Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

ARFAN, SI PEJANTAN TANGGUH DARI DESA(Remake)

Di dalam kamar, Bu Rini tengah menikmati pijatan Budhe Warsih. Matanya mulai ngantuk meski Budhe Warsih memijatnya sambil mengobrol tentang kehidupan mereka di desa dulu. Mata perempuan cantik itu terpejam, efek dari pijatan nikmat tangan Warsih janda desa yang cantik itu rupanya sangat ia resapi.

Namun tiba-tiba sekelebat bayangan vulgar melintas di benaknya, darah Bu Rini berdesir ketika tangan Warsih yang memijat daerah paha bagian dalamnya menyentuh permukaan daging lembut dan berbulu milik perempuan karir itu. Tapi nanti dulu, desiran nikmat yang membuat urat di dinding kemaluan perempuan itu sampai berdenyut-denyut bukan saja karena sentuhan tangan Warsih di selangkangannya, tapi juga karena Bu Rini membayangkan apa yang tadi sempat ia lihat sekilas di ruang tengah... ada tonjolan benda tumpul yang berukuran besar dibalik celana kolor Arfan! Anak yang dianggapnya masih kecil meski berbadan amat kekar!

Sebagai perempuan setengahbaya yang jarang disentuh pria, darah kewanitaan Bu Rini tentu bergolak. Ia sempat coba menebak-nebak ukuran benda di balik celana Arfan, namun tentu ia jaim, takkan mau mengungkapkan pada siapapun.

Ini adalah kali pertama Bu Rini menaruh perhatian istimewa pada Arfan yang sudah dianggapnya anak kandung karena telah menyelamatkan nyawanya dari usaha pembunuhan dua bulan lalu. Tadinya tak sedikitpun Bu Rini berpikir yang bukan-bukan mengenai anak itu. Tapi sekarang, demi membayangkan bentuk kemaluan Arfan yang pastilah sangat besar, Bu Rini sedikit berubah pikiran.

Secara wajah, anak belia yang baru memasuki usia remaja itu sebenarnya cukup ganteng, idungnya agak mancung, badannya kekar, penampilannya rapih dan sikapnya sangat sopan. Meski Arfan hanya seorang anak kampung yang tumbuh dari keluarga miskin dan tak berpendidikan.

Bu Rini mulai berfantasi... “bagaimana kalau seandainya Arfan kujadikan.... aaah...,” lamunannya terputus, ada sisi hatinya yang menolak dengan alasan umur Arfan yang terpaut jauh dengannya. Nikmat pijatan Bude Warsih makin membuat bayangan vulgar tentang sex appeal remaja belia itu di benak Bu Rini jadi tersamarkan. Desahan perempuan itu dipikir oleh Warsih sebagai akibat dari pijatannya.

Perempuan dengan karir bisnis yang cemerlang itu tak mampu menyetop fantasi liarnya terhadap Arfan. Sepanjang pijatan Budhe Warsih di sekujur badannya, Bu Rini dengan bebas mendesah sambil membayangkan dirinya lebih jauh; digumuli anak muda yang pastilah berkontol besar itu! Liang vagina Bu Rini mulai basah. Hal itu diketahui oleh Warsih yang justru terus makin sering membuat tangannya sengaja ‘mampir’ menyentuh pinggiran bibir vagina sang nyonya.

“Eee... Nyonyaaa ee maap.... itunya kok basah?” Warsih memberanikan diri bertanya.

“Eeuhhh... uuuuhhh, anu kak War, aku terangsang sama tanganmu yang nyentuh-nyentuh vaginaku....”

“Oh maap Nyaah kalau saya salah...,”

“Gak kak Warsih, aku menikmatinya kok..., kak Warsih terusin aja...,”

“Ah Nyonyaaa...., maksudnya terusin yang mana?” Ujar Budhe Warsih tak mengerti

Bu Rini seketika membalikkan badan jadi telentang, otomatis memeknya yang berjembut tipis langsung menampakkan belahan. Budhe Warsih terperangah, mulutnya melongo terbuka. Menunggu apa yang akan diminta nyonya bossnya itu.

“Kak War mau bantu aku?”

“Mmm mmaaap Nyonyaaa eee, bantu apa?”

“Mainin memekku kak, aku birahi...,” ujar Bu Rini dengan nada yang dibuat datar, padahal inginnya ia meminta Warsih untuk menjilat kemaluannya yang kini mengeluarkan cairan kental dan bening itu.

“bbbbb bbb baik Nyaa... tt tta ta tapi sss sssaya tttakut Nyonya gak suka...,” kata Budhe Warsih tergagap, meski begitu ia tetap menjulurkan tangan dan mulai membelai permukaan vagina Bu Rini dengan jari telunjuknya.

Ia menemukan kemaluan wanita berumur setahun lebih muda darinya itu sudah teramat basah. Warsih menggerakkan jarinya berputar-putar mengitari liang memek Bu Rini. Sebenarnya Warsih sudah biasa melakukan hal ini saat bersetubuh dengan Leha dan Arfan. Warsih cukup mahir membuat Leha adiknya itu terkejang-kejang akibat permainan jari, mulut dan lidahnya di memek Leha. Tapi dengan Bu Rini tentulah ia agak sungkan karena wanita itu adalah sang nyonya rumah tempat mereka menggantungkan hidup.

“Oooouuuhhhh ennaaak kak Waaaaarrrrr ooooohhhhhh,” desah Bu Rini keras menikmati cowelan-cowelan jari tangan Budhe Warsih di vaginanya. Dua jari Warsih bahkan sudah mulai mencolok keluar masuk di liang nikmat Bu Rini.

“eee nyonya ma ma mau dijilatin?” tawar Warsih ragu saat ia menyaksikan sang nyonya sangat menikmati permainan tangan di vaginanya.

“Oooohhh kak Waaarrrr, maaauuuhhhh ayyooohhhh.... kak War bisa jilatin??”

“Iya Nyaa, saya pernah nonton di pidio..... ups....,”

“Ooooh kaak... gakpapa, jilatin aja...., aku butuh kepuasan malam ini kaakkk,” Bu Rini justru meminta.

Mulailah Warsih berjongkok tepat dibawah selangkangan sang nyonya, ia dengan cepat mendaratkan lidah di bibir kemaluan yang berwarna kemerahan dan sangat bersih itu. Bentuknya yang sangat merangsang dengan aroma yang wangi membuat Warsih dengan sukacita mengoral memek Bu Rini.

Warsih bertanya-tanya dalam benaknya, wewangian apakah yang dipakai sang nyonya untuk merawat kewanitaan hingga bau amis tak ada sama sekali, aroma harumnya tak pernah Warsih cium sebelum ini. Sebenarnya Warsih ingin juga dijilat balik dengan posisi enam sembilan seperti yang sering dilakukannya bersama Leha, tapi ia malu meminta itu dan terpaksa tak mengharapkannya. Baginya saat ini yang terpenting adalah memuaskan birahi Bu Rini sampai ke puncak hingga ia cepat tertidur setelah itu. Warsih juga khawatir aroma kemaluannya akan membuat sang nyonya jijik, Warsih hanya memakai air daun sirih tiap kali ia mandi atau mencuci alat kelaminnya itu. Sementara untuk penuntasan birahinya sendiri, Warsih dengan mudah akan mendapatkannya dari Arfan yang kini pasti sedang mengentoti emak kandungnya di ruang tengah. Warsih merinding sendiri membayangkan apa yang tengah terjadi antara Arfan dan emaknya, ia yakin dalam waktu setengah jam ini, pasti Leha sudah memuncak berkali-kali, seperti biasa kalau mereka ‘dibantai’ oleh anak kecil berkontol besar itu.

Saat Warsih asik menjilat-jilat memek Bu Rini sambil berbicara sendiri dalam benaknya, tiba-tiba ia merasakan tangan perempuan yang tengah ia layani itu menarik bahunya...

“Kak Warsih kalau gak canggung sini kuoral juga biar imbang...,” kata Bu Rini

“Oral? Apa itu Nyonya?” tanya Warsih tak mengerti, dasar perempuan desa, ia cuma tahu jilat kelamin!

“Sini kumainkan juga memek kak Warsih, biar sama-sama enak... eeergghh,”

Warsih senang begitu tahu apa itu oral, tentu sejak awal tadi ia sudah juga gatal ingin agar alat memeknya dijilat, kalau bisa sih dicolok-colok pakai kontol Arfan!

Janda bertubuh bongsor yang tak punya keturunan itupun langsung membalik posisi tubuh berlawanan dengan posisi badan bu Rini, mereka sudah pas saling menghadapi memek dan mulailah kegiatan saling jilat sesama perempuan setengahbaya itu. Bu Rini tak lagi menjerit-jerit sendiri, teriakannya sekarang seperti berlomba dengan jeritan Warsih yang juga merasakan nikmat geli dari arah kemaluannya yang berbulu tebal.
:pantat:
“Memek kak Warsih bentuknya bagus amat....,” puji Bu Rini ditengah keasikannya menyedot bibir kemaluan Budhe Warsih.

“Oooh ooooohhhh me me memek Nyonya juga bagus... enak dijilatin...,” balas Warsih memuji bentuk kelamin sang nyonya.



Di ruang tengah, Arfan tampaknya masih dengan penuh nafsu menghabisi tubuh emaknya. Anak yang belum lagi genap berusia 18 tahun itu tak kenal ampun menusukkan kelamin besarnya dalam memek perempuan yang melahirkannya. Leha sudah 4 kali menyemburkan lendir kental di dalam rahimnya, sementara anaknya masih saja tegar tak kunjung meraih puncak. Meski begitu, Leha tak ingin mengecewakan Arfan, karenanya ia dengan sabar meladeni permintaan gaya ngentot yang dimaui oleh anak semata wayangnya itu. Terengah-engah Leha meladeni genjotan kontol Arfan yang kini menghantam lobang memeknya dari arah belakang. Sudah setengah jam lebih Arfan menggenjot kemaluan emak kandungnya dengan amat buas. Emaknya yang di awal tadi sangat buas menerkam kontolnya, kini gerakannya mulai melemah. Ia juga merasakan lima kali maknya menyemburkan lendir hangat yang menerpa kepala kontolnya dalam memek nikmat itu.


Saat Leha sudah teramat lemas akibat permainan yang sudah mencapai lebih dari sejam dan ia hanya mampu berbaring pasrah sambil sesekali menggoyang pinggulnya, tiba-tiba Warsih kakak perempuannya datang dalam keadaan telanjang. Sebersit rasa senang membuat Leha tersenyum melihat kedatangan Warsih, batinnya berkata; “syukuuurrr kau datang kak, kalau tak kunjung ada yang melanjutkan birahi si Arfan bakal tewas pula aku dibuatnya...,”

Ploop.... Arfan mencabut kemaluannya yang masih tegang dari memek emaknya dan bermaksud langsung menggenjot pepek Budhe Warsihnya yang kini berdiri disamping tempat mereka bersenggama.

“Eiiittt, ayo ke kamar, Budhe sudah gak tahan, ini pepek Budhe sudah banjir mau dientot kontol kamu...,” seru Warsih sambil menarik Arfan bangun.
:pantat:
Tak sabar kedua mahluk yang sedang dikuasai nafsu itu masuk ke kamar untuk saling menuntaskan.

Warsih memang sempat orgasme waktu saling jilat dengan Bu Rini tadi. Tapi ia merasa tak cukup puas kalau tak dibuat terkapar oleh keperkasaan kontol keponakannya yang besar panjang lagi kuat dan lama mainnya. Tergesa-gesa Warsih mendorong tubuh Arfan agar berbaring tengadah di kasur, lalu tak sabar pula ia berjongkok diatas penis tegang yang digenggamnya, masuk dan langsung menggoyang turun naik menghempaskan pantat besarnya. Susu Warsih yang bergelayut mengayun bebas, mengundang tangan nakal Arfan meraih dan meremasnya.

“Aaaaaaahhhhh Arrrrr Budheeee sudah dari tadi kepengen dientot kontolmu iniiiiihhh!” teriak Warsih senang sambil terus bergoyang, kadang memutar maju mundur kiri kanan, membuat kontol Arfan seperti mengaduk-aduk lobang pepeknya.

“Yaaaah Budheeee!! Arr juggah dari tadi mau entot memek budhe! Pepek emakku sudah 5 kali keluarrr Budhe!”

“Hoohhh Arrr kau memang kuat, raja ngentot paling hebaaattt!! Aaarrrrrr....!!! Budhe mau keluar lagiii inniiihhh, kamu kuat bangeet Arr aarghhhhh enaaaaaakkk kontolmuuuu Arrr! Budhe ketagihan dientot kontol besarmu Arrrrr aaaaggggghhhhhhhh!!!”
:tegang:
Warsih melepas untuk yang keempat kali diatas tubuh keponakannya itu, bersamaan juga dengan Arfan yang rupanya baru mencapai puncak setelah membuat emaknya terkencing-kencing keenakan 5 kali di ruang tengah tadi.

“Aaaaaaahhhh Budheeeee enaknyaaa pepek budheeeeee!!! Saya kelluaarrrrrr budheeeee aaaaaaahhhhhh” teriak Arfan akhirnya.


:tegang:
Arfan kembali ke kamar tidurnya setelah menuntaskan birahi dalam memek lezat kakak ibunya itu. Dengan langkah gontai ia berjalan sambil menenteng pakaiannya yang belum lagi ia kenakan. Arfan tak khawatir karena dia yakin Bu Rini sudah tidur lelap akibat pijatan Budhe Warsihnya. Pintu kamar nyonya juga sudah tertutup rapat.

Demikian juga dengan Warsih, setelah puas meraih puncak mengentoti kontol besar keponakannya, ia langsung tertidur. Di kepala Warsih tersimpan ingatan baru tentang kebinalan nyonya besarnya yang ternyata tak jauh beda dengan dirinya dan juga Leha. Namun Warsih memutuskan untuk merahasiakan hal ini, ia takkan berani menceritakan hal tersebut, bahkan pada Leha adiknya atau pada Arfan keponakannya. Meski ada sebersit ide gila dalam hati Warsih, bagaimana kalau Bu Rini juga ikut menikmati kontol Arfan? “Ah biarlah waktu yang akan menjawabnya....,” kata Warsih dalam hati. Kalaupun Leha bertanya tentang apa yang ia lakukan bersama Bu Rini di kamar tadi, ia takkan menjawab... karena sang nyonya tadi sempat berpesan “Kak War tolong jaga rahasia ya? Ini cuma diantara kita...,”
 
Lega sudah perasaan Bu Rini setelah ia meraih orgasme dari hasil permainan mulut Warsih di memeknya tadi. Beban pikiran yang kemarin2 berat dan amat mengganggu batinnya kini terasa hilang. Kepalanya jadi ringan seperti tanpa beban. Tidur pun kali ini jadi sangat nyenyak.

Namun Bu Rini masih menyisakan satu hal di pikirannya, semalam ia sampai tak sanggup menahan birahi saat dipijat oleh Warsih itu bukan karena pijatannya, tapi karena bayangan vulgar yang menyeruak di kepalanya terhadap apa yang ia lihat dibalik celana kolor Arfan, anak yang baru tumbuh remaja di usia 18 tahun itu tak disangkanya memiliki ‘barang’ sebesar cembungan seperti tenda di selangkangannya!



Bu Rini menyimpan dalam-dalam dan berusaha menekan rasa penasarannya pada Arfan. Ia tak ingin, niat baiknya membalas budi anak itu ternoda oleh nafsu birahi yang belakangan ini sering membuatnya pusing. Semalam, untung saja ada Warsih yang memuasi dirinya hingga ia dapat tidur dengan nyenyak, kalau tidak, pastilah malam itu akan jadi buruk karena tak bisa tidur akibat birahi yang menuntut penuntasan. Terhadap hal itupun Bu Rini belum sempat berterimakasih pada Warsih, perempuan yang ia anggap kakak. Tanpa kesediaan Warsih menjilat dan mengomoh-obok memeknya semalam, Bu Rini pasti tak bisa tidur. Ia berharap, nanti malam Warsih juga tak keberatan melayaninya lagi...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd