Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Part 16b
Tag:
Exhibitionist, BJ, Titjob



6dd7be1350878273.jpg

Arsella Hasna Hilyani



"Mau kemana lagi Umi?" tanya Mas Bagas.

"Umi.. kok diem aja sih..?" tanya Mas Bagas lagi karena tak mendengar jawabku.

"Eh iya.." responku.

Aku sungguh sedang tidak bisa fokus. Bagaimana tidak, sambil jalan menyusuri koridor Mall ini, di vaginaku terpasang mainan dildo pemberian Karno di kamar pas tadi. Ditambah lagi, aku tak mengenakan pakaian dalam baik bh maupun cd di balik gamis yang kupakai ini. Beruntung jilbabku lebar sampai sebatas perut dan gamisku yang cukup longgar, cukup menyembunyikan isi di dalamnya. Semoga juga Mas Bagas di sebelahku ini tak memerhatikan ini semua.

"Anu Abi.. mmm.. Tiba-tiba Ustadzah Azizah ngajak ketemuan, sebelum pindah ke solo, mau ketemuan siang ini di sini.."

"Oh iya, nggakpapa Umi.." kata Mas Bagas.

Setelah itu, kurasakan tiba-tiba dildo di vaginaku ini bergetar.

Drrrtttt.. Drrrtttttt..

"Houuugghhh,," aku langsung melenguh pelan.

Kakiku seketika gemetar. Entah bagaimana bisa, ternyata dildo ini bergerak bergetar-getar. Baru kusadari ternyata ini vibrator, bukan dildo biasa. Ini pasti ulah Karno yang menyalakan getaran benda laknat ini dari jarak jauh.

Tanganku berpegangan makin erat ke lengan Mas Bagas. Mas Bagas sempat mengira aku berusaha romantis dengan makin erat memegang lengannya. Namun seluruh tubuhku bergetar seiring benda dingin itu yang bergetar. Sisa-sisa lendir vaginaku di kamar pas tadi membuat getaran vibrator itu terasa makin brutal.

"Umi kok ndredek gitu badannya? sakit ya?" tanya Mas Bagas.

"mmmh.. Enggak kok.. Hhhmm.. Agak sakit perut aja sih Abi.. Umi laper kayaknya.." kataku berusaha menahan tubuhku dari respon vibrator itu, apalagi ada suamiku di sampingku. Raut mukaku juga perlahan berubah, dari yang tadi sebatas khawatir, kini bercampur dengan rasa menahan birahi yang mulai naik. Mataku makin sayu.

"Ooh.. yaudah cari makan aja yuk.." kata Mas Bagas lempeng, tak menyadari perubahanku.

Kurasakan getaran itu makin berasa seolah mainan itu berputar-putar di bawah sana. Meskipun kepala kapsul vibrator itu hanya berada di ujung vaginaku, tapi entah kenapa getarannya makin berasa dan mau tak mau syaraf kewanitaanku merespon rangsangan itu. Aku makin kencang berpegangan dan meremas lengan Mas Bagas. Tanganku yang lain memegang erat kantung belanja berisi lingerie yang baru saja dibeli oleh Mas Bagas tadi.

Aku berusaha berjalan sebiasa mungkin yang kubisa, meskipun pahaku begitu geli menahan efek vibrator itu. Sisi dalam rongga vaginaku yang teraduk oleh vibrator itu kemudian memantik birahi tubuhku yang mulai menghangat. Hingga akupun mulai terangsang juga.

Tanpa bisa kuhalangi, puting tetekku ikut mengeras. Aku yang sedang berjalan ini hanya bisa berharap semoga tak ada yang melihat menembus jilbab dan gamisku ini. Tanganku yang memegang makin erat lengan Mas Bagas itu ternyata membuat Mas Bagas makin khawatir.

Namun kekhawatirannya, dikiranya aku lapar beneran, padahal sebenarnya ada mainan yang menyumpal vaginaku yang kini bergetar-getar.

"Di foodcourt lantai 3 aja yuk Abi.. Hhhgghhhh.. Emmpphh.." kataku. Nafasku terdengar berat.

Kamipun melanjutkan jalan kami. Tanganku menggandeng erat lengan Mas Bagas. Mas Bagas masih mengira aku kelaparan. Aku berusaha tetap di samping Mas Bagas agar Mas Bagas tak bisa melihat wajahku dan mendapati keanehan di raut wajahku, ataupun gestur tubuhku apalagi memergoki aku yang tanpa dalaman.

Sesekali kakiku ikut gemetaran, melepas rasa geli yang melanda sisi bawah tubuhku itu. Vibrator itu membuat vaginaku makin sensitif. Aku baru menyadari kalau getaran vibrator itu memiliki intensitas yang berubah-ubah. Getaran mainan kecil itu kadang kencang, kadang pelan, kadang kembali mengencang.

Tak pelak itu membuat tubuhku makin panas dingin. Rasanya aku tak mampu berjalan lebih jauh lagi dan ingin duduk atau berbaring saja melepas rangsangan ini. Namun akal sehatku menyuruhku untuk tetap harus menahan ini. Aku harus menjaga agar Mas Bagas tak makin curiga sekaligus menjaga imej seorang akhwat bergamis dengan jilbab lebar.

Aku merasakan vaginaku semakin lembab. Dan aku yang tidak memakai celana dalam ini membuat leleran cairan kenikmatan yang keluar itupun menjadi kemana-mana. Lelehan itu kurasakan turun membasahi pahaku. Semakin aku berjalan, membuat gesekan vibrator itu semakin terasa, semakin membuat vaginaku banjir.

Sepanjang kami berjalan aku juga baru menyadari diriku yang dilihatin beberapa mata yang menunjuk-nunjuk ke arahku terutama kaum bapak-bapak. Mungkin mereka mampu melihat raut wajahku yang menahan rasa gatal dan geli di vaginaku. Beruntungnya, Mas Bagas masih tak memerhatikanku karena tepat di sebelahku, dan matanya melihat ke arah depan sambil menuntunku.

Sewaktu naik di eskalator untuk menuju lantai atas, dari sisi eskalator turun di sebelahku yang berlawanan kusadari banyak mata laki-laki yang melihatku, terutama area dadaku, aku tak tau apakah mereka bisa menerawang bahwa aku tak memakai apapun di balik gamis ini. Aku hanya berkonsentrasi untuk bisa berdiri menahan getaran mainan di vaginaku.

Meskipun tatapan-tatapan tadi tak begitu lama karena eskalator itu turun sementara eskalatorku naik, namun tetap membuatku merasa was-was juga. Menyadari itu entah mengapa malah kurasakan putingku makin mengeras di balik gamisku. Ditambah vaginaku makin berdenyut-denyut kuat, beradu dengan vibrator yang menyumpalnya.

Sungguh foodcourt ini benar-benar jauh. Atau karena aku yang harus menahan birahi ini. Nafasku makin lama makin berat. Bulir-bulir peluh keluar dari keningku membersamai jalanku. Hingga sampailah kami di foodcourt yang kami tuju.

Mas Bagas menuntunku ke salah satu gerai diantara banyak gerai penjual makanan ini.

"Umi pesen apa?" tanya Mas Bagas.

"mmmpphh.. French fries ajaah.. Hmmmpphh.." jawabku.

Tak begitu lama kami menunggu karena memang ini gerai fastfood, Mas Bagas dan aku duduk bersampingan di salah satu bangku yang kosong. Rasanya aku begitu lega mendapati kursi untuk duduk. Aku tak perlu lagi menahan tubuhku untuk berdiri saat vibrator ini mengaduk-aduk vaginaku dan mempermainkan birahiku sejak tadi.

Namun itu semua tak seperti yang kukira. Ketika aku duduk di kursi, justru semakin kurasakan mainan yang menyumpal vaginaku ini makin kuat bergetar. Tak kusangka dengan duduk, malah mainan itu seolah makin intens menggesek sisi dalam lubang kawinku.

"Huuuffhh.. Hhmmmhh.. Enngghhh.." gumamku.

Akupun refleks makin kuat menggeliat di atas kursi ini. Mas Bagas yang sedang menyantap burger yang ia pesan itu sempat mengernyitkan dahinya kala melihatku yang menggeliat seperti cacing kepanasan seperti ini.


ME4LZKX_o.gif

Vaginaku yang begitu basah membuat Gamis sisi bawah yang kupakai ikutan basah dan meninggalkan bekas di kursi. Pantatku yang menggeliat di atas kursi makin meninggalkan tanda bercak lendir di kursi ini. Mulutku menyuarakan gumaman yang semakin tidak jelas.

Tidak. Tidak bisa seperti ini. Mas Bagas pasti akan curiga akan perubahan tabiatku sejak tadi. Aku harus pergi dari sini dan menuruti Karno agar ini semua segera usai. Maafkan aku, Mas Bagas.

"Abi, Umi ke toilet ya.. ada di ujung situ.. Hhhhggghhh.." kataku dengan nafas yang semakin berat.

Mas Bagas yang masih mengunyah makanannya itu lalu menggangguk sambil masih dengan raut kebingungan. Akupun bergegas berjalan menuju toilet, dengan hati kecewaku. Aku sadar aku akan berpisah lagi dengan Mas Bagas ketika aku menuruti rencana Karno ini.

Aku melihat beberapa ibu-ibu berjalan menjauh dari arah toilet. Hingga sampailah aku di depan pintu toilet perempuan, aku melihat ada tulisan "maintenance" yang membuat beberapa orang sebelumnya tak jadi masuk.

Aku ragu-ragu akan memasuki toilet yang "sedang diperbaiki". Tapi di sisi lain aku yakin kalau ini adalah pekerjaan Karno agar sengaja tak ada orang lain yang masuk ke toilet ini. Aku malah makin ngeri menyadari aku yang hanya sendiri berdua dengan lelaki bejat itu.

Tapi kalau aku tak masuk, aku tak bisa mengambil dompetku. Aku harus mencari alasan apa ke Mas Bagas. Belum lagi aku harus urus-urus surat-surat lagi jika aku tak mengambil dompetku. Aku lalu memberanikan diri melangkah masuk melalui pintu bermotif kayu di depanku ini.

Begitu aku membuka pintu masuk aku langsung disambut Karno. Benar dugaanku bahwa dia sengaja memasang tanda maintenance biar tak ada yang masuk. Kulihat dia sedang memegang hape.

"Hehe.. selamat datang, Mbak Sella.. langsung kita mulai aja ya.." kata Karno.

Tangannya kulihat mengoperasikan hape nya itu, dan yang kurasakan, vibrator di vaginaku langsung bergetar kencang.

"Houuuuggghhhhh.." aku melenguh panjang.

Getaran ini lebih hebat daripada yang sebelumnya yang kurasakan. Aku langsung merasakan lututku lemas seketika menerima getaran itu di dinding vaginaku. Badanku langsung jatuh terduduk di atas toilet ini, beruntungnya lantai toiletnya kering.

Ternyata daritadi Karno yang memainkan vibrator ini menggunakan hapenya itu. Sedari tadi dia membuntutiku berjalan bersama Mas Bagas sambil mengoperasikan vibrator ini dari jauh. Ketika jarak nya berdekatan seperti ini, getaran vibrator ini sangat kuat. Aku makin bersimpuh akibat lemasnya dengkulku. Mataku terpejam, menahan pantatku yang bergerak pelan, menahan rangsangan di vaginaku. Tak lama, kurasakan vibrator ini berhenti bergetar.

Lalu kurasakan kepalaku yang terbalut jilbab syar'i ini dipegang. Ketika aku buka mataku, seketika itu aku kaget karena di depanku kulihat selangkangan Karno yang tak lagi tertutupi apapun. Penisnya yang mengacung tegak terpampang di depanku.

Belum hilang kagetku, penisnya itu langsung ia paksa masuk ke dalam mulutku. Aku yang terengah-engah ini tak sempat menutup bibirku hingga kepala penis itu sempat masuk membelah bibir sensualku. Dan dengan dorongan kuatnya, masuklah kepala penisnya itu di dalam hangatnya mulutku.

Diameter batang kejantanannya yang cukup lebar itu membuat mulutku dipaksa untuk membuka ekstra lebar. Ukurannya itu juga yang membuatku susah memberontak saat Karno memaksa memasukkan batang coklat gelap itu menembus bibir merahku.

"Urrgghhh.. Akhirnya bisa ngerasain bibir seksimu lagi, Mbak.."

Tangannya semakin kuat memegang kepalaku yang berbalut jilbab syar'i ku. Pinggulnya ia tarik sedikit hingga penis itu sedikit keluar, lalu ia tekan lebih dalam.

"Hhmmmhhh.." rontaanku tertahan batang besar yang menyumpal bibirku ini.

Karno terus menggerakkan penis itu di dalam mulutku. Tangan Karno yang satunya kemudian mengambil hapenya yang ia taruh di meja wastafel di sebelahnya dan kembali memainkan hapenya. Dan bisa aku rasakan vibrator di dalam vaginaku ini mulai bergetar lagi.

Refleks pantaku langsung menggeliat seketika. Getaran itu langsung memantik syaraf syahwatku kembali. Tadinya aku yang meronta mulai teralihkan dengan rangsangan vibrator ini. Di depanku, Karno masih terus memompa paksa penisnya. Sebelumnya penis yang seret itu kini mulai lancar akibat ludahku yang mau tak mau membasahi batang laknat itu. Otot mulutku mulai terbiasa dengan batang gelap ini.

Karno menarik penisnya hampir keluar hingga sebatas kepala jamurnya, kemudian menekan masuk lagi batang penis itu hingga mulutku serasa penuh dan sangat mengembang. Berulang-ulang hingga suara peraduan selangkangannya dan mulutku ini terdengar nyaring mengisi setiap sisi toilet ini.

Clop..Clopp.. Clooppp..

Karno sepertinya masih memainkan hapenya, kurasakan dari vibrator di vaginaku bergetar dengan getaran yang berubah-ubah. Pantatku pun ikutan menggeliat. Saat getaran vibrator ini meninggi, mulutku makin kuat juga menghisap batang penis Karno. Adegan sepong paksa ini lama kelamaan nampak seperti aku yang mulai menikmati juga.

"Urrrggghhhh.. nikmat banget mulut Ukhti.." erang Karno.

Saat kurasakan batang Karno itu berkedut-kedut makin cepat, Karno lalu menarik penisnya keluar dari mulutku. Ia mundur beberapa jarak dari wajahku. Nafasku langsung menghela panjangn saat mulutku bebas dari bekapan selangkangannya itu.

"Buka bajunya, Mbak.. Hehehe.." karno memerintahku.

Vibrator yang menyumpal di vaginaku ini ia matikan dari smartphone nya. Aku masih terdiam beberapa saat. Dan dengan posisiku yang duduk, tiba-tiba vibrator itu terlepas dari jepitan vaginaku. Kini kembali ketakutan menghinggapiku saat rangsangan vibrator itu berhenti karena jatuh di lantai.

"Ayo, Mbak.. Mau dompetnya balik kan.. Buka bajunya, semuanya.."

Aku yang menunda-nunda ini tak punya pilihan lain selain mengikuti maunya. Perlahan akupun berdiri. Aku menarik resleting gamisku yang terletak di dadaku ini. Tak lama, gamis lembut ini langsung jatuh. Karena jilbab syar'i ku cukup panjang, tanganku seketika menutupi perut dan area selangkanganku yang tak berlapis apa-apa dibalik gamis tadi semenjak kejadian di kamar pas tadi.

Tampang Karno langsung berubah menjadi sange dengan buliran liur di ujung bibir hitamnya. Meskipun aku menutupi tubuhku, bulu-bulu halus di sekitar selangkanganku tetap terlihat, dan malah makin menggoda birahinya.

"Khimarnya juga dong, Mbak.." katanya tak sabaran.

Sepelan mungkin, aku menarik jilbabku turun melewati kepalaku. Tak sengaja, ikat rambutku ikut terlepas juga. Hingga yang diinginkan Karno pun terpenuhi, aku yang telanjang bulat di hadapannya. Rambutku yang tergerai lurus panjang sepunggung yang seharusnya menjadi mahkota yang kujaga ini harus nampak di depan pemuda kurang ajar ini.

Tanganku kini menutup area dadaku. Tetekku yang berukuran di atas rata-rata ini yang kutakutkan menggoda syahwat lelaki, dan benar begitu saat Karno melotot memandangi gunung kembarku ini. Matanya naik turun menelanjangi tubuhku. Tentunya aku tak bisa menghindari pandangannya mengeskploitasi wajahku, pahaku, perutku, yang tak bisa kututupi dengan tanganku.

"Hehe..Cakep bener, Mbak Sella.. Lebih indah dari bayangan saya sebelumnya dari pas di kolam renang dulu.."

Karno lalu mengambil kantong belanjaanku yang tergeletak di lantai. Ia mengeluarkan set lingerie yang barusan aku beli, dan memberikannya kepadaku.

"Pakai ini Mbak.." katanya.

Tak menunggu lama, aku mengambil lingerie itu dan segera memakaianya. Sekecil apapun kain itu untuk menutupi tubuhku, harus aku pakai. Meskipun ini hanya berupa bra berenda yang cukup tipis dan transparan, dan celana dalam model G-string. Yang kusesali, Mas Bagas yang membelikan dalaman ini untukku malah belum menikmati nya. Aku harus memakai lingerie ini didepan lelaki mesum ini terlebih dahulu daripada Mas Bagas.

Celakanya, tampilanku kini malah lebih memancing birahi. Bra yang kupakai membuat tetekku makin membusung seksi karena bra ini memiliki kawat yang tersimpan di dalam kain sisi bawahnya sehingga membentuk bulatan sempurna tetekku menantang gravitasi. Terlebih lagi sisi depannya yang berenda tapi cukup tipis membuat putingku sedikit menerawang. Dan G-String yang kupakai menampakkan bulu-bulu halus di sisi kanan kirinya mengintip menggoda. Dan sama seperti lelaki bejat pada umumnya, Karno makin ngiler meilhatku seperti ini.

Karno lalu mengambil sesuatu dari tasnya di atas washtafel itu. Ia mengenakan kain panjang berwarna putih, yang kutebak itu adalah jilbab model segiempat.

"Pakai ini juga, Mbak.."

Aku lalu mengambil kain itu dari tangan Karno, beserta peniti yang juga ia berikan. Entah bagaimana ia bisa mempersiapkan sampai ke penitinya ini. Aku tak pernah memakai gamis maupun jilbab berwarna putih. Terakhir aku memakai jilbab warna putih adalah saat aku masih SMA di pesantren dulu.

Tak butuh lama bagiku untuk membalut kain segiempat ini menjadi jilbab yang membalut wajah cantikku. Setelah kupakai, ternyata kain ini tak terlalu panjang, mungkin hanya sebatas dadaku saja. Itupun tak menutupi semua bulatan tetekku. Sisi bawah bra yang kupakai masih terlihat.

Karno kembali melotot memerhatikan aku yang memakai jilbab putih dan hanya mengenakan bra dan cd saja dengan kulitku yang lain telanjang ini. Beberapa saat kemudian, Karno lalu berjalan mendekat ke arahku. Kengerian seketika juga menghampiriku

"Sudah, Mas.. Lepasin saya,Mas.. Saya janji nggak akan laporin siapa-siapa.. Tolong kembaliin dompet saya.." rengekku terakhir kalinya.

Karno tak menggubrisnya, ia terus mendekat. Badanku mencoba refleks mundur hingga mepet ke meja washtafel di belakangku. Aku memejamkan mataku. Entah nasib apa yang akan menimpaku kini. Meskipun aku tak rela, aku tak punya pilihan. Mataku mulai berair menyadari aku yang tak bisa menghindar. Bulir air mata berkumpul di ujung mataku.

Tiba-tiba kurasakan sentuhan di pahaku. Aku yang memejamkan mata hanya menebak itu tangan Karno, karena kasarnya kulit tangan itu. Telapaknya yang terasa berotot itu mengusap-usap pahaku. Perlahan-lahan naik dan turun hingga membuatku tersengat rasa geli. Hampir-hampir aku menjerit namun masih bisa kutahan. Aku tak ingin menikmati ini semua.

Kurasakan tangannya yang lain memegang perutku. Dengan perlahan, ia usap juga perutku. Kali ini aku tak bisa menolak stimulan itu, hingga tubuhku menggeliat, menahan rasa geli. Tangannya yang satu bermain-main di pusarku. Aku masih berusaha memejamkan mataku.

Usapan Karno di pahaku ternyata mulai memancing birahi bawah sadarku. Tangannya makin naik menuju pangkal pahaku, memanggil sisi-sisi terdalam nafsuku perlahan-lahan. Tangan itu lalu makin naik menuju selangkanganku. Ia usap-usap selangkanganku yang berlapis G-String ini.

"Kok becek gini memeknya, Mbak.." kata Karno, "Dari tadi terangsang ya gara-gara vibrator itu.." ejeknya.

Tak lama, usapannya ia arahkan menuju sisi bawah selangkanganku menuju lipatan mahkota surgawiku.

"Hmmmmmhhh.." Aku mengendus pelan.

"Suami Mbak tau nggak istrinya lagi sange di sebelahnya tadi, hehe? Gimana rasanya, sange di sebelah suaminya sendiri, Mbak?" bisik Karno mesum.

Tangan kasarnya bermain di luar g-string yang kupakai. Tapi tipisnya g-stringnya ini membuat sentuhannya sama saja terasa di kulit kemaluanku. Jemarinya sesekali bermain memilin-milin bulu-bulu kemaluanku. Membuat sensasi geli yang makin membakar nafsuku.

Mataku terpejam, sambil kepalaku menggeleng-geleng kuat, menolak gejolak nafsu yang mulai tak bisa kuhadang. Tubuhku yang mulai menghangat tanpa bisa kukontrol. Tangannya makin liar bermain di selangkanganku, kini ia menggesekkan kain G-String itu tepat di belahan vaginaku.

Vaginaku yang sudah dirangsang habisan-habisan oleh vibrator sejak tadi kini makin lembab saja akibat tergesek kain gstring itu.

"Hhhhhggghhh.."

Nafasku mulai memberat menurunkan perlawanan akal sehatku yang mulai hilang berganti syahwat. Naluri kewanitaanku mengambil alih badanku dengan mulai menyerah pada birahi.

Kain yang hanya segaris yang melintang menutupi belahan bibir vaginaku itu makin cepat ia gesekkan melawan gerbang liang surgawiku. Pinggulku tak bisa lagi berdiam, dan mulai menggeliat saat Karno menggesek-gesek bibir vaginaku ini.

"Hssshhhh.. Hooouuhhhhh.. Mashh.. Uddaahhh.. Hhhggghhhh.." desisku.

"Hehehe.. Ini makin becek, Mbak Sella.. Nggak usah pura-pura gitu, Mbak.."

Mataku kucoba membuka perlahan, dan kini kulihat Karno sedang jongkok di depanku sambil tangannya bermain di selangkanganku. Mulutku tak lagi bisa menahan desisan dari mulutku. Tubuhku makin panas, meski bilik toilet ini dingin karena AC Mall. Peluh mulai membasahi kulit telanjangku.

Karno lalu menyingkap kain G-string yang melintang itu. Tangannya kini secara langsung bermain di belahan bibir vaginaku.

"Houuuuhhhh.. Shhhhhh.. Ahhhhhhh.." desahku.

Jarinya yang terasa kasar itu langsung berhasil menstimulus tubuhku untuk memantik birahi terdalamku. Seolah menjadi titik balik diriku yang masih berdiri ini dan mengambil alih akalku seutuhnya. Ujung jarinya memainkan bibir vaginaku yang sangat sensitif ini. Berdiriku tak lagi tegap, sebagian tenagaku kusandarkan pada meja washtafel di belakangku.

Di benakku, aku mulai melihat gelombang puncakku yang tadinya tak mau kudapatkan dari perbuatan lelaki kurang ajar ini. Dan saat itu, tiba-tiba kudengar suara dari pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Umii.. Umiii.. Umi di dalam??"

Degg.. Itu Mas Bagas. Aku lupa kalau sedari tadi aku meninggalkan suamiku yang sedang menyantap makanannya di luar. Aku lupa kalau suamiku mungkin menungguku. Karno yang berada di bawahku itu cengengesan saja sambil jarinya makin cepat mengusap vaginaku.

"Eehh.. Hhhhgghh.. Iya, Umi disini, Abi.." kataku.

Satu tanganku menutup mulutku berusaha agar tak ada suara aneh yang keluar. Satu tanganku yang lain memegang tangan Karno mencegah tangan berkulit gelap itu bergerak makin jauh di selangkanganku. Kepalaku kugeleng-gelengkan ke arah Karno agar Karno berhenti.

Dan seperti lelaki bejat di hidupku, dia malah makin liar menguak bibir vaginaku yang juga tak kukira makin becek, apalagi aku yang hampir sampai ini. Mukanya malah seolah bangga bisa mengerjaiku sambil Mas Bagas di luar memanggilku.

"Abi duluan ya, Umi.. Ini ada sedikit urusan kantor.. Umi jadi mau sama Ustadzah Azizah kan pulangnya nanti?" kata Mas Bagas.


"Iya, Abi.. Ahhhh.. Ssshshhhh.." jawabku singkat.

"Umi kenapa?" tanya Mas Bagas.

"Hhheggghh.. Nggakpapa kok, Abi.. Sakit perutt.. Hoouuugggghhh.." jawabku.

Cpek.. cpekk.. Cpeekkk..

Karno makin cepat mengusap jarinya di vaginaku, menghasilkan bunyi kecipak yang entah terdengar ke luar pintu toilet ini atau tidak. Klitorisku sesekali ia sentil, membuatku tak bisa menghindar dari puncak klimaksku.

"Nggakpapa kan tapi perutnya, Umi?" tanya Mas Bagas.

"Hhgggghhh.. Umii.. mau keluuarrr.. Hhhggggghhhh.." desahku.

Cpek.. cpeek.. cpeeekkk..


"Hehe.. Nggak usah keras-keras gitu, Umi.. Dituntasin aja dulu.. ya udah.. Abi jalan dulu ya.." kata Mas Bagas dari luar.

"Iyaaahhh.. Aaaahhh.." kataku.

Aku yang tadi menolak ini semua, kini berteriak saat klimaks menghampiriku. Tak kupedulikan suamiku di luar yang berpamitan, yang mungkin tak bisa lagi kutemui karena Mas Bagas akan tugas di luar kota. Tapi gelombang puncakku ini tak bisa kutolak saat hadir menyeruak.

"ooooohhh.. Aaaaaaahhhhhhhhh.. Sssssshhhhhhhhhh.."

Aku mendesah panjang membersamai gelombang klimaksku. Bermili-mili cairan orgasmeku keluar membasahi jari Karno di bawah sana. Sebagian, cairan itu meleleh ke pahaku. Mataku terpejam seketika. Dan sedetik kemudian, tubuhku langsung jatuh terduduk lagi.

Sungguh tak bisa kupercaya kegilaan yang kualami ini. Di luar Mas Bagas pamitan padaku, tapi aku malah berteriak melepas puncak kenikmatan akibat jamahan tangan kasar lelaki kurang ajar di dalam toilet yang hanya berjarak dinding tipis dengan suamiku di baliknya.

Samar-samar kulihat Karno yang sudah berdiri, lalu melepas lagi celananya. Penisnya yang dari tadi sudah mengacung ia dekatkan ke wajahku. Lalu dengan sambil tersenyum mesum, seolah bangga karena bisa mengantarku ke orgasmeku barusan, Karno lalu memukul-mukulkan batang gelap itu di wajahku.

Puk.. Pukk.. Pukk...

Aku yang lelah ini tak bisa lagi menolak. Di samping karena dudukku yang membuatku tak bisa bergerak kemana-mana. Cairan pre-cum yang meleleh dari penisnya itu meluber membasahi putihnya pipiku. Bau pesing bercampur keringat langsung menyeruak masuk hidung. Entah mengapa aku tak protes atau menolak seperti tado saat ia menjejalkan paksa penisnya ke mulutku.

Kepala penisnya ia arahkan tepat di bibirku. Ia tekan pinggulnya maju. Dan penis itu lagi-lagi masuk membelah bibir ******* ini. Bedanya, kini penolakanku tidaklah seperti sebelumnya. Aku terlalu lelah duduk bersimpuh, dan terlalu terkabuti birahi. Penis gelap itupun masuk makin dalam merasakan hangat dan sempitnya mulutku.

"Urrgghhh.. Emang terbaik emutanmu, Mbak.. benar-benar ngangenin sejak pas di kolam renang dulu.. Urrgggghh.. disedot-sedot juga dong, Mbak.. Urrgghhh.. Iya gitu..."

Pinggulnya ia gerakkan di depan wajahku. Penis itu hilang timbul menembus bibirku. Otot mulutku memelar mengikuti diameter penis gelapnya yang cukup lebar itu. Pipiku mengempot saat penis itu tertarik dan menyisakan kepala jamur yang kuhisap dengan bibir sensual ku ini.

"Urrgghhh.. Nikmat banget bibir akhwat binal.. Urrgghhh.. Tau nggak Mbak, habis Agus dipecat, dia pulang kampung.. Sekarang aku nggak bisa lagi modusin cewek-cewek yang lagi renang di sana deh.. Ehh, sekarang kamu ndilalah kesini.. Pas kamu nyenggol aku di pintu masuk tadi, aku dah mbayangin bibir seksimu ini Mbak.. Urrgggghh.. Iyahh.. Sedot terus, Mbak.. Yang kenceng.. Urrgghhh.." celoteh Karno diselingi erangannya.

Clop.. Cloopp.. Cloooppp..

Penisnya semakin keras, beradu dengan sisi dalam rongga mulutku. Pinggulnya semakin kuat maju mundur, membuat penis itu juga semakin liar keluar masuk menodai mulutku.

Aku tak bisa mempercayai ini semua terjadi lagi padaku. Tapi di sisi lain, mulutku ikut menyambut hujaman penis gemuknya. Bibirku makin kuat menghisap-hisap batang itu. Tak kusangka mulutku yang rajin membaca tilawah ini kini sedang menservis batang haram ini dengan liar dan binal.

Saat batang itu kurasakan berkedut makin cepat, Karno menarik lepas pusakanya itu dari mulutku.

"Fffuaahhh.." ludah yang membasahi penisnya membentuk lelehan yang menyambung ke bibirku saat penisnya ia tarik, sebelum sambungan ludah kental itu putus dan jatuh membasahi jilbab putih dan juga tetekku.

Karno lalu sedikit menarik tubuhku ke atas, hingga posisiku berubah dari yang tadinya simpuh menjadi kini berlutut. Karno lalu menurunkan sedikit selangkangannya tepat di depan dadaku. Jilbabku ia sampirkan, hingga nampaklah tetek besarku yang membusung makin seksi akibat ditopang bra berenda yang tipis ini. Rupanya ia ingin memakai tetekku.

Bra yang kupakai ini tak ia lepas, melainkan Karno menyelipkan penisnya di balik bra ini, hingga penis itu terhimpit di tengah bulatan daging kenyal di dadaku ini. Karno lalu menggerakkan selangkangannya maju mundur berusaha menikmati tetekku.

"Uurrgghhhh.. Aku sering coli mbayangin ngentotin toketmu karena dulu pernah dijepit toket seksimu di kolam, Mbak.. Sekarang aku nggak perlu mbayangin lagi.. Urrgggghh.."

Penis yang basah karena ludahku tadi itu kini sedang mencabuli tetekku. Pinggul Karno bergerak-gerak diikuti mulutnya yang terus menerus berceloteh dan mengerang keenakan. Keringat yang membasahi tubuhku juga membuat gesekan penis itu seolah terlumuri pelumas.

"Urrgghhh.. Enak banget jepitan toket akhwat jilbab lebar gini.. Mbak Sella harusnya pakai baju ketat aja biar kelihatan toket seksinya.. Urrgghhh.. Mbak Sella juga gerakin susunya dong.. Urrgghhh.. Nah gitu.. Urrgghhh.." erang Karno.


ME4LZL6_o.gif

Badanku ia gerakkan sambil memegang pundakku, seolah aku ikut bergerak-gerak memijat batang gelap itu. Penis gemuknya itu kurasakan semakin hangat. Uliran urat yang mengelilinginya makin terasa di himpitan tetek besarku, dan batang itu terasa mulai berkedut.

"Arrgghh.. Nggak kuat aku.. Njepit tenan susune.. Uurrggghhh.. Lontheeee..!!!"

Crot.. Croottt.. Croootttt..

Kepala jamurnya menyemburkan lahar kentalnya. Semprotan awalnya muncrat cukup tinggi hingga membasahi jilbab dan daguku. Tetekku langsung berlumuran spermanya yang pastinya ikut membasahi bra berenda ini. Barusan kubeli, belum sempat kucuci, dan kini sudah dikotori oleh air mani lelaki bejat ini.

Karno menyentak-nyentakkan pinggulnya beberapa kali, sampai semburannya benar-benar berakhir. Tetek besarku turun membantu batang jahanam itu menghabiskan isinya hinggal lelehan kental putih terakhirnya.

Sebelum kemudian Karno menyudahi pencabulan ini dari dadaku dan melepasnya dari balik bra dan himpitan tetekku.

"Sudah, Mas.. Balikin dompetku.." kataku.

"Hehe.. Kok mau udahan aja, Mbak Sella.. Tenang, masih ada yang harus Mbak Sella lakuin.." balas Karno.

"Enggak mau!! Siniin dompetku.." kataku menggerutu.

"Mbak.. Dompetnya nggak ada disini. Untuk tau lokasinya, Mbak harus lakuin ini dulu.." kata Karno.

Ia lalu mengambil isi tas plastik di atas washtafel tempat jilbab segiempat nya tadi. Karno mengeluarkan sisa dari tas nya dan menyerahkannya kepadaku.

Betapa kagetnya aku, ternyata ini adalah seragam putih abu-abu dengan label OSIS di saku dadanya.

"Mas..!! Ini kan..???!!" sontakku

"Hehe.. ini punya adekku, udah sedikit tak permak.. Ayo dipakai, Mbak Sella.."

Aku yang masih memiliki rasa enggan, namun tak punya pilihan lain ini lalu memakai baju putih dan rok abu-abu ini. Di sisi lain, aku juga tak ingin terus memamerkan tubuh telanjangku di hadapannya. Aku sebenarnya tak pernah punya baju seperti ini. Seragamku dulu berwarna putih-putih karena aku di pesantren.

"Kok tipis gini, Mas?" Komentar ku saat memakai baju ini.

"Setelah itu, kamu balikin piring kotor ini, Mbak Sella.. Gerai Ayam Geprek yang paling ujung sana. Ingat, kamu harus turutin semua permintaannya. Kalau kamu kabur, dompetmu nggak tak balikin.." kata Karno.

Aku berusaha mencerna kalimatnya sambil aku memakai baju dan rok abu-abu ini. Piring kotor? Permintaan? Permintaan siapa yang ia maksud? Benakku memikirkan kejahilan apa yang Karno sedang rencanakan ini.

Ketika baju dan rok ini sudah membalut badanku, alangkah kagetnya aku mendapati penampilanku saat ini.

"Mas!! Aku nggak mau pakai ini!!" Kataku.

"Nggak papa gitu, Mbak.. sesekali jadi jilboobs.. Hahahaha.." kata Karno.

Kekehannya yang mengeluarkan aura mesum itu sambil melihat tubuhku. Baju yang kupakai ini begitu tipis, hingga menampakkan tetekku dengan bra warna merahnya. Apalagi ukurannya yang begitu ketat, membuat tetekku sangat membusung. Bahkan kancing ketiga yang tepat berada di dadaku terlihat tertarik seperti ingin lepas karena tak bisa menahan ukuran tetekku yang memang besar. Bahkan di celah antara kedua kancing atasnya sampai-sampai menampakkan kulit tubuhku.

Belum lagi sisi bawah bajunya yang begitu pendek dan hanya sebatas perut. Ini baju seragam yang sepertinya dipotong di sisi bawahnya dan hanya sebatas garis rok saja. Saat tubuhku bergerak dan baju ini terangkat, akan menampakkan kulit perutku, saking pendeknya baju ini.

Rok bawahannya pun tak kalah mesum. Rok yang kupakai, meskipun panjang, tapi sudah ada potongan vertikal ke atas sebatas pahaku. Jika aku berjalan, pasti bisa menampakkan kulit pahaku. Kagetku menjadi lebih saat menyadari aku yang masih menyisakan keringat akibat orgasmeku tadi, membuat baju putih dan rok abu-abu ini kian ketat menempel di badanku.

Aku memakai Jilbab dan baju lengan panjang tapi merasa seperti telanjang menampakkan badanku, menampilkan setiap lekukan seksi tubuhku.





Part 16 "Dystopia" to be continued..
Supeeeerrrr karnooo
 
luar biasa updatenya!!!
memang juara bosku ini, saya mbayangin mall ambarukmo plaza jadinya hahahahaha
dulu pernah coba mesum di ruang ganti centro, luas banget ruang gantinya! jadi agak leluasa
sayangnya jaman itu smartphone masih mahal...jadi ngga sempet diabadikan kwkwkwkwkwk
 
Part 16c
Tag:
Exhibitionist, Public, Costume, Blowjob, Handjob




------====°°°°°°°====------


Aku benar-benar menahan malu. Satu tanganku kugunakan untuk menutup mukaku dengan ujung jilbab putih segiempat yang kupakai. Aku tak ingin ada mengenali mukaku saat aku berjalan seperti perempuan murahan seperti ini. Mukaku merah didera rasa malu luar biasa sejak aku keluar dari pintu toilet barusan.

Satu tanganku yang lain memegang piring sisa makanan untuk kukembalikan. Yang tak kusadari, saat tanganku yang lain mengangkat ujung jilbab menjadi penutup wajah, naasnya, tetekku yang membusung di balik baju ketat ini menjadi terlihat jelas karena sebagian jilbab yang tadinya menutupi tetekku, harus tertarik ke atas menutup wajahku.

Gerai yang kutuju berada di ujung, membuatku was-was saat berjalan dengan terekspose seperti ini. Begitu langkahku mulai melewati area utama foodcourt ini, banyak mata yang mulai memperhatikanku. Nampak lelaki yang sedang makan bersama dengan pacarnya, matanya tiba-tiba melotot memerhatikanku.

Matanya melihat ke arah dadaku. Kancing baju sisi tengah yang sangat ketat dan serasa hendak lepas ini, membuat celah diantara kancingnya terbuka dan nampak kulit dadaku yang putih mengintip di baliknya. Lelaki yang sedang makan itu lalu tak sengaja menjatuhkan makanannya. Perempuan yang didepannya yang mungkin pacarnya itu lalu penasaran dan sempat menoleh ke arahku, dan langsung memasang sewot padaku. Dikiranya aku menggoda pacarnya. Adegan setelahnya, nampak si perempuan itu memarahi si lelaki yang hanya menunduk saja mendengar amukan si perempuan.

Beberapa langkah aku berjalan kemudian, aku melewati serombongan anak-anak memakai seragam putih abu-abu juga yang sedang nongkrong di foodcourt ini. Dari penampilan mereka seperti anak urakan dengan baju yang dikeluarkan. Saat aku berpapasan dengan meja mereka, salah satu dari mereka bersiul keras sekali dengan maksud menggodaku. Setelahnya, kudengar beberapa diantaranya mengajakku berinteraksi.

"fhuuuuuiiitt.." suara siulan kudengar.

"Seksi banget sih bajunya.. Ada yang berontak minta dibebaskan tuh.." kata salah satu dari mereka.

"Sekolah dimana, Cantikk?? Kok udah punya pabrik susu sih??" sahutan suara yang berbeda.

"Mau dong jadi temen sebangkunya, biar ada yang bantu ngeluarin.." suara yang berbeda lagi.

"Belajar kelompok sama kita yukk, diajarin yang enak-enak wes.. dijamin jadi lemas.. eh.. puas.. eh.. pinter.." kata suara lain lagi.

Dan sahutan lain dari mereka yang tak lagi kudengar karena aku yang semakin berlalu. Dikira mereka aku beneran masih seumuran mereka karena seragam yang kupakai ini. Langkahku aku percepat, tak kuat lagi aku menahan malu. Beberapa mata lelaki dan bapak-bapak jadi malah memerhatikanku yang berjalan agak cepat ini. Apalagi kalau bukan memandangi dadaku yang membusung indah mencetak tetekku ini. Beberapa juga memerhatikan langkah kakiku yang menampakkan secuil putihnya pahaku saat kakiku maju melangkah.

Tak kalah memalukannya, Celana dalam G-string terlihat samar-samar garisnya dari balik rok abu-abu yang aku pakai. Dan saat aku berjalan, pantatku yang tercetak jelas ikut bergoncang indah. Beberapa mata semakin melotot memandangi bemper belakangku yang memang berukuran besar ini.

Seumur-umur, aku tak pernah memakai baju yang begitu menampakkan setiap lekuk tubuhku ini. Tujuanku memakai baju syar'i adalah agar orang lain tak bisa melihat bentuk tubuhku. Tapi kini aku malah memamerkan lekuk sintal tubuhku ini. Mukaku merah semerah-merahnya dibalik kerudung yang kutarik ujungnya untuk menutupinya.


ME4LZLF_o.jpg

Arsella Hasna Hilyani

Hingga sampailah aku di gerai Ayam Geprek di ujung foodcourt ini. Ada mas-mas yang berjaga di belakang kasirnya yang segera aku serahkan piring sisa makan dari Karno ini. Mas-mas itu sejenak melihat ke arahku meski dari balik kasir, terhalang komputer.

"Temennya Sri ya, Mbak?" tanyanya.

"Sri..?" kataku bernada tanya.

"Iya.. Temennya adeknya Karno kan? Pakai seragam sekolah juga gitu.." katanya.

Aku tak menggubrisnya. Aku hanya menyerahkan piring yang kubawa sejak tadi.

"Lho.. Uangnya mana?" tanyanya.

"Eh, aduh.. Mas Karno nggak ngasih uang e.." kataku.

"Waah.. lha kok ngutang lagi tu Karno.. Pas makan aja berani pesen, giliran pas mbalikin piring, nyuruh orang lain.." katanya.

"iya.. Eh.. Maaf ya Mas.." kataku.

"Saya dimarahin juragan saya ini kalau Karno ngutang lagi.. Utangnya dah banyak dia.. Nggak mau ah saya.!!!" katanya.

"Eh terus gimana dong Mas?" tanyaku yang juga kebingungan.

"Yo embuh, nggak mau tau saya.. Mbaknya harus mbayarin berarti..!!" katanya.

"Eh.. saya ga bawa dompet, Mas.. Nggak bawa uang, Mas.. Darmo.." kataku, membaca ID card di seragamnya yang bertuliskan namanya Darmo.

Kujawab seperti itu, dia nampak berpikir. Tak lama kemudian ia geser posisinya ke sisi pintu di samping meja kasir. Melihat langsung baju yang kupakai ini langsung membuat matanya jelalatan memerhatikan badanku, setelah pandangannya itu mesum tak terhalangi apapun lagi. Tatapannya seolah menelanjangiku seperti sekian lelaki bejat yang mengambil kesempatan terhadapku.

"Hehe.. bayar pakai yang lain berarti.."

Selesai berucap seperti itu, tanganku langsung ditariknya masuk ke gerai itu. Kemudian masuk lagi melewati pintu sisi dalam gerai ini, yang setelah aku berada didalamnya, ternyata ini adalah dapur gerai tempat makan ini.

"Mumpung lagi sepi, hehe.. namamu siapa?"

"Mmm.. Lina.. Mas ini kok kesini?" kataku berbohong.

"Hehe.. kamu masih sekolah tapi kok bodynya bagus banget.. Udah ranum banget.." katanya

Senyum mesum langsung menyeringai di wajahnya yang penuh jerawat itu. Badannya perlahan merapat menuju tubuhku. Akupun refleks ikutan mundur menjaga jarak kami, hingga kudapati dibelakangku ada kompor. Tak bisa lagi aku mencari jarak dengannya.

"karena kamu nggak bawa uang, kamu harus bayar pakai badanmu ya, Dek?"

"Eh apa maksudnya?" tanyaku.

Dan yang membuatku kaget, dengan beraninya ia menarik turun resletingnya celananya, dan mengeluarkan penisnya dari balik seragam khas Restoran yang ia pakai.

Aku langsung menunduk, dan menggunakan tanganku untuk menutup mukaku. Ingin rasanya aku kabur. Tapi pasti terlihat oleh Karno, dan dompetku malah tidak jadi dia kembalikan.

"Mas.. Jangan, Mas.. Ampun.." pintaku memelas. "Saya masih sekolah, Mas.. Saya belum mau begituan.." kataku berbohong.

"Hah?? maksudnya kamu masih perawan??" tanyanya seolah tak percaya.

"Iya, Mas.. hiks.." bohongku lagi mencoba meyakinkan.

Ia masih setengah tak percaya kemudian mendekat hingga tubuhnya tak berjarak denganku. Aku sudah pasrah tak tau harus seperti apa. Tangan Darmo lalu digerakkan dan langsung menuju tetekku. Ia usap-usap bongkahan tetek besarku itu dari luar seragam. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Jangan, Mas.. Sudah, Mas.. Hhssshh.."

"Ngapain kamu kesini kalau bukan mau nggodain aku? Ngapain kok nggak Karno aja yang kesini? Kamu emang sengaja mau nggodain aku kan? Pakai baju seksi gini.." katanya.

Usapannya lalu kini berubah menjadi remasan. Tak begitu kencang tapi terasa memijat daging kenyalku itu. Aku lupa tadi aku sudah orgasme sehingga tubuhku kini lebih sensitif terhadap rangsangan. Tangan Darmo meremas bergantian tetekku yang kanan dan kiri.

"Hhgggghhh.." Nafasku mulai memberat.

"Masih sekolah kok badannya seksi gini, Dek..? Anak sekolahan jaman sekarang emang beda ya.." komentarnya.

Entah karena baju yang kupakai, atau juga karena mukaku yang kurawat hingga ia mengira aku memang masih pantas memakai seragam sekolahan ini. Tangan Darmo meremas makin kuat tetekku. Aku yang mengenakan baju tipis, di dalamnya juga bra yang juga tipis merasakan sentuhan Darmo itu cukup jelas menggerayangi kulit tetekku.

Tangannya lalu berpindah naik dari dada, menuju daguku. Diangkatnya daguku hingga aku tak lagi menunduk. Tangannya lalu naik lagi hingga jempolnya meraba bibirku yang sensual ini. Ia usap ke kanan ke kiri bibir atasku dengan jempol kasarnya.

"Seksi banget bibirmu Dek.." katanya,masih terus mengusap bibirku dengan jempolnya.

"jongkok, Dek.. kontolku mau rasain bibirmu.." katanya.

Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku kuat-kuat. Tanda aku tak mau mengikuti perintahnya.

"pilih tak perawanin atau emut kontolku aja?" katanya.

Aku lagi-lagi merasa sial. Harusnya aku tak mau dengan dua pilihan itu. Sama-sama kesialan bagiku. Namun setidaknya ia tak memaksa untuk berhubungan badan. Untuk sesaat aku bimbang di tengah diamku. Darmo lalu dengan sedikit memaksa mendorong turun pundakku, hingga akupun jongkok di hadapannya.

Penisnya yang sudah ia keluarkan sejak tadi langsung menempel di wajah cantikku. Penisnya nampak tak terlalu besar. Ia tempelkan kepala penisnya di bibirku, dan mulai memaksakan batang itu masuk ke dalam mulutku. Ada apa dengan hari ini yang mulutku harus dijejali paksa setelah tadi di toilet dan sekarang ini.

Aku yang mengatupkan mulutku ini tak membuat Darmo menyerah. Ia memegangi kepalaku dan terus menusuk-nusukkan penisnya. Alhasil penis itu malah mengenai seluruh wajahku, terutama hidungku. Hingga saat aku mengambil nafas, penis itu tepat masuk di celah bibirku.

Dengan dorongan yang makin kuat, Darmo menggerakkan pinggulnya. Ia langsung menekan dalam-dalam penisnya, membuatku hampir tersedak. Meski ukurannya tidaklah besar, namun tetap saja bibirku sedikit pegal saat dipaksa melebar akibat dorongan paksanya itu.

"Urrrggghh.. Anget banget.. nyobain mulut anak sekolahan.. uurrgghh.." erangnya

Ia gerakkan pinggulnya maju mundur dengan tangannya tetap memegangi kepalaku. Wajahku sesekali bertumbukan dengan celana katun seragamnya, sungguh tak nyaman sekali. Akupun hanya diam, tak memberi reaksi apa-apa.

Tiba-tiba kudengar suara pintu yang dibuka. Aku yang membelakangi pintu tak bisa langsung melihat siapa yang masuk itu.

"Wah wah wah.. ini ni.. Karyawan tidak beradab.." katanya. Dari suaranya, aku tau itu Karno meskipun aku tak bisa melihatnya.

"Eh.., weh, kamu No... Eh, itu kok.. kamu ngrekam ya?.." kata Darmo.

"Iya.. Wah gimana ya kalau Cik Wina tau karyawannya masih pakai seragam restonya lagi enak-enak, mana sama anak sekolahan dibawah umur lagi.." kata Karno mengancam.

"Ehh, udah No.., matiin tu hapemu.." kata Darmo. Seketika itu juga penisnya ia tarik dan lepas dari mulutku.

Aku tak lagi melihat Darmo yang sebelumnya sok-sokan mengancamku. Kini ia seperti anak kecil yang ketakutan. Saat aku menoleh, aku melihat Karno yang memegang hapenya. Nampaknya ia barusaja merekam adegan Darmo yang sedang menggenjot paksa bibirku. Tapi kini Karno sudah mematikan rekamannya. Harusnya mukaku tak kelihatan di rekamannya barusan itu, karena posisi kamera membelakangiku. Justru muka Darmo yang jelas kelihatan.

"Jangan kasih tau ke Juraganku, No.. tega kamu.." kata Darmo merengek mengiba.

Aku langsung beranjak berdiri dari posisiku yang sebelumnya berjongkok.

"Haha.. Utekmu mesum sih.. Pas kerja juga malah nyiak anak sekolahan yang lagi mbalikin piring.. untuk dah tak rekam buat tak kasih ke cicik.." ancam Karno sambil senyam-senyum.

"Eh, jangan No.. Ampun.. Damai aja damai.." kata Darmo.

"Haha.. takut dipecat ya kamu Mo.." kata Karno.

Darmo hanya mengangguk-anggukkan kepalanya menjawab Karno itu.

"Oke. Aku nggak akan kasih rekaman ini tapi kamu bayarin semua utangku ke Cik Wina.." katanya.

"Weh, gajiku langsung habis No.." kata Darmo.

"Yo itu urusanmu.." kata Karno. "gimana?? apa mending Cik Wina tau semua ini?" ancam Karno lagi.

"Asem.. Utangmu kan banyak No.." kata Darmo.

"Cuma 500ribu ini.." kata Karno.

Darmo nampak berpikir untuk sesaat. Sementara aku masih berdiri mematung saat dua lelaki bejat ini bernegosiasi. Aku merasa ada yang janggal. Timing nya begitu pas ketika aku menyepong penis Darmo, kemudian Karno masuk dan sudah mengambil rekaman di hapenya. Apakah Karno sengaja mengatur ini semua agar dia terbebas dari hutang? Menjadikan aku umpan agar dia bisa merekam Darmo yang kemudian ia gunakan sebagai materi ancaman itu.

Saat aku sedang berpikir, aku terkaget dengan jawaban Darmo yang mengiyakan permintaan Karno. Bukti rekaman tadi beneran menjadi alat tukar atas hutang Karno.

"Eh, aku tuntasin dulu tapi No.. Tadi belum selesai kamu ganggu.." kata Darmo menunjuk diriku.

Aku terhenyak mendengarnya. Karno lalu berjalan ke arahku. Aku geleng-geleng kepalaku.

"Nggak mau, Mas.. Udah cukup..!!!" kataku tegas pada Darmo.

Karno yang sudah berada di belakangku lalu memelukku dari belakang. Dengan kedua tangannya, ia remas dua tetekku ini dari belakang. Seketika itu juga tubuhku langsung bereaksi.

"Hhgggghhh.. Udaaahh, Mas.." nafasku memberat.

"Turutin aja, Mbak.. Cuma pakai mulutmu aja kok ini dia.." kata Karno berbisik pelan di telingaku. Tangannya masih terus meremas-remas tetekku. Akalku menolak perlakuannya, tapi tubuhku mulai tersulut birahi. Orgasmeku tadi benar-benar membuat tubuhku kian sensitif terhadap sentuhan.

Ketika mataku terbuka, aku melihat Darmo sudah mengeluarkan lagi penisnya dari balik celananya, dan malah sedang mengocok penisnya sendiri sambil melihatku yang sedang digerayangi Karno dari belakang.

"Aku mau juga dong ngremes susune.." kata Darmo seolah minta ijin pada Karno.

Padahal tadi Darmo juga sudah sempat meremas tetekku. Namun melon kembarku ini pasti membuat semual lelaki gemas hingga Darmo pun belum puas meremas-remas nya.

"Ora oleh.. Mau tak laporin kamu??!!" ancam Karno sambil menolak Darmo untuk bisa menjamah tetekku.

Tiba-tiba tubuhku didorong hingga aku lagi-lagi berjongkok di hadapan Darmo yang berjalan mendekat. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku saat penis Darmo kian dekat dengan wajahku. Bibirku kututup, membuat penisnya tak bisa menembus mulutku.

Di belakangku, Karno lalu memegang kepalaku, seolah membantu Darmo untuk menikmati mulutku. Karno memencet hidungku hingga membuatku susah bernafas. Mau tak mau, aku membuka mulutku. Darmo tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu dan segera memasukkan penisnya menembus bibir sensualku ini. Dua lelaki bejat ini saling bantu untuk bisa melecehkanku.

"Kamu punya waktu cuma 5 menit lho, Mo.. selesai nggak selesai, harus udah.. Atau aku laporin kamu ke satpam kalau ada pencabulan terhadap anak sekolahan.." ancam Karno yang tak lagi memegangi kepalaku.

Darmo yang batang penis nya sedang keenakan menikmati hangatnya mulutku ini hanya mengangguk mengiyakan Karno. Darmo lalu mulai memaju-mundurkan pinggulnya. Mulutku lagi-lagi dipaksa melebar menyesuaikan ukuran penis Darmo ini.

Aku hanya berharap 5 menit ini segera berlalu. Darmo yang mendapati waktunya tak banyak justru malah menjadi brutal. Sesekali Ia paksakan penisnya masuk dalam-dalam. Hingga kurasakan batang itu menusuk hingga ujung mulutku. Wajahku sampai menempel di celananya. Dahiku mengenai ikat pinggangnya yang keras itu.

Beberapa kali ia lakukan usaha itu, membuatku hampir tersedak. Aku tak pernah suka dengan yang dinamakan deepthroat. Membuatku susah nafas dan hampir mual. Darmo lalu menarik penisnya hanya sebatas kepalanya saja lalu mulai memompa penisnya di mulutku.

Kali ini ia tidak memaksa untuk deepthroat, hanya saja ia menggerakkan pinggulnya dengan tempo cepat. Penis itupun dengan cepatnya menggesek-gesek bibirku. Liurku yang memelumasi penisnya membuat suara peraduan batang lelakinya dengan bibirku.

Clop.. Cloopp.. Cloooppp..

Entah bagaimana asalnya, bibirku ikutan mengempot saat ia menarik penisnya sebatas kepala penisnya saja, membuat Karno mengerang keenakan. Tak kupercayai aku malah membantu lelaki kurang ajar ini menodai mulutku.

"Urrrggghhh.. enak banget emutannya.. sayang banget memeknya nggak bisa tak pakai.. Urrgggghh.." erang Darmo.

Pinggulnya ia gerakkan makin cepat. Penisnya menggenjot mulutku dengan tempo yang makin meninggi. Kurasakan lima menit ini begitu lama sekali. Penis Darmo makin keras dan terasa panas di mulutku.

"Urrgghhh.. jago tenan ngemutnya.. pasti sering ngemut konthol ini adeknya.. Urrgggghh.. Anak sekolah.. ahh.. jilboobs.. ahh.. binal.. ahh.. tempikk.. Uuuuurrgghhh.. metuu aku..." racau Darmo.

Ia lalu menarik lepas penisnya dan diarahkannya batang laknat itu di depan wajahku.

"makan pejuhku nih, uuuuuuuurrgghhhhh.."

Crott.. Croottt.. Croootttt...

Semburan spermanya langsung membasahi wajah dan tentunya jilbabku. Darmo mengocok sendiri penisnya mengeluarkan isinya dan diarahkan ke jilbabku. Sebagian besar memang membasahi jilbab yang kupakai, sebagian lain jatuh ke baju putih menempel tepat di emblem OSIS. Sisanya lagi jatuh ke rok abu-abu yang kupakai.

Teng.. Teng..

Kudengar seperti suara lonceng yang dibunyikan.

"Eh, ada customer.. Aku ke depan dulu, No.." kata Darmo ke Karno.

Ia tergopoh-gopoh saat ada pembeli yang menghampiri gerainya namun tak ada orang di belakang meja kasir. Tentunya ia tak mau kehilangan pendapatan akibat pelanggan yang meninggalkan gerainya. Tapi pengalaman terbaik baru saja ia dapatkan dari servis blowjob bibir seksi ku yang pasti tak pernah ia peroleh seumur hidupnya.

Aku sendiri masih jongkok, bingung memroses ini semua yang begitu cepat. Karno lalu menarik tubuhku berdiri.

"Mas.. dimana Dompetku !? Udah keterlaluan banget, Kamu!!" Bentakku. Suaraku menggelegar di sudut dapur ini.

"Hehe.. selow, Mbak Sella.. Ke parkiran B1, dompetmu di sana.. di pojok ada tempat tunggu driver.." katanya cengengesan.

"Tapi sebelumnya.." kata Karno berhenti sejenak.

Ia tiba-tiba membalikkan tubuhku membelakanginya. Ia angkat rok abu-abu ini ke atas sebatas pinggangku hingga menampakkan pantatku. Ia turunkan punggungku hingga aku sedikit menungging. Terpampang lah belahan pantatku tepat di depan mata lelaki kurang ajar ini

Karno lalu menyibakkan kain G-string yang menutup belahan vaginaku. Aku berfikir ia akan memasukkan penisnya lagi ke vaginaku. Namun ternyata ia menyelipkan vibrator ke dalam liang kawinku ini. Tapi vibrator ini tidak menyala, tidak bergetar sama sekali. Dan setelahnya, ia menurunkan rok abu-abu ini lagi, lalu langsung ngeloyor pergi keluar dari dapur ini.

Akupun juga berfikir harus segera keluar dari tempat ini. Tapi mendapati tubuhku yang penuh sperma dan sangat menyengat ini membuatku sangat illfeel. Belum lagi bajuku yang super mini seperti ini menambah kesan kotor terhadap diriku. Tapi kalau aku tak segera pergi, aku tak bisa mengambil dompetku.

Tak berapa lama kemudian aku memberanikan melangkahkan kakiku keluar dari gerai ini. Sepanjang aku berjalan di foodcourt mata para lelaki lagi-lagi memerhatikanku. Sama seperti sebelumnya, aku gunakan sebagian ujung jilbabku untuk menutupi wajahku, apalagi wajahku kini penuh dengan sperma.

Rasanya kali ini lebih banyak mata lelaki dan bapak-bapak yang memandangiku. Apakah mereka tau kalau wajah dan jilbabku ini penuh sperma? Aku hanya terus berjalan melewati foodcourt ini. Aku sempat berpapasan dengan ibu-ibu yang juga berjalan melawan arah.

Kulihat mereka menutup hidungnya saat tak sengaja berada cukup dekat denganku, kulihat mereka langsung membicarakan sesuatu dengan berbisik-bisik ketika hidungnya mencium bau aneh. Pastinya itu adalah bau menyengat sperma yang menempel di jilbabku.

"masih pakai seragam kok udah bau pejuh.."

"nggak niat jilbaban, cuma kedok, aslinya lonthe.."

Sekilas seperti itu yang kudengar dari bisikan ibu-ibu tadi.

Wajahku langsung memerah menahan malu dan getir akibat kejadian itu. Aku lalu berjalan agak cepat dengan sedikit berlari. Gilanya lagi, dengan aku berlari kecil, tetekku yang membusung ini juga turut bergoyang-goyang naik turun. Baju putih kesempitan ini mencetak jelas bentuk tetekku yang besar dan menggoda saat berayun-ayun seperti ini.

Makin banyak juga mata para lelaki terutama bapak-bapak yang memerhatikanku. Seolah mereka tau aku barusan dijadikan objek mesum dan mereka bisa menjadikanku objek mesum mereka. Beberapa diantara mereka tak malu melotot ke arahku padahal ada istrinya di sebelahnya. Aku tak peduli pada tatapan-tatapan penuh nafsu itu. Kupercepat langkahku, aku ingin ini semua cepat selesai. Ya Tuhan, kenapa rasanya lantai B1 ini jauh sekali.




------====°°°°°°°====------

0212-F92-F-85-A0-4-D25-BF68-53-ED94-C7-EED7.jpg

Aku berjalan menyusuri deretan mobil yang terparkir di B1 ini. Tak banyak nampaknya mobil yang terparkir di lantai ini. Setauku memang lantai ini hanya untuk VIP member. Mobilnya pun hanya mobil-mobil mewah saja yang terparkir di sini. Aku melihat ruang tunggu driver di ujung sana tempat tujuan langkahku.

Saat aku mendekati ruang yang tertutupi kaca di sekelilingnya itu, aku mendapati sosok Karno sudah ada di dalamnya. Tapi dia tak sendiri. Ada lelaki lain yang sedang ngobrol dengannya. Yang kutebak dia adalah supir, dari pakaiannya yang memakai safari berkantong di kanan kirinya. Kulihat bapak-bapak itu sudah cukup berumur dengan peci hitam sementara rambutnya yang nampak penuh uban di kanan dan kirinya.

Aku urungkan niatku untuk masuk ke ruang tunggu itu. Aku tak ingin terjebak permainan Karno, siapa tau ia dan temannya itu malah memesumi aku nantinya. Akupun melanjutkan jalanku ke sebelah ruang tunggu ini yang ternyata adalah pos satpam.

Saat melewati ruang tunggu driver barusan, aku sempat mencuri dengar percakapan dua orang itu.

"..beneran Pak, saya jamin.." kata Karno.

"..hehe, nggak mungkin lah No.. waktuku buat begituan udah dulu pas nganten anyar, sekarang dah nggak bisa lagi aku.. wis pasrah sama umur dan kondisi..." kata supir.

"Ayo taruhan wes, Pakne.."

Setelahnya aku tak mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Aku menunggu saja di depan pos satpam ini. Aku sempat menengok sekilas ke dalam pos satpam melalui jendelanya dan nampak sepi. Tak lama aku berdiri di sini, kulihat Karno keluar dari dalam bilik kaca itu.

"Mas.. Mana dompetku!?" tanyaku berseru tak sabar.

"Hehe.. Ada deket sini kok, Mbak.. Tapi ada satu lagi yang harus Mbak Sella lakuin buat saya.."

"Nggak mau..!" kataku memotong kata-katanya. "Aku nggak mau jadi korban otak mesummu lagi..!!"

Saat aku menyeru seperti itu, dari bilik keluarlah bapak-bapak sopir tadi.

"Hehe.. ini gampang kok, Mbak.. Mbak Sella cuma perlu gaya jadi foto model, terus saya fotoin.. Fotonya di samping mobil itu tuh.." katanya menunjuk salah satu sedan mewah yang terparkir di depan ruang tunggu driver ini.

"Ini bapak yang mbawa mobilnya, Pak Gimin.."kata Karno mengenalkan sosok supir di sebelahnya.

Aku menolak permintaan Karno itu. Sudah cukup sampai disini permainan mesumnya itu terhadapku. Meski kali ini hanya sepertinya disuruh foto-foto, tapi pasti ada maksud lain dibalik permintaannya itu.

"Eh, Nduk.. maaf ya.. Ini Karno emang Edan.." kata Pak Gimin. Aku tak mengira ternyata Pak Gimin juga tak sependapat dengan Karno.

"No.. Adik e nggak mau.. Nggak usah lah.." lanjut Pak Gimin ke Karno.

"Halah, Pakne takut kalah taruhan kan?" kata Karno.

"Bukan gitu.. Si Nduk e masih sekolah, biar suruh pulang buat belajar.. Bukan diajak foto begituan.." kata Pak Gimin yang ternyata orangnya cukup sopan, malah meminta aku untuk pulang.

Seandainya saja Karno tak mengambil dompetku, tentunya aku ogah harus berada di sini.

"Hehe, wes sering mbolos kok dia Pak.. Lha kerja sambilannya emang jadi model biarpun masih pakai seragam gitu.." kata Karno berbohong seenaknya.

Aku tentunya kaget mendengar kata-kata Karno itu. Permainan macam apa lagi ini.


"Sini hapemu, Pak.. Hapemu apik kan Pak.." kata Karno.

"Kan dikasih majikanku, No.." dengan berat hati kulihat Pak Gimin memberikan smartphone nya.

"Biar Pakne ada kenang-kenangan.." kata Karno menerima hape itu.

"Nah, kamu berdiri di situ, Dek.." kata Karno yang sedang berskenario kalau aku ini anak sekolahan betulan.

Ia menghampiriku, dan menarik paksa tanganku, menuntunku hingga aku berdiri di samping sedan mewah berwarna merah ini. Lalu ia membisikkan sesuatu kepadaku.

"Habis ini, dompetmu tak kasihin.. Sekarang kamu cuma perlu foto-foto doang kok, Mbak. Tenang aja, mukamu nggak akan keliatan kok.. Hehe.. Ya, foto-foto tapi dengan pose menggoda ding, sama agak buka-bukaan dikit-dikit.." kata Karno berbisik cabul sebelum berjalan agak menjauh.

Aku sekarang berdiri di sebelah mobil mewah di sebelahku seolah seperti spg mobil di pameran mobil. Bedanya aku memakai seragam sekolah dan berjilbab. Meskipun baju yang kupakai ini sangat ketat dan kental bau sperma yang menyengat hidung.

Karno yang berdiri di samping Pak Gimin itu lalu mulai mengarahkan hape flagship baru keluaran brand terlaris yang ia pegang itu ke arahku.

"Nah.. Yuk mulai.." kata Karno.

"Mulai posenya, Dek.. Iya.. tangannya coba taruh di pinggang.. Nah gitu.."

Ckreek

Karno menyuruhku layaknya fotografer beneran. Aku mengikuti arahannya itu dengan penuh keengganan. Aku sebenarnya jengah dengan ulahnya itu. Aku cuma bisa berharap ini segera cepat usai. Sebisa mungkin aku tak menampakkan wajahku ke kamera itu, dan nampaknya Karno tak mempermasalahkannya.

"Tangannya di perut coba, Dek.."

Ckreek

"Agak miring, badannya.."

Ckreek

"Terus miring lagi, agak nunduk sekarang.. Nah, okee.."

Ckreek

"Sekarang lebih nunduk, kakinya dilurusin.. nah iya, nungging gitu.."

Ckreek

"Tangannya pegang paha, bokongnya dinaikin.. Oke.. kan seksi kalau gitu.."

Ckreek

Kata-katanya itu sungguh terasa panas di telingaku. Aku yang tak bisa melihat ke arah mereka karena aku memalingkan mukaku agar tak masuk terekam di kamera itu, hanya mengikuti arahan Karno itu. Untuk beberapa saat Karno tak lagi memberiku aba-aba. Aku melirik sesaat ke arah Karno.

Kulihat Pak Gimin masih di sebelah Karno, wajahnya sesekali menunduk menahan malu, tak berani memandangku terang-terangan. Pak Gimin nampak masih bisa menjaga kesopanannya. Karno sendiri kulihat sedang memeriksa hapenya sendiri. Dan saat itu, tiba-tiba kurasakan vibrator di vaginaku bergetar.

Drrrrttt.. Drrrrttttttt..

"Houuuhhhh.." lenguhku pelan.

Pantatku langsung bergetar. Sejak dari tadi aku tak ingat kalau Karno sempat menyelipkan vibrator di dalam vaginaku. Mungkin karena vaginaku yang terbiasa tersumpal benda itu sejak di mall tadi hingga aku tak lagi merasakan efeknya. Ditambah benda itu daritadi memang mati.

Barulah kali ini Karno menyalakan lagi vibrator itu yang membuatku langsung blingsatan. Vaginaku masih menyisakan sensitif nya akibat pencabulan Karno di toilet tadi. Dan vibrator yang menyala ini membuatku tak bisa berfikir jernih dan mulai memantik syahwatku.

"Hhhggggghh.. Ssshhh.." desisku pelan sambil menahan nafas.

"Kamu kenapa, Dek??" kata Karno polos, sok peduli padahal dia dalang dari semua ini.

"Hhhmmmffhh.. Nggakpapa.. Mmassh.. Hhgghhh.." jawabku berat.

"Oke lanjutin ya.. Sekarang badannya agak miring ke depan.."

Ckreek

Aku agak tak bisa fokus dengan arahan-arahan Karno sekarang ini akibat vibrator biadab ini. Entahlah apa poseku sesuai, yang jelas aku tak bisa mendengar setiap perkataan Karno. Benakku mulai diliputi birahi yang makin pekat. Vaginaku ikutan makin lembab.

"Jilbabnya disampirkan ke pundak, Dek.."

Ckreek

"Oke mantep.. sekarang agak kesini, kancing baju yang atas dilepas aja.."

Dan seperti kerbau yang dicocok hidungnya, karena birahi yang mulai membelitku, aku mengikuti perintahnya. Kubuka kancing yang berada di atas dadaku. Kini terlihat belahan dadaku. Garis seksi akibat dua gundukan tetekku yang tertekan baju ketat yang kupakai. Entah mengapa aku yang melakukan ini ikutan makin berdesir hebat. Vaginaku makin kuat diaduk vibrator itu. Lendir kenikmatan mulai meleleh membasahi G-string yang kupakai.

Ckreek

"Siip.. seksi nggak Pakne? Hehe.. sekarang menyamping lagi, Dek.."

Ckreek

"Tangannya turun ke perut coba.."

Ckreek

"manteb.. sekarang kancing yang bawahnya lagi dibuka ya, Dek.. nah gitu.."

Ckreek

Dua orang di depanku itu kini bisa melihat bra merah yang kupakai. Aku hanya menyenggol pelan kancing itu dan lepaslah kancing itu, karena juga sejak tadi, kancing yang posisinya tepat di tengah dadaku ini tak bisa menahan besarnya tetekku dari balik baju ketat ini. Sejak tadi, kancing ini sudah meminta untuk berontak.

Dua kancing teratas ku sudah kulepas, dan terlihatlah bulatan penuh tetekku yang ada di balik bayang-bayang bra merah yang juga terlihat jelas. Karno sesekali memainkan vibrator di vaginaku, membuatku tak bisa berkutik dan larut dalam pencabulan ini. Saat aku perhatikan, ternyata puting tetekku yang ikut mengeras ini nampak menyembul di balik bra yang kupakai.

Sejak tadi Karno mengarahkan pose dan mengompor-ngomporin hingga akupun akhirnya menampilkan tetekku ke kedua lelaki di depanku ini. Selanjutnya Karno masih memberi arahan padaku.

"Liat ke belakang, Dek.."

Ckreek

"Dinaikin lagi bokongnya.. roknya ditarik biar kelihatan paha mulusnya, Dek.."

Karno kini terang-terangan menyuruh ku dengan kalimat yang lebih vulgar. Akupun yang makin terbalut nafsu hanya mengikuti arahan demi arahannya. Vaginaku makin banjir akibat vibrator itu, pantatku tak bisa berhenti menggeliat.

Ckreek

"Iya terus.. naikin lagi belahan roknya.. terus naik, Deh.. nah iya, keliatan celana dalamnya gitu.."

Ckreek

"Miring kesini coba.."

Ckreek

"Okee.. sekarang kancing di bawahnya juga dibuka aja, Dek.."

Cklik, kubuka kancing itu sambil diliputi syahwatku.

"Nah gitu.. Mantep, keliatan perutnya yang mulus tu, Pakne.." komentar Karno ke Pak Gimin.

Ckreek

Tetekku kini benar-benar terbuka akibat bukaan kancing di perutku ini. Bahkan langsingnya perutku terlihat sebagian, dan pasti terekam di memori kamera hape itu. Gara-gara vibrator yang mengobrak-abrik vaginaku ini, aku jadi mengikuti arahan setan dari Karno itu.

"Tu kan Pak Gimin bisa ngaceng juga hahaha.. itu celananya njendol gede gitu.." kekeh Karno.

"Iya e No.. aku nggak nyangka ternyata masih bisa bangun gini manukku.." kata Pak Gimin.

"Sekarang jongkok Dek, kamu seolah lagi promosiin velg nya.. roknya ditarik aja.."

Akupun mengikuti arahan Karno itu.

"Pak ayo sini lebih deket.." kata Karno mengajak Pak Gimin. Mereka lalu maju makin mendekat ke arahku.

Kuperhatikan Pak Gimin lama kelamaan sudah tak canggung lagi seperti tadi, dan ikutan menikmati sesi foto ini. meskipun sesekali masih nampak malu-malu. Aku jadi sedikit gemas dengan bapak renta ini. Entahlah mungkin ini akibat birahiku karena vibrator yang masih bergetar di vaginaku.

Ckrek ckrekk..

Karno melanjutkan sesi fotonya.

"Pak, tadi janjinya gimana, Pakne harus tepatin lho.." kata Karno

"Malu e aku No.." kata Pak Gimin.

"Halah, pakai malu.. Udah biasa kok dia lihat.. Ayo buka pak.." kata Karno.

Tanpa kuduga, ternyata Pak Gimin kemudian menurunkan resletingnya. Ia keluarkan pusakanya itu dari balik seragam supirnya.

"Eh Lho.." aku kaget mendapati aksi Pak Gimin itu.

Belum selesai kagetku, penis Pak Gimin sudah menegang bebas dari sangkarnya. Penisnya hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahku. Tak kupercayai ukuran alat kelamin bapak-bapak yang sudah renta itu.

"Asem.. wis Mbah-mbah, tapi manukmu kok guedhe gitu, Pakne.." komentar Karno juga.

Aku yang melihat batang itu langsung membenarkan komentar Karno. Ukuran batang itu tak tepat bagi tubuh setua Pak Gimin. Batang itu juga nampak berkedut-kedut diantara guratan keriput kulit kemaluannya. Darahku berdesir menyaksikan itu, apalagi vibrator di vaginaku membuat benakku makin terbuai birahi. Kupandangi batang milik Pak Gimin itu.

"Ayo tuntaskan, Pak.." kata Karno.

"Eh, enggak ah No.." kata Pak Gimin.

"Lha mosok cuma didiemin gitu tok.. Sakit nanti, Pakne.. Opo Pak Gimin nggak pernah ngocok sendiri? Coli gitu?.." kata Karno cabul.

"Ndhasmu.. Ngawur kamu! Yo wis pernah lah, dulu banget.. Tapi ini di parkiran e No.." sanggah Pak Gimin.

"gakpopo, Pak.., wong Adik e wae diem aja tuh, ngeliatin kontol Pak Gimin.." kata Karno kurang ajar.

Degg.. Memang iya. Aku daritadi malah diam diantara dua lelaki yang sedang berdebat itu. Pandanganku tertuju ke arah penis Pak Gimin. Di satu sisi aku malu ketauan sedang memandangi pusakanya. Di sisi lain, birahiku makin terbuai, vaginaku kian bajir tak karuan karena getaran mainan yang menyumpalnya itu.

Pak Gimin di depanku lalu mulai mengocok sendiri penisnya.

"Cah enom kurang ajar kamu No, nyuruh-nyuruh orang tua.. Urrgggghh.." erang Pak Gimin.

Karno lalu mendorong maju badan Pak Gimin dari belakangnya, sehingga selangkangan Pak Gimin makin tak berjarak dengan wajah cantikku yang sedang berraut sayu ini.

"Biar cepet keluar, Pakne.." kata Karno.

Pak Gimin melanjutkan mengocok penisnya yang berwarna sawo matang itu tepat didepan ku, sambil melihatku yang sedang berjongkok. Aku bisa melihat penisnya dari jarak yang kian dekat. Samar-samar kulihat bulu-bulu nya yang keluar dari balik celana seragamnya yang sudah berwarna putih uban itu.

Pantatku menggeliat karena rangsangan di vaginaku itu. Dadaku ikutan berdesir memandangi batang besar milik Pak Gimin itu.

"Urrggggghhh.." pak Gimin menggeram.

Tangannya makin cepat mengocok pusakanya sendiri. Batang gelap itu nampak makin mengeras. Pak Gimin dari atas juga sambil melihat ke arahku, memerhatikan tetekku yang membusung indah hanya berlapis bra tipis. Meskipun dari atas seperti itu, sepertinya ia bisa melihat putingku yang mengintip dari balik tipisnya bra ku.

"Hgghh.. Hmmmppfff.." nafasku memberat diiringi dengusan nafsu.

Aku tak bergeming akibat dorongan birahi yang makin membuaiku. Karno sudah tak mengambil foto dan kini malah memainkan vibrator dengan hapenya, membuatku susah untuk tidak terangsang hebat. Di bawah sana kurasakan vaginaku makin becek tak karuan. G-string yang kupakai sudah basah kuyup di bagian yang menutupi belahan vaginaku. Putingku makin mengeras dibalik braku yang sedang dinikmati oleh mata Pak Gimin.

Karno lalu mengambil tanganku dan tiba-tiba memindahkan tanganku ke batang penis Pak Gimin. Spontan saja aku langsung kaget dan menggeleng-gelengkan kepalaku, tapu rasa terangsang di tubuhku membuat aku tak juga memindahkan tanganku. Kupegang batang penis itu perlahan. Karno lalu membisik di telingaku.

"Kocokin atau emutin aja, biar cepet selesai.. kamu cepet pulang to jadinya, Mbak.." bisik mesum Karno.

Kata-katanya entah bagaimana terputar-putar di benakku, lagi-lagi karena vibrator biadab yang mengaduk-aduk vaginaku itu. Aku memang ingin ini semua segera berakhir. Di samping hawa nafsu setan yang sudah mengambil alih otakku, aku memberanikan untuk memegang erat batang penis Pak Gimin.

Pak Gimin pun menyiratkan rasa kaget. Ia mengira aku akan marah saat Karno memindahkan tanganku ke batangnya. Ia makin kaget saat tanganku dengan sendirinya mulai mengocok penis gemuk itu, menggantikan peran tangannya tadi. Pak Gimin seolah tak mempercayai aku yang bisa serendah ini. Sesungguhnya rangsangan di vaginaku sana yang membuatku bisa berkelakuan semesum ini.

Kugerakkan jemari halusku naik turun, maju mundur menggenggam penis itu. Penis dengan keriput-keriput yang bisa kulihat makin jelas itu mengingatkanku pada penis Mbah Muji saat di pantai dulu. Kurasakan penis Pak Gimin makin hangat di genggamanku. Kepala jamurnya yang nampak makin menggoda itu terlihat semakin licin.

"Urrgghhh.. Alus banget tanganne, Nduk.."

Akupun makin gemas juga dengan Pak Gimin ini dan penisnya. Dan entah setan darimana, aku memajukan wajahku. Bibir merah merekahku makin dekat dengan kepala penisnya.

"Hsshh.. hhgggghhh.." desisku.

Aku yang tak bisa berfikir jernih ini makin dekat dengan penis Pak Gimin. Pak Gimin juga semakin kuat menggeram, saat dengusan nafasku menghembus kepala jamurnya yang gelap licin itu.

"Urrgghhh.." erang Pak Gimin.

Semakin vibrator itu bergetar membuat tubuhku panas dingin, tanganku juga semakin cepat mengocok batang gemuk itu, seolah makin semangat karena penisnya yang terasa berkedut makin cepat juga. Aku lalu makin memajukan bibirku, dan sedetik kemudian aku memberanikan bibir sensualku ini mengecup kepala penisnya.

Cupph..

"Urrgghhh.. kok dicium gitu, Nduk.. Bapak nggak kuat.. Uurrgghhh.."

Pak Gimin menarik penisnya dan mengocok sendiri penis gelap itu dengan kuatnya. Hingga menyemburlah isi kantung testisnya.

Crot.. Croott.. Croootttt..

Semburannya ia arahkan di belahan tetekku yang sedari tadi menggoda imannya itu. Meski batangnya gemuk, tapi staminanya ternyata tak tahan lama, mungkin karena faktor usia juga. Sebagian cairan kental itu mengenai baju putih dan rok abu-abu yang kupakai juga. Makin bau saja bajuku ini akibat sperma setelah tadi sperma Darmo kini tambah lagi sperma Pak Gimin.

Saat itu juga kurasakan vibrator di vaginaku ini berhenti tiba-tiba.

"Enak banget, halus banget tangannya, Nduk.. Nggak nyangka Bapak bisa muncratin mani sebanyak ini.. Hosh.. Hoshh.." katanya menghela nafas kelelahan.

"Hahaha.." Karno tertawa. "Sini, mana uangnya, Pakne..?"

Pak Gimin memakai lagi celananya, ia masukkan pusakanya yang loyo itu. Ia lalu merogoh dompetnya dari sakunya dan mengambil lima ratus ribu kemudian diberikan kepada Karno.

Aku berdiri membenarkan kancing bajuku. Sebelumnya aku sempat mengambil vibrator dari vaginaku. Aku lagi-lagi diliputi kebingungan karena transaksi yang mereka lakukan itu. Sebelum kemudian Karno menjaskan semuanya.

"Tadi aku taruhan kalau Pak Gimin bisa ngaceng meskipun udah tua pas lihat kamu.. Kalau Pak Gimin ngaceng, aku menang.. Nah ini apalagi Pak Gimin dibantu kamu sampai keluar, jadi aku menang banyak, hahaha.." jelas Karno sambil tertawa kurang ajar.

"Nduk, maafin Bapak ya.., Ini semua gara-gara Karno sinting ini.." kata Pak Karno.

Aku hampir-hampir marah kalau saja Pak Gimin tidak berlaku sopan seperti ini dan minta maaf.

"Sekali lagi, makasih ya, Nduk.. Tangannya halus banget, bikin Bapak keinget masa muda sama almarhumah istri Bapak dulu, walaupun Nduk e ini jauh lebih ayu.." kata Pak Gimin.

Aku tersipu-sipu saja dipuji seperti itu.

"Nduk nya sekolah dimana? Bapak keinget cucu yang sekolah juga yang lama nggak Bapak jenguk.." kata Pak Gimin.

Aku baru tau ternyata Pak Gimin ini sudah eyang-eyang dan memiliki cucu yang juga memakai seragam putih abu-abu.

"Emmm.. saya sebenarnya udah lulus kuliah, Pak.. Sudah nikah, dan jadi irt sekarang.." kataku memberanikan untuk jujur. Inginku menyudahi permainan Karno ini.

"Ini akal-akalannya Karno aja saya disuruh pakai seragam kaya gini.." tambahku.

"Astaghfirullah, Karno.. benar-benar anak setan kamu. Istri orang kamu main-mainin. Mbak, saya minta maaf sekali lagi yaa.." kata Pak Gimin. Karno hanya terkekeh diomelin seperti itu.

Pak Gimin lalu mengangkat telepon dari majikannya yang meneleponnya.

"Oh, iya, Nyah.. saya kesitu sekarang.." kata Pak Gimin yang kemudian pergi berlalu meninggalkan parkiran ini menuju area utama mall.

"Mas..!! Kurang ajar kamu..!! Pakai badanku biar kamu bisa ambil untung..!!" Bentakku.

Aku tak peduli kalau ada yang mendengarku. Aku benar-benar marah dengan Karno.

"Hehe.. Nih buat kamu.." Karno memberiku sebagian uang yang ia terima dari Pak Gimin tadi.

"Enggak! Nggak sudi aku terima uang haram itu.. Mana dompetku, Mas!.." bentakku lagi. Aku membuang vibrator di tanganku, kulempar jauh-jauh. Akalku kini jernih, tak ada mainan laknat yang menyumpal vaginaku.

"Hahaha. Nggak usah nesu-nesu gitu, Mbak.. Kan ini barusan itu yang terakhir, dan ini udahan.. Itu dompetnya ada di pos satpam situ, di atas meja.. silakan ambil.." kata Karno.

Aku lalu segera berjalan cepat menuju pos satpam di ujung parkiran itu, tempat tadi aku sempat menunggu. Aku melongok dari jendelanya. Kulihat dompetku tergeletak di atas meja pos satpam itu. Seandainya aku tadi menengok lebih jauh ke dalam dan kutau ada dompetku di situ, pasti sudah aku ambil sejak tadi. Tidak perlu sesi foto cabul dan pelecehan di samping mobil mewah tadi.

Aku kemudian berjalan memasuki pos satpam. Kuambil dompet yang tergeletak di atas meja ini. Kulihat ruangan pos satpam ini cukup lega. Ada banyak monitor yang menampilkan streaming cctv dari berbagai sudut area mall ini.

Aku buka dompetku, sepertinya isinya masih lengkap. Aku mengambil satu kantung tisu basah dari salah satu selipan dompet itu dan melap wajah dan dadaku dari pekatnya sperma ini. Ketika aku sedang menutup lagi dompetku. Tiba-tiba tubuhku didorong hingga makin menempel ke atas meja. Tanganku menumpu di atas meja satpam ini. Ternyata di belakangku ada Karno yang sedang mendorong tubuhku.

Dengan posisiku yang agak menungging ini, Karno lalu dengan cepatnya mengangkat rok abu-abu yang kupakai ini sebatas pinggang. Aku langsung merasakan AC pos satpam ini menghempas kulit paha dan pantatku.

"Mas.. Udaahh, pliss.. Jangan lagi.. Tadi katanya yang terakhir terus udahan, dan mau ngasih dompetku.." rontaku.

"Lha itu kan udah tak kasih dompetmu, Mbak.. Aku tepatin janjiku kan?.. Sekarang ini aku lagi menikmati bonus aja. Hahaha.." kata Karno.







Part 16 "Dystopia" to be continued..
 
Terakhir diubah:
Waahh, luar biasa nih cepet bangettt update nya... Makasih banyak suhu, ijin baca dulu

Edit:
Masi perbudakan Sella yaa... Perih sih bacanya, hahha
Mas Bagas pergi nyelamatin Fani dengan menghajar itu makhluk kintil... Boleh ga ane berharap Sella juga bertemu Mas Diki dan Mas Diki juga menghajar makhluk kintil 1 ini ?
:semangat::semangat:
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd