Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG ARMAN DONELLO

Status
Please reply by conversation.
Delapan

Setelah sarapan, Arman membuka lebar-lebar pintu garasi agar udara segar masuk. Dia mengumpulkan beberapa barang yang menurutnya tidak perlu dan menumpuknya di halaman belakang. Selang-selang air yang sudah robek karena tua, kursi plastik yang patah, kanebo kering, kaleng-kaleng bekas oli, tumpukan majalah dan koran, semuanya ke luar.

Sambil membersihkan lantai garasi yang kotor, Arman merapikan dua buah ban serep yang bocor di pojok, menyalakan motor matic yang biasa dipakai Imel ke showroom --tetapi memang tidak bisa nyala walau sudah dicoba distarter secara manual. Setelah itu barulah dia mencuci mobil doublecabin buatan Amerika itu, memanaskan mesinnya setelah sebelumnya dia mengecek isi bahan bakar dan kekentalan olinya.

Dia selalu ingat bahwa pekerjaan mencuci mobil adalah hal yang paling menyenangkan. Semua kegiatan apa pun, sejauh itu dikerjakan bersama kakek, selalu menyenangkan. Sambil menggosok lantai angkot, kakek akan bercerita banyak hal. Tapi kakek selalu diam jika ditanya kapan ayah pulang. Bila Arman mendesaknya untuk menjawab, kakek selalu mengalihkan perhatian dengan mengajarkannya menyetir.

Pada akhir semester pertama ketika Arman duduk di kelas 9, Arman sudah sangat mahir mengendarai mobil.
"Kek, kapan ya ayah pulang?"

Seperti biasa, Kakek tak menjawab.
"Eh, bagaimana kalau kamu belajar narik angkot, mau? Kamu kan sudah mahir sekarang."

Sebuah tawaran yang menggiurkan.
"Mau, kek. Mau." Saat itu juga dengan mudah Arman melupakan pertanyaannya yang tak dijawab itu.
"Ayo, kakek mendamping kamu di sini." Katanya sambil duduk di pinggir Arman. "Mungpung malem, enggak banyak polisi... he he he."

Setelah itu, setiap malam Arman menjadi sopir tembak kakeknya.

Hingga suatu sore ketika dia pulang sekolah, Enin mengajaknya ke rumah sakit. Enin tidak mengatakan apa pun, dia hanya membawa Arman ke ruang perawatan kelas 2 dan menemukan kakek dalam keadaan terluka parah. Setelah kakek menyuruh Enin ke luar, dia kemudian berkata dengan terpatah-patah dan menahan rasa sakit yang luarbiasa.
"Arman... kemarilah... dengarlah baik-baik... jangan beritahu Enin apa pun... dia tidak tahu apa-apa. Kakek merasa sudah tidak kuat... dengar cucuku sayang, jangan lupa berlatih gerakan yang sudah kakek ajarkan... ayahmu... dia mungkin sudah meninggal... kamu bisa tanyakan kepada Pak Hendrik yang tinggal di rumah besar itu... kamu ingat kan? Kakek pernah cerita orang itu adalah penjahat... kamu harus menyusup ke sana... jangan beritahu siapa pun kamu anak donny kantono atau cucu Ronggo Seto... tidak... kau harus sembunyi di tempat terang... ingat... sembunyi di tempat terang... dengar cucuku, ayahmu bukan pencuri... dia... dia orang baik... anakku orang baik... kamu harus menemukan jawaban sendiri... kakek sudah tidak kuat... dia pernah menguburkan sesuatu di halaman belakang... di bawah tiang jemuran..."

Keesokan harinya kakek meninggal karena pendarahan di kepalanya tak bisa dihentikan. Di rumah sakit itu, Arman mendengarkan secara diam-diam penjelasan pihak kepolisian atas perampokan yang terjadi kepada kakek. Mereka sedang memburu pelakunya.

Tapi sampai dengan saat ini, Arman belum pernah mendapat kabar tentang siapa pelaku kejahatan itu. Demikian juga dengan Enin.

Sembilan

Selama beberapa menit Arman mencoba menyesuaikan diri dengan mobil mewah itu. Sistem kendali manual sama sekali tidak menyulitkannya. Beberapa fitur digital yang modern membuat Arman berdecak kagum atas teknologi mobil amerika.

Dia berkeliling sebentar mengitari jalanan di sekitar rumah Imel, setelah merasa nyaman dan percaya diri, dia mengendarai lebih jauh... mencari Pom bensin yang menjual solar. Dia menemukannya agak jauh ke pinggiran kota. Diam-diam Arman merasa agak menyesal juga mengapa mobil sebagus itu BBMnya adalah solar.

Kira-kira pukul 12.20 Arman tiba di depan showroom dan mengejutkan Imelda dengan mengajak makan siang di sebuah kafe yang tenang di sekitaran Jl. Sekemala. Sepanjang perjalanan, Imel mengganggunya dengan menggigiti telinga Arman dan membisikinya dengan kata-kata yang merangsang.

Sambil makan siang, mereka membicarakan berbagai hal penting terutama menyangkut aset almarhum.
"Rumah yang terletak di Jalan Gedebage yang disewa oleh seorang bernama Erik --eh, salah, Hendrik-- itu sudah lama perjanjian kontraknya kadaluwarsa... kita harus ngecek ke sana."
"I Ya , memang. Tapi aku belum ada waktu." Jawab Imelda.
"Yang di Setiabudhi dan Dago tahun ini kontraknya kelar... harus dicek juga."
"Entar aja dulu, aku lagi fokus ikut tender pengadaan kendaraan roda 2 dari pemkot Bandung..."
"Kamu beruntung Papamu mewariskan banyak aset..."
"Aku lebih beruntung punya kamu."
"Imel sayang... ssstt.... ini di kafe... bukan di rumah... jangan berbuat sembarangan... akhh... udah-udah.... Begini, sudah makan kita showroom, aku mau pake motor kamu pake mobil ya."
"Gak mau."
"Kenapa?"
"Soalnya..." Imelda berkata sambil menyeringai, "aku enggak bisa nyetir. Kamu aja yang bawa, aku pake benelli."
"Hadeuuhhh..."
"Koq ngeluh?"
"Enggak. Aku cuma enggak enak bawa mobil orang..."
"Enak enggak enak pokoknya bawa... enggak boleh nawar."
"Ya, udah terserah kamu aja." Jawab Arman. "Eh, di Bogor papa kamu juga punya aset... kapan kita bisa ke sana?"
"Entar aja kita bicarain... sekarang pulang yuk ke rumah sebentar..." Kata Imelda sambil mengedipkan matanya. "Setelah itu anter aku ke showroom."
"Kan tadi pagi udah..."
"Pengen lagi..."
"Entar malem aja."
"Gak mau... pengen sekarang."
"Kalau di mobil gimana?" Bisik Arman.

Imelda melotot.
"Di mana parkirnya?" Tanya Imel.
"Di pinggir showroom... di situ sepi kan?"
"Jangan, ayang. Di situ suka banyak yang nongkrong... di kantor aja... hi hi hi... i ya di kantor aja... yuk sekarang yuk..."

sepuluh

Sepanjang perjalanan menuju showroom, Imel tiba-tiba saja mengurungkan niatnya ke kantor. Dia ingat dia harus menemui notaris untuk menandatangani berbagai surat-surat penting, di antaranya adalah penandatangan surat keterangan ahli waris yang sudah diuruskan oleh staff notaris tersebut ke kelurahan dan kecamatan. Surat keterangan tersebut sangat penting untuk pemindahbukuan tabungan almarhum ke rekening Imel serta pencairan deposito senilai 150 juta rupiah.

Imel menelpon Tina bahwa dia tidak akan kembali ke kantor dan meminta motornya disimpan saja di tempat showroom.

Selesai urusan dengan notaris, Imel mengajak Arman ke sebuah butik khusus pria di pusat kota. Pada mulanya Arman menolak tapi Imel tidak bisa dibantah dan lelaki itu tidak mau mereka bertengkar di tengah jalan.

Imel kemudian memilihkan sejumlah setelan kemeja dan pantalon, setelah puas dia membawa Arman ke salon dan memperbaiki potongan rambutnya yang kurang pas.
"Kamu ganteng sekali." Kata Imel tanpa sadar setelah Arman selesai dicukur. Arman sendiri merasa heran ketika melihat bayangannya di cermin. Koq jadi mirip orang lain.

sebelas

Dase mendorong roda dagangan es cendolnya yang terasa masih berat untuk menuju pulang. Dia mengeluh. Seharian berjualan keliling namun dia baru mengantongi uang 50 ribu rupiah saja. Dalam hatinya dia memaki-maki pembeli yang entah bersembunyi di mana. Saat mengeluh itu, sebuah mobil doublecabin warna hitam melewatinya dan berhenti di depan sebuah rumah kosong yang tak terrawat.

Seorang lelaki tinggi ramping yang sangat gagah ke luar dari mobil diikuti seorang gadis yang sangat cantik. Lelaki itu membuka kunci pada pintu gerbang dan mendorongnya hingga terbuka lebar. Lelaki itu sejenak menoleh ke arah Dase dan tersenyum.

Dase tercekat. Dia seperti mengenal lelaki itu. Tapi entah di mana dan kapan. Lelaki itu kemudian masuk lagi ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya ke dalam halaman rumah kosong itu. Sementara si perempuan cantik itu sudah berjalan lebih dulu menuju teras rumah kosong itu.

Dase melewati rumah itu sambil bertanya-tanya, kapan dia pernah melihat lelaki itu. Tapi dia tidak ingat.
"Dia mirip si Arman... tapi enggak mungkin. Kata Ceu Nuning, si Arman mengalami kecelakaan motor dan kakinya buntung dua-duanya... ha ha ha... dia pindah ke Garut dan telah menjual rumahnya untuk pengobatan..." Pikir Dase sambil terus mendorong roda jualannya.

duabelas

Imelda memberengut dan uring-uringan.
"Tempat ini kotor Ayang, aku enggak mau masuk."
"Putih sayang, kamu enggak perlu masuk... kamu lihat-lihat saja sekilas biar kamu tahu kondisinya seperti apa... nanti kalau sama Ayang sudah direnovasi... baru boleh masuk... wajah kamu pucat... kenapa?"
"Aku pusing."
"Kamu mungkin hamil."
"Enggak, aku lagi mens."
"Mens?"
"I ya... aku takut ayang."
"Takut apa?"
"Masa tiap hari kita bercinta tapi aku enggak hamil... si Eliza dua kali ngentot sama Ben langsung buncit..."

Arman mendekati Imel dan memeluknya.
"Belum, Putih. Kamu jangan mikir yang enggak-enggak... makanya nanti jangan keseringan... seminggu sekali aja cukup."
"Seminggu sekali? Iiiihhh... gak mau. Aku pengen sehari tiga kali."
"Putih... kamu enggak takut itu memeknya ambyar?"
"Biarin. Aku pengen kamu hamili aku... setelah itu kita nikah deh... hi hi hi... kamu mau nikah ama aku?"
"Ya, mau."
"Yuk nikah yuk."
"Ayuk... tapi jangan sekarang-sekarang... aku banyak urusan... aku mau ngurusin kuburan Enin ke Garut, biar dikubur di sisi kakek."
"Ayang..."
"Ya?"
"Selama ini kamu ngerjain ini itu... kamu enggak pernah minta duit sama aku... aku pengen kamu minta ganti biaya-biaya yang udah kamu ke luarkan untuk ngurus ini itu..."
"Enggak perlu. Aku punya tabungan koq."
"Bohong."
"Putih... dengar sayang, selama sebulan kemarin aja aku ngojol, aku bisa nabung 10 juta loh."
"Tapi kan kamu sekarang enggak ngojol... aku nggak mau kamu jadi ojol... kamu enggak punya duit kan?"
"Aku masih ada Putih... "
"Kenapa sih kamu enggak mau tergantung sama aku..."
"Sudah-sudah... enggak usah berdebat di sini... mulai besok aku akan renov tempat ini..."
"Ayang... kamu minta berapa?" Tanya Imel
"Enggak usah, Putih. Enggak perlu." Kata Arman sambil mencium ubun-ubun Imel. "Tapi kalau boleh minta... aku pinjem mobil aja ya... buat ke sana ke sini."
"Enggak usah pinjem... itu buat Ayang aja."
"Serius?"
"Serius. Sejak awal Papa beli mobil itu aku sudah enggak suka."
"Mulai besok aku akan ke sini setiap hari... setelah selesai di sini... aku akan ke garut, sekalian cari pembantu yang bisa dipercaya."
"Pulang yuk... di sini bau."
"Yuk."

(Bersambung)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd