihan yang tidak bisa kita bantah isinya. Apakah monogamis adalah sebuah hubungan yang sehat dan benar? Apakah bersetia sudah pasti mutlak sempurna secara moral?
Perempuanku yang manis, kamu dan aku tahu, kamu tak benar-benar mencintaiku. Kamu hanya kesepian. Hanya sedang merasa sendu karena perpisahan. Kamu sedang goyah, juga aku sedang lengah. Kita pura-pura saling mencintai. Barangkali benar-benar cinta, tapi tak benar benar berani untuk kemudian menunjukan cinta itu dan perasaa itu. Kamu tahu ini, karena kamu menyadari aku bukan lelaki yang mampu bersetia hanya dengan satu perempuan Aku bukan manusia hebat yang mengagungkan kesucian. Aku adalah segala hal yang bernama hina dan perselingkuhan.
Kekasihku yang berhidung mungil. Perempuan yang maha luka bernama. Kamu tentu paham, kesetiaan adalah konsep yang absurd. Ia memaksa manusia untuk kemudian menjadi tuhan. Tuhan tak ingin umatnya syirik dengan menyukutukan dirinya dengan yang lain. Kamu tahu ini, karena kamu yang berusaha untuk setia pernah ditikam pengkhianatan. Aku pun demikian. Aku tak pernah percaya bahwa manusia kan mampu hidup sendiri, tapi bukan berarti ia bisa bertahan hanya dengan seorang saja. Kamu dan aku tahu, sebagai manusia, menjadi rakus adalah sifat lahiriah.
Aku tak bisa bersetia kekasihku. Kamu tahu, ini bukan karena aku berwajah tampan, aku jauh dari tampan. Juga bukan kaena aku kaya dan berduit banyak. Untuk hidup sederhana seadanya saja aku susah. Aku tak bisa bersetia karena aku tak percaya kesetiaan.Siapa yang mewajibkan kita bersetia? Jika dengan bersetia aku tersiksa mengapa laku hidup itu mesti dijalani? Pun jika kamu tak mampu mendua aku tak akan memaksa. Kamu bisa pergi, kamu bisa memilih untuk hidup bersetia dengan yang lain.
Mereka yang mencibir ketidaksetiaan adalah manusia manusia yang gagal menerima diri mereka sendiri. Bahwa mereka punya hasrat untuk memiliki yang lain, lantas atas nama norma bersetia, menyerahkan keinginan sendiri untuk dipancung. Dicegah dan dipunahkan agar selalu bersetia. Kehidupan macam apa yang lahir dari membohongi diri sendiri? Pun mereka yang mencibir ketidaksetiaan, perselingkuhan, atas nama korban dan sakit hati lantas mencap kepala manusia manusia yang memerdekakan perasaannya sendiri sebagai mahluk binal hina keparat lacur.
Tapi sebenarnya apa itu kesetiaan? Apa itu perselingkuhan? Apakah setia adalah hak milik?
Gadisku yang mungil. Gadisku yang baik. Gadisku yang selalu saja bingung dengan hidupnya sendiri. Kita adalah manusia-manusia yang linglung. Bersama tapi mengetahui bahwa tak mungkin hidup bersama. Kau adalah segala bernama persatuan, monogami, keluhuran budi dan watak ksatria. Laku luhur hidup leluhur yang mencintaimu sebagai manusia buah cinta Kryasaki wujud purna Kreta Yoga. Srsti yang agung. Sementara aku adalah pertentangan, perselingkuhan, kenisbian, juga ketidak setiaan. Wujud Kali Yoga manifestasi akhir Pralaya. Kita berpasangan namun mustahil bersama, aku menghancurkan kamu membangun, aku mengurangi kamu menggenapkan.
Adam menerima Hawa, juga Lilith yang lantas dituduh menjadi iblis. Tapi rusuk? Rusuk adalah bagian diri sendiri. Jika perempuan adalah bagian dari tubuhmu sendiri lantas mengapa ia harus diciptakan satu nan tunggal? Tak mungkinkah kau disangga dua rusuk? Mengapa hanya satu? Mengapa tidak dua, tidak tiga, tidak empat dan tidak seterusnya dan seterusnya. Kamu bisa memilih sekian lelaki. Kamu tahu itu, juga kelakar Freud menasbihkan bahwa untuk mengerti satu keinginan perempuan dibutuhkan seratus lelaki. Sementara untuk memuaskan keinginan lelaki hanya dibutuhkan satu kelamin belaka.
Tapi apakah hidup dan bersetia hanya perihal menjaga kelamin gadisku? Apakah selalu hidup kita diatur untuk bersetia tentang menjaga interaksi yang tak sampai 10% waktu hidup kita sehari. Seks memang nikmat tapi ia adalah sekian menit, mungkin jam, dari interakhis hidup kita sehari. Menganggap bersetia hanya untuk menjaga kemurnian kelamin adalah lelucon paling buruk yang pernah ada. All happy families are alike; each unhappy family is unhappy in its own way. kata Tolstoy. Hidup, juga seks, hanyalah kebahagiaan dan kegetiran dari masing-masing individu.
Gadisku yang manis. Kamu tahu, seperti juga aku, mustahil memintaku bersetia. Seperti aku juga mustahil memintamu menerima persekutuanku. Kamu tak berhak menilaiku rendah, juga seperti hak bagiku tak menilaimu mulia karena bersetia. Bagi kita ada nilai yang berbeda, ada tujuan yang tak sama dan sebuah penghargaan terhadap apa yang masing-masing kita yakini. Kamu menyadari ini, kelak,saat kamu memutuskan untuk berpisah. Tak perlu menyesal karena hubungan kita berakhir, tapi ingat bahwa kita pernah bersama.
Negativitas punya rupa pesonanya sendiri gadisku. Seperti juga langit, dunia bersepakat, surga bukan tempat yang indah bagiku. Di sana terlalu banyak perempuan untuk satu lelaki, atau terlalu banyak lelaki untuk satu perempuan. Sementara dunia, beserta segala yang fana ini memberimu rupa lain hidup yang perih. Mencintai dengan berbagi tubuh. Kecemburuan juga harga diri yang terlampau tinggi membuat kita lupa. Cinta adalah perihal menerima. Sementara kesetiaan, ya kesetiaan, membutuhkan kesepkatan dengan ikatan-ikatan yang jelas.
Cinta yang demikian adalah cinta yang palsu gadisku. Kamu tahu itu?