Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Salah satu cerita terbaik
Trims.. :ampun:

mantab hu, jd pingin tw kelanjutan sama si jamal gmna ya...???
Nggak ada sih.. tapi nanti mungkin disinggung.. hehe.. liat aja nanti..

luar biasa updatenya!!!
memang juara bosku ini, saya mbayangin mall ambarukmo plaza jadinya hahahahaha
dulu pernah coba mesum di ruang ganti centro, luas banget ruang gantinya! jadi agak leluasa
sayangnya jaman itu smartphone masih mahal...jadi ngga sempet diabadikan kwkwkwkwkwk
Wehehehe, Jogja banyak mall sekarang Hu, makin macett....

Lanjutkan ronde ke 2 Karno. Buang dalam aja, mumpung lagi program hamil, siapa tahu bayinya ayah Karno yg bakal nenen umi sela😁
Wkwkwk... Happy ending kok ini cerita ...

Makin absurd, nggak jelas
Waduh... :kacau:
 
  • Like
Reactions: 195
Wkwkwk... Happy ending kok ini cerita ...
Kabar bahagia di balik beratnya hidup Sella dan Fani (2 bidadari ku)... Membacanya, bagaikan menemukan oasis di gurun pasir, menyegarkan bangettt... Wkwkwk

Happy ending nya saling tukeran Antara Bagas-Sella dan Diki-Fani juga gapapa hu... Asalkan sama² tau, sama² seneng dan tanpa ada paksaan...

Soalnya penggemar berat Genre Vanilla sih
:Peace::Peace:
 
Kabar bahagia di balik beratnya hidup Sella dan Fani (2 bidadari ku)... Membacanya, bagaikan menemukan oasis di gurun pasir, menyegarkan bangettt... Wkwkwk

Happy ending nya saling tukeran Antara Bagas-Sella dan Diki-Fani juga gapapa hu... Asalkan sama² tau, sama² seneng dan tanpa ada paksaan...

Soalnya penggemar berat Genre Vanilla sih
:Peace::Peace:
Iya, happy ending... Kita lihat nanti yaaaa...


:beer: :beer:
 
Part 16c
Tag:
Exhibitionist, Blowjob, Handjob




------====°°°°°°°====------


Aku benar-benar menahan malu. Satu tanganku kugunakan untuk menutup mukaku dengan ujung jilbab putih segiempat yang kupakai. Aku tak ingin ada mengenali mukaku saat aku berjalan seperti perempuan murahan seperti ini. Mukaku merah didera rasa malu luar biasa sejak aku keluar dari pintu toilet barusan.

Satu tanganku yang lain memegang piring sisa makanan untuk kukembalikan. Yang tak kusadari, saat tanganku yang lain mengangkat ujung jilbab menjadi penutup wajah, naasnya, tetekku yang membusung di balik baju ketat ini menjadi terlihat jelas karena sebagian jilbab yang tadinya menutupi tetekku, harus tertarik ke atas menutup wajahku.

Gerai yang kutuju berada di ujung, membuatku was-was saat berjalan dengan terekspose seperti ini. Begitu langkahku mulai melewati area utama foodcourt ini, banyak mata yang mulai memperhatikanku. Nampak lelaki yang sedang makan bersama dengan pacarnya, matanya tiba-tiba melotot memerhatikanku.

Matanya melihat ke arah dadaku. Kancing baju sisi tengah yang sangat ketat dan serasa hendak lepas ini, membuat celah diantara kancingnya terbuka dan nampak kulit dadaku yang putih mengintip di baliknya. Lelaki yang sedang makan itu lalu tak sengaja menjatuhkan makanannya. Perempuan yang didepannya yang mungkin pacarnya itu lalu penasaran dan sempat menoleh ke arahku, dan langsung memasang sewot padaku. Dikiranya aku menggoda pacarnya. Adegan setelahnya, nampak si perempuan itu memarahi si lelaki yang hanya menunduk saja mendengar amukan si perempuan.

Beberapa langkah aku berjalan kemudian, aku melewati serombongan anak-anak memakai seragam putih abu-abu juga yang sedang nongkrong di foodcourt ini. Dari penampilan mereka seperti anak urakan dengan baju yang dikeluarkan. Saat aku berpapasan dengan meja mereka, salah satu dari mereka bersiul keras sekali dengan maksud menggodaku. Setelahnya, kudengar beberapa diantaranya mengajakku berinteraksi.

"fhuuuuuiiitt.." suara siulan kudengar.

"Seksi banget sih bajunya.. Ada yang berontak minta dibebaskan tuh.." kata salah satu dari mereka.

"Sekolah dimana, Cantikk?? Kok udah punya pabrik susu sih??" sahutan suara yang berbeda.

"Mau dong jadi temen sebangkunya, biar ada yang bantu ngeluarin.." suara yang berbeda lagi.

"Belajar kelompok sama kita yukk, diajarin yang enak-enak wes.. dijamin jadi lemas.. eh.. puas.. eh.. pinter.." kata suara lain lagi.

Dan sahutan lain dari mereka yang tak lagi kudengar karena aku yang semakin berlalu. Dikira mereka aku beneran masih seumuran mereka karena seragam yang kupakai ini. Langkahku aku percepat, tak kuat lagi aku menahan malu. Beberapa mata lelaki dan bapak-bapak jadi malah memerhatikanku yang berjalan agak cepat ini. Apalagi kalau bukan memandangi dadaku yang membusung indah mencetak tetekku ini. Beberapa juga memerhatikan langkah kakiku yang menampakkan secuil putihnya pahaku saat kakiku maju melangkah.

Tak kalah memalukannya, Celana dalam G-string terlihat samar-samar garisnya dari balik rok abu-abu yang aku pakai. Dan saat aku berjalan, pantatku yang tercetak jelas ikut bergoncang indah. Beberapa mata semakin melotot memandangi bemper belakangku yang memang berukuran besar ini.

Seumur-umur, aku tak pernah memakai baju yang begitu menampakkan setiap lekuk tubuhku ini. Tujuanku memakai baju syar'i adalah agar orang lain tak bisa melihat bentuk tubuhku. Tapi kini aku malah memamerkan lekuk sintal tubuhku ini. Mukaku merah semerah-merahnya dibalik kerudung yang kutarik ujungnya untuk menutupinya.


ME4LZLF_o.jpg

Arsella Hasna Hilyani

Hingga sampailah aku di gerai Ayam Geprek di ujung foodcourt ini. Ada mas-mas yang berjaga di belakang kasirnya yang segera aku serahkan piring sisa makan dari Karno ini. Mas-mas itu sejenak melihat ke arahku meski dari balik kasir, terhalang komputer.

"Temennya Sri ya, Mbak?" tanyanya.

"Sri..?" kataku bernada tanya.

"Iya.. Temennya adeknya Karno kan? Pakai seragam sekolah juga gitu.." katanya.

Aku tak menggubrisnya. Aku hanya menyerahkan piring yang kubawa sejak tadi.

"Lho.. Uangnya mana?" tanyanya.

"Eh, aduh.. Mas Karno nggak ngasih uang e.." kataku.

"Waah.. lha kok ngutang lagi tu Karno.. Pas makan aja berani pesen, giliran pas mbalikin piring, nyuruh orang lain.." katanya.

"iya.. Eh.. Maaf ya Mas.." kataku.

"Saya dimarahin juragan saya ini kalau Karno ngutang lagi.. Utangnya dah banyak dia.. Nggak mau ah saya.!!!" katanya.

"Eh terus gimana dong Mas?" tanyaku yang juga kebingungan.

"Yo embuh, nggak mau tau saya.. Mbaknya harus mbayarin berarti..!!" katanya.

"Eh.. saya ga bawa dompet, Mas.. Nggak bawa uang, Mas.. Darmo.." kataku, membaca ID card di seragamnya yang bertuliskan namanya Darmo.

Kujawab seperti itu, dia nampak berpikir. Tak lama kemudian ia geser posisinya ke sisi pintu di samping meja kasir. Melihat langsung baju yang kupakai ini langsung membuat matanya jelalatan memerhatikan badanku, setelah pandangannya itu mesum tak terhalangi apapun lagi. Tatapannya seolah menelanjangiku seperti sekian lelaki bejat yang mengambil kesempatan terhadapku.

"Hehe.. bayar pakai yang lain berarti.."

Selesai berucap seperti itu, tanganku langsung ditariknya masuk ke gerai itu. Kemudian masuk lagi melewati pintu sisi dalam gerai ini, yang setelah aku berada didalamnya, ternyata ini adalah dapur gerai tempat makan ini.

"Mumpung lagi sepi, hehe.. namamu siapa?"

"Mmm.. Lina.. Mas ini kok kesini?" kataku berbohong.

"Hehe.. kamu masih sekolah tapi kok bodynya bagus banget.. Udah ranum banget.." katanya

Senyum mesum langsung menyeringai di wajahnya yang penuh jerawat itu. Badannya perlahan merapat menuju tubuhku. Akupun refleks ikutan mundur menjaga jarak kami, hingga kudapati dibelakangku ada kompor. Tak bisa lagi aku mencari jarak dengannya.

"karena kamu nggak bawa uang, kamu harus bayar pakai badanmu ya, Dek?"

"Eh apa maksudnya?" tanyaku.

Dan yang membuatku kaget, dengan beraninya ia menarik turun resletingnya celananya, dan mengeluarkan penisnya dari balik seragam khas Restoran yang ia pakai.

Aku langsung menunduk, dan menggunakan tanganku untuk menutup mukaku. Ingin rasanya aku kabur. Tapi pasti terlihat oleh Karno, dan dompetku malah tidak jadi dia kembalikan.

"Mas.. Jangan, Mas.. Ampun.." pintaku memelas. "Saya masih sekolah, Mas.. Saya belum mau begituan.." kataku berbohong.

"Hah?? maksudnya kamu masih perawan??" tanyanya seolah tak percaya.

"Iya, Mas.. hiks.." bohongku lagi mencoba meyakinkan.

Ia masih setengah tak percaya kemudian mendekat hingga tubuhnya tak berjarak denganku. Aku sudah pasrah tak tau harus seperti apa. Tangan Darmo lalu digerakkan dan langsung menuju tetekku. Ia usap-usap bongkahan tetek besarku itu dari luar seragam. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Jangan, Mas.. Sudah, Mas.. Hhssshh.."

"Ngapain kamu kesini kalau bukan mau nggodain aku? Ngapain kok nggak Karno aja yang kesini? Kamu emang sengaja mau nggodain aku kan? Pakai baju seksi gini.." katanya.

Usapannya lalu kini berubah menjadi remasan. Tak begitu kencang tapi terasa memijat daging kenyalku itu. Aku lupa tadi aku sudah orgasme sehingga tubuhku kini lebih sensitif terhadap rangsangan. Tangan Darmo meremas bergantian tetekku yang kanan dan kiri.

"Hhgggghhh.." Nafasku mulai memberat.

"Masih sekolah kok badannya seksi gini, Dek..? Anak sekolahan jaman sekarang emang beda ya.." komentarnya.

Entah karena baju yang kupakai, atau juga karena mukaku yang kurawat hingga ia mengira aku memang masih pantas memakai seragam sekolahan ini. Tangan Darmo meremas makin kuat tetekku. Aku yang mengenakan baju tipis, di dalamnya juga bra yang juga tipis merasakan sentuhan Darmo itu cukup jelas menggerayangi kulit tetekku.

Tangannya lalu berpindah naik dari dada, menuju daguku. Diangkatnya daguku hingga aku tak lagi menunduk. Tangannya lalu naik lagi hingga jempolnya meraba bibirku yang sensual ini. Ia usap ke kanan ke kiri bibir atasku dengan jempol kasarnya.

"Seksi banget bibirmu Dek.." katanya,masih terus mengusap bibirku dengan jempolnya.

"jongkok, Dek.. kontolku mau rasain bibirmu.." katanya.

Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku kuat-kuat. Tanda aku tak mau mengikuti perintahnya.

"pilih tak perawanin atau emut kontolku aja?" katanya.

Aku lagi-lagi merasa sial. Harusnya aku tak mau dengan dua pilihan itu. Sama-sama kesialan bagiku. Namun setidaknya ia tak memaksa untuk berhubungan badan. Untuk sesaat aku bimbang di tengah diamku. Darmo lalu dengan sedikit memaksa mendorong turun pundakku, hingga akupun jongkok di hadapannya.

Penisnya yang sudah ia keluarkan sejak tadi langsung menempel di wajah cantikku. Penisnya nampak tak terlalu besar. Ia tempelkan kepala penisnya di bibirku, dan mulai memaksakan batang itu masuk ke dalam mulutku. Ada apa dengan hari ini yang mulutku harus dijejali paksa setelah tadi di toilet dan sekarang ini.

Aku yang mengatupkan mulutku ini tak membuat Darmo menyerah. Ia memegangi kepalaku dan terus menusuk-nusukkan penisnya. Alhasil penis itu malah mengenai seluruh wajahku, terutama hidungku. Hingga saat aku mengambil nafas, penis itu tepat masuk di celah bibirku.

Dengan dorongan yang makin kuat, Darmo menggerakkan pinggulnya. Ia langsung menekan dalam-dalam penisnya, membuatku hampir tersedak. Meski ukurannya tidaklah besar, namun tetap saja bibirku sedikit pegal saat dipaksa melebar akibat dorongan paksanya itu.

"Urrrggghh.. Anget banget.. nyobain mulut anak sekolahan.. uurrgghh.." erangnya

Ia gerakkan pinggulnya maju mundur dengan tangannya tetap memegangi kepalaku. Wajahku sesekali bertumbukan dengan celana katun seragamnya, sungguh tak nyaman sekali. Akupun hanya diam, tak memberi reaksi apa-apa.

Tiba-tiba kudengar suara pintu yang dibuka. Aku yang membelakangi pintu tak bisa langsung melihat siapa yang masuk itu.

"Wah wah wah.. ini ni.. Karyawan tidak beradab.." katanya. Dari suaranya, aku tau itu Karno meskipun aku tak bisa melihatnya.

"Eh.., weh, kamu No... Eh, itu kok.. kamu ngrekam ya?.." kata Darmo.

"Iya.. Wah gimana ya kalau Cik Wina tau karyawannya masih pakai seragam restonya lagi enak-enak, mana sama anak sekolahan dibawah umur lagi.." kata Karno mengancam.

"Ehh, udah No.., matiin tu hapemu.." kata Darmo. Seketika itu juga penisnya ia tarik dan lepas dari mulutku.

Aku tak lagi melihat Darmo yang sebelumnya sok-sokan mengancamku. Kini ia seperti anak kecil yang ketakutan. Saat aku menoleh, aku melihat Karno yang memegang hapenya. Nampaknya ia barusaja merekam adegan Darmo yang sedang menggenjot paksa bibirku. Tapi kini Karno sudah mematikan rekamannya. Harusnya mukaku tak kelihatan di rekamannya barusan itu, karena posisi kamera membelakangiku. Justru muka Darmo yang jelas kelihatan.

"Jangan kasih tau ke Juraganku, No.. tega kamu.." kata Darmo merengek mengiba.

Aku langsung beranjak berdiri dari posisiku yang sebelumnya berjongkok.

"Haha.. Utekmu mesum sih.. Pas kerja juga malah nyiak anak sekolahan yang lagi mbalikin piring.. untuk dah tak rekam buat tak kasih ke cicik.." ancam Karno sambil senyam-senyum.

"Eh, jangan No.. Ampun.. Damai aja damai.." kata Darmo.

"Haha.. takut dipecat ya kamu Mo.." kata Karno.

Darmo hanya mengangguk-anggukkan kepalanya menjawab Karno itu.

"Oke. Aku nggak akan kasih rekaman ini tapi kamu bayarin semua utangku ke Cik Wina.." katanya.

"Weh, gajiku langsung habis No.." kata Darmo.

"Yo itu urusanmu.." kata Karno. "gimana?? apa mending Cik Wina tau semua ini?" ancam Karno lagi.

"Asem.. Utangmu kan banyak No.." kata Darmo.

"Cuma 500ribu ini.." kata Karno.

Darmo nampak berpikir untuk sesaat. Sementara aku masih berdiri mematung saat dua lelaki bejat ini bernegosiasi. Aku merasa ada yang janggal. Timing nya begitu pas ketika aku menyepong penis Darmo, kemudian Karno masuk dan sudah mengambil rekaman di hapenya. Apakah Karno sengaja mengatur ini semua agar dia terbebas dari hutang? Menjadikan aku umpan agar dia bisa merekam Darmo yang kemudian ia gunakan sebagai materi ancaman itu.

Saat aku sedang berpikir, aku terkaget dengan jawaban Darmo yang mengiyakan permintaan Karno. Bukti rekaman tadi beneran menjadi alat tukar atas hutang Karno.

"Eh, aku tuntasin dulu tapi No.. Tadi belum selesai kamu ganggu.." kata Darmo menunjuk diriku.

Aku terhenyak mendengarnya. Karno lalu berjalan ke arahku. Aku geleng-geleng kepalaku.

"Nggak mau, Mas.. Udah cukup..!!!" kataku tegas pada Darmo.

Karno yang sudah berada di belakangku lalu memelukku dari belakang. Dengan kedua tangannya, ia remas dua tetekku ini dari belakang. Seketika itu juga tubuhku langsung bereaksi.

"Hhgggghhh.. Udaaahh, Mas.." nafasku memberat.

"Turutin aja, Mbak.. Cuma pakai mulutmu aja kok ini dia.." kata Karno berbisik pelan di telingaku. Tangannya masih terus meremas-remas tetekku. Akalku menolak perlakuannya, tapi tubuhku mulai tersulut birahi. Orgasmeku tadi benar-benar membuat tubuhku kian sensitif terhadap sentuhan.

Ketika mataku terbuka, aku melihat Darmo sudah mengeluarkan lagi penisnya dari balik celananya, dan malah sedang mengocok penisnya sendiri sambil melihatku yang sedang digerayangi Karno dari belakang.

"Aku mau juga dong ngremes susune.." kata Darmo seolah minta ijin pada Karno.

Padahal tadi Darmo juga sudah sempat meremas tetekku. Namun melon kembarku ini pasti membuat semual lelaki gemas hingga Darmo pun belum puas meremas-remas nya.

"Ora oleh.. Mau tak laporin kamu??!!" ancam Karno sambil menolak Darmo untuk bisa menjamah tetekku.

Tiba-tiba tubuhku didorong hingga aku lagi-lagi berjongkok di hadapan Darmo yang berjalan mendekat. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku saat penis Darmo kian dekat dengan wajahku. Bibirku kututup, membuat penisnya tak bisa menembus mulutku.

Di belakangku, Karno lalu memegang kepalaku, seolah membantu Darmo untuk menikmati mulutku. Karno memencet hidungku hingga membuatku susah bernafas. Mau tak mau, aku membuka mulutku. Darmo tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu dan segera memasukkan penisnya menembus bibir sensualku ini. Dua lelaki bejat ini saling bantu untuk bisa melecehkanku.

"Kamu punya waktu cuma 5 menit lho, Mo.. selesai nggak selesai, harus udah.. Atau aku laporin kamu ke satpam kalau ada pencabulan terhadap anak sekolahan.." ancam Karno yang tak lagi memegangi kepalaku.

Darmo yang batang penis nya sedang keenakan menikmati hangatnya mulutku ini hanya mengangguk mengiyakan Karno. Darmo lalu mulai memaju-mundurkan pinggulnya. Mulutku lagi-lagi dipaksa melebar menyesuaikan ukuran penis Darmo ini.

Aku hanya berharap 5 menit ini segera berlalu. Darmo yang mendapati waktunya tak banyak justru malah menjadi brutal. Sesekali Ia paksakan penisnya masuk dalam-dalam. Hingga kurasakan batang itu menusuk hingga ujung mulutku. Wajahku sampai menempel di celananya. Dahiku mengenai ikat pinggangnya yang keras itu.

Beberapa kali ia lakukan usaha itu, membuatku hampir tersedak. Aku tak pernah suka dengan yang dinamakan deepthroat. Membuatku susah nafas dan hampir mual. Darmo lalu menarik penisnya hanya sebatas kepalanya saja lalu mulai memompa penisnya di mulutku.

Kali ini ia tidak memaksa untuk deepthroat, hanya saja ia menggerakkan pinggulnya dengan tempo cepat. Penis itupun dengan cepatnya menggesek-gesek bibirku. Liurku yang memelumasi penisnya membuat suara peraduan batang lelakinya dengan bibirku.

Clop.. Cloopp.. Cloooppp..

Entah bagaimana asalnya, bibirku ikutan mengempot saat ia menarik penisnya sebatas kepala penisnya saja, membuat Karno mengerang keenakan. Tak kupercayai aku malah membantu lelaki kurang ajar ini menodai mulutku.

"Urrrggghhh.. enak banget emutannya.. sayang banget memeknya nggak bisa tak pakai.. Urrgggghh.." erang Darmo.

Pinggulnya ia gerakkan makin cepat. Penisnya menggenjot mulutku dengan tempo yang makin meninggi. Kurasakan lima menit ini begitu lama sekali. Penis Darmo makin keras dan terasa panas di mulutku.

"Urrgghhh.. jago tenan ngemutnya.. pasti sering ngemut konthol ini adeknya.. Urrgggghh.. Anak sekolah.. ahh.. jilboobs.. ahh.. binal.. ahh.. tempikk.. Uuuuurrgghhh.. metuu aku..." racau Darmo.

Ia lalu menarik lepas penisnya dan diarahkannya batang laknat itu di depan wajahku.

"makan pejuhku nih, uuuuuuuurrgghhhhh.."

Crott.. Croottt.. Croootttt...

Semburan spermanya langsung membasahi wajah dan tentunya jilbabku. Darmo mengocok sendiri penisnya mengeluarkan isinya dan diarahkan ke jilbabku. Sebagian besar memang membasahi jilbab yang kupakai, sebagian lain jatuh ke baju putih menempel tepat di emblem OSIS. Sisanya lagi jatuh ke rok abu-abu yang kupakai.

Teng.. Teng..

Kudengar seperti suara lonceng yang dibunyikan.

"Eh, ada customer.. Aku ke depan dulu, No.." kata Darmo ke Karno.

Ia tergopoh-gopoh saat ada pembeli yang menghampiri gerainya namun tak ada orang di belakang meja kasir. Tentunya ia tak mau kehilangan pendapatan akibat pelanggan yang meninggalkan gerainya. Tapi pengalaman terbaik baru saja ia dapatkan dari servis blowjob bibir ******* yang pasti tak pernah ia peroleh seumur hidupnya.

Aku sendiri masih jongkok, bingung memroses ini semua yang begitu cepat. Karno lalu menarik tubuhku berdiri.

"Mas.. dimana Dompetku !? Udah keterlaluan banget, Kamu!!" Bentakku. Suaraku menggelegar di sudut dapur ini.

"Hehe.. selow, Mbak Sella.. Ke parkiran B1, dompetmu di sana.. di pojok ada tempat tunggu driver.." katanya cengengesan.

"Tapi sebelumnya.." kata Karno berhenti sejenak.

Ia tiba-tiba membalikkan tubuhku membelakanginya. Ia angkat rok abu-abu ini ke atas sebatas pinggangku hingga menampakkan pantatku. Ia turunkan punggungku hingga aku sedikit menungging. Terpampang lah belahan pantatku tepat di depan mata lelaki kurang ajar ini

Karno lalu menyibakkan kain G-string yang menutup belahan vaginaku. Aku berfikir ia akan memasukkan penisnya lagi ke vaginaku. Namun ternyata ia menyelipkan vibrator ke dalam liang kawinku ini. Tapi vibrator ini tidak menyala, tidak bergetar sama sekali. Dan setelahnya, ia menurunkan rok abu-abu ini lagi, lalu langsung ngeloyor pergi keluar dari dapur ini.

Akupun juga berfikir harus segera keluar dari tempat ini. Tapi mendapati tubuhku yang penuh sperma dan sangat menyengat ini membuatku sangat illfeel. Belum lagi bajuku yang super mini seperti ini menambah kesan kotor terhadap diriku. Tapi kalau aku tak segera pergi, aku tak bisa mengambil dompetku.

Tak berapa lama kemudian aku memberanikan melangkahkan kakiku keluar dari gerai ini. Sepanjang aku berjalan di foodcourt mata para lelaki lagi-lagi memerhatikanku. Sama seperti sebelumnya, aku gunakan sebagian ujung jilbabku untuk menutupi wajahku, apalagi wajahku kini penuh dengan sperma.

Rasanya kali ini lebih banyak mata lelaki dan bapak-bapak yang memandangiku. Apakah mereka tau kalau wajah dan jilbabku ini penuh sperma? Aku hanya terus berjalan melewati foodcourt ini. Aku sempat berpapasan dengan ibu-ibu yang juga berjalan melawan arah.

Kulihat mereka menutup hidungnya saat tak sengaja berada cukup dekat denganku, kulihat mereka langsung membicarakan sesuatu dengan berbisik-bisik ketika hidungnya mencium bau aneh. Pastinya itu adalah bau menyengat sperma yang menempel di jilbabku.

"masih pakai seragam kok udah bau pejuh.."

"nggak niat jilbaban, cuma kedok, aslinya lonthe.."

Sekilas seperti itu yang kudengar dari bisikan ibu-ibu tadi.

Wajahku langsung memerah menahan malu dan getir akibat kejadian itu. Aku lalu berjalan agak cepat dengan sedikit berlari. Gilanya lagi, dengan aku berlari kecil, tetekku yang membusung ini juga turut bergoyang-goyang naik turun. Baju putih kesempitan ini mencetak jelas bentuk tetekku yang besar dan menggoda saat berayun-ayun seperti ini.

Makin banyak juga mata para lelaki terutama bapak-bapak yang memerhatikanku. Seolah mereka tau aku barusan dijadikan objek mesum dan mereka bisa menjadikanku objek mesum mereka. Beberapa diantara mereka tak malu melotot ke arahku padahal ada istrinya di sebelahnya. Aku tak peduli pada tatapan-tatapan penuh nafsu itu. Kupercepat langkahku, aku ingin ini semua cepat selesai. Ya Tuhan, kenapa rasanya lantai B1 ini jauh sekali.




------====°°°°°°°====------



Aku berjalan menyusuri deretan mobil yang terparkir di B1 ini. Tak banyak nampaknya mobil yang terparkir di lantai ini. Setauku memang lantai ini hanya untuk VIP member. Mobilnya pun hanya mobil-mobil mewah saja yang terparkir di sini. Aku melihat ruang tunggu driver di ujung sana tempat tujuan langkahku.

Saat aku mendekati ruang yang tertutupi kaca di sekelilingnya itu, aku mendapati sosok Karno sudah ada di dalamnya. Tapi dia tak sendiri. Ada lelaki lain yang sedang ngobrol dengannya. Yang kutebak dia adalah supir, dari pakaiannya yang memakai safari berkantong di kanan kirinya. Kulihat bapak-bapak itu sudah cukup berumur dengan peci hitam sementara rambutnya yang nampak penuh uban di kanan dan kirinya.

Aku urungkan niatku untuk masuk ke ruang tunggu itu. Aku tak ingin terjebak permainan Karno, siapa tau ia dan temannya itu malah memesumi aku nantinya. Akupun melanjutkan jalanku ke sebelah ruang tunggu ini yang ternyata adalah pos satpam.

Saat melewati ruang tunggu driver barusan, aku sempat mencuri dengar percakapan dua orang itu.

"..beneran Pak, saya jamin.." kata Karno.

"..hehe, nggak mungkin lah No.. waktuku buat begituan udah dulu pas nganten anyar, sekarang dah nggak bisa lagi aku.. wis pasrah sama umur dan kondisi..." kata supir.

"Ayo taruhan wes, Pakne.."

Setelahnya aku tak mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Aku menunggu saja di depan pos satpam ini. Aku sempat menengok sekilas ke dalam pos satpam melalui jendelanya dan nampak sepi. Tak lama aku berdiri di sini, kulihat Karno keluar dari dalam bilik kaca itu.

"Mas.. Mana dompetku!?" tanyaku berseru tak sabar.

"Hehe.. Ada deket sini kok, Mbak.. Tapi ada satu lagi yang harus Mbak Sella lakuin buat saya.."

"Nggak mau..!" kataku memotong kata-katanya. "Aku nggak mau jadi korban otak mesummu lagi..!!"

Saat aku menyeru seperti itu, dari bilik keluarlah bapak-bapak sopir tadi.

"Hehe.. ini gampang kok, Mbak.. Mbak Sella cuma perlu gaya jadi foto model, terus saya fotoin.. Fotonya di samping mobil itu tuh.." katanya menunjuk salah satu sedan mewah yang terparkir di depan ruang tunggu driver ini.

"Ini bapak yang mbawa mobilnya, Pak Gimin.."kata Karno mengenalkan sosok supir di sebelahnya.

Aku menolak permintaan Karno itu. Sudah cukup sampai disini permainan mesumnya itu terhadapku. Meski kali ini hanya sepertinya disuruh foto-foto, tapi pasti ada maksud lain dibalik permintaannya itu.

"Eh, Nduk.. maaf ya.. Ini Karno emang Edan.." kata Pak Gimin. Aku tak mengira ternyata Pak Gimin juga tak sependapat dengan Karno.

"No.. Adik e nggak mau.. Nggak usah lah.." lanjut Pak Gimin ke Karno.

"Halah, Pakne takut kalah taruhan kan?" kata Karno.

"Bukan gitu.. Si Nduk e masih sekolah, biar suruh pulang buat belajar.. Bukan diajak foto begituan.." kata Pak Gimin yang ternyata orangnya cukup sopan, malah meminta aku untuk pulang.

Seandainya saja Karno tak mengambil dompetku, tentunya aku ogah harus berada di sini.

"Hehe, wes sering mbolos kok dia Pak.. Lha kerja sambilannya emang jadi model biarpun masih pakai seragam gitu.." kata Karno berbohong seenaknya.

Aku tentunya kaget mendengar kata-kata Karno itu. Permainan macam apa lagi ini.


"Sini hapemu, Pak.. Hapemu apik kan Pak.." kata Karno.

"Kan dikasih majikanku, No.." dengan berat hati kulihat Pak Gimin memberikan smartphone nya.

"Biar Pakne ada kenang-kenangan.." kata Karno menerima hape itu.

"Nah, kamu berdiri di situ, Dek.." kata Karno yang sedang berskenario kalau aku ini anak sekolahan betulan.

Ia menghampiriku, dan menarik paksa tanganku, menuntunku hingga aku berdiri di samping sedan mewah berwarna merah ini. Lalu ia membisikkan sesuatu kepadaku.

"Habis ini, dompetmu tak kasihin.. Sekarang kamu cuma perlu foto-foto doang kok, Mbak. Tenang aja, mukamu nggak akan keliatan kok.. Hehe.. Ya, foto-foto tapi dengan pose menggoda ding, sama agak buka-bukaan dikit-dikit.." kata Karno berbisik cabul sebelum berjalan agak menjauh.

Aku sekarang berdiri di sebelah mobil mewah di sebelahku seolah seperti spg mobil di pameran mobil. Bedanya aku memakai seragam sekolah dan berjilbab. Meskipun baju yang kupakai ini sangat ketat dan kental bau sperma yang menyengat hidung.

Karno yang berdiri di samping Pak Gimin itu lalu mulai mengarahkan hape flagship baru keluaran brand terlaris yang ia pegang itu ke arahku.

"Nah.. Yuk mulai.." kata Karno.

"Mulai posenya, Dek.. Iya.. tangannya coba taruh di pinggang.. Nah gitu.."

Ckreek

Karno menyuruhku layaknya fotografer beneran. Aku mengikuti arahannya itu dengan penuh keengganan. Aku sebenarnya jengah dengan ulahnya itu. Aku cuma bisa berharap ini segera cepat usai. Sebisa mungkin aku tak menampakkan wajahku ke kamera itu, dan nampaknya Karno tak mempermasalahkannya.

"Tangannya di perut coba, Dek.."

Ckreek

"Agak miring, badannya.."

Ckreek

"Terus miring lagi, agak nunduk sekarang.. Nah, okee.."

Ckreek

"Sekarang lebih nunduk, kakinya dilurusin.. nah iya, nungging gitu.."

Ckreek

"Tangannya pegang paha, bokongnya dinaikin.. Oke.. kan seksi kalau gitu.."

Ckreek

Kata-katanya itu sungguh terasa panas di telingaku. Aku yang tak bisa melihat ke arah mereka karena aku memalingkan mukaku agar tak masuk terekam di kamera itu, hanya mengikuti arahan Karno itu. Untuk beberapa saat Karno tak lagi memberiku aba-aba. Aku melirik sesaat ke arah Karno.

Kulihat Pak Gimin masih di sebelah Karno, wajahnya sesekali menunduk menahan malu, tak berani memandangku terang-terangan. Pak Gimin nampak masih bisa menjaga kesopanannya. Karno sendiri kulihat sedang memeriksa hapenya sendiri. Dan saat itu, tiba-tiba kurasakan vibrator di vaginaku bergetar.

Drrrrttt.. Drrrrttttttt..

"Houuuhhhh.." lenguhku pelan.

Pantatku langsung bergetar. Sejak dari tadi aku tak ingat kalau Karno sempat menyelipkan vibrator di dalam vaginaku. Mungkin karena vaginaku yang terbiasa tersumpal benda itu sejak di mall tadi hingga aku tak lagi merasakan efeknya. Ditambah benda itu daritadi memang mati.

Barulah kali ini Karno menyalakan lagi vibrator itu yang membuatku langsung blingsatan. Vaginaku masih menyisakan sensitif nya akibat pencabulan Karno di toilet tadi. Dan vibrator yang menyala ini membuatku tak bisa berfikir jernih dan mulai memantik syahwatku.

"Hhhggggghh.. Ssshhh.." desisku pelan sambil menahan nafas.

"Kamu kenapa, Dek??" kata Karno polos, sok peduli padahal dia dalang dari semua ini.

"Hhhmmmffhh.. Nggakpapa.. Mmassh.. Hhgghhh.." jawabku berat.

"Oke lanjutin ya.. Sekarang badannya agak miring ke depan.."

Ckreek

Aku agak tak bisa fokus dengan arahan-arahan Karno sekarang ini akibat vibrator biadab ini. Entahlah apa poseku sesuai, yang jelas aku tak bisa mendengar setiap perkataan Karno. Benakku mulai diliputi birahi yang makin pekat. Vaginaku ikutan makin lembab.

"Jilbabnya disampirkan ke pundak, Dek.."

Ckreek

"Oke mantep.. sekarang agak kesini, kancing baju yang atas dilepas aja.."

Dan seperti kerbau yang dicocok hidungnya, karena birahi yang mulai membelitku, aku mengikuti perintahnya. Kubuka kancing yang berada di atas dadaku. Kini terlihat belahan dadaku. Garis seksi akibat dua gundukan tetekku yang tertekan baju ketat yang kupakai. Entah mengapa aku yang melakukan ini ikutan makin berdesir hebat. Vaginaku makin kuat diaduk vibrator itu. Lendir kenikmatan mulai meleleh membasahi G-string yang kupakai.

Ckreek

"Siip.. seksi nggak Pakne? Hehe.. sekarang menyamping lagi, Dek.."

Ckreek

"Tangannya turun ke perut coba.."

Ckreek

"manteb.. sekarang kancing yang bawahnya lagi dibuka ya, Dek.. nah gitu.."

Ckreek

Dua orang di depanku itu kini bisa melihat bra merah yang kupakai. Aku hanya menyenggol pelan kancing itu dan lepaslah kancing itu, karena juga sejak tadi, kancing yang posisinya tepat di tengah dadaku ini tak bisa menahan besarnya tetekku dari balik baju ketat ini. Sejak tadi, kancing ini sudah meminta untuk berontak.

Dua kancing teratas ku sudah kulepas, dan terlihatlah bulatan penuh tetekku yang ada di balik bayang-bayang bra merah yang juga terlihat jelas. Karno sesekali memainkan vibrator di vaginaku, membuatku tak bisa berkutik dan larut dalam pencabulan ini. Saat aku perhatikan, ternyata puting tetekku yang ikut mengeras ini nampak menyembul di balik bra yang kupakai.

Sejak tadi Karno mengarahkan pose dan mengompor-ngomporin hingga akupun akhirnya menampilkan tetekku ke kedua lelaki di depanku ini. Selanjutnya Karno masih memberi arahan padaku.

"Liat ke belakang, Dek.."

Ckreek

"Dinaikin lagi bokongnya.. roknya ditarik biar kelihatan paha mulusnya, Dek.."

Karno kini terang-terangan menyuruh ku dengan kalimat yang lebih vulgar. Akupun yang makin terbalut nafsu hanya mengikuti arahan demi arahannya. Vaginaku makin banjir akibat vibrator itu, pantatku tak bisa berhenti menggeliat.

Ckreek

"Iya terus.. naikin lagi belahan roknya.. terus naik, Deh.. nah iya, keliatan celana dalamnya gitu.."

Ckreek

"Miring kesini coba.."

Ckreek

"Okee.. sekarang kancing di bawahnya juga dibuka aja, Dek.."

Cklik, kubuka kancing itu sambil diliputi syahwatku.

"Nah gitu.. Mantep, keliatan perutnya yang mulus tu, Pakne.." komentar Karno ke Pak Gimin.

Ckreek

Tetekku kini benar-benar terbuka akibat bukaan kancing di perutku ini. Bahkan langsingnya perutku terlihat sebagian, dan pasti terekam di memori kamera hape itu. Gara-gara vibrator yang mengobrak-abrik vaginaku ini, aku jadi mengikuti arahan setan dari Karno itu.

"Tu kan Pak Gimin bisa ngaceng juga hahaha.. itu celananya njendol gede gitu.." kekeh Karno.

"Iya e No.. aku nggak nyangka ternyata masih bisa bangun gini manukku.." kata Pak Gimin.

"Sekarang jongkok Dek, kamu seolah lagi promosiin velg nya.. roknya ditarik aja.."

Akupun mengikuti arahan Karno itu.

"Pak ayo sini lebih deket.." kata Karno mengajak Pak Gimin. Mereka lalu maju makin mendekat ke arahku.

Kuperhatikan Pak Gimin lama kelamaan sudah tak canggung lagi seperti tadi, dan ikutan menikmati sesi foto ini. meskipun sesekali masih nampak malu-malu. Aku jadi sedikit gemas dengan bapak renta ini. Entahlah mungkin ini akibat birahiku karena vibrator yang masih bergetar di vaginaku.

Ckrek ckrekk..

Karno melanjutkan sesi fotonya.

"Pak, tadi janjinya gimana, Pakne harus tepatin lho.." kata Karno

"Malu e aku No.." kata Pak Gimin.

"Halah, pakai malu.. Udah biasa kok dia lihat.. Ayo buka pak.." kata Karno.

Tanpa kuduga, ternyata Pak Gimin kemudian menurunkan resletingnya. Ia keluarkan pusakanya itu dari balik seragam supirnya.

"Eh Lho.." aku kaget mendapati aksi Pak Gimin itu.

Belum selesai kagetku, penis Pak Gimin sudah menegang bebas dari sangkarnya. Penisnya hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahku. Tak kupercayai ukuran alat kelamin bapak-bapak yang sudah renta itu.

"Asem.. wis Mbah-mbah, tapi manukmu kok guedhe gitu, Pakne.." komentar Karno juga.

Aku yang melihat batang itu langsung membenarkan komentar Karno. Ukuran batang itu tak tepat bagi tubuh setua Pak Gimin. Batang itu juga nampak berkedut-kedut diantara guratan keriput kulit kemaluannya. Darahku berdesir menyaksikan itu, apalagi vibrator di vaginaku membuat benakku makin terbuai birahi. Kupandangi batang milik Pak Gimin itu.

"Ayo tuntaskan, Pak.." kata Karno.

"Eh, enggak ah No.." kata Pak Gimin.

"Lha mosok cuma didiemin gitu tok.. Sakit nanti, Pakne.. Opo Pak Gimin nggak pernah ngocok sendiri? Coli gitu?.." kata Karno cabul.

"Ndhasmu.. Ngawur kamu! Yo wis pernah lah, dulu banget.. Tapi ini di parkiran e No.." sanggah Pak Gimin.

"gakpopo, Pak.., wong Adik e wae diem aja tuh, ngeliatin kontol Pak Gimin.." kata Karno kurang ajar.

Degg.. Memang iya. Aku daritadi malah diam diantara dua lelaki yang sedang berdebat itu. Pandanganku tertuju ke arah penis Pak Gimin. Di satu sisi aku malu ketauan sedang memandangi pusakanya. Di sisi lain, birahiku makin terbuai, vaginaku kian bajir tak karuan karena getaran mainan yang menyumpalnya itu.

Pak Gimin di depanku lalu mulai mengocok sendiri penisnya.

"Cah enom kurang ajar kamu No, nyuruh-nyuruh orang tua.. Urrgggghh.." erang Pak Gimin.

Karno lalu mendorong maju badan Pak Gimin dari belakangnya, sehingga selangkangan Pak Gimin makin tak berjarak dengan wajah cantikku yang sedang berraut sayu ini.

"Biar cepet keluar, Pakne.." kata Karno.

Pak Gimin melanjutkan mengocok penisnya yang berwarna sawo matang itu tepat didepan ku, sambil melihatku yang sedang berjongkok. Aku bisa melihat penisnya dari jarak yang kian dekat. Samar-samar kulihat bulu-bulu nya yang keluar dari balik celana seragamnya yang sudah berwarna putih uban itu.

Pantatku menggeliat karena rangsangan di vaginaku itu. Dadaku ikutan berdesir memandangi batang besar milik Pak Gimin itu.

"Urrggggghhh.." pak Gimin menggeram.

Tangannya makin cepat mengocok pusakanya sendiri. Batang gelap itu nampak makin mengeras. Pak Gimin dari atas juga sambil melihat ke arahku, memerhatikan tetekku yang membusung indah hanya berlapis bra tipis. Meskipun dari atas seperti itu, sepertinya ia bisa melihat putingku yang mengintip dari balik tipisnya bra ku.

"Hgghh.. Hmmmppfff.." nafasku memberat diiringi dengusan nafsu.

Aku tak bergeming akibat dorongan birahi yang makin membuaiku. Karno sudah tak mengambil foto dan kini malah memainkan vibrator dengan hapenya, membuatku susah untuk tidak terangsang hebat. Di bawah sana kurasakan vaginaku makin becek tak karuan. G-string yang kupakai sudah basah kuyup di bagian yang menutupi belahan vaginaku. Putingku makin mengeras dibalik braku yang sedang dinikmati oleh mata Pak Gimin.

Karno lalu mengambil tanganku dan tiba-tiba memindahkan tanganku ke batang penis Pak Gimin. Spontan saja aku langsung kaget dan menggeleng-gelengkan kepalaku, tapu rasa terangsang di tubuhku membuat aku tak juga memindahkan tanganku. Kupegang batang penis itu perlahan. Karno lalu membisik di telingaku.

"Kocokin atau emutin aja, biar cepet selesai.. kamu cepet pulang to jadinya, Mbak.." bisik mesum Karno.

Kata-katanya entah bagaimana terputar-putar di benakku, lagi-lagi karena vibrator biadab yang mengaduk-aduk vaginaku itu. Aku memang ingin ini semua segera berakhir. Di samping hawa nafsu setan yang sudah mengambil alih otakku, aku memberanikan untuk memegang erat batang penis Pak Gimin.

Pak Gimin pun menyiratkan rasa kaget. Ia mengira aku akan marah saat Karno memindahkan tanganku ke batangnya. Ia makin kaget saat tanganku dengan sendirinya mulai mengocok penis gemuk itu, menggantikan peran tangannya tadi. Pak Gimin seolah tak mempercayai aku yang bisa serendah ini. Sesungguhnya rangsangan di vaginaku sana yang membuatku bisa berkelakuan semesum ini.

Kugerakkan jemari halusku naik turun, maju mundur menggenggam penis itu. Penis dengan keriput-keriput yang bisa kulihat makin jelas itu mengingatkanku pada penis Mbah Muji saat di pantai dulu. Kurasakan penis Pak Gimin makin hangat di genggamanku. Kepala jamurnya yang nampak makin menggoda itu terlihat semakin licin.

"Urrgghhh.. Alus banget tanganne, Nduk.."

Akupun makin gemas juga dengan Pak Gimin ini dan penisnya. Dan entah setan darimana, aku memajukan wajahku. Bibir merah merekahku makin dekat dengan kepala penisnya.

"Hsshh.. hhgggghhh.." desisku.

Aku yang tak bisa berfikir jernih ini makin dekat dengan penis Pak Gimin. Pak Gimin juga semakin kuat menggeram, saat dengusan nafasku menghembus kepala jamurnya yang gelap licin itu.

"Urrgghhh.." erang Pak Gimin.

Semakin vibrator itu bergetar membuat tubuhku panas dingin, tanganku juga semakin cepat mengocok batang gemuk itu, seolah makin semangat karena penisnya yang terasa berkedut makin cepat juga. Aku lalu makin memajukan bibirku, dan sedetik kemudian aku memberanikan bibir sensualku ini mengecup kepala penisnya.

Cupph..

"Urrgghhh.. kok dicium gitu, Nduk.. Bapak nggak kuat.. Uurrgghhh.."

Pak Gimin menarik penisnya dan mengocok sendiri penis gelap itu dengan kuatnya. Hingga menyemburlah isi kantung testisnya.

Crot.. Croott.. Croootttt..

Semburannya ia arahkan di belahan tetekku yang sedari tadi menggoda imannya itu. Meski batangnya gemuk, tapi staminanya ternyata tak tahan lama, mungkin karena faktor usia juga. Sebagian cairan kental itu mengenai baju putih dan rok abu-abu yang kupakai juga. Makin bau saja bajuku ini akibat sperma setelah tadi sperma Darmo kini tambah lagi sperma Pak Gimin.

Saat itu juga kurasakan vibrator di vaginaku ini berhenti tiba-tiba.

"Enak banget, halus banget tangannya, Nduk.. Nggak nyangka Bapak bisa muncratin mani sebanyak ini.. Hosh.. Hoshh.." katanya menghela nafas kelelahan.

"Hahaha.." Karno tertawa. "Sini, mana uangnya, Pakne..?"

Pak Gimin memakai lagi celananya, ia masukkan pusakanya yang loyo itu. Ia lalu merogoh dompetnya dari sakunya dan mengambil lima ratus ribu kemudian diberikan kepada Karno.

Aku berdiri membenarkan kancing bajuku. Sebelumnya aku sempat mengambil vibrator dari vaginaku. Aku lagi-lagi diliputi kebingungan karena transaksi yang mereka lakukan itu. Sebelum kemudian Karno menjaskan semuanya.

"Tadi aku taruhan kalau Pak Gimin bisa ngaceng meskipun udah tua pas lihat kamu.. Kalau Pak Gimin ngaceng, aku menang.. Nah ini apalagi Pak Gimin dibantu kamu sampai keluar, jadi aku menang banyak, hahaha.." jelas Karno sambil tertawa kurang ajar.

"Nduk, maafin Bapak ya.., Ini semua gara-gara Karno sinting ini.." kata Pak Karno.

Aku hampir-hampir marah kalau saja Pak Gimin tidak berlaku sopan seperti ini dan minta maaf.

"Sekali lagi, makasih ya, Nduk.. Tangannya halus banget, bikin Bapak keinget masa muda sama almarhumah istri Bapak dulu, walaupun Nduk e ini jauh lebih ayu.." kata Pak Gimin.

Aku tersipu-sipu saja dipuji seperti itu.

"Nduk nya sekolah dimana? Bapak keinget cucu yang sekolah juga yang lama nggak Bapak jenguk.." kata Pak Gimin.

Aku baru tau ternyata Pak Gimin ini sudah eyang-eyang dan memiliki cucu yang juga memakai seragam putih abu-abu.

"Emmm.. saya sebenarnya udah lulus kuliah, Pak.. Sudah nikah, dan jadi irt sekarang.." kataku memberanikan untuk jujur. Inginku menyudahi permainan Karno ini.

"Ini akal-akalannya Karno aja saya disuruh pakai seragam kaya gini.." tambahku.

"Astaghfirullah, Karno.. benar-benar anak setan kamu. Istri orang kamu main-mainin. Mbak, saya minta maaf sekali lagi yaa.." kata Pak Gimin. Karno hanya terkekeh diomelin seperti itu.

Pak Gimin lalu mengangkat telepon dari majikannya yang meneleponnya.

"Oh, iya, Nyah.. saya kesitu sekarang.." kata Pak Gimin yang kemudian pergi berlalu meninggalkan parkiran ini menuju area utama mall.

"Mas..!! Kurang ajar kamu..!! Pakai badanku biar kamu bisa ambil untung..!!" Bentakku.

Aku tak peduli kalau ada yang mendengarku. Aku benar-benar marah dengan Karno.

"Hehe.. Nih buat kamu.." Karno memberiku sebagian uang yang ia terima dari Pak Gimin tadi.

"Enggak! Nggak sudi aku terima uang haram itu.. Mana dompetku, Mas!.." bentakku lagi. Aku membuang vibrator di tanganku, kulempar jauh-jauh. Akalku kini jernih, tak ada mainan laknat yang menyumpal vaginaku.

"Hahaha. Nggak usah nesu-nesu gitu, Mbak.. Kan ini barusan itu yang terakhir, dan ini udahan.. Itu dompetnya ada di pos satpam situ, di atas meja.. silakan ambil.." kata Karno.

Aku lalu segera berjalan cepat menuju pos satpam di ujung parkiran itu, tempat tadi aku sempat menunggu. Aku melongok dari jendelanya. Kulihat dompetku tergeletak di atas meja pos satpam itu. Seandainya aku tadi menengok lebih jauh ke dalam dan kutau ada dompetku di situ, pasti sudah aku ambil sejak tadi. Tidak perlu sesi foto cabul dan pelecehan di samping mobil mewah tadi.

Aku kemudian berjalan memasuki pos satpam. Kuambil dompet yang tergeletak di atas meja ini. Kulihat ruangan pos satpam ini cukup lega. Ada banyak monitor yang menampilkan streaming cctv dari berbagai sudut area mall ini.

Aku buka dompetku, sepertinya isinya masih lengkap. Aku mengambil satu kantung tisu basah dari salah satu selipan dompet itu dan melap wajah dan dadaku dari pekatnya sperma ini. Ketika aku sedang menutup lagi dompetku. Tiba-tiba tubuhku didorong hingga makin menempel ke atas meja. Tanganku menumpu di atas meja satpam ini. Ternyata di belakangku ada Karno yang sedang mendorong tubuhku.

Dengan posisiku yang agak menungging ini, Karno lalu dengan cepatnya mengangkat rok abu-abu yang kupakai ini sebatas pinggang. Aku langsung merasakan AC pos satpam ini menghempas kulit paha dan pantatku.

"Mas.. Udaahh, pliss.. Jangan lagi.. Tadi katanya yang terakhir terus udahan, dan mau ngasih dompetku.." rontaku.

"Lha itu kan udah tak kasih dompetmu, Mbak.. Aku tepatin janjiku kan?.. Sekarang ini aku lagi menikmati bonus aja. Hahaha.." kata Karno.







Part 16 "Dystopia" to be continued..
Karnooooo mantaaab
 
Masih ada lanjutannya kah masih kentang nih hu 😂🙏
Btw terima kasih udah dikasih update... Sehat selalu
 
SELLA is the best!!!!
ngga bosen2 bacanya kalo pas sela yang di dalam cerita.
Tapi mulustrasinya kalo dari awal bacanya, lebih cocok r3stysh1ma
lebih mirip dengan ceritanya kalo saya pikir sih
Tapi yaa kan selera masing-masing yaa kwkwkwkwk
Mantaaappp boskuuu!!! nice work!!!
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd