Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Part 16a
Tag: Doggy Style, Changing Room



"Maafin Abi ya, Umi.. Abi khilaf, nggak sengaja tadi.." kata Mas Bagas yang kubelakangi.

"Abi kan tau Umi nggak mau lewat lubang yang itu.. Lagian Abi juga tau kalau itu dosa, kan?.. Hiks.." kataku sambil masih sedikit terisak di ujung ranjang ini.

"Iya, Umi.. Abi minta maaf ya, Sayang.. Jangan nangis gitu, dong.. Nanti cantiknya Umi luntur lho.. ya.. ya.." kata Mas Bagas.

"Bodo'.. Lagi marah malah digombalin.." jawabku sedikit sewot.

"Gini aja deh, besok seharian kita jalan. Abi traktir Umi deh Umi mau apa aja.." kata Mas Bagas.

Aku hanya diam mendengarkan usahanya untuk mendinginkan hatiku itu. Sejujurnya aku juga tak bisa marah kepada suamiku itu. Entah mantra apa itu, tapi aku tak pernah mampu untuk beneran marah. Seperti saat ini aku hanya pura-pura ngambek akibat rasa kagetku atas apa yang ia lakukan.

Kami sedang panas-panasnya bercumbu, saat aku juga sedang kangen-kangennya dengan suamiku. Tubuh kami sudah sama-sama telanjang bulat. Mas Bagas lalu mengelus-elus pantatku, badanku kemudian dibalik hingga aku menungging. Tiba-tiba kurasakan penis nya yang sudah mengeras itu ia tekan di lubang anusku seakan ia paksa untuk menembusnya. Tanpa menjamah vaginaku yang sudah sangat becek, Mas Bagas malah ingin memakai lubang pantatku. Aku merasakan ini bukanlah sosok Mas Bagas yang kukenal. Refleks, akupun kaget dan bangkit menghindar dari suamiku di ujung kasurku ini.

Mas Bagas masih terus merajuk dan minta maaf yang masih aku balas dengan diamku. Aku sebetulnya hanya kaget saja, tidak sampai marah. Seandainya Mas Bagas mampu membuaiku terlebih dahulu, merangsangku dengan bersetubuh seperti biasanya, mungkin aku akan memberikan lubang pantatku ini baginya. Hanya saja tadi aku begitu terkejut hingga membuatku menghindar.

"Cupphh.." Mas Bagas mencium pundakku. Aku sengaja tak menghindar, tapi juga tak merespon apa-apa.

"Kita istirahat dulu aja ya, Umi.. Maafin Abi ya.. Ana ukhibuki, sayangku.." kata Mas Bagas.

Dari yang kudengar, Mas Bagas lalu memakai lagi kaos dan celananya lagi, sebelum berbaring tidur.

Ada rasa sesal di hatiku yang mengutarakan inginku. Aku rindu kamu, Mas. Aku rindu berbincang berdua sama kamu. Aku rindu nikmatnya bibirku saat dicumbui olehmu. Aku rindu bulir keringatmu dan aromanya saat engkau menggagahiku. Aku rindu rasanya mencapai kepuasan saat badan kita menyatu.

Ingin aku mengucapkan itu semua sambil tanganku memegangi vaginaku yang padahal sudah lembab. Tapi suasana canggung sudah terlanjur hadir, dan mungkin aku juga yang sok jaim.

Tak lama, akupun menyusul memakai gaun tidurku kembali dan merebahkan badanku. Dan malam ini kami tidur tanpa jadi bermesraan. Padahal aku sudah merindukan belaian suamiku sejak beberapa hari yang lalu.

Entahlah mungkin ini salahku juga yang tiba-tiba terkaget tadi, dan malah merusak mood yang sudah terbangun.Lubang pantatku memang sudah pernah merasakan jamahan lelaki lain selain suamiku. Itu juga yang membuatku makin merasa bersalah, saat menolak ajakan suamiku tadi.

Aku lalu berbalik hingga menghadap wajah suamiku yang kulihat sudah terpejam dengan lelapnya. Wajah tampan dengan jenggotnya yang mulai melebat itu nampak begitu tenang hingga membuatku tersenyum.

Aku makin dekati wajahnya. Aku hirup bau nafasnya yang sedikit mendengkur itu, yang sudah menjadi melodi indah yang menemaiku tidur. Ada yang kurang saat tak kudengar dengkurannya itu. Aku makin dekati lagi hingga kini bisa kuhirup aroma tubuhnya. Darahku berdesir hebat. Aku beneran kangen kamu, Mas. Batinku.

"Maafin Umi, Abi.." kataku lirih. "Nggak seharusnya Umi menolak keinginan Abi tadi. Umi cuma kaget aja tiba-tiba Abi langsung mau pakai lubang pantat Umi. Umi janji lain kali Umi ijinin Abi kok. Abi ridho sama Umi yaa.."

Aku lalu meraih tangan suamiku, dan kucium punggung tangan kanannya. Masih tak ada respon darinya yang sudah tertidur pulas itu. Aku lalu mengusap pipi Mas Bagas. Aku tak ingin membuatnya tak ridho padaku hingga bisa-bisa malaikat melaknatku sampai pagi esok. Aku berusaha untuk meminta maafnya meskipun ia sudah tertidur, semoga alam bawah sadarnya mampu mendengar permintaan maaf ku ini.






------====°°°°°°°====------



0a895e1350878269.jpg

Arsella Hasna Hilyani


Suara ciutan burung nyaring terdengar dari makhluk bersayap yang hinggap di halaman masjid ini. Meskipun gedung masjid ini megah, namun desainnya tak memiliki pintu dan sekelilingnya hanya ada pilar-pilar saja dan langsung berbatasan dengan halaman luar.

Hingga aku yang sedang duduk mendengarkan kajian Dhuha inipun ikutan juga mendengarkan kicauan burung-burung di pohon-pohon yang menaungi halaman masjid ini. Selain angin sepoi-sepoi yang menjadi sumber sirkulasi utama ruang utama masjid ini. Meski begitu perhatianku tetap fokus mendengarkan kajian dari salah satu Ustadzah di depan dengan sesekali sambil mencatat di buku tulis di pangkuanku ini.

"Eh, Kak Sella.." kata Andini yang duduk di sebelahku ini memanggilku. "Fani mana Kak? Kok belum dateng?"

"Iya.. Telat kali.." jawabku, "Lagi sibuk persiapan married kan do'i, Say.."

Drrrttttt.. ddrrrrttttt.. aku merasakan hapeku bergetar dari dalam tas yang kubawa. Saat aku cek, ternyata ada panggilan masuk dari Mas Bagas. Kami memang sudah baikan sejak semalam. Aku tak enak jika masih harus marahan dengan suamiku itu. Tadi pagi bahkan kami sudah mandi bareng, meski itu beneran mandi karena Mas Bagas yang harus berangkat ke kantor. Hari ini rencananya, Mas Bagas akan meluangkan waktu untuk jalan berdua denganku. Aku lalu beranjak dari ruang utama masjid ini menuju serambi untuk mengangkat panggilan Mas Bagas.


"Hallo.. Waalaikumsalam, Abi.. Abi jadi jemput Umi?

....
"Oiya, Abi.. Alhamdulillah kalau udah deket, hati-hati ya Abi.. nanti kalau udah selesai kajiannya Umi wasap ya.."

....
"Iya.. Dadah Abi sayang, assalamualaikum.."


Akupun kemudian kembali ke masjid dan mendengarkan kajian lagi. Sekitar lima belas menit kemudian, kajian berakhir. Aku berpamitan kepada geng liqo'ku kemudian segera menuju parkiran. Sampai kajian selesai, tak kulihat batang hidung Fani, sahabatku itu, padahal dia selalu rutin ikut kajian Dhuha ini dan tak pernah absen sebelumnya. Mungkin persiapannya menuju pelaminan memang memakan waktu dan tenaga. Sama sih seperti aku dulu saat mempersiapkan hari bahagiaku, hihi.

Ketika aku berjalan menuju area tempat menaruh alas kaki di tangga keluar, mataku menangkap sesosok akhwat yang juga sedang beranjak selesai dari kajian ini, yang bukan kawan liqo' ku. Aku seperti familiar dengan wajahnya. Otakku berpikir untuk sesaat, mencari memori di setiap slot penyimpangan. Sebelum kemudian lampu bohlam di ujung otakku itu menyala.

Wajahnya, putih kulitnya yang khas dan bukan seperti warna putih nusantara, melainkan sedikit darah kaukasian. Bentuk matanya. Dan yang paling jelas, bentuk dagunya yang tak mungkin aku lupa. Hingga aku sampai padanya.

"Assalamualaikum.. "

"Waalaikumsalam.." dahinya nampak mengernyit.

"Masih ingat sama Ana? Afwan, kita pernah ketemu waktu di taman Kota.. Sudah lama sihhh.." kataku mencoba membantunya mengingat.

"Oh iya, astaghfirullah.. Sella ya.. Hampir lupa, untung Anti ingetin.. Kaifa halukk? Sering kesini juga toh, Ukh?"

"Hihi.. Iya, sama temen-temen liqo'.. Ditta sering kesini juga?"

"Baru beberapa kali sih.. Biasanya ke Syuhada'.. Qadarullah ya bisa ketemu disini.. Apa kabarnya, Anti?"



c344eb1370470086.jpg

Ditta

Dan untuk sesaat kami saling bertukar kabar, tak lupa aku bertukar nomor hape juga dengannya. Dulu saat kutemui ia berwajah sayu dan sendu. Kini wajahnya begitu memancarkan sorot kebahagiaan. Walaupun tetap sama cantiknya, sesuai yang kuingat. Tapi kini sorot wajahnya lebih segar. Seolah ada beban berat yang lepas dari dirinya.

Aku lalu berpamitan, karena khawatir Mas Bagas yang menungguku. Sesampainya di parkiran, Kulihat mobil Mas Bagas sudah terparkir di lahan parkir samping masjid ini. Segera saja aku masuk ke mobilnya.

Pagi ini rencananya aku dan Mas Bagas berniat untuk mengunjungi dokter spesialis kandungan. Mas Bagas pun mulai melajukan mobilnya menuju ke tempat praktek yang hendak kita tuju. Aku mendapatkan referensi dokter ini dari temanku. Sejujurnya tak ada masalah di Aku maupun Mas Bagas, kami berdua sama-sama sehat secara organ reproduksi, hanya memang belum diberi rezeki untuk menimang anak.

Meski begitu, tak ada salahnya aku mencoba program hamil sebagai bentuk usaha. Aku sebenarnya termasuk orang yang pemilih soal dokter, apalagi ini dokter kandungan tempat dimana aku akan berkonsultasi untuk program hamil. Syarat utamanya adalah dia harus perempuan. Selain tentunya dia juga harus memiliki pemahaman seimanku yang baik sehingga nyambung dengan obrolanku. Lokasi prakteknya yang memang tak jauh membuat kami cepat sampai di klinik yang terlihat sederhana ini.

Setelah mendaftar di resepsionis, kamipun masuk ke ruangan dokter. Aku cukup lega mendapati penampilan si dokter ini. Jilbab yang ia kenakan panjang sampai sebatas perutnya, setidaknya cukup menenangkan buatku karena kami sesama akhwat. Kamipun berkenalan dengan Dokter Zahra ini, dan lanjut ke bincang-bincang soal kenapa kami kesini. Tak kusangka ternyata aku bisa cepat akrab dengan dokter Zahra.

"Sudah berapa lama nikahnya, Ukhti?" tanya dr Zahra.

"Sudah dua tahunan Dok.." balasku.

"Ooh.. ya belum lama-lama banget dong ya..." Katanya, "Terusin ikhtiarnya ya, itu yang terpenting.."

Kami pun melanjutkan obrolan kami. Dokter Zahra sempat memeriksa rahimku melalui USG. Dan seperti yang kami sudah cukup ketahui, tak ada masalah di rahimku. Dokter berpesan kami perlu rutin kontrol saja agar dokter Zahra juga tau siklus kesuburan rahimku.

Setelah berpamitan dengan dokter Zahra, kamipun pergi meninggalkan kliniknya. Mas Bagas mengendarai mobilnya menuju salah satu pusat perbelanjaan di Ring Road kota ini. Selain Mas Bagas berjanji mengajakku jalan-jalan sebagai permintaan maafnya semalam, Mas Bagas juga harus keluar kota esok pagi. Sehingga kami semaksimal mungkin menjadikan ini quality time sebelum harus berpisah besok.

Sesampainya di tempat tujuan kami ini, kamj berjalan masuk di pusat perbelanjaan ini sambil tanganku memegang lengan Mas Bagas. Aku sebenarnya jarang sekali ke Mall bareng Mas Bagas. Seringnya biasanya Fani yang kuajak atau dia mengajakku. Soal Fani, aku sampai sekarang masih belum tabayun dengan Fani ataupun Mas Bagas perihal hubungan mereka di belakangku.

Aku bingung juga apakah aku perlu meminta penjelasan pada Mas Bagas. Karena di sisi lain aku sendiri punya banyak noda hitam yang aku tutupi. Yang aku tau, Mas Bagas hanya memiliki hubungan dengan Fani, sementara aku? Entah sudah banyak tangan lelaki menjamahku, banyak kemaluan lelaki yang sudah menikmati tubuhku.

Khawatirku, kalau aku ceritakan semuanya, Mas Bagas mungkin akan meninggalkanku. Dan aku belum siap untuk itu, kalau aku harus berpisah dari lelaki yang kucintai sepenuh hati ini. Tapi di sisi lain aku ingin jujur ke Mas Bagas, tak enak rasanya jika aku harus menutupi cerita bernoktah yang kualami. Semakin menunda, semakin membuatku tak tenang.

Saat aku melamun memikirkan hal itu, tak sengaja aku menyenggol mas-mas yang mengenakan seragam cleaning service mall ini.

"Eh, maaf ya, Mas.." kataku mengucap maaf.

Tapi mas-mas itu hanya berlalu. Sekilas aku sempat melihat wajahnya, tapi aku lupa kapan dan dimana. Atau itu hanya perasaanku saja. Aku dan Mas Bagas kemudian lanjut berjalan menyusuri pusat perbelanjaan ini. Sebenarnya tak ada keperluan yang harus kubeli, sebatas window shopping saja. Aku hanya ingin memanfaatkan momen berdua seperti ini yang semakin langka karena kesibukan Mas Bagas.

"Mau kemana ini kita, Abi..?" tanyaku.

"Terserah Umi.. Umi mau belanja apa?" balas Mas Bagas bertanya.

"Kesitu yukk.." kataku menunjuk toko pakaian dalam wanita.

"Abi kan mau ke luar kota, beliin Umi lingerie dong, buat kita VCSan nanti, hihihi.." kataku.

Mas Bagas hanya tersenyum-senyum saja dan mengikuti langkahku yang seakan menariknya masuk ke store ini. Naluri kewanitaanku langsung berjalan untuk memilih dan memilah deretan pakaian-pakaian dalam di depanku ini. Aku bolak-balik gantungan-gantungan di depanku, bergeser ke kanan, kemudian kembali ke kiri, membandingkan kualitas bahan, dan tentunya banderol harganya.

"Ini bagus nggak Abi?" tanyaku saat menunjukkan gantungan berisi set bustier merah dengan bawahan thong.

"Bagus.." jawab Mas Bagas.

"Kalau ini..." aku menunjukkan set bikini two pieces berwarna biru kutaruh di depan gamisku.

"Bagus juga.." jawab Mas Bagas.

"Kalau yang ini, Abi?" kali ini aku menunjukkan set lingerie bra berenda warna merah dengan bawahan G-string.

"Bagus.." balas Mas Bagas.

"Yee.. kok bagus semua sih.." kataku.

"Iya, semuanya bagus, terserah Umi mau yang mana.." kata Mas Bagas.

"Lah.. terserah Abi, dong.. kan Abi yang nanti liat Umi pakai ini.." kataku sambil menggerakkan tubuhku seolah sedang memakai baju yang sedang kupilih.

"hehe iya ya.. yang mana ya..." kata Mas Bagas, "Dicoba aja dulu deh Umi.." sambil kedua alisnya ia naikkan sesaat, seolah memberi kode.

Kutebak suamiku ini mau melihatku langsung yang mencoba memakai lingerie ini. Akupun lalu mencari kamar pas untuk mencoba pakaian dalam yang kupilih. Memang sebaiknya juga perlu dicoba agar pas di badanku, dan yang bahannya nyaman di kulitku.

Aku tak menyadari, setelah menengok ke belakang ternyata Mas Bagas mengikuti berjalan menuju kamar pas.

"ihh.. Abi.. ngikut masuk aja ke kamar pas.. Udah mesum aja ih, masing siang juga.. hihihi.." kataku ke Mas Bagas sebelum masuk ke kamar pas. Raut mukanya yang tadinya sumringah langsung berubah cemberut saat aku larang. Aku sengaja mempermainkannya agar Mas Bagas lebih tergoda.

"Nanti dulu.. Umi dulu yang masuk ya, Abi.. Biar Umi ganti baju dulu.. Abi kalau berani ya masuk aja, awas diliatin orang-orang lho.. Hihihi.." kataku yang kemudian berlalu masuk ke bilik kamar pas dan menutup pintu.

Aku lalu menyampirkan jilbabku, lalu melepas gamisku, celana panjangku, dan pakaian dalamku. Hingga tubuhku kini telanjang dan hanya jilbab syar'i dan kaus kaki saja terpantul di cermin yang menampakkan rampingnya badanku, dengan tetek besarku yang membusung indah.

Aku sengaja tak mengunci pintu kamar pas ini agar Mas Bagas bisa masuk sewaktu-waktu tanpa harus mengetuknya, dan memberinya surprise saat aku memakai lingerie yang sedang kucoba ini. Bergantian aku mencoba memakai tiga set pakaian dalam yang kubawa ini. Yang terakhir kupakai ini set bra berenda warna merah dengan bawahan g-string. Ternyata ketiganya pas dan cocok di badanku.

Saat aku sedang memandangi dan menyetel bra yang kucoba ini, kudengar suara pintu yang dibuka. Ternyata Mas Bagas berani juga masuk ke bilik kamar pas ini.

"Hihi.. Akhirnya datang juga, Umi udah nungguin Ab.. Lho.. Ehh.."

Saat kuputar badanku, terkejutnya aku ketika yang masuk adalah petugas cleaning service.

"Eh kok ?.. Apa-apaan ini Siapa kamu?" tanyaku panik.

Aku tak sempat mengambil pakaian untuk menutup badanku, hingga akupun menggunakan tanganku untuk berusaha menghalangi pandangan orang ini, tapi dua tanganku ini terlalu minim untuk menutupi ketelanjangan tubuhku. Tetekku yang membusung ini mau tak mau tetap nampak meskipun terhalang bra dan tanganku.

"Wah kok lupa sama aku, Mbak.. Aku karno, temennya Agus.. Hehehe.."

Degg..
Aku baru ingat, ini orang yang pernah melecehkanku di kolam renang beberapa waktu yang lalu saat aku pulang renang. Dan orang ini juga yang aku tabrak tadi saat berjalan masuk ke mall.

"Mau apa kamu kesini? Cepet keluar atau saya teriak!! Ada suami saya di luar!!" bentakku.

"Hehe. Teriak aja, Mbak. Mbaknya siap-siap malu lho nanti kalau orang-orang kesini" balasnya, "Suami Mbak lagi pergi tuh, tadi lagi telpon-telponan pas saya jalan kesini, hehehe.."

"Nggak nyangka ternyata saya bisa ketemu Mbak disini.." katanya, yang dibarengi dengan tangannya yang menarik turun celana seragamnya hingga badan bawahnya hanya menampakkan celana dalamnya yang sedikit tertutupi seragam atasannya.

"Mas apa-apaan ini.." kataku kaget.

"TOLOO... Hmmpppphh.."

Ketika aku ingin berteriak, seketika tubuhnya maju dan tangannya membekap mulutku. Badannya yang masih mengenakan seragam itu mulai menempel di badanku membuatku tak bisa bergerak. Wajahnya hanya beberapa senti dari wajahku yang masih ia bekap dengan tangannya menutup mulutku.

"Baju tidurnya seksi banget, Mbak.. Apa namanya ginian, lingerie ya??, hehe,, maklum saya orang kampung.." katanya sambil tersenyum mesum.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk memberontak. Kenapa lagi-lagi nasib sial selalu menimpaku. Karno makin mendempet badanku. Pahanya bergesekan dengan mulusnya kulit pahaku yang bisa kurasakan seketika. Lalu dengan satu tangannya, Karno menarik turun celana dalam yang ia pakai.

Aku bergidik seketika. Bulu romaku langsung berdiri karena kengerian yang menerpa diriku. Seketika kurasakan batang kemaluannya yang sudah tak terhalang apapun. Aku tak mau melirik ke bawah. Dinginnya mall ini, membuat penisnya yang panas akibat ereksi itu langsung terasa oleh pahaku.

"Seksi banget Mbak Sella pakai lingerie gini.." katanya. "Eh, namanya Sella kan ya? saya tadi lupa namanya tapi nggak lupa bodinya."

Satu tangannya lalu ia gerakkan berpindah ke bawah dadaku, hingga kurasakan telapak kasar itu mulai memegang perutku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku makin kuat, mencoba berontak sekuat tenagaku. Namun badannya yang menekanku ke dinding kamar pas ini membuatku mematung tak berkutik.

Tangannya yang mengusap-usap perutku itu lalu bergeser ke arah pinggangku. Seketika tubuhku langsung menggeliat akibat rasa geli akibat elusan tangan kasarnya itu. Mendapati aku yang makin tak berdaya ini, air mata mulai menggumpal di ujung kelopak mataku.

Tubuhku lalu dibaliknya, hingga aku menghadap dinding. Tak sempat untuk mencoba berontak, Karno memegangi pinggulku dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain masih menutup mulutku dari belakang. Karno langsung menempelkan selangkangannya di pantatku. Kurasakan batang penisnya itu menyempil di tengah belahan pantatku.

Karno menarik pinggulku ke belakang hingga aku sedikit menungging. Celakanya, set lingerie yang kupakai ini memiliki bawahan model G-string. Hanya satu garis kain tipis yang menghalangi garis kemaluanku itu. Dan tentunya itu tak membuat susah Karno saat dengan mudahnya ia menyingkap kain itu ke samping. Batang penisnya langsung kurasakan menggesek-gesek bibir vaginaku.

Aku lagi-lagi menggeleng-gelengkan kepalaku, dan mencoba berontak untuk kesekian kalinya. Namun lagi-lagi tak membuahkan hasil. Bahkan aku malah merasakan penisnya kian menggesek-gesek bibir liang vaginaku. Keringat dingin langsung keluar dari pori-pori kulitku.

Kepala penisnya yang sangat licin itu mendesak garis belahan vaginaku. Bergerak naik turun lurus dengan garis liang surgawiku itu. Vaginaku mau tak mau langsung merespon akibat sentuhan kapala jamurnya yang seketika itu.

Karno masih terus menggesek-gesekkan penisnya di gerbang kemaluanku. Akalku yang berontak, berbanding terbalik dengan tubuhku yang menyambut rangsangan Karno. Karno yang seolah mengambil waktunya untuk merangsang vaginaku, membuat liang surgawiku itu mulai becek. Karno seperti sengaja untuk merangsang terlebih dahulu vaginaku agar semakin lembab.

"Hhmmmmmmhhhhh.."

Rontaaan mulutku tertahan oleh bekapan tangan Karno. Tubuhku juga ikut berontak. Aku mencoba merapatkan pahaku agar usaha gesekan penis Karno tak makin menjadi-jadi. Namun, naasnya, batang penisnya malah semakin erat menempel di bibir vaginaku. Bisa kurasakan batang hangat dan keras itu beradu dengan gerbang liang kawinku yang makin lembab.

Karno menarik lagi pantatku hingga aku makin menunduk dan menungging. Karno menurunkan sedikit tubuhnya. Sekejap kemudian kepala penisnya ia arahkan tepat di bibir vaginaku dan ia mulai menekan batang laknat itu menembus bibir vaginaku. Aku berontak sebisaku melawan ini semua.

Namun tenagaku tak ada apa-apanya dibanding tenaga lelakinya yang dibantu juga oleh nafsu setan di dirinya. Penis itu mulai menembus masuk sempitnya bibir vaginaku.

"Hhhhhrrrggggghh.." erangku tertahan tangannya saat meneriakkan rasa ngilu dari vaginaku.

Meskipun vaginaku lembab, tak mudah bagi penis yang kurasakan berukuran cukup besar itu untuk menembus sempitnya mahkota surgawiku ini. Karno terus mencoba menjejalkan kepala rudalnya itu.

"Urrgggghhh.." Karno mengerang sembari terus berusaha menembus sempitnya bibir lubang vaginaku ini. Hingga kurasakan kepala penisnya mulai berhasil bersarang di vaginaku.

"Hgggghhhhhhhhh.. Mmmmhhhpphhh.." erangku.

Seluruh tubuhku serasa memanas saat kepala jamur licin itu masuk ke dalam tubuhku. Pahaku bergetar sesaat saat tubuh lelaki kurus di belakangku itu mulai menyatu dengan tubuhku.

"Urrghhh.. Enak banget memeknya, Mbak Sella.. Terakhir di kolam renang, aku belum nyobain memekmu.. Ternyata lebih nikmat dari bayanganku.. Urgghh.." kata Karno di dekat telingaku.

Pinggulnya tak berhenti untuk maju mundur, mengusahakan batang kerasnya itu menusuk makin dalam di vaginaku.

"Hhhmmmhh.." tangan Karno masih membekapku menahan suara erangan yang keluar dari mulutku. Dinginnya kamar pas ini tak bisa menahan peluh keringatku yang keluar dari kulit tubuhku yang makin memanas akibat rangsangan penis Karno itu.

Detik demi detik berlalu, penis itu membelah vaginaku makin dalam. Tubuhku yang merespon dengan mengeluarkan lendir vaginaku makin banyak, membuat usaha penetrasi Karno terbantu makin jauh. Di sisi lain tubuhku juga makin terangsang hebat. Gesekan batang keras di dinding vaginaku itu benar-benar mulai menutupi akalku dan mengganti dengan lecutan syahwat.

Ayunan pinggul Karno semakin aktif. Sesekali pinggulku ditarik ke belakang agar usaha Karno menodaiku ini lebih lancar. Sempitnya kamar pas ini tak membuat nafsu setannya itu menyerah.

"Hggghhhh.. Houugghh.." erangku lirih.

Entah sejak kapan, mulutku sudah tak dibekap lagi oleh tangan Karno. Vaginaku yang lagi-lagi dipaksa melar oleh batang haramnya itu mulai terpancing oleh penisnya yang berukuran lumayan itu kian cepat merongrong liang kawinku. Aku yang seharusnya berteriak minta tolong kini malah mengeluarkan desis nafsu terlarang.

Mataku terpejam saat akal sehatku kian luntur. Tanganku yang menempel di dinding kamar pas ini semakin lemas menjadi tumpuan. Ayunan penis Karno di vaginaku makin meruntuhkan pertahanan imanku. Vaginaku yang makin sensitif dan makin basah ini malah ikut menikmati rojokan batang besar itu.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Karno tak menghiraukan situasi di dalam kamar pas ini dan malah mempercepat goyangannya. Pahanya bertumbukan dengan pantatku menghasilkan suara mesum yang pastinya mengundang birahi. Dan ketika itu aku mendengar pintu kamar pas ini dicoba dibuka dari luar.

Cklekk.

Pintu itu masih tertutup. Untung saja pintu ini sudah dikunci oleh Karno dari dalam, karena seingatku aku tadi tak menguncinya. Lalu kemudian kudengar suara ketukan pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Umii.. Udah belum nyobanya..?"

Degg. Itu suara Mas Bagas. Aku tak bisa memroses ini semua karena Karno yang terus memompa vaginaku dari belakang.

"Hhhgghhh.. Udah.. Gede banget Abi.. Hgghhh.." kataku keceplosan.

"Lho.. Kok gede? Gede apanya?" tanya Mas Bagas dari luar.

"Anu.. Ugghh.. Kegedean lingerie nya.. Hhhggg.. Emmphh.." balasku sekenanya.

"Ooh. Abi duduk dulu ya, Umi.." kata Mas Bagas.

Tubuhku menggeliat seketika. Rasa khawatir jika Mas Bagas mendapati kondisiku ini menyelinap masuk ke tubuhku bercampur syahwat yang makin memenuhi benakku. Karno tiba-tiba menghentikan pompaannya. Nampaknya dia mulai sadar akan kondisinya dan keadaan sekitar.

Lalu ditariknya penisnya hingga tercabutlah batang haram itu dari vaginaku. Ploop.

"Ouuugghhhhh.." aku melenguh panjang saat batang yang tadinya memelarkan otot vaginaku, tiba-tiba dicabut meninggalkan rongga kosong di vaginaku. Seketika itu juga tubuhku langsung terduduk bersimpuh di lantai kamar pas ini.

Jantungku berdegup cepat. Aku tak mengira ini semua terjadi. Akalku langsung kembali, mendapati tubuhku yang cukup telanjang ini terduduk di samping cermin di kamar pas ini. Kengerian langsung meyelimutiku menggantikan syahwat yang sudah menghilang.

Tanganku kembali kugunakan untuk menutupi area dada dan perutku sambil dudukku yang makin meringkuk. Meskipun lelaki di sebelahku ini sudah merenggut kehormatanku, aku masih tak sudi merelakan tubuhku yang tak banyak tertutupi ini dinikmati oleh matanya.

Dari cermin, aku melihat Karno memakai celananya. Setelahnya, Karno mengambil handbag ku yang tergeletak di lantai. Mau apa dia? Aku tak membawa banyak berharga di dalam dompetku. Tak biasa memang aku membawa uang banyak-banyak, hanya ada kartu-kartu dan surat identitas saja di dalam dompetku itu.

"Mbak, dengerin saya" kata Karno kemudian,

"Saya bawa dompetnya dulu.." aku kaget mendengarnya di tengah ketakutanku ini.

"Mbak Sella harus ikutin kata-kata saya kalau mau dompetnya saya balikin.." aku langsung lemas mendengarnya. Ternyata ini semua belumlah usai.

"Oiya, dalamannya saya bawa ya, Mbak.. Hahahaha.." katanya diikuti dengan kekehan mesum sambil memungut bh dan celana dalamku yang menggantung di dinding.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, tak mau mengiyakan dan mengikuti perintah lelaki kurang ajar ini.

"Hehe.. Terserah, kalau Mbak nggak mau ikutin ya nggakpapa, mbak Sella akan kehilangan dompetnya.. Silakan deh cari alasan ke suaminya nanti kenapa dompet sama dalamannya ini bisa ilang.. Hahaha.."

Aku diam saja. Ancaman itu seolah mengena di satu sisi diriku.

"Oke.. sekarang dengerin saya. waktu kita nggak banyak soalnya.. Mbak harus beli dalaman yang Mbak pakai itu.. Saya masih belum puas lihatin Mbak Sella yang seksi ini.." katanya.

"Yang kedua dan paling utama, Mbak Sella harus bisa bikin suami Mbak pulang duluan, terserah Mbak Sella mau pakai alasan apa.. Oiya, sekitar setengah jam lagi, saya tunggu di toilet di pojok deket foodcourt lantai tiga ya, Mbak.." katanya lagi. Hatiku langsung hancir mendengar kata-katanya. Benar kalau kesialanku ini semua belum berakhir.

"Itu aja, Mbak.. Ikutin kata-kata saya, dan saya akan balikin dompet dan pakaian dalam Mbak Sella.." katanya.

"Eh, satu lagi nih.." katanya sambil kulihat dari cermin Karno sedang merogoh saku celananya.

Kulihat, dari saku itu tangannya memegang mainan. Aku yang bukanlah baru kemarin melihat itu langsung terkesiap.

Oh tidak.. Tidak.. Bukan.. Itu bukan seperti yang kupikirkan bukan? Karno mendekat membawa mainan yang tak lain adalah dildo yang berukuran kecil itu. Dildo itu memiliki kepala seperti kapsul yang menggelembung, dengan sisi batangnya berukuran kecil namun cukup panjang dan sedikit melengkung.





Part 16 "Dystopia" to be continued...
Oke saya tunggu ditoliet pojok lantai 3
 
Part 16b
Tag:
Exhibitionist, BJ, Titjob



6dd7be1350878273.jpg

Arsella Hasna Hilyani



"Mau kemana lagi Umi?" tanya Mas Bagas.

"Umi.. kok diem aja sih..?" tanya Mas Bagas lagi karena tak mendengar jawabku.

"Eh iya.." responku.

Aku sungguh sedang tidak bisa fokus. Bagaimana tidak, sambil jalan menyusuri koridor Mall ini, di vaginaku terpasang mainan dildo pemberian Karno di kamar pas tadi. Ditambah lagi, aku tak mengenakan pakaian dalam baik bh maupun cd di balik gamis yang kupakai ini. Beruntung jilbabku lebar sampai sebatas perut dan gamisku yang cukup longgar, cukup menyembunyikan isi di dalamnya. Semoga juga Mas Bagas di sebelahku ini tak memerhatikan ini semua.

"Anu Abi.. mmm.. Tiba-tiba Ustadzah Azizah ngajak ketemuan, sebelum pindah ke solo, mau ketemuan siang ini di sini.."

"Oh iya, nggakpapa Umi.." kata Mas Bagas.

Setelah itu, kurasakan tiba-tiba dildo di vaginaku ini bergetar.

Drrrtttt.. Drrrtttttt..

"Houuugghhh,," aku langsung melenguh pelan.

Kakiku seketika gemetar. Entah bagaimana bisa, ternyata dildo ini bergerak bergetar-getar. Baru kusadari ternyata ini vibrator, bukan dildo biasa. Ini pasti ulah Karno yang menyalakan getaran benda laknat ini dari jarak jauh.

Tanganku berpegangan makin erat ke lengan Mas Bagas. Mas Bagas sempat mengira aku berusaha romantis dengan makin erat memegang lengannya. Namun seluruh tubuhku bergetar seiring benda dingin itu yang bergetar. Sisa-sisa lendir vaginaku di kamar pas tadi membuat getaran vibrator itu terasa makin brutal.

"Umi kok ndredek gitu badannya? sakit ya?" tanya Mas Bagas.

"mmmh.. Enggak kok.. Hhhmm.. Agak sakit perut aja sih Abi.. Umi laper kayaknya.." kataku berusaha menahan tubuhku dari respon vibrator itu, apalagi ada suamiku di sampingku. Raut mukaku juga perlahan berubah, dari yang tadi sebatas khawatir, kini bercampur dengan rasa menahan birahi yang mulai naik. Mataku makin sayu.

"Ooh.. yaudah cari makan aja yuk.." kata Mas Bagas lempeng, tak menyadari perubahanku.

Kurasakan getaran itu makin berasa seolah mainan itu berputar-putar di bawah sana. Meskipun kepala kapsul vibrator itu hanya berada di ujung vaginaku, tapi entah kenapa getarannya makin berasa dan mau tak mau syaraf kewanitaanku merespon rangsangan itu. Aku makin kencang berpegangan dan meremas lengan Mas Bagas. Tanganku yang lain memegang erat kantung belanja berisi lingerie yang baru saja dibeli oleh Mas Bagas tadi.

Aku berusaha berjalan sebiasa mungkin yang kubisa, meskipun pahaku begitu geli menahan efek vibrator itu. Sisi dalam rongga vaginaku yang teraduk oleh vibrator itu kemudian memantik birahi tubuhku yang mulai menghangat. Hingga akupun mulai terangsang juga.

Tanpa bisa kuhalangi, puting tetekku ikut mengeras. Aku yang sedang berjalan ini hanya bisa berharap semoga tak ada yang melihat menembus jilbab dan gamisku ini. Tanganku yang memegang makin erat lengan Mas Bagas itu ternyata membuat Mas Bagas makin khawatir.

Namun kekhawatirannya, dikiranya aku lapar beneran, padahal sebenarnya ada mainan yang menyumpal vaginaku yang kini bergetar-getar.

"Di foodcourt lantai 3 aja yuk Abi.. Hhhgghhhh.. Emmpphh.." kataku. Nafasku terdengar berat.

Kamipun melanjutkan jalan kami. Tanganku menggandeng erat lengan Mas Bagas. Mas Bagas masih mengira aku kelaparan. Aku berusaha tetap di samping Mas Bagas agar Mas Bagas tak bisa melihat wajahku dan mendapati keanehan di raut wajahku, ataupun gestur tubuhku apalagi memergoki aku yang tanpa dalaman.

Sesekali kakiku ikut gemetaran, melepas rasa geli yang melanda sisi bawah tubuhku itu. Vibrator itu membuat vaginaku makin sensitif. Aku baru menyadari kalau getaran vibrator itu memiliki intensitas yang berubah-ubah. Getaran mainan kecil itu kadang kencang, kadang pelan, kadang kembali mengencang.

Tak pelak itu membuat tubuhku makin panas dingin. Rasanya aku tak mampu berjalan lebih jauh lagi dan ingin duduk atau berbaring saja melepas rangsangan ini. Namun akal sehatku menyuruhku untuk tetap harus menahan ini. Aku harus menjaga agar Mas Bagas tak makin curiga sekaligus menjaga imej seorang akhwat bergamis dengan jilbab lebar.

Aku merasakan vaginaku semakin lembab. Dan aku yang tidak memakai celana dalam ini membuat leleran cairan kenikmatan yang keluar itupun menjadi kemana-mana. Lelehan itu kurasakan turun membasahi pahaku. Semakin aku berjalan, membuat gesekan vibrator itu semakin terasa, semakin membuat vaginaku banjir.

Sepanjang kami berjalan aku juga baru menyadari diriku yang dilihatin beberapa mata yang menunjuk-nunjuk ke arahku terutama kaum bapak-bapak. Mungkin mereka mampu melihat raut wajahku yang menahan rasa gatal dan geli di vaginaku. Beruntungnya, Mas Bagas masih tak memerhatikanku karena tepat di sebelahku, dan matanya melihat ke arah depan sambil menuntunku.

Sewaktu naik di eskalator untuk menuju lantai atas, dari sisi eskalator turun di sebelahku yang berlawanan kusadari banyak mata laki-laki yang melihatku, terutama area dadaku, aku tak tau apakah mereka bisa menerawang bahwa aku tak memakai apapun di balik gamis ini. Aku hanya berkonsentrasi untuk bisa berdiri menahan getaran mainan di vaginaku.

Meskipun tatapan-tatapan tadi tak begitu lama karena eskalator itu turun sementara eskalatorku naik, namun tetap membuatku merasa was-was juga. Menyadari itu entah mengapa malah kurasakan putingku makin mengeras di balik gamisku. Ditambah vaginaku makin berdenyut-denyut kuat, beradu dengan vibrator yang menyumpalnya.

Sungguh foodcourt ini benar-benar jauh. Atau karena aku yang harus menahan birahi ini. Nafasku makin lama makin berat. Bulir-bulir peluh keluar dari keningku membersamai jalanku. Hingga sampailah kami di foodcourt yang kami tuju.

Mas Bagas menuntunku ke salah satu gerai diantara banyak gerai penjual makanan ini.

"Umi pesen apa?" tanya Mas Bagas.

"mmmpphh.. French fries ajaah.. Hmmmpphh.." jawabku.

Tak begitu lama kami menunggu karena memang ini gerai fastfood, Mas Bagas dan aku duduk bersampingan di salah satu bangku yang kosong. Rasanya aku begitu lega mendapati kursi untuk duduk. Aku tak perlu lagi menahan tubuhku untuk berdiri saat vibrator ini mengaduk-aduk vaginaku dan mempermainkan birahiku sejak tadi.

Namun itu semua tak seperti yang kukira. Ketika aku duduk di kursi, justru semakin kurasakan mainan yang menyumpal vaginaku ini makin kuat bergetar. Tak kusangka dengan duduk, malah mainan itu seolah makin intens menggesek sisi dalam lubang kawinku.

"Huuuffhh.. Hhmmmhh.. Enngghhh.." gumamku.

Akupun refleks makin kuat menggeliat di atas kursi ini. Mas Bagas yang sedang menyantap burger yang ia pesan itu sempat mengernyitkan dahinya kala melihatku yang menggeliat seperti cacing kepanasan seperti ini.


ME4LZKX_o.gif

Vaginaku yang begitu basah membuat Gamis sisi bawah yang kupakai ikutan basah dan meninggalkan bekas di kursi. Pantatku yang menggeliat di atas kursi makin meninggalkan tanda bercak lendir di kursi ini. Mulutku menyuarakan gumaman yang semakin tidak jelas.

Tidak. Tidak bisa seperti ini. Mas Bagas pasti akan curiga akan perubahan tabiatku sejak tadi. Aku harus pergi dari sini dan menuruti Karno agar ini semua segera usai. Maafkan aku, Mas Bagas.

"Abi, Umi ke toilet ya.. ada di ujung situ.. Hhhhggghhh.." kataku dengan nafas yang semakin berat.

Mas Bagas yang masih mengunyah makanannya itu lalu menggangguk sambil masih dengan raut kebingungan. Akupun bergegas berjalan menuju toilet, dengan hati kecewaku. Aku sadar aku akan berpisah lagi dengan Mas Bagas ketika aku menuruti rencana Karno ini.

Aku melihat beberapa ibu-ibu berjalan menjauh dari arah toilet. Hingga sampailah aku di depan pintu toilet perempuan, aku melihat ada tulisan "maintenance" yang membuat beberapa orang sebelumnya tak jadi masuk.

Aku ragu-ragu akan memasuki toilet yang "sedang diperbaiki". Tapi di sisi lain aku yakin kalau ini adalah pekerjaan Karno agar sengaja tak ada orang lain yang masuk ke toilet ini. Aku malah makin ngeri menyadari aku yang hanya sendiri berdua dengan lelaki bejat itu.

Tapi kalau aku tak masuk, aku tak bisa mengambil dompetku. Aku harus mencari alasan apa ke Mas Bagas. Belum lagi aku harus urus-urus surat-surat lagi jika aku tak mengambil dompetku. Aku lalu memberanikan diri melangkah masuk melalui pintu bermotif kayu di depanku ini.

Begitu aku membuka pintu masuk aku langsung disambut Karno. Benar dugaanku bahwa dia sengaja memasang tanda maintenance biar tak ada yang masuk. Kulihat dia sedang memegang hape.

"Hehe.. selamat datang, Mbak Sella.. langsung kita mulai aja ya.." kata Karno.

Tangannya kulihat mengoperasikan hape nya itu, dan yang kurasakan, vibrator di vaginaku langsung bergetar kencang.

"Houuuuggghhhhh.." aku melenguh panjang.

Getaran ini lebih hebat daripada yang sebelumnya yang kurasakan. Aku langsung merasakan lututku lemas seketika menerima getaran itu di dinding vaginaku. Badanku langsung jatuh terduduk di atas toilet ini, beruntungnya lantai toiletnya kering.

Ternyata daritadi Karno yang memainkan vibrator ini menggunakan hapenya itu. Sedari tadi dia membuntutiku berjalan bersama Mas Bagas sambil mengoperasikan vibrator ini dari jauh. Ketika jarak nya berdekatan seperti ini, getaran vibrator ini sangat kuat. Aku makin bersimpuh akibat lemasnya dengkulku. Mataku terpejam, menahan pantatku yang bergerak pelan, menahan rangsangan di vaginaku. Tak lama, kurasakan vibrator ini berhenti bergetar.

Lalu kurasakan kepalaku yang terbalut jilbab syar'i ini dipegang. Ketika aku buka mataku, seketika itu aku kaget karena di depanku kulihat selangkangan Karno yang tak lagi tertutupi apapun. Penisnya yang mengacung tegak terpampang di depanku.

Belum hilang kagetku, penisnya itu langsung ia paksa masuk ke dalam mulutku. Aku yang terengah-engah ini tak sempat menutup bibirku hingga kepala penis itu sempat masuk membelah bibir sensualku. Dan dengan dorongan kuatnya, masuklah kepala penisnya itu di dalam hangatnya mulutku.

Diameter batang kejantanannya yang cukup lebar itu membuat mulutku dipaksa untuk membuka ekstra lebar. Ukurannya itu juga yang membuatku susah memberontak saat Karno memaksa memasukkan batang coklat gelap itu menembus bibir merahku.

"Urrgghhh.. Akhirnya bisa ngerasain bibir seksimu lagi, Mbak.."

Tangannya semakin kuat memegang kepalaku yang berbalut jilbab syar'i ku. Pinggulnya ia tarik sedikit hingga penis itu sedikit keluar, lalu ia tekan lebih dalam.

"Hhmmmhhh.." rontaanku tertahan batang besar yang menyumpal bibirku ini.

Karno terus menggerakkan penis itu di dalam mulutku. Tangan Karno yang satunya kemudian mengambil hapenya yang ia taruh di meja wastafel di sebelahnya dan kembali memainkan hapenya. Dan bisa aku rasakan vibrator di dalam vaginaku ini mulai bergetar lagi.

Refleks pantaku langsung menggeliat seketika. Getaran itu langsung memantik syaraf syahwatku kembali. Tadinya aku yang meronta mulai teralihkan dengan rangsangan vibrator ini. Di depanku, Karno masih terus memompa paksa penisnya. Sebelumnya penis yang seret itu kini mulai lancar akibat ludahku yang mau tak mau membasahi batang laknat itu. Otot mulutku mulai terbiasa dengan batang gelap ini.

Karno menarik penisnya hampir keluar hingga sebatas kepala jamurnya, kemudian menekan masuk lagi batang penis itu hingga mulutku serasa penuh dan sangat mengembang. Berulang-ulang hingga suara peraduan selangkangannya dan mulutku ini terdengar nyaring mengisi setiap sisi toilet ini.

Clop..Clopp.. Clooppp..

Karno sepertinya masih memainkan hapenya, kurasakan dari vibrator di vaginaku bergetar dengan getaran yang berubah-ubah. Pantatku pun ikutan menggeliat. Saat getaran vibrator ini meninggi, mulutku makin kuat juga menghisap batang penis Karno. Adegan sepong paksa ini lama kelamaan nampak seperti aku yang mulai menikmati juga.

"Urrrggghhhh.. nikmat banget mulut Ukhti.." erang Karno.

Saat kurasakan batang Karno itu berkedut-kedut makin cepat, Karno lalu menarik penisnya keluar dari mulutku. Ia mundur beberapa jarak dari wajahku. Nafasku langsung menghela panjangn saat mulutku bebas dari bekapan selangkangannya itu.

"Buka bajunya, Mbak.. Hehehe.." karno memerintahku.

Vibrator yang menyumpal di vaginaku ini ia matikan dari smartphone nya. Aku masih terdiam beberapa saat. Dan dengan posisiku yang duduk, tiba-tiba vibrator itu terlepas dari jepitan vaginaku. Kini kembali ketakutan menghinggapiku saat rangsangan vibrator itu berhenti karena jatuh di lantai.

"Ayo, Mbak.. Mau dompetnya balik kan.. Buka bajunya, semuanya.."

Aku yang menunda-nunda ini tak punya pilihan lain selain mengikuti maunya. Perlahan akupun berdiri. Aku menarik resleting gamisku yang terletak di dadaku ini. Tak lama, gamis lembut ini langsung jatuh. Karena jilbab syar'i ku cukup panjang, tanganku seketika menutupi perut dan area selangkanganku yang tak berlapis apa-apa dibalik gamis tadi semenjak kejadian di kamar pas tadi.

Tampang Karno langsung berubah menjadi sange dengan buliran liur di ujung bibir hitamnya. Meskipun aku menutupi tubuhku, bulu-bulu halus di sekitar selangkanganku tetap terlihat, dan malah makin menggoda birahinya.

"Khimarnya juga dong, Mbak.." katanya tak sabaran.

Sepelan mungkin, aku menarik jilbabku turun melewati kepalaku. Tak sengaja, ikat rambutku ikut terlepas juga. Hingga yang diinginkan Karno pun terpenuhi, aku yang telanjang bulat di hadapannya. Rambutku yang tergerai lurus panjang sepunggung yang seharusnya menjadi mahkota yang kujaga ini harus nampak di depan pemuda kurang ajar ini.

Tanganku kini menutup area dadaku. Tetekku yang berukuran di atas rata-rata ini yang kutakutkan menggoda syahwat lelaki, dan benar begitu saat Karno melotot memandangi gunung kembarku ini. Matanya naik turun menelanjangi tubuhku. Tentunya aku tak bisa menghindari pandangannya mengeskploitasi wajahku, pahaku, perutku, yang tak bisa kututupi dengan tanganku.

"Hehe..Cakep bener, Mbak Sella.. Lebih indah dari bayangan saya sebelumnya dari pas di kolam renang dulu.."

Karno lalu mengambil kantong belanjaanku yang tergeletak di lantai. Ia mengeluarkan set lingerie yang barusan aku beli, dan memberikannya kepadaku.

"Pakai ini Mbak.." katanya.

Tak menunggu lama, aku mengambil lingerie itu dan segera memakaianya. Sekecil apapun kain itu untuk menutupi tubuhku, harus aku pakai. Meskipun ini hanya berupa bra berenda yang cukup tipis dan transparan, dan celana dalam model G-string. Yang kusesali, Mas Bagas yang membelikan dalaman ini untukku malah belum menikmati nya. Aku harus memakai lingerie ini didepan lelaki mesum ini terlebih dahulu daripada Mas Bagas.

Celakanya, tampilanku kini malah lebih memancing birahi. Bra yang kupakai membuat tetekku makin membusung seksi karena bra ini memiliki kawat yang tersimpan di dalam kain sisi bawahnya sehingga membentuk bulatan sempurna tetekku menantang gravitasi. Terlebih lagi sisi depannya yang berenda tapi cukup tipis membuat putingku sedikit menerawang. Dan G-String yang kupakai menampakkan bulu-bulu halus di sisi kanan kirinya mengintip menggoda. Dan sama seperti lelaki bejat pada umumnya, Karno makin ngiler meilhatku seperti ini.

Karno lalu mengambil sesuatu dari tasnya di atas washtafel itu. Ia mengenakan kain panjang berwarna putih, yang kutebak itu adalah jilbab model segiempat.

"Pakai ini juga, Mbak.."

Aku lalu mengambil kain itu dari tangan Karno, beserta peniti yang juga ia berikan. Entah bagaimana ia bisa mempersiapkan sampai ke penitinya ini. Aku tak pernah memakai gamis maupun jilbab berwarna putih. Terakhir aku memakai jilbab warna putih adalah saat aku masih SMA di pesantren dulu.

Tak butuh lama bagiku untuk membalut kain segiempat ini menjadi jilbab yang membalut wajah cantikku. Setelah kupakai, ternyata kain ini tak terlalu panjang, mungkin hanya sebatas dadaku saja. Itupun tak menutupi semua bulatan tetekku. Sisi bawah bra yang kupakai masih terlihat.

Karno kembali melotot memerhatikan aku yang memakai jilbab putih dan hanya mengenakan bra dan cd saja dengan kulitku yang lain telanjang ini. Beberapa saat kemudian, Karno lalu berjalan mendekat ke arahku. Kengerian seketika juga menghampiriku

"Sudah, Mas.. Lepasin saya,Mas.. Saya janji nggak akan laporin siapa-siapa.. Tolong kembaliin dompet saya.." rengekku terakhir kalinya.

Karno tak menggubrisnya, ia terus mendekat. Badanku mencoba refleks mundur hingga mepet ke meja washtafel di belakangku. Aku memejamkan mataku. Entah nasib apa yang akan menimpaku kini. Meskipun aku tak rela, aku tak punya pilihan. Mataku mulai berair menyadari aku yang tak bisa menghindar. Bulir air mata berkumpul di ujung mataku.

Tiba-tiba kurasakan sentuhan di pahaku. Aku yang memejamkan mata hanya menebak itu tangan Karno, karena kasarnya kulit tangan itu. Telapaknya yang terasa berotot itu mengusap-usap pahaku. Perlahan-lahan naik dan turun hingga membuatku tersengat rasa geli. Hampir-hampir aku menjerit namun masih bisa kutahan. Aku tak ingin menikmati ini semua.

Kurasakan tangannya yang lain memegang perutku. Dengan perlahan, ia usap juga perutku. Kali ini aku tak bisa menolak stimulan itu, hingga tubuhku menggeliat, menahan rasa geli. Tangannya yang satu bermain-main di pusarku. Aku masih berusaha memejamkan mataku.

Usapan Karno di pahaku ternyata mulai memancing birahi bawah sadarku. Tangannya makin naik menuju pangkal pahaku, memanggil sisi-sisi terdalam nafsuku perlahan-lahan. Tangan itu lalu makin naik menuju selangkanganku. Ia usap-usap selangkanganku yang berlapis G-String ini.

"Kok becek gini memeknya, Mbak.." kata Karno, "Dari tadi terangsang ya gara-gara vibrator itu.." ejeknya.

Tak lama, usapannya ia arahkan menuju sisi bawah selangkanganku menuju lipatan mahkota surgawiku.

"Hmmmmmhhh.." Aku mengendus pelan.

"Suami Mbak tau nggak istrinya lagi sange di sebelahnya tadi, hehe? Gimana rasanya, sange di sebelah suaminya sendiri, Mbak?" bisik Karno mesum.

Tangan kasarnya bermain di luar g-string yang kupakai. Tapi tipisnya g-stringnya ini membuat sentuhannya sama saja terasa di kulit kemaluanku. Jemarinya sesekali bermain memilin-milin bulu-bulu kemaluanku. Membuat sensasi geli yang makin membakar nafsuku.

Mataku terpejam, sambil kepalaku menggeleng-geleng kuat, menolak gejolak nafsu yang mulai tak bisa kuhadang. Tubuhku yang mulai menghangat tanpa bisa kukontrol. Tangannya makin liar bermain di selangkanganku, kini ia menggesekkan kain G-String itu tepat di belahan vaginaku.

Vaginaku yang sudah dirangsang habisan-habisan oleh vibrator sejak tadi kini makin lembab saja akibat tergesek kain gstring itu.

"Hhhhhggghhh.."

Nafasku mulai memberat menurunkan perlawanan akal sehatku yang mulai hilang berganti syahwat. Naluri kewanitaanku mengambil alih badanku dengan mulai menyerah pada birahi.

Kain yang hanya segaris yang melintang menutupi belahan bibir vaginaku itu makin cepat ia gesekkan melawan gerbang liang surgawiku. Pinggulku tak bisa lagi berdiam, dan mulai menggeliat saat Karno menggesek-gesek bibir vaginaku ini.

"Hssshhhh.. Hooouuhhhhh.. Mashh.. Uddaahhh.. Hhhggghhhh.." desisku.

"Hehehe.. Ini makin becek, Mbak Sella.. Nggak usah pura-pura gitu, Mbak.."

Mataku kucoba membuka perlahan, dan kini kulihat Karno sedang jongkok di depanku sambil tangannya bermain di selangkanganku. Mulutku tak lagi bisa menahan desisan dari mulutku. Tubuhku makin panas, meski bilik toilet ini dingin karena AC Mall. Peluh mulai membasahi kulit telanjangku.

Karno lalu menyingkap kain G-string yang melintang itu. Tangannya kini secara langsung bermain di belahan bibir vaginaku.

"Houuuuhhhh.. Shhhhhh.. Ahhhhhhh.." desahku.

Jarinya yang terasa kasar itu langsung berhasil menstimulus tubuhku untuk memantik birahi terdalamku. Seolah menjadi titik balik diriku yang masih berdiri ini dan mengambil alih akalku seutuhnya. Ujung jarinya memainkan bibir vaginaku yang sangat sensitif ini. Berdiriku tak lagi tegap, sebagian tenagaku kusandarkan pada meja washtafel di belakangku.

Di benakku, aku mulai melihat gelombang puncakku yang tadinya tak mau kudapatkan dari perbuatan lelaki kurang ajar ini. Dan saat itu, tiba-tiba kudengar suara dari pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Umii.. Umiii.. Umi di dalam??"

Degg.. Itu Mas Bagas. Aku lupa kalau sedari tadi aku meninggalkan suamiku yang sedang menyantap makanannya di luar. Aku lupa kalau suamiku mungkin menungguku. Karno yang berada di bawahku itu cengengesan saja sambil jarinya makin cepat mengusap vaginaku.

"Eehh.. Hhhhgghh.. Iya, Umi disini, Abi.." kataku.

Satu tanganku menutup mulutku berusaha agar tak ada suara aneh yang keluar. Satu tanganku yang lain memegang tangan Karno mencegah tangan berkulit gelap itu bergerak makin jauh di selangkanganku. Kepalaku kugeleng-gelengkan ke arah Karno agar Karno berhenti.

Dan seperti lelaki bejat di hidupku, dia malah makin liar menguak bibir vaginaku yang juga tak kukira makin becek, apalagi aku yang hampir sampai ini. Mukanya malah seolah bangga bisa mengerjaiku sambil Mas Bagas di luar memanggilku.

"Abi duluan ya, Umi.. Ini ada sedikit urusan kantor.. Umi jadi mau sama Ustadzah Azizah kan pulangnya nanti?" kata Mas Bagas.


"Iya, Abi.. Ahhhh.. Ssshshhhh.." jawabku singkat.

"Umi kenapa?" tanya Mas Bagas.

"Hhheggghh.. Nggakpapa kok, Abi.. Sakit perutt.. Hoouuugggghhh.." jawabku.

Cpek.. cpekk.. Cpeekkk..

Karno makin cepat mengusap jarinya di vaginaku, menghasilkan bunyi kecipak yang entah terdengar ke luar pintu toilet ini atau tidak. Klitorisku sesekali ia sentil, membuatku tak bisa menghindar dari puncak klimaksku.

"Nggakpapa kan tapi perutnya, Umi?" tanya Mas Bagas.

"Hhgggghhh.. Umii.. mau keluuarrr.. Hhhggggghhhh.." desahku.

Cpek.. cpeek.. cpeeekkk..


"Hehe.. Nggak usah keras-keras gitu, Umi.. Dituntasin aja dulu.. ya udah.. Abi jalan dulu ya.." kata Mas Bagas dari luar.

"Iyaaahhh.. Aaaahhh.." kataku.

Aku yang tadi menolak ini semua, kini berteriak saat klimaks menghampiriku. Tak kupedulikan suamiku di luar yang berpamitan, yang mungkin tak bisa lagi kutemui karena Mas Bagas akan tugas di luar kota. Tapi gelombang puncakku ini tak bisa kutolak saat hadir menyeruak.

"ooooohhh.. Aaaaaaahhhhhhhhh.. Sssssshhhhhhhhhh.."

Aku mendesah panjang membersamai gelombang klimaksku. Bermili-mili cairan orgasmeku keluar membasahi jari Karno di bawah sana. Sebagian, cairan itu meleleh ke pahaku. Mataku terpejam seketika. Dan sedetik kemudian, tubuhku langsung jatuh terduduk lagi.

Sungguh tak bisa kupercaya kegilaan yang kualami ini. Di luar Mas Bagas pamitan padaku, tapi aku malah berteriak melepas puncak kenikmatan akibat jamahan tangan kasar lelaki kurang ajar di dalam toilet yang hanya berjarak dinding tipis dengan suamiku di baliknya.

Samar-samar kulihat Karno yang sudah berdiri, lalu melepas lagi celananya. Penisnya yang dari tadi sudah mengacung ia dekatkan ke wajahku. Lalu dengan sambil tersenyum mesum, seolah bangga karena bisa mengantarku ke orgasmeku barusan, Karno lalu memukul-mukulkan batang gelap itu di wajahku.

Puk.. Pukk.. Pukk...

Aku yang lelah ini tak bisa lagi menolak. Di samping karena dudukku yang membuatku tak bisa bergerak kemana-mana. Cairan pre-cum yang meleleh dari penisnya itu meluber membasahi putihnya pipiku. Bau pesing bercampur keringat langsung menyeruak masuk hidung. Entah mengapa aku tak protes atau menolak seperti tado saat ia menjejalkan paksa penisnya ke mulutku.

Kepala penisnya ia arahkan tepat di bibirku. Ia tekan pinggulnya maju. Dan penis itu lagi-lagi masuk membelah bibir ******* ini. Bedanya, kini penolakanku tidaklah seperti sebelumnya. Aku terlalu lelah duduk bersimpuh, dan terlalu terkabuti birahi. Penis gelap itupun masuk makin dalam merasakan hangat dan sempitnya mulutku.

"Urrgghhh.. Emang terbaik emutanmu, Mbak.. benar-benar ngangenin sejak pas di kolam renang dulu.. Urrgggghh.. disedot-sedot juga dong, Mbak.. Urrgghhh.. Iya gitu..."

Pinggulnya ia gerakkan di depan wajahku. Penis itu hilang timbul menembus bibirku. Otot mulutku memelar mengikuti diameter penis gelapnya yang cukup lebar itu. Pipiku mengempot saat penis itu tertarik dan menyisakan kepala jamur yang kuhisap dengan bibir sensual ku ini.

"Urrgghhh.. Nikmat banget bibir akhwat binal.. Urrgghhh.. Tau nggak Mbak, habis Agus dipecat, dia pulang kampung.. Sekarang aku nggak bisa lagi modusin cewek-cewek yang lagi renang di sana deh.. Ehh, sekarang kamu ndilalah kesini.. Pas kamu nyenggol aku di pintu masuk tadi, aku dah mbayangin bibir seksimu ini Mbak.. Urrgggghh.. Iyahh.. Sedot terus, Mbak.. Yang kenceng.. Urrgghhh.." celoteh Karno diselingi erangannya.

Clop.. Cloopp.. Cloooppp..

Penisnya semakin keras, beradu dengan sisi dalam rongga mulutku. Pinggulnya semakin kuat maju mundur, membuat penis itu juga semakin liar keluar masuk menodai mulutku.

Aku tak bisa mempercayai ini semua terjadi lagi padaku. Tapi di sisi lain, mulutku ikut menyambut hujaman penis gemuknya. Bibirku makin kuat menghisap-hisap batang itu. Tak kusangka mulutku yang rajin membaca tilawah ini kini sedang menservis batang haram ini dengan liar dan binal.

Saat batang itu kurasakan berkedut makin cepat, Karno menarik lepas pusakanya itu dari mulutku.

"Fffuaahhh.." ludah yang membasahi penisnya membentuk lelehan yang menyambung ke bibirku saat penisnya ia tarik, sebelum sambungan ludah kental itu putus dan jatuh membasahi jilbab putih dan juga tetekku.

Karno lalu sedikit menarik tubuhku ke atas, hingga posisiku berubah dari yang tadinya simpuh menjadi kini berlutut. Karno lalu menurunkan sedikit selangkangannya tepat di depan dadaku. Jilbabku ia sampirkan, hingga nampaklah tetek besarku yang membusung makin seksi akibat ditopang bra berenda yang tipis ini. Rupanya ia ingin memakai tetekku.

Bra yang kupakai ini tak ia lepas, melainkan Karno menyelipkan penisnya di balik bra ini, hingga penis itu terhimpit di tengah bulatan daging kenyal di dadaku ini. Karno lalu menggerakkan selangkangannya maju mundur berusaha menikmati tetekku.

"Uurrgghhhh.. Aku sering coli mbayangin ngentotin toketmu karena dulu pernah dijepit toket seksimu di kolam, Mbak.. Sekarang aku nggak perlu mbayangin lagi.. Urrgggghh.."

Penis yang basah karena ludahku tadi itu kini sedang mencabuli tetekku. Pinggul Karno bergerak-gerak diikuti mulutnya yang terus menerus berceloteh dan mengerang keenakan. Keringat yang membasahi tubuhku juga membuat gesekan penis itu seolah terlumuri pelumas.

"Urrgghhh.. Enak banget jepitan toket akhwat jilbab lebar gini.. Mbak Sella harusnya pakai baju ketat aja biar kelihatan toket seksinya.. Urrgghhh.. Mbak Sella juga gerakin susunya dong.. Urrgghhh.. Nah gitu.. Urrgghhh.." erang Karno.


ME4LZL6_o.gif

Badanku ia gerakkan sambil memegang pundakku, seolah aku ikut bergerak-gerak memijat batang gelap itu. Penis gemuknya itu kurasakan semakin hangat. Uliran urat yang mengelilinginya makin terasa di himpitan tetek besarku, dan batang itu terasa mulai berkedut.

"Arrgghh.. Nggak kuat aku.. Njepit tenan susune.. Uurrggghhh.. Lontheeee..!!!"

Crot.. Croottt.. Croootttt..

Kepala jamurnya menyemburkan lahar kentalnya. Semprotan awalnya muncrat cukup tinggi hingga membasahi jilbab dan daguku. Tetekku langsung berlumuran spermanya yang pastinya ikut membasahi bra berenda ini. Barusan kubeli, belum sempat kucuci, dan kini sudah dikotori oleh air mani lelaki bejat ini.

Karno menyentak-nyentakkan pinggulnya beberapa kali, sampai semburannya benar-benar berakhir. Tetek besarku turun membantu batang jahanam itu menghabiskan isinya hinggal lelehan kental putih terakhirnya.

Sebelum kemudian Karno menyudahi pencabulan ini dari dadaku dan melepasnya dari balik bra dan himpitan tetekku.

"Sudah, Mas.. Balikin dompetku.." kataku.

"Hehe.. Kok mau udahan aja, Mbak Sella.. Tenang, masih ada yang harus Mbak Sella lakuin.." balas Karno.

"Enggak mau!! Siniin dompetku.." kataku menggerutu.

"Mbak.. Dompetnya nggak ada disini. Untuk tau lokasinya, Mbak harus lakuin ini dulu.." kata Karno.

Ia lalu mengambil isi tas plastik di atas washtafel tempat jilbab segiempat nya tadi. Karno mengeluarkan sisa dari tas nya dan menyerahkannya kepadaku.

Betapa kagetnya aku, ternyata ini adalah seragam putih abu-abu dengan label OSIS di saku dadanya.

"Mas..!! Ini kan..???!!" sontakku

"Hehe.. ini punya adekku, udah sedikit tak permak.. Ayo dipakai, Mbak Sella.."

Aku yang masih memiliki rasa enggan, namun tak punya pilihan lain ini lalu memakai baju putih dan rok abu-abu ini. Di sisi lain, aku juga tak ingin terus memamerkan tubuh telanjangku di hadapannya. Aku sebenarnya tak pernah punya baju seperti ini. Seragamku dulu berwarna putih-putih karena aku di pesantren.

"Kok tipis gini, Mas?" Komentar ku saat memakai baju ini.

"Setelah itu, kamu balikin piring kotor ini, Mbak Sella.. Gerai Ayam Geprek yang paling ujung sana. Ingat, kamu harus turutin semua permintaannya. Kalau kamu kabur, dompetmu nggak tak balikin.." kata Karno.

Aku berusaha mencerna kalimatnya sambil aku memakai baju dan rok abu-abu ini. Piring kotor? Permintaan? Permintaan siapa yang ia maksud? Benakku memikirkan kejahilan apa yang Karno sedang rencanakan ini.

Ketika baju dan rok ini sudah membalut badanku, alangkah kagetnya aku mendapati penampilanku saat ini.

"Mas!! Aku nggak mau pakai ini!!" Kataku.

"Nggak papa gitu, Mbak.. sesekali jadi jilboobs.. Hahahaha.." kata Karno.

Kekehannya yang mengeluarkan aura mesum itu sambil melihat tubuhku. Baju yang kupakai ini begitu tipis, hingga menampakkan tetekku dengan bra warna merahnya. Apalagi ukurannya yang begitu ketat, membuat tetekku sangat membusung. Bahkan kancing ketiga yang tepat berada di dadaku terlihat tertarik seperti ingin lepas karena tak bisa menahan ukuran tetekku yang memang besar. Bahkan di celah antara kedua kancing atasnya sampai-sampai menampakkan kulit tubuhku.

Belum lagi sisi bawah bajunya yang begitu pendek dan hanya sebatas perut. Ini baju seragam yang sepertinya dipotong di sisi bawahnya dan hanya sebatas garis rok saja. Saat tubuhku bergerak dan baju ini terangkat, akan menampakkan kulit perutku, saking pendeknya baju ini.

Rok bawahannya pun tak kalah mesum. Rok yang kupakai, meskipun panjang, tapi sudah ada potongan vertikal ke atas sebatas pahaku. Jika aku berjalan, pasti bisa menampakkan kulit pahaku. Kagetku menjadi lebih saat menyadari aku yang masih menyisakan keringat akibat orgasmeku tadi, membuat baju putih dan rok abu-abu ini kian ketat menempel di badanku.

Aku memakai Jilbab dan baju lengan panjang tapi merasa seperti telanjang menampakkan badanku, menampilkan setiap lekukan seksi tubuhku.





Part 16 "Dystopia" to be continued..
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd