Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG ARMAN DONELLO

Status
Please reply by conversation.
Wadawww, keren euy ceritanya. Alurnya nggak ngebosenin tapi bagian eue eue nya kurang panjang dan kurang banyak 😁😁😁😁

Nggak ngira ceritanya bakal berkembang seperti itu, mana ada heroin yg mati lagi wahh amejing.
 
dua puluh empat

Dunia ini panggung sandiwara
ceritanya mudah berubah

Kisah mahabrata
atau tragedi dari Yunani

setiap kita, dapat satu peranan
yang harus kita mainkan

.......
(Ahmad Albar, Godbless)


Dase tersenyum senang melihat Pak Nanang ke luar dari rumah kontrakan itu. Akhirnya dia bisa juga menemukan persembunyian sahabat yang paling dibencinya. Dia sudah mempersiapkan semuanya, sebuah pentungan kayu, tali snar kawat dan lakban.

"Aku akan merampok uang hasil penjualan rumah neneknya... he he he... aku akan kaya." Bisik Dase dalam hatinya. Dia sudah bosan hidup miskin dan selalu dilanda sial. "Kali ini aku pasti berhasil... ha ha ha..."

Gang yang dilaluinya itu kini sepi. Malam sudah jauh larut dan orang-orang terbuai oleh mimpinya masing-masing. Dase mengendap-endap dengan hati-hati. Tiba di kamar kontrakan itu, dia melihat Arman sedang duduk merokok menghadapi secangkir kopi.

Dase melihat pintu kamar kontrakan itu terbuka secelah, tidak dikunci.
"Bagus... kebetulan... ha ha ha...."

Dengan cepat Dase menebah pintu kamar dan langsung memukul Arman di bagian kepala menggunakan pentungan kayu. Persis menghajar pelipisnya. Sahabatnya itu sempat menoleh dan melihatnya dengan sepasang mata membelalak. Dase tidak memberi kesempatan kedua, dia langsung menendang muka Arman dan mengenai bibirnya. Darah pun muncrat. Arman tampak setengah pingsan karena menahan sakit akibat pukulan pentungan dan tendangan.

Dalam keadaan setengah pingsan itu, Dase cepat menelikung lengan Arman dan mengikatnya dengan lakban. Lalu dia mengikat kedua pergelangan kaki Arman juga dengan lakban.

Dase mendudukan Arman di lantai dan menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia mengunci pintu kamar dan menutup tirai jendela.

Dalam keadaan tangan dan kaki terikat, Arman menatap Dase.
"Mengapa, Se, mengapa kamu lakukan semua ini? Kita kan bersahabat sejak kecil." Kata Arman.

Dase tertawa.
"Ya. Kita memang bersahabat sejak kecil. Dan aku tahu kamu adalah orang baik. Bahkan sangat baik. Kamu selalu lebih beruntung dari aku. Gadis-gadis banyak yang menyukaimu dan kamu juga lebih cerdas dari aku, nilai-nilaimu lebih baik dari aku... dan aku... aku selalu menjadi orang yang sial!" Kata Dase dengan tatapan yang jahat dan licik, nada suaranya terdengar parau karena emosi yang meluap.

Arman menatap sahabatnya itu dan tersenyum. Dia pasrah. Dia ingin mati.

Dia sebenarnya, sejak awal ketika Dase menyerangnya, bisa dengan mudah menghindar dan membalas. Ya, pentungan itu memang mengenai pelipisnya dengan keras dan tendangan itu mengenai bibirnya dengan telak... tetapi itu bukan berarti dia bisa ditelikung begitu saja dengan mudah. Arman memang tidak berniat melawan Dase.

Sejak awal Arman hanya berniat untuk bunuh diri.

Dase terkekeh menghitung uang 225 juta hasil penjualan rumah nenek Arman. Dia menciumi uang itu.
"Aku kaya sekarang ha ha ha... aku akan membunuhmu dan membawa mayatmu dalam roda dorong es cendol kepada seorang lelaki yang menginginkan kematianmu... ha ha ha... lelaki itu tak bisa ditipu dengan cerita murahan Ceu Nuning yang mengatakan kau cacat dan tinggal di Garut...

Setelah lama aku mencari... akhirnya aku bisa menemukanmu di sini. Aku menguntit Pak Nanang yang telah menjualkan rumah nenekmu...

Aku akan mencekikmu sampai mati. Dan menjual mayatmu kepada lelaki itu... dia akan membayarku 10 juta... ha ha ha... sebenarnya tidak dibayar pun aku selalu ingin membunuhmu... ha ha ha... aku akan mengakhiri hidupmu yang selalu beruntung itu ...

Kini aku akan menukar keberuntunganmu dengan kesialanku ha ha ha... aku memang orang sial dan kau orang beruntung... tapi hari ini tidak! Kau orang sial dan aku orang beruntung."

"Aku tahu lelaki itu bernama Rudy Budiman... hm, jadi dia menginginkan kematianku... bagus... bagus..." Kata Arman dengan senyum sedih.

"Ha ha ha... dia memang orangnya... dia pasti senang ha ha ha... oh ya, aku akan mengatakan sebuah rahasia kepadamu... rahasia tentang ibumu... mereka telah melakukan penyelidikan selama bertahun-tahun siapakah perempuan yang bernama Sheila Supadio itu... nama aslinya adalah Tan Siau Ling... he he he... itu nama asli ibumu... dan sebentar lagi kau akan menyusul ibumu ke sana..."
"Mereka? Siapa mereka?" Tanya Arman.

Dase tidak mempedulikan pertanyaan Arman. Dia telah menyimpan rasa jijik dan benci terhadap sahabatnya itu selama bertahun-tahun dan kini saatnya telah tiba untuk melampiaskan seluruh rasa iri dan dengki yang ada di hatinya.

Dia mengeluarkan tali snar kawat dari saku bajunya, yang akan digunakannya untuk mencekik Arman.

Perasaan Dase gemetar. Ini adalah kali yang pertama dalam hidupnya akan membunuh seseorang. Nyalinya sedikit ciut melihat tatapan Arman yang tiba-tiba bersinar terang... Tenggorokan Dase mengering. Dibutuhkan bukan sekedar keberanian untuk membunuh seseorang tapi juga keinginan yang kuat dan bersungguh-sungguh.

Untuk mengambil nyawa seseorang kau juga harus menjadi iblis.

Tenggorokannya benar-benar kering ketika melilitkan tali snar kawat itu di leher Arman. Dase butuh tenaga, keberanian, keinginan kuat yang sungguh-sungguh serta iblis agar tangannya memiliki kekuatan untuk menarik tali snar kawat itu sekuatnya.

"Jadi Sheila Supadio itu Tan Siau Ling. Siapakah Tan Siau Ling?" Pikir Arman. Dia merasakan tali snar kawat itu melingkari lehernya. Arman mendengar deru nafas sahabatnya yang memburu.
"Tapi semuanya sudah terlambat. Ya sudahlah." Kata Arman dalam hatinya. Dia memejamkan mata dan siap menyongsong maut.

Dase tahu, membunuh itu tidak mudah.
"Hm, daripada aku yang membunuh, lebih baik aku laporkan saja si Arman ada di sini ke Pak Rudy... biar dia saja yang membunuhnya... dan aku bisa pergi dari sini dengan membawa uang itu... ha ha ha... tanganku bersih, duitku banyak... aku orang yang beruntung." Dase berkata dalam hatinya. "Ya, ini ide yang cemerlang."

Dase melepaskan lilitan tali snar kawat dari leher Arman, tersenyum penuh kemenangan dan kegembiraan. Dia menatap Arman dengan tatapan melecehkan.
"Hm, pada akhirnya, aku akan menjadi orang paling beruntung di dunia ini dan mengakhiri hidupku sebagai orang sial." Kata Dase dengan penuh percaya diri. Dia mengambil kemasan rokok Arman yang masih penuh, mengambil isinya sebatang dan menyalakannya dengan nikmat.

Dia melirik ke arah cangkir kopi yang sejak awal sudah dilihatnya terletak di atas meja kecil di depan Arman. Cangkir kopi itu terasa hangat ketika dipegangnya.
"Hm, ini pasti nikmat." Kata Dase dengan senyum penuh kemenangan.

Dase lalu meneguk kopi itu dengan sekali teguk.


dua puluh lima

Begitu selesai menenggak kopi itu secara sekaligus, sepasang mata Dase melotot. Lubang hidungnya kembang kempis dan tubuhnya kejang-kejang. Mulutnya berbuih. Dia berkelojotan seperti cacing kepanasan.

Arman menatap proses berpisahnya raga dengan roh itu tanpa kedip. Hatinya kini membatu.
"Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu." Bisiknya dalam hati.

Ketika Dase meregang nyawa, Arman beringsut-ingsut mendekati cutter yang terletak di dekat laptop... ketika Dase sudah menjadi mayat, Arman sudah melepaskan ikatan lakban di tangan dan kaki. Lalu meraih HP dan mematikan kamera.

Arman membuka video tersebut dan meng-cut video dari sejak Dase minum kopi hingga mulutnya berbuih dan kemudian mati. Lalu memindahkan file hasil editan itu ke dalam flashdisk dan menggantungkan flashdisk tersebut di leher dase.

Sebelumnya Arman telah memindahkan data PT SG hasil scan yang dilakukan Pak Sobri ke Laptop. Dia kemudian membereskan semua barang-barangnya, baik yang penting mau pun yang kurang penting, lalu membawanya ke halaman belakang rumah Imel dan meletakkannnya di sudut teras belakang.

"Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling...." Bisiknya dalam hati.

(Bersambung)
 
dua puluh empat

Dunia ini panggung sandiwara
ceritanya mudah berubah

Kisah mahabrata
atau tragedi dari Yunani

setiap kita, dapat satu peranan
yang harus kita mainkan

.......
(Ahmad Albar, Godbless)


Dase tersenyum senang melihat Pak Nanang ke luar dari rumah kontrakan itu. Akhirnya dia bisa juga menemukan persembunyian sahabat yang paling dibencinya. Dia sudah mempersiapkan semuanya, sebuah pentungan kayu, tali snar kawat dan lakban.

"Aku akan merampok uang hasil penjualan rumah neneknya... he he he... aku akan kaya." Bisik Dase dalam hatinya. Dia sudah bosan hidup miskin dan selalu dilanda sial. "Kali ini aku pasti berhasil... ha ha ha..."

Gang yang dilaluinya itu kini sepi. Malam sudah jauh larut dan orang-orang terbuai oleh mimpinya masing-masing. Dase mengendap-endap dengan hati-hati. Tiba di kamar kontrakan itu, dia melihat Arman sedang duduk merokok menghadapi secangkir kopi.

Dase melihat pintu kamar kontrakan itu terbuka secelah, tidak dikunci.
"Bagus... kebetulan... ha ha ha...."

Dengan cepat Dase menebah pintu kamar dan langsung memukul Arman di bagian kepala menggunakan pentungan kayu. Persis menghajar pelipisnya. Sahabatnya itu sempat menoleh dan melihatnya dengan sepasang mata membelalak. Dase tidak memberi kesempatan kedua, dia langsung menendang muka Arman dan mengenai bibirnya. Darah pun muncrat. Arman tampak setengah pingsan karena menahan sakit akibat pukulan pentungan dan tendangan.

Dalam keadaan setengah pingsan itu, Dase cepat menelikung lengan Arman dan mengikatnya dengan lakban. Lalu dia mengikat kedua pergelangan kaki Arman juga dengan lakban.

Dase mendudukan Arman di lantai dan menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia mengunci pintu kamar dan menutup tirai jendela.

Dalam keadaan tangan dan kaki terikat, Arman menatap Dase.
"Mengapa, Se, mengapa kamu lakukan semua ini? Kita kan bersahabat sejak kecil." Kata Arman.

Dase tertawa.
"Ya. Kita memang bersahabat sejak kecil. Dan aku tahu kamu adalah orang baik. Bahkan sangat baik. Kamu selalu lebih beruntung dari aku. Gadis-gadis banyak yang menyukaimu dan kamu juga lebih cerdas dari aku, nilai-nilaimu lebih baik dari aku... dan aku... aku selalu menjadi orang yang sial!" Kata Dase dengan tatapan yang jahat dan licik, nada suaranya terdengar parau karena emosi yang meluap.

Arman menatap sahabatnya itu dan tersenyum. Dia pasrah. Dia ingin mati.

Dia sebenarnya, sejak awal ketika Dase menyerangnya, bisa dengan mudah menghindar dan membalas. Ya, pentungan itu memang mengenai pelipisnya dengan keras dan tendangan itu mengenai bibirnya dengan telak... tetapi itu bukan berarti dia bisa ditelikung begitu saja dengan mudah. Arman memang tidak berniat melawan Dase.

Sejak awal Arman hanya berniat untuk bunuh diri.

Dase terkekeh menghitung uang 225 juta hasil penjualan rumah nenek Arman. Dia menciumi uang itu.
"Aku kaya sekarang ha ha ha... aku akan membunuhmu dan membawa mayatmu dalam roda dorong es cendol kepada seorang lelaki yang menginginkan kematianmu... ha ha ha... lelaki itu tak bisa ditipu dengan cerita murahan Ceu Nuning yang mengatakan kau cacat dan tinggal di Garut...

Setelah lama aku mencari... akhirnya aku bisa menemukanmu di sini. Aku menguntit Pak Nanang yang telah menjualkan rumah nenekmu...

Aku akan mencekikmu sampai mati. Dan menjual mayatmu kepada lelaki itu... dia akan membayarku 10 juta... ha ha ha... sebenarnya tidak dibayar pun aku selalu ingin membunuhmu... ha ha ha... aku akan mengakhiri hidupmu yang selalu beruntung itu ...

Kini aku akan menukar keberuntunganmu dengan kesialanku ha ha ha... aku memang orang sial dan kau orang beruntung... tapi hari ini tidak! Kau orang sial dan aku orang beruntung."

"Aku tahu lelaki itu bernama Rudy Budiman... hm, jadi dia menginginkan kematianku... bagus... bagus..." Kata Arman dengan senyum sedih.

"Ha ha ha... dia memang orangnya... dia pasti senang ha ha ha... oh ya, aku akan mengatakan sebuah rahasia kepadamu... rahasia tentang ibumu... mereka telah melakukan penyelidikan selama bertahun-tahun siapakah perempuan yang bernama Sheila Supadio itu... nama aslinya adalah Tan Siau Ling... he he he... itu nama asli ibumu... dan sebentar lagi kau akan menyusul ibumu ke sana..."
"Mereka? Siapa mereka?" Tanya Arman.

Dase tidak mempedulikan pertanyaan Arman. Dia telah menyimpan rasa jijik dan benci terhadap sahabatnya itu selama bertahun-tahun dan kini saatnya telah tiba untuk melampiaskan seluruh rasa iri dan dengki yang ada di hatinya.

Dia mengeluarkan tali snar kawat dari saku bajunya, yang akan digunakannya untuk mencekik Arman.

Perasaan Dase gemetar. Ini adalah kali yang pertama dalam hidupnya akan membunuh seseorang. Nyalinya sedikit ciut melihat tatapan Arman yang tiba-tiba bersinar terang... Tenggorokan Dase mengering. Dibutuhkan bukan sekedar keberanian untuk membunuh seseorang tapi juga keinginan yang kuat dan bersungguh-sungguh.

Untuk mengambil nyawa seseorang kau juga harus menjadi iblis.

Tenggorokannya benar-benar kering ketika melilitkan tali snar kawat itu di leher Arman. Dase butuh tenaga, keberanian, keinginan kuat yang sungguh-sungguh serta iblis agar tangannya memiliki kekuatan untuk menarik tali snar kawat itu sekuatnya.

"Jadi Sheila Supadio itu Tan Siau Ling. Siapakah Tan Siau Ling?" Pikir Arman. Dia merasakan tali snar kawat itu melingkari lehernya. Arman mendengar deru nafas sahabatnya yang memburu.
"Tapi semuanya sudah terlambat. Ya sudahlah." Kata Arman dalam hatinya. Dia memejamkan mata dan siap menyongsong maut.

Dase tahu, membunuh itu tidak mudah.
"Hm, daripada aku yang membunuh, lebih baik aku laporkan saja si Arman ada di sini ke Pak Rudy... biar dia saja yang membunuhnya... dan aku bisa pergi dari sini dengan membawa uang itu... ha ha ha... tanganku bersih, duitku banyak... aku orang yang beruntung." Dase berkata dalam hatinya. "Ya, ini ide yang cemerlang."

Dase melepaskan lilitan tali snar kawat dari leher Arman, tersenyum penuh kemenangan dan kegembiraan. Dia menatap Arman dengan tatapan melecehkan.
"Hm, pada akhirnya, aku akan menjadi orang paling beruntung di dunia ini dan mengakhiri hidupku sebagai orang sial." Kata Dase dengan penuh percaya diri. Dia mengambil kemasan rokok Arman yang masih penuh, mengambil isinya sebatang dan menyalakannya dengan nikmat.

Dia melirik ke arah cangkir kopi yang sejak awal sudah dilihatnya terletak di atas meja kecil di depan Arman. Cangkir kopi itu terasa hangat ketika dipegangnya.
"Hm, ini pasti nikmat." Kata Dase dengan senyum penuh kemenangan.

Dase lalu meneguk kopi itu dengan sekali teguk.


dua puluh lima

Begitu selesai menenggak kopi itu secara sekaligus, sepasang mata Dase melotot. Lubang hidungnya kembang kempis dan tubuhnya kejang-kejang. Mulutnya berbuih. Dia berkelojotan seperti cacing kepanasan.

Arman menatap proses berpisahnya raga dengan roh itu tanpa kedip. Hatinya kini membatu.
"Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu." Bisiknya dalam hati.

Ketika Dase meregang nyawa, Arman beringsut-ingsut mendekati cutter yang terletak di dekat laptop... ketika Dase sudah menjadi mayat, Arman sudah melepaskan ikatan lakban di tangan dan kaki. Lalu meraih HP dan mematikan kamera.

Arman membuka video tersebut dan meng-cut video dari sejak Dase minum kopi hingga mulutnya berbuih dan kemudian mati. Lalu memindahkan file hasil editan itu ke dalam flashdisk dan menggantungkan flashdisk tersebut di leher dase.

Sebelumnya Arman telah memindahkan data PT SG hasil scan yang dilakukan Pak Sobri ke Laptop. Dia kemudian membereskan semua barang-barangnya, baik yang penting mau pun yang kurang penting, lalu membawanya ke halaman belakang rumah Imel dan meletakkannnya di sudut teras belakang.

"Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling. Aku harus tahu siapa itu Tan Siau Ling...." Bisiknya dalam hati.

(Bersambung)
Keren hu...mantap...terimakasih updatenya hu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd