Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Ceritanya fani udah sampe itu.. kok ane belum nyambung setelah fani ketahuan sama bagas, ketika fani dirudal paksa eko ya hu...

Fani kasian banget tuh hu, bakal kena kontol terus tanpa istirahat.. kasian banget, ukhti ukhti jadi gitu banget, gak tega aku hu
..
 
CENTER]


CENTER]



Ini juga mantap IG nya. Di tiktok juga eksis bro! Keren!
 
Ceritanya fani udah sampe itu.. kok ane belum nyambung setelah fani ketahuan sama bagas, ketika fani dirudal paksa eko ya hu...

Fani kasian banget tuh hu, bakal kena kontol terus tanpa istirahat.. kasian banget, ukhti ukhti jadi gitu banget, gak tega aku hu
..
Cerita terakhir ketauan Bagas, pas di kamar Fani... Eko disetrap...
 
Ooh, ga ada adegan Bagas ngeBogem si Eko yaa... Jadi nya gimana tuh kabar Eko ? Mudah²an diapain gitu, pokok ya ampe dia ga bisa nyentuh Fani lagi (di dor pala nya, ok juga 🤣)

Mudah²an yg masuk ke ruangan Sella datang untuk menolong nya, bukan malah ikut join... Galau euy ane baca part ini, sakit rasanya... Wkwkwk

Apapun itu, tetap semangat buat suhu master yg terhormat... Semoga selalu dilancarkan urusan nya, biar apdate nya juga cepet... Wkwkwk
Makasih banyak suhu
:semangat::semangat:
 
Part 16b
Tag:
Exhibitionist, BJ, Titjob



6dd7be1350878273.jpg

Arsella Hasna Hilyani



"Mau kemana lagi Umi?" tanya Mas Bagas.

"Umi.. kok diem aja sih..?" tanya Mas Bagas lagi karena tak mendengar jawabku.

"Eh iya.." responku.

Aku sungguh sedang tidak bisa fokus. Bagaimana tidak, sambil jalan menyusuri koridor Mall ini, di vaginaku terpasang mainan dildo pemberian Karno di kamar pas tadi. Ditambah lagi, aku tak mengenakan pakaian dalam baik bh maupun cd di balik gamis yang kupakai ini. Beruntung jilbabku lebar sampai sebatas perut dan gamisku yang cukup longgar, cukup menyembunyikan isi di dalamnya. Semoga juga Mas Bagas di sebelahku ini tak memerhatikan ini semua.

"Anu Abi.. mmm.. Tiba-tiba Ustadzah Azizah ngajak ketemuan, sebelum pindah ke solo, mau ketemuan siang ini di sini.."

"Oh iya, nggakpapa Umi.." kata Mas Bagas.

Setelah itu, kurasakan tiba-tiba dildo di vaginaku ini bergetar.

Drrrtttt.. Drrrtttttt..

"Houuugghhh,," aku langsung melenguh pelan.

Kakiku seketika gemetar. Entah bagaimana bisa, ternyata dildo ini bergerak bergetar-getar. Baru kusadari ternyata ini vibrator, bukan dildo biasa. Ini pasti ulah Karno yang menyalakan getaran benda laknat ini dari jarak jauh.

Tanganku berpegangan makin erat ke lengan Mas Bagas. Mas Bagas sempat mengira aku berusaha romantis dengan makin erat memegang lengannya. Namun seluruh tubuhku bergetar seiring benda dingin itu yang bergetar. Sisa-sisa lendir vaginaku di kamar pas tadi membuat getaran vibrator itu terasa makin brutal.

"Umi kok ndredek gitu badannya? sakit ya?" tanya Mas Bagas.

"mmmh.. Enggak kok.. Hhhmm.. Agak sakit perut aja sih Abi.. Umi laper kayaknya.." kataku berusaha menahan tubuhku dari respon vibrator itu, apalagi ada suamiku di sampingku. Raut mukaku juga perlahan berubah, dari yang tadi sebatas khawatir, kini bercampur dengan rasa menahan birahi yang mulai naik. Mataku makin sayu.

"Ooh.. yaudah cari makan aja yuk.." kata Mas Bagas lempeng, tak menyadari perubahanku.

Kurasakan getaran itu makin berasa seolah mainan itu berputar-putar di bawah sana. Meskipun kepala kapsul vibrator itu hanya berada di ujung vaginaku, tapi entah kenapa getarannya makin berasa dan mau tak mau syaraf kewanitaanku merespon rangsangan itu. Aku makin kencang berpegangan dan meremas lengan Mas Bagas. Tanganku yang lain memegang erat kantung belanja berisi lingerie yang baru saja dibeli oleh Mas Bagas tadi.

Aku berusaha berjalan sebiasa mungkin yang kubisa, meskipun pahaku begitu geli menahan efek vibrator itu. Sisi dalam rongga vaginaku yang teraduk oleh vibrator itu kemudian memantik birahi tubuhku yang mulai menghangat. Hingga akupun mulai terangsang juga.

Tanpa bisa kuhalangi, puting tetekku ikut mengeras. Aku yang sedang berjalan ini hanya bisa berharap semoga tak ada yang melihat menembus jilbab dan gamisku ini. Tanganku yang memegang makin erat lengan Mas Bagas itu ternyata membuat Mas Bagas makin khawatir.

Namun kekhawatirannya, dikiranya aku lapar beneran, padahal sebenarnya ada mainan yang menyumpal vaginaku yang kini bergetar-getar.

"Di foodcourt lantai 3 aja yuk Abi.. Hhhgghhhh.. Emmpphh.." kataku. Nafasku terdengar berat.

Kamipun melanjutkan jalan kami. Tanganku menggandeng erat lengan Mas Bagas. Mas Bagas masih mengira aku kelaparan. Aku berusaha tetap di samping Mas Bagas agar Mas Bagas tak bisa melihat wajahku dan mendapati keanehan di raut wajahku, ataupun gestur tubuhku apalagi memergoki aku yang tanpa dalaman.

Sesekali kakiku ikut gemetaran, melepas rasa geli yang melanda sisi bawah tubuhku itu. Vibrator itu membuat vaginaku makin sensitif. Aku baru menyadari kalau getaran vibrator itu memiliki intensitas yang berubah-ubah. Getaran mainan kecil itu kadang kencang, kadang pelan, kadang kembali mengencang.

Tak pelak itu membuat tubuhku makin panas dingin. Rasanya aku tak mampu berjalan lebih jauh lagi dan ingin duduk atau berbaring saja melepas rangsangan ini. Namun akal sehatku menyuruhku untuk tetap harus menahan ini. Aku harus menjaga agar Mas Bagas tak makin curiga sekaligus menjaga imej seorang akhwat bergamis dengan jilbab lebar.

Aku merasakan vaginaku semakin lembab. Dan aku yang tidak memakai celana dalam ini membuat leleran cairan kenikmatan yang keluar itupun menjadi kemana-mana. Lelehan itu kurasakan turun membasahi pahaku. Semakin aku berjalan, membuat gesekan vibrator itu semakin terasa, semakin membuat vaginaku banjir.

Sepanjang kami berjalan aku juga baru menyadari diriku yang dilihatin beberapa mata yang menunjuk-nunjuk ke arahku terutama kaum bapak-bapak. Mungkin mereka mampu melihat raut wajahku yang menahan rasa gatal dan geli di vaginaku. Beruntungnya, Mas Bagas masih tak memerhatikanku karena tepat di sebelahku, dan matanya melihat ke arah depan sambil menuntunku.

Sewaktu naik di eskalator untuk menuju lantai atas, dari sisi eskalator turun di sebelahku yang berlawanan kusadari banyak mata laki-laki yang melihatku, terutama area dadaku, aku tak tau apakah mereka bisa menerawang bahwa aku tak memakai apapun di balik gamis ini. Aku hanya berkonsentrasi untuk bisa berdiri menahan getaran mainan di vaginaku.

Meskipun tatapan-tatapan tadi tak begitu lama karena eskalator itu turun sementara eskalatorku naik, namun tetap membuatku merasa was-was juga. Menyadari itu entah mengapa malah kurasakan putingku makin mengeras di balik gamisku. Ditambah vaginaku makin berdenyut-denyut kuat, beradu dengan vibrator yang menyumpalnya.

Sungguh foodcourt ini benar-benar jauh. Atau karena aku yang harus menahan birahi ini. Nafasku makin lama makin berat. Bulir-bulir peluh keluar dari keningku membersamai jalanku. Hingga sampailah kami di foodcourt yang kami tuju.

Mas Bagas menuntunku ke salah satu gerai diantara banyak gerai penjual makanan ini.

"Umi pesen apa?" tanya Mas Bagas.

"mmmpphh.. French fries ajaah.. Hmmmpphh.." jawabku.

Tak begitu lama kami menunggu karena memang ini gerai fastfood, Mas Bagas dan aku duduk bersampingan di salah satu bangku yang kosong. Rasanya aku begitu lega mendapati kursi untuk duduk. Aku tak perlu lagi menahan tubuhku untuk berdiri saat vibrator ini mengaduk-aduk vaginaku dan mempermainkan birahiku sejak tadi.

Namun itu semua tak seperti yang kukira. Ketika aku duduk di kursi, justru semakin kurasakan mainan yang menyumpal vaginaku ini makin kuat bergetar. Tak kusangka dengan duduk, malah mainan itu seolah makin intens menggesek sisi dalam lubang kawinku.

"Huuuffhh.. Hhmmmhh.. Enngghhh.." gumamku.

Akupun refleks makin kuat menggeliat di atas kursi ini. Mas Bagas yang sedang menyantap burger yang ia pesan itu sempat mengernyitkan dahinya kala melihatku yang menggeliat seperti cacing kepanasan seperti ini.


ME4LZKX_o.gif

Vaginaku yang begitu basah membuat Gamis sisi bawah yang kupakai ikutan basah dan meninggalkan bekas di kursi. Pantatku yang menggeliat di atas kursi makin meninggalkan tanda bercak lendir di kursi ini. Mulutku menyuarakan gumaman yang semakin tidak jelas.

Tidak. Tidak bisa seperti ini. Mas Bagas pasti akan curiga akan perubahan tabiatku sejak tadi. Aku harus pergi dari sini dan menuruti Karno agar ini semua segera usai. Maafkan aku, Mas Bagas.

"Abi, Umi ke toilet ya.. ada di ujung situ.. Hhhhggghhh.." kataku dengan nafas yang semakin berat.

Mas Bagas yang masih mengunyah makanannya itu lalu menggangguk sambil masih dengan raut kebingungan. Akupun bergegas berjalan menuju toilet, dengan hati kecewaku. Aku sadar aku akan berpisah lagi dengan Mas Bagas ketika aku menuruti rencana Karno ini.

Aku melihat beberapa ibu-ibu berjalan menjauh dari arah toilet. Hingga sampailah aku di depan pintu toilet perempuan, aku melihat ada tulisan "maintenance" yang membuat beberapa orang sebelumnya tak jadi masuk.

Aku ragu-ragu akan memasuki toilet yang "sedang diperbaiki". Tapi di sisi lain aku yakin kalau ini adalah pekerjaan Karno agar sengaja tak ada orang lain yang masuk ke toilet ini. Aku malah makin ngeri menyadari aku yang hanya sendiri berdua dengan lelaki bejat itu.

Tapi kalau aku tak masuk, aku tak bisa mengambil dompetku. Aku harus mencari alasan apa ke Mas Bagas. Belum lagi aku harus urus-urus surat-surat lagi jika aku tak mengambil dompetku. Aku lalu memberanikan diri melangkah masuk melalui pintu bermotif kayu di depanku ini.

Begitu aku membuka pintu masuk aku langsung disambut Karno. Benar dugaanku bahwa dia sengaja memasang tanda maintenance biar tak ada yang masuk. Kulihat dia sedang memegang hape.

"Hehe.. selamat datang, Mbak Sella.. langsung kita mulai aja ya.." kata Karno.

Tangannya kulihat mengoperasikan hape nya itu, dan yang kurasakan, vibrator di vaginaku langsung bergetar kencang.

"Houuuuggghhhhh.." aku melenguh panjang.

Getaran ini lebih hebat daripada yang sebelumnya yang kurasakan. Aku langsung merasakan lututku lemas seketika menerima getaran itu di dinding vaginaku. Badanku langsung jatuh terduduk di atas toilet ini, beruntungnya lantai toiletnya kering.

Ternyata daritadi Karno yang memainkan vibrator ini menggunakan hapenya itu. Sedari tadi dia membuntutiku berjalan bersama Mas Bagas sambil mengoperasikan vibrator ini dari jauh. Ketika jarak nya berdekatan seperti ini, getaran vibrator ini sangat kuat. Aku makin bersimpuh akibat lemasnya dengkulku. Mataku terpejam, menahan pantatku yang bergerak pelan, menahan rangsangan di vaginaku. Tak lama, kurasakan vibrator ini berhenti bergetar.

Lalu kurasakan kepalaku yang terbalut jilbab syar'i ini dipegang. Ketika aku buka mataku, seketika itu aku kaget karena di depanku kulihat selangkangan Karno yang tak lagi tertutupi apapun. Penisnya yang mengacung tegak terpampang di depanku.

Belum hilang kagetku, penisnya itu langsung ia paksa masuk ke dalam mulutku. Aku yang terengah-engah ini tak sempat menutup bibirku hingga kepala penis itu sempat masuk membelah bibir sensualku. Dan dengan dorongan kuatnya, masuklah kepala penisnya itu di dalam hangatnya mulutku.

Diameter batang kejantanannya yang cukup lebar itu membuat mulutku dipaksa untuk membuka ekstra lebar. Ukurannya itu juga yang membuatku susah memberontak saat Karno memaksa memasukkan batang coklat gelap itu menembus bibir merahku.

"Urrgghhh.. Akhirnya bisa ngerasain bibir seksimu lagi, Mbak.."

Tangannya semakin kuat memegang kepalaku yang berbalut jilbab syar'i ku. Pinggulnya ia tarik sedikit hingga penis itu sedikit keluar, lalu ia tekan lebih dalam.

"Hhmmmhhh.." rontaanku tertahan batang besar yang menyumpal bibirku ini.

Karno terus menggerakkan penis itu di dalam mulutku. Tangan Karno yang satunya kemudian mengambil hapenya yang ia taruh di meja wastafel di sebelahnya dan kembali memainkan hapenya. Dan bisa aku rasakan vibrator di dalam vaginaku ini mulai bergetar lagi.

Refleks pantaku langsung menggeliat seketika. Getaran itu langsung memantik syaraf syahwatku kembali. Tadinya aku yang meronta mulai teralihkan dengan rangsangan vibrator ini. Di depanku, Karno masih terus memompa paksa penisnya. Sebelumnya penis yang seret itu kini mulai lancar akibat ludahku yang mau tak mau membasahi batang laknat itu. Otot mulutku mulai terbiasa dengan batang gelap ini.

Karno menarik penisnya hampir keluar hingga sebatas kepala jamurnya, kemudian menekan masuk lagi batang penis itu hingga mulutku serasa penuh dan sangat mengembang. Berulang-ulang hingga suara peraduan selangkangannya dan mulutku ini terdengar nyaring mengisi setiap sisi toilet ini.

Clop..Clopp.. Clooppp..

Karno sepertinya masih memainkan hapenya, kurasakan dari vibrator di vaginaku bergetar dengan getaran yang berubah-ubah. Pantatku pun ikutan menggeliat. Saat getaran vibrator ini meninggi, mulutku makin kuat juga menghisap batang penis Karno. Adegan sepong paksa ini lama kelamaan nampak seperti aku yang mulai menikmati juga.

"Urrrggghhhh.. nikmat banget mulut Ukhti.." erang Karno.

Saat kurasakan batang Karno itu berkedut-kedut makin cepat, Karno lalu menarik penisnya keluar dari mulutku. Ia mundur beberapa jarak dari wajahku. Nafasku langsung menghela panjangn saat mulutku bebas dari bekapan selangkangannya itu.

"Buka bajunya, Mbak.. Hehehe.." karno memerintahku.

Vibrator yang menyumpal di vaginaku ini ia matikan dari smartphone nya. Aku masih terdiam beberapa saat. Dan dengan posisiku yang duduk, tiba-tiba vibrator itu terlepas dari jepitan vaginaku. Kini kembali ketakutan menghinggapiku saat rangsangan vibrator itu berhenti karena jatuh di lantai.

"Ayo, Mbak.. Mau dompetnya balik kan.. Buka bajunya, semuanya.."

Aku yang menunda-nunda ini tak punya pilihan lain selain mengikuti maunya. Perlahan akupun berdiri. Aku menarik resleting gamisku yang terletak di dadaku ini. Tak lama, gamis lembut ini langsung jatuh. Karena jilbab syar'i ku cukup panjang, tanganku seketika menutupi perut dan area selangkanganku yang tak berlapis apa-apa dibalik gamis tadi semenjak kejadian di kamar pas tadi.

Tampang Karno langsung berubah menjadi sange dengan buliran liur di ujung bibir hitamnya. Meskipun aku menutupi tubuhku, bulu-bulu halus di sekitar selangkanganku tetap terlihat, dan malah makin menggoda birahinya.

"Khimarnya juga dong, Mbak.." katanya tak sabaran.

Sepelan mungkin, aku menarik jilbabku turun melewati kepalaku. Tak sengaja, ikat rambutku ikut terlepas juga. Hingga yang diinginkan Karno pun terpenuhi, aku yang telanjang bulat di hadapannya. Rambutku yang tergerai lurus panjang sepunggung yang seharusnya menjadi mahkota yang kujaga ini harus nampak di depan pemuda kurang ajar ini.

Tanganku kini menutup area dadaku. Tetekku yang berukuran di atas rata-rata ini yang kutakutkan menggoda syahwat lelaki, dan benar begitu saat Karno melotot memandangi gunung kembarku ini. Matanya naik turun menelanjangi tubuhku. Tentunya aku tak bisa menghindari pandangannya mengeskploitasi wajahku, pahaku, perutku, yang tak bisa kututupi dengan tanganku.

"Hehe..Cakep bener, Mbak Sella.. Lebih indah dari bayangan saya sebelumnya dari pas di kolam renang dulu.."

Karno lalu mengambil kantong belanjaanku yang tergeletak di lantai. Ia mengeluarkan set lingerie yang barusan aku beli, dan memberikannya kepadaku.

"Pakai ini Mbak.." katanya.

Tak menunggu lama, aku mengambil lingerie itu dan segera memakaianya. Sekecil apapun kain itu untuk menutupi tubuhku, harus aku pakai. Meskipun ini hanya berupa bra berenda yang cukup tipis dan transparan, dan celana dalam model G-string. Yang kusesali, Mas Bagas yang membelikan dalaman ini untukku malah belum menikmati nya. Aku harus memakai lingerie ini didepan lelaki mesum ini terlebih dahulu daripada Mas Bagas.

Celakanya, tampilanku kini malah lebih memancing birahi. Bra yang kupakai membuat tetekku makin membusung seksi karena bra ini memiliki kawat yang tersimpan di dalam kain sisi bawahnya sehingga membentuk bulatan sempurna tetekku menantang gravitasi. Terlebih lagi sisi depannya yang berenda tapi cukup tipis membuat putingku sedikit menerawang. Dan G-String yang kupakai menampakkan bulu-bulu halus di sisi kanan kirinya mengintip menggoda. Dan sama seperti lelaki bejat pada umumnya, Karno makin ngiler meilhatku seperti ini.

Karno lalu mengambil sesuatu dari tasnya di atas washtafel itu. Ia mengenakan kain panjang berwarna putih, yang kutebak itu adalah jilbab model segiempat.

"Pakai ini juga, Mbak.."

Aku lalu mengambil kain itu dari tangan Karno, beserta peniti yang juga ia berikan. Entah bagaimana ia bisa mempersiapkan sampai ke penitinya ini. Aku tak pernah memakai gamis maupun jilbab berwarna putih. Terakhir aku memakai jilbab warna putih adalah saat aku masih SMA di pesantren dulu.

Tak butuh lama bagiku untuk membalut kain segiempat ini menjadi jilbab yang membalut wajah cantikku. Setelah kupakai, ternyata kain ini tak terlalu panjang, mungkin hanya sebatas dadaku saja. Itupun tak menutupi semua bulatan tetekku. Sisi bawah bra yang kupakai masih terlihat.

Karno kembali melotot memerhatikan aku yang memakai jilbab putih dan hanya mengenakan bra dan cd saja dengan kulitku yang lain telanjang ini. Beberapa saat kemudian, Karno lalu berjalan mendekat ke arahku. Kengerian seketika juga menghampiriku

"Sudah, Mas.. Lepasin saya,Mas.. Saya janji nggak akan laporin siapa-siapa.. Tolong kembaliin dompet saya.." rengekku terakhir kalinya.

Karno tak menggubrisnya, ia terus mendekat. Badanku mencoba refleks mundur hingga mepet ke meja washtafel di belakangku. Aku memejamkan mataku. Entah nasib apa yang akan menimpaku kini. Meskipun aku tak rela, aku tak punya pilihan. Mataku mulai berair menyadari aku yang tak bisa menghindar. Bulir air mata berkumpul di ujung mataku.

Tiba-tiba kurasakan sentuhan di pahaku. Aku yang memejamkan mata hanya menebak itu tangan Karno, karena kasarnya kulit tangan itu. Telapaknya yang terasa berotot itu mengusap-usap pahaku. Perlahan-lahan naik dan turun hingga membuatku tersengat rasa geli. Hampir-hampir aku menjerit namun masih bisa kutahan. Aku tak ingin menikmati ini semua.

Kurasakan tangannya yang lain memegang perutku. Dengan perlahan, ia usap juga perutku. Kali ini aku tak bisa menolak stimulan itu, hingga tubuhku menggeliat, menahan rasa geli. Tangannya yang satu bermain-main di pusarku. Aku masih berusaha memejamkan mataku.

Usapan Karno di pahaku ternyata mulai memancing birahi bawah sadarku. Tangannya makin naik menuju pangkal pahaku, memanggil sisi-sisi terdalam nafsuku perlahan-lahan. Tangan itu lalu makin naik menuju selangkanganku. Ia usap-usap selangkanganku yang berlapis G-String ini.

"Kok becek gini memeknya, Mbak.." kata Karno, "Dari tadi terangsang ya gara-gara vibrator itu.." ejeknya.

Tak lama, usapannya ia arahkan menuju sisi bawah selangkanganku menuju lipatan mahkota surgawiku.

"Hmmmmmhhh.." Aku mengendus pelan.

"Suami Mbak tau nggak istrinya lagi sange di sebelahnya tadi, hehe? Gimana rasanya, sange di sebelah suaminya sendiri, Mbak?" bisik Karno mesum.

Tangan kasarnya bermain di luar g-string yang kupakai. Tapi tipisnya g-stringnya ini membuat sentuhannya sama saja terasa di kulit kemaluanku. Jemarinya sesekali bermain memilin-milin bulu-bulu kemaluanku. Membuat sensasi geli yang makin membakar nafsuku.

Mataku terpejam, sambil kepalaku menggeleng-geleng kuat, menolak gejolak nafsu yang mulai tak bisa kuhadang. Tubuhku yang mulai menghangat tanpa bisa kukontrol. Tangannya makin liar bermain di selangkanganku, kini ia menggesekkan kain G-String itu tepat di belahan vaginaku.

Vaginaku yang sudah dirangsang habisan-habisan oleh vibrator sejak tadi kini makin lembab saja akibat tergesek kain gstring itu.

"Hhhhhggghhh.."

Nafasku mulai memberat menurunkan perlawanan akal sehatku yang mulai hilang berganti syahwat. Naluri kewanitaanku mengambil alih badanku dengan mulai menyerah pada birahi.

Kain yang hanya segaris yang melintang menutupi belahan bibir vaginaku itu makin cepat ia gesekkan melawan gerbang liang surgawiku. Pinggulku tak bisa lagi berdiam, dan mulai menggeliat saat Karno menggesek-gesek bibir vaginaku ini.

"Hssshhhh.. Hooouuhhhhh.. Mashh.. Uddaahhh.. Hhhggghhhh.." desisku.

"Hehehe.. Ini makin becek, Mbak Sella.. Nggak usah pura-pura gitu, Mbak.."

Mataku kucoba membuka perlahan, dan kini kulihat Karno sedang jongkok di depanku sambil tangannya bermain di selangkanganku. Mulutku tak lagi bisa menahan desisan dari mulutku. Tubuhku makin panas, meski bilik toilet ini dingin karena AC Mall. Peluh mulai membasahi kulit telanjangku.

Karno lalu menyingkap kain G-string yang melintang itu. Tangannya kini secara langsung bermain di belahan bibir vaginaku.

"Houuuuhhhh.. Shhhhhh.. Ahhhhhhh.." desahku.

Jarinya yang terasa kasar itu langsung berhasil menstimulus tubuhku untuk memantik birahi terdalamku. Seolah menjadi titik balik diriku yang masih berdiri ini dan mengambil alih akalku seutuhnya. Ujung jarinya memainkan bibir vaginaku yang sangat sensitif ini. Berdiriku tak lagi tegap, sebagian tenagaku kusandarkan pada meja washtafel di belakangku.

Di benakku, aku mulai melihat gelombang puncakku yang tadinya tak mau kudapatkan dari perbuatan lelaki kurang ajar ini. Dan saat itu, tiba-tiba kudengar suara dari pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Umii.. Umiii.. Umi di dalam??"

Degg.. Itu Mas Bagas. Aku lupa kalau sedari tadi aku meninggalkan suamiku yang sedang menyantap makanannya di luar. Aku lupa kalau suamiku mungkin menungguku. Karno yang berada di bawahku itu cengengesan saja sambil jarinya makin cepat mengusap vaginaku.

"Eehh.. Hhhhgghh.. Iya, Umi disini, Abi.." kataku.

Satu tanganku menutup mulutku berusaha agar tak ada suara aneh yang keluar. Satu tanganku yang lain memegang tangan Karno mencegah tangan berkulit gelap itu bergerak makin jauh di selangkanganku. Kepalaku kugeleng-gelengkan ke arah Karno agar Karno berhenti.

Dan seperti lelaki bejat di hidupku, dia malah makin liar menguak bibir vaginaku yang juga tak kukira makin becek, apalagi aku yang hampir sampai ini. Mukanya malah seolah bangga bisa mengerjaiku sambil Mas Bagas di luar memanggilku.

"Abi duluan ya, Umi.. Ini ada sedikit urusan kantor.. Umi jadi mau sama Ustadzah Azizah kan pulangnya nanti?" kata Mas Bagas.


"Iya, Abi.. Ahhhh.. Ssshshhhh.." jawabku singkat.

"Umi kenapa?" tanya Mas Bagas.

"Hhheggghh.. Nggakpapa kok, Abi.. Sakit perutt.. Hoouuugggghhh.." jawabku.

Cpek.. cpekk.. Cpeekkk..

Karno makin cepat mengusap jarinya di vaginaku, menghasilkan bunyi kecipak yang entah terdengar ke luar pintu toilet ini atau tidak. Klitorisku sesekali ia sentil, membuatku tak bisa menghindar dari puncak klimaksku.

"Nggakpapa kan tapi perutnya, Umi?" tanya Mas Bagas.

"Hhgggghhh.. Umii.. mau keluuarrr.. Hhhggggghhhh.." desahku.

Cpek.. cpeek.. cpeeekkk..


"Hehe.. Nggak usah keras-keras gitu, Umi.. Dituntasin aja dulu.. ya udah.. Abi jalan dulu ya.." kata Mas Bagas dari luar.

"Iyaaahhh.. Aaaahhh.." kataku.

Aku yang tadi menolak ini semua, kini berteriak saat klimaks menghampiriku. Tak kupedulikan suamiku di luar yang berpamitan, yang mungkin tak bisa lagi kutemui karena Mas Bagas akan tugas di luar kota. Tapi gelombang puncakku ini tak bisa kutolak saat hadir menyeruak.

"ooooohhh.. Aaaaaaahhhhhhhhh.. Sssssshhhhhhhhhh.."

Aku mendesah panjang membersamai gelombang klimaksku. Bermili-mili cairan orgasmeku keluar membasahi jari Karno di bawah sana. Sebagian, cairan itu meleleh ke pahaku. Mataku terpejam seketika. Dan sedetik kemudian, tubuhku langsung jatuh terduduk lagi.

Sungguh tak bisa kupercaya kegilaan yang kualami ini. Di luar Mas Bagas pamitan padaku, tapi aku malah berteriak melepas puncak kenikmatan akibat jamahan tangan kasar lelaki kurang ajar di dalam toilet yang hanya berjarak dinding tipis dengan suamiku di baliknya.

Samar-samar kulihat Karno yang sudah berdiri, lalu melepas lagi celananya. Penisnya yang dari tadi sudah mengacung ia dekatkan ke wajahku. Lalu dengan sambil tersenyum mesum, seolah bangga karena bisa mengantarku ke orgasmeku barusan, Karno lalu memukul-mukulkan batang gelap itu di wajahku.

Puk.. Pukk.. Pukk...

Aku yang lelah ini tak bisa lagi menolak. Di samping karena dudukku yang membuatku tak bisa bergerak kemana-mana. Cairan pre-cum yang meleleh dari penisnya itu meluber membasahi putihnya pipiku. Bau pesing bercampur keringat langsung menyeruak masuk hidung. Entah mengapa aku tak protes atau menolak seperti tado saat ia menjejalkan paksa penisnya ke mulutku.

Kepala penisnya ia arahkan tepat di bibirku. Ia tekan pinggulnya maju. Dan penis itu lagi-lagi masuk membelah bibir ******* ini. Bedanya, kini penolakanku tidaklah seperti sebelumnya. Aku terlalu lelah duduk bersimpuh, dan terlalu terkabuti birahi. Penis gelap itupun masuk makin dalam merasakan hangat dan sempitnya mulutku.

"Urrgghhh.. Emang terbaik emutanmu, Mbak.. benar-benar ngangenin sejak pas di kolam renang dulu.. Urrgggghh.. disedot-sedot juga dong, Mbak.. Urrgghhh.. Iya gitu..."

Pinggulnya ia gerakkan di depan wajahku. Penis itu hilang timbul menembus bibirku. Otot mulutku memelar mengikuti diameter penis gelapnya yang cukup lebar itu. Pipiku mengempot saat penis itu tertarik dan menyisakan kepala jamur yang kuhisap dengan bibir sensual ku ini.

"Urrgghhh.. Nikmat banget bibir akhwat binal.. Urrgghhh.. Tau nggak Mbak, habis Agus dipecat, dia pulang kampung.. Sekarang aku nggak bisa lagi modusin cewek-cewek yang lagi renang di sana deh.. Ehh, sekarang kamu ndilalah kesini.. Pas kamu nyenggol aku di pintu masuk tadi, aku dah mbayangin bibir seksimu ini Mbak.. Urrgggghh.. Iyahh.. Sedot terus, Mbak.. Yang kenceng.. Urrgghhh.." celoteh Karno diselingi erangannya.

Clop.. Cloopp.. Cloooppp..

Penisnya semakin keras, beradu dengan sisi dalam rongga mulutku. Pinggulnya semakin kuat maju mundur, membuat penis itu juga semakin liar keluar masuk menodai mulutku.

Aku tak bisa mempercayai ini semua terjadi lagi padaku. Tapi di sisi lain, mulutku ikut menyambut hujaman penis gemuknya. Bibirku makin kuat menghisap-hisap batang itu. Tak kusangka mulutku yang rajin membaca tilawah ini kini sedang menservis batang haram ini dengan liar dan binal.

Saat batang itu kurasakan berkedut makin cepat, Karno menarik lepas pusakanya itu dari mulutku.

"Fffuaahhh.." ludah yang membasahi penisnya membentuk lelehan yang menyambung ke bibirku saat penisnya ia tarik, sebelum sambungan ludah kental itu putus dan jatuh membasahi jilbab putih dan juga tetekku.

Karno lalu sedikit menarik tubuhku ke atas, hingga posisiku berubah dari yang tadinya simpuh menjadi kini berlutut. Karno lalu menurunkan sedikit selangkangannya tepat di depan dadaku. Jilbabku ia sampirkan, hingga nampaklah tetek besarku yang membusung makin seksi akibat ditopang bra berenda yang tipis ini. Rupanya ia ingin memakai tetekku.

Bra yang kupakai ini tak ia lepas, melainkan Karno menyelipkan penisnya di balik bra ini, hingga penis itu terhimpit di tengah bulatan daging kenyal di dadaku ini. Karno lalu menggerakkan selangkangannya maju mundur berusaha menikmati tetekku.

"Uurrgghhhh.. Aku sering coli mbayangin ngentotin toketmu karena dulu pernah dijepit toket seksimu di kolam, Mbak.. Sekarang aku nggak perlu mbayangin lagi.. Urrgggghh.."

Penis yang basah karena ludahku tadi itu kini sedang mencabuli tetekku. Pinggul Karno bergerak-gerak diikuti mulutnya yang terus menerus berceloteh dan mengerang keenakan. Keringat yang membasahi tubuhku juga membuat gesekan penis itu seolah terlumuri pelumas.

"Urrgghhh.. Enak banget jepitan toket akhwat jilbab lebar gini.. Mbak Sella harusnya pakai baju ketat aja biar kelihatan toket seksinya.. Urrgghhh.. Mbak Sella juga gerakin susunya dong.. Urrgghhh.. Nah gitu.. Urrgghhh.." erang Karno.


ME4LZL6_o.gif

Badanku ia gerakkan sambil memegang pundakku, seolah aku ikut bergerak-gerak memijat batang gelap itu. Penis gemuknya itu kurasakan semakin hangat. Uliran urat yang mengelilinginya makin terasa di himpitan tetek besarku, dan batang itu terasa mulai berkedut.

"Arrgghh.. Nggak kuat aku.. Njepit tenan susune.. Uurrggghhh.. Lontheeee..!!!"

Crot.. Croottt.. Croootttt..

Kepala jamurnya menyemburkan lahar kentalnya. Semprotan awalnya muncrat cukup tinggi hingga membasahi jilbab dan daguku. Tetekku langsung berlumuran spermanya yang pastinya ikut membasahi bra berenda ini. Barusan kubeli, belum sempat kucuci, dan kini sudah dikotori oleh air mani lelaki bejat ini.

Karno menyentak-nyentakkan pinggulnya beberapa kali, sampai semburannya benar-benar berakhir. Tetek besarku turun membantu batang jahanam itu menghabiskan isinya hinggal lelehan kental putih terakhirnya.

Sebelum kemudian Karno menyudahi pencabulan ini dari dadaku dan melepasnya dari balik bra dan himpitan tetekku.

"Sudah, Mas.. Balikin dompetku.." kataku.

"Hehe.. Kok mau udahan aja, Mbak Sella.. Tenang, masih ada yang harus Mbak Sella lakuin.." balas Karno.

"Enggak mau!! Siniin dompetku.." kataku menggerutu.

"Mbak.. Dompetnya nggak ada disini. Untuk tau lokasinya, Mbak harus lakuin ini dulu.." kata Karno.

Ia lalu mengambil isi tas plastik di atas washtafel tempat jilbab segiempat nya tadi. Karno mengeluarkan sisa dari tas nya dan menyerahkannya kepadaku.

Betapa kagetnya aku, ternyata ini adalah seragam putih abu-abu dengan label OSIS di saku dadanya.

"Mas..!! Ini kan..???!!" sontakku

"Hehe.. ini punya adekku, udah sedikit tak permak.. Ayo dipakai, Mbak Sella.."

Aku yang masih memiliki rasa enggan, namun tak punya pilihan lain ini lalu memakai baju putih dan rok abu-abu ini. Di sisi lain, aku juga tak ingin terus memamerkan tubuh telanjangku di hadapannya. Aku sebenarnya tak pernah punya baju seperti ini. Seragamku dulu berwarna putih-putih karena aku di pesantren.

"Kok tipis gini, Mas?" Komentar ku saat memakai baju ini.

"Setelah itu, kamu balikin piring kotor ini, Mbak Sella.. Gerai Ayam Geprek yang paling ujung sana. Ingat, kamu harus turutin semua permintaannya. Kalau kamu kabur, dompetmu nggak tak balikin.." kata Karno.

Aku berusaha mencerna kalimatnya sambil aku memakai baju dan rok abu-abu ini. Piring kotor? Permintaan? Permintaan siapa yang ia maksud? Benakku memikirkan kejahilan apa yang Karno sedang rencanakan ini.

Ketika baju dan rok ini sudah membalut badanku, alangkah kagetnya aku mendapati penampilanku saat ini.

"Mas!! Aku nggak mau pakai ini!!" Kataku.

"Nggak papa gitu, Mbak.. sesekali jadi jilboobs.. Hahahaha.." kata Karno.

Kekehannya yang mengeluarkan aura mesum itu sambil melihat tubuhku. Baju yang kupakai ini begitu tipis, hingga menampakkan tetekku dengan bra warna merahnya. Apalagi ukurannya yang begitu ketat, membuat tetekku sangat membusung. Bahkan kancing ketiga yang tepat berada di dadaku terlihat tertarik seperti ingin lepas karena tak bisa menahan ukuran tetekku yang memang besar. Bahkan di celah antara kedua kancing atasnya sampai-sampai menampakkan kulit tubuhku.

Belum lagi sisi bawah bajunya yang begitu pendek dan hanya sebatas perut. Ini baju seragam yang sepertinya dipotong di sisi bawahnya dan hanya sebatas garis rok saja. Saat tubuhku bergerak dan baju ini terangkat, akan menampakkan kulit perutku, saking pendeknya baju ini.

Rok bawahannya pun tak kalah mesum. Rok yang kupakai, meskipun panjang, tapi sudah ada potongan vertikal ke atas sebatas pahaku. Jika aku berjalan, pasti bisa menampakkan kulit pahaku. Kagetku menjadi lebih saat menyadari aku yang masih menyisakan keringat akibat orgasmeku tadi, membuat baju putih dan rok abu-abu ini kian ketat menempel di badanku.

Aku memakai Jilbab dan baju lengan panjang tapi merasa seperti telanjang menampakkan badanku, menampilkan setiap lekukan seksi tubuhku.





Part 16 "Dystopia" to be continued..
Jos, tenan
Cosplay seragam
Bikin moncrot berkali-kali ampek loyo gak mau ngaceng lagi
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd