Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 5



Beberapa saat setelah penyerangan yang terjadi, Aksan sengaja mengambil jarak agak jauh. Aksan menebak jika bantuan lain pasti akan datang untuk membantu para penyerang tersebut.

Betul tebakan Aksan, selang setengah jam lamanya dua unit mobil tiba. Aksan memperhatikan apa yang sedang terjadi dari jarak jauh menggunakan telescope night vision.

Hingga salah satu dari mereka yang keluar dari mobil, membuat Aksan terkejut. Pria itu tak asing bagi Aksan. Tidak salah lagi, dia itu adalah komandan Aksan yang dulu memberikan tugas untuk pergi ke daerah perbatasan timur tengah.

“Pak Merdin?” gumam Aksan setelah menyadarinya.

Berarti Merdin sudah mengetahui selama ini jika Aksan telah kembali ke Indonesia. Mungkin karena itulah Merdin ingin menangkap Aksan hidup-hidup agar dapat bertemu dengannya. Pikir Aksan menebak-nebak apa yang terjadi. Jika memang demikian, mengapa Merdin mengirim orang-orang yang lemah? Padahal Merdin paham betul kemampuan Aksan dalam bertarung maupun berperang seperti apa.

Satu lagi. Siapa orang yang bernama Barak? Yang menurut informasi tadi yang Aksan dapatkan, adalah orang yang mengirim para penyerang untuk menangkapnya. Semua pertanyaan dalam otak Aksan dapat di temukan jawabannya, apabila Aksan mengikuti rombongan Merdin.

Aksan meraih saku celana. Mengambil sebuah alat kecil yang gunanya untuk melacak.

Tak begitu lama, rombongan mobil Merdin mulai berjalan keluar. Aksan mengikuti mereka dengan cara berlari sambil mengambil spot agar dirinya tak terlihat. Hingga posisi telah dekat, Aksan melemparkan alat kecil tersebut ke mobil paling belakang. Karena menurut Aksan jika ia memaksakan diri untuk mengejarnya, sama saja buang-buang tenaga. Jauh lebih baik Aksan mengatur rencana terlebih dahulu sebelum mencari tahu jawaban atas pertanyaan dalam kepalanya.

Mobil telah pergi jauh meninggalkan Aksan.

Aksan lalu meraih ponsel yang telah tersambung dengan alat pelacaknya. Titik merah di layar Maps telah on. Tak perlu menunggu lama, Aksan lalu pergi menuju ke suatu tempat.

.

.

Sebuah gudang tua yang terletak di daerah yang sepi penduduk. Daerah yang selalu saja di jadikan beberapa stasiun TV untuk program acara mencari hantu, dunia lain atau sejenisnya. Maka dari itu banyak masyarakat selalu menyebut daerah ini adalah daerah angker.

Namun tak berpengaruh bagi Aksan. Dia tak takut apapun. Tak percaya adanya setan. Meski demikian, jika Aksan memilih untuk tinggal juga di tempat ini, maka Aksan akan tewas karena tidak makan maupun minum. Karena dalam radius beberapa kilo, tak dapat di temukan warung yang menjual makan maupun minuman.

Setiba di dalam gedung tua. Aksan berjalan menuju ke pintu rahasia yang terletak di belakang.

Aksan menekan sebuah tombol tersembunyi, pintu yang terbuat dari batu mulai terbuka secara perlahan-lahan.



Aksan melangkah masuk. Berjalan menuju ke sebuah ranjang lalu mengangkatnya.

Terlihat sebuah gagang kecil yang terbuat dari besi, lalu Aksan membukanya. Sepertinya Aksan sengaja membuatnya, agar dapat menyembunyikan sesuatu di dalamnya. Sebuah Peti besar yang terbuat dari kayu adalah tempat penyimpanan rahasia Aksan selama ini.

Senyum menyeringai di wajah Aksan ketika melihat isi dalam peti. Semua senjata-senjata miliknya yang telah lama tak ia gunakan dan sedang bersembunyi, tertutup rapi di dalam peti. Terdapat sebuah CQBR Senapan Taktis, M82, HK MK23 Mod 0, Beberapa senapan dan pistol beserta granat. Dan juga terdapat beberapa Pisau bergerigi yang biasa Aksan gunakan saat perang bergerilya dulunya.

Sudah cukup bagi Aksan bersembunyi selama beberapa bulan ini. Sudah waktunya Aksan melakukan apa yang selama ini dia tunda. Untuk menemukan jawabannya, adalah Aksan tidak boleh bersembunyi lagi. Kematian sahabatnya itulah, dan kepercayaan negara terhadapnyalah yang membuat Aksan akan menjadi mesin pembunuh yang sangat menyeramkan.

Dua buah pisau ia sembunyikan di belakang. Lalu meraih satu pistol Glock beserta silencer. “Sudah cukup lama kalian tak bersentuhan dengan tangan saya.” Memasang peluru ke dalam pistol, kemudian memasangkan silencer di moncongnya. “Pasti kalian lagi haus... Hmm !?”



-000-



Berdiri di atas gedung tak jauh dari titik berwarna merah di layar ponsel. Menggunakan telescope, Aksan melihat ke arah sebuah rumah besar. Aksan mengintai kondisi di rumah itu. Banyak penjagaan di luar. Aksan tak boleh gegabah dalam bertindak, karena target Aksan adalah mencari tahu apa yang sedang di rencakan Merdin terhadapnya. Dan juga siapa Barak, kenapa dia menginginkan dirinya hidup-hidup.

Lensa telescope di fokuskan ke arah belakang. Sepertinya penjagaan dibagian situ kurang. Jika Aksan tetap memaksa untuk bertindak, maka dapat di pastikan penjagaan dibagian depan akan datang secepatnya untuk membantu.

Aksan mempunyai ide.

Maka dia pun bergegas meninggalkan tempatnya sekarang ini.

Menggunakan topi, jaket kulit yang bagian dalam di lapisi rompi anti peluru. Aksan berjalan ke arah belakang rumah besar tersebut. Ada dua penjaga berpakaian safari tak menyadari Aksan. Karena yang berlalu lalang di jalan itu, bukan hanya Aksan saja.

Aksan sengaja melewati dua penjaga itu. Mencari daerah yang sepi dan gelap. Hingga satu posisi, menurut Aksan cukup baginya untuk menyusup masuk ke dalam. Adalah bagian sudut kanan belakang rumah yang terhalang tembok setinggi 2 meteran.

Untuk melompati pagar bukan hal sulit bagi Aksan. Dengan kemampuan memanjat tebing, melewati daerah curam, daerah berbahaya dan mempunyai medan yang menurut akal sehat manusia biasa tak mudah melewatinya. Aksan telah lulus dari semua itu.

Aksan telah tiba di atas tembok. Dengan kelincahan yang di milikinya, Aksan melompat dan berhasil mendaratkan kedua tangannya di pembatas besi. Menggunakan satu tangan, Aksan bergelantungan di sertai pandangannya ke berbagai arah. Sedangkan tangan satunya lagi memegang telescope mencari titik-titik CCTV agar dirinya tak dapat tertanggap oleh CCTV tersebut.

Besi pembatas bangunan mengelilingi bagian belakang rumah. Aksan memberanikan untuk berjalan berpegangan kuat di besi tersebut. Kedua kaki masih bergelantungan, dan dengan kedua tangannya lah Aksan dengan mudah melewatinya.

Aksan bergerak tanpa menimbulkan bunyi. Gerakannya sangat lincah, bergelantung, berlompat dari satu tempat ke tempat lainnya. Seperti melihat sebuah tupai yang meloncat-loncat dengan lincah tanpa terjatuh.

Hingga Aksan tiba di teras lantai 3 rumah.

Tak ada penjaga di tempat itu, karena bagian ini adalah bagian yang sangat sulit di jangkau oleh orang biasa. Tapi tak berlaku bagi Aksan. Tempat ini cukup gelap. Pencahayaan lampu sangat kurang, mungkin pemilik rumah jarang sekali melihat bagian ini.

Dengan menggunakan sebuah kawat, Aksan dengan mudah membuka pintu.

Aksan berjalan mengendap-ngendap. Dan dari kedua kupingnya, terdengar suara dua orang yang sedang mengobrol. Di dalam sebuah ruangan asal suara itu. Maka Aksan memberanikan diri untuk melihatnya, berharap mendapat sedikit petunjuk dari apa yang ia cari.

Keberuntungan berpihak kepada Aksan. Pintu ruangan tidak terkunci. Keberuntungan kedua menghampiri Aksan lagi, rupanya kondisi ruangan pun remang-remang. Aksan membuka pelan pintu, dan mendapati seorang gadis berjalan ke arah kamar mandi. Bukan hanya gadis itu saja, seorang pria duduk membelakangi pintu masuk. Sepertinya di ruangan ini baru saja terjadi hubungan sex. Terlihat dari si gadis yang dalam kondisi bugil.

Berikutnya pintu kamar mandi tertutup, meninggalkan si pria yang tak sadar keberadaan Aksan di dekatnya.

Lama Aksan berdiam di belakang pria itu, hingga pintu kamar mandi terbuka lagi. Si gadis yang berada di kamar mandi berjalan keluar membelakangi mereka.

Setelah si gadis berbalik kembali, maka ia terkejut melihat keberadaan Aksan di ruangan ini. Si pria ingin berdiri, namun dengan gerak cepat Aksan menghantam kepala si pria hingga pingsan.

Aksan meraih pistol dan mengarahkan moncongnya ke gadis itu. Jari telunjuk Aksan membuat satu petunjuk dengan di dekatkan di bibir, menyuruh si gadis tak perlu berisik.

“To-tolong jangan bunuh sa-saya.”

“Sttttt.. jika tak ingin mati, jangan berisik.” Balas Aksan.

Si gadis sungguh sangat ketakutan. Dalam kondisi bugil seperti ini, sebuah senjata mengarah kepadanya. Sekali tarik pelatuk, maka nyawa si gadis akan hilang. Keringat bercucur membasahi tubuh seksinya. Kedua tangan terlipat di dada, menutup buah dadanya.

Aksan cukup risih melihatnya. Di ambilnya pakaian si gadis yang tergeletak di lantai, lalu melemparnya. “Pakai pakaian kamu dulu.”

Si gadis nurut saja. Sambil menunggunya memakai pakian, Aksan berjalan menedekatinya.

Selesai berpakaian, si gadis di kejutkan moncong pistol sudah berada di jidatnya.

“Ikut saya ke bawah.” Kata Aksan.

Si gadis mengangguk ketakutan. Berada dalam tahanan penjahat tentu saja dia tak dapat berfikir apapun selain bertahan, dan juga berharap jika dirinya akan selamat nantinya. Apalagi si gadis berfikir jika di bawah sana banyak penjaga yang akan membantunya melepaskan diri.

Aksan dan gadis itu berjalan turun dari lantai tiga menuju ke lantai satu. Langkah mereka berdua sangat pelan, dengan posisi Aksan yang masih menyandra si gadis.



Setiba di lantai bawah. Bersamaan Pak Raharjo yang baru saja keluar dari ruang kerja terbelalak terkejut melihat ada yang telah berhasil masuk ke dalam rumahnya, dan telah menahan sang putri sulung menjadi sanderaannya.

“Siapa anda? Dan siapa yang menyuruh anda untuk menghancurkan keluarga saya, maka akan saya bayar bekali lipat dari apa yang kamu dapatkan sekarang ini.” Tak butuh basa-basi, Pak Raharjo menawarkan Aksan untuk dapat bekerja untuknya.

Aksan hanya menyeringai, dia tak berniat untuk berurusan dengan si tuan rumah. Karena urusannya hanyalah mencari Merdin maupun Barak. Aksan lalu menekan pistol di kepala si gadis. “Ayo jalan ke depan.”

Aksan hanya berbicara kepada si gadis, dan menyuruhnya untuk berjalan keluar.

“Tolong jangan bunuh putri saya.” Kata Pak Raharjo.

Aksan masih saja diam dan menyeringai kepada Pak Raharjo.

Sedangkan si gadis bernama Linda, menatap Pak Raharjo dengan pandangan meminta tolong. Harapannya hanya tertinggal satu, adalah sang papa harus melakukan segala cara agar Aksan dapat berubah pikiran lalu melepasnya.

Aksan dan Linda melewati Pak Raharjo dan tiba di ruang tamu.

Tanpa Aksan sadari, Pak Raharjo baru saja menekan sebuah tombol di pergelangan tangannya. Sebuah alat kecil yang di kaitkan di gelang.

KLIK !

KLIK !

Suara senjata yang sedang di kokang terdengar, bersamaan semua para penjaga berlari masuk ke dalam setelah ada sebuah alarm tak terlihat di tekan oleh Pak Raharjo barusan. Lebih dari 10 penjaga tiba dan serentak mengarahkan moncong senjata ke arah Aksan.

Aksan tak gentar. Dia tetap diam memandangi satu persatu orang di ruangan itu. Mencari keberadaan Merdin yang saat ini sedang dalam perjalanan.

“Saya hanya bertanya sekali saja, dan di jawab jujur jika tak ingin nyawa putri anda lenyap.” Kata Aksan menatap ke Pak Raharjo.

“Iya silahkan.”

“Kenapa anda menyuruh Merdin untuk menangkap saya?”

Pak Raharjo terdiam sesaat.

“Ohhh haha, saya ingat sekarang... Wild Death?” Pak Raharjo mulai mengingat apa yang ia perintahkan ke bawahannya. Ia lalu tertawa dan bertanya balik kepada Aksan.

“Jawab pertanyaan saya saja, tidak perlu bercerita basa-basi.”

“Papaaaa...” Linda sempat memanggil Pak Raharjo.

“Kamu diam... jika ingin nyawa kamu selamat.” Aksan menekan lagi ujung pistol di kepala Linda yang baru saja bersuara.

KLIK !

KLIK !

Melihat kejadian itu, para penjaga mulai menarik pelatuk namun tertahan saat Aksan berbicara ke mereka. “Kalian mengira saya takut hanya dengan ancaman seperti ini?”

“Papa tolong Lindaaaa...”

“Saya mohon, kita bisa bicara baik-baik mungkin... tolong jangan sakiti putri saya.” Pak Raharjo meminta negosiasi ke Aksan. “Dan kalian semua, menjauh dan turunkan senjata kalian.”

Semua penjaga menuruti perintah Pak Raharjo. Melangkah mundur dua langkah dan menurunkan senjatanya. Namun mereka tetap stand by ketika Linda telah lepas, maka mereka harus melumpuhkan Aksan.

Aksan berjalan semakin ke depan. Lalu langkahnya tertahan ketika melihat beberapa foto yang terpajang di dinding. Salah satu dari gadis yang ada di foto, cukup familiar baginya. Namun bukan hal itu yang menjadi prioritas utama Aksan sekarang ini.

Pak Raharjo yang melihat Aksan sedang memperhatikan foto-foto keluarganya, langsung menjelaskan ke Aksan. “Dia putri bungsu saya, namanya Dinda. Dan yang sedang kamu tahan, adalah Linda kakak si Dinda.”

Aksan tak membalas.

“Merdin adalah orang kepercayaan saya, dia sedang dalam perjalanan menuju ke sini.”

“Oke.”

“Dan asal kamu tau, saya dan Merdin sama sekali tak ingin mencelakai kamu. Saya ingin bertemu denganmu secara baik-baik.” Kata Pak Raharjo mulai memancing Aksan. Mulai berbicara baik-baik, berharap Aksan percaya kepadanya dan melepaskan Linda.


Aksan masih tetap diam.

Selanjutnya, suara langkah kaki orang sedang berlari dari luar menuju ke dalam. Dua orang tiba, salah satunya Merdin dan mendapati Aksan yang ia kenal sedang mengancam pistol ke Linda.

“Aksan, sepertinya ada kesalahpahaman di sini, tolong lepaskan dia dulu baru kita bicara baik-baik.”

“Hoho komandan... long time no see, rupanya anda masih mengenal saya.” Kata Aksan ke Merdin.

Merdin berjalan mencoba mendekat sambil mengangkat ke dua tangan di atas.

“Kalian semua mundur, keluar dari tempat ini... ini tanggung jawab saya, kalian dengar?” kata Merdin kepada para penjaga.

“Ikuti yang dikatakan Pak Merdin.” Pak Raharjo menimpali maksud Merdin.



Para penjaga akhirnya mengikuti perintah Pak Raharjo. Semuanya pada keluar dan meninggalkan Pak Raharjo, Merdin beserta Aksan yang masih belum melepaskan Linda.

“Kenapa kalian mencari saya? Padahal saya tidak pernah ada urusan dengan kalian.” Kata Aksan bertanya ke Merdin dan Pak Raharjo.

“Sebetulnya-“

“Biarkan saya yang jawab Merdin” Pak Raharjo menginterupsi. “Sebenarnya saya hanya ingin mengucapkan terima kasih, karena anda telah menyelamatkan putri bungsu saya. Tuh, Dinda namanya... pasti kamu mengingatnya kan?”

Aksan hanya menganggung tenang.

“Jadi, saya mohon... lepaskan anak saya, dan saya pun tidak akan mengganggu hidup anda lagi, jika memang hal itu yang anda inginkan.” Kata Pak Raharjo.

Aksan tetap diam.



Hingga semua terkejut ketika seorang penjaga berlari masuk ke dalam.

“SAYA SUDAH BILANG, KALIAN JANGAN MASUK KE DALAM SINI-“

“Maaf tuan, maaf.. Lapor tuan, Non Dinda di culik”

“APAAAAA?”

“BAJINGAAANNN ! ini pasti kerjaan Rusman.” Merdin geram penuh emosi. “Aksan sepertinya kami punya urusan lain, nyawa non Dinda sedang terancam.”

“Silahkan menunggu disini, Cuma saya mohon jangan sakiti Linda putri saya.” Pak Raharjo memohon ke Aksan, karena dia pun ingin ikut bersama Merdin mencari keberadaan Dinda.



Aksan secara tiba-tiba menurunkan senjatanya. Linda pun menghela nafas panjang. Sedangkan Merdin dan Pak Raharjo saling berpandangan sesaat melihat perubahan sikap dari Aksan. Selanjutnya menatap ke Aksan.

“Terima kasih, anda sudah melepaskan putri saya.”

“Thanks Aksan, sepertinya sudah saatnya kami pergi.. kalo kamu mau tinggal sementara sambil menunggu kami silahkan, tapi –“



“Saya ikut mencari dia... !”
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd