Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 7



“Kamu mau kemana, Aksan?” Pak Raharjo memanggil Aksan setelah menolong Dinda.

Dinda yang berdiri di peluk oleh Pak Raharjo ikut menatap ke Aksan.

Aksan menoleh dan menggerakkan bahu ke atas. “Sepertinya saya tidak seharusnya berada di tempat ini.” Jawaban Aksan pada Pak Raharjo.

“Kamu sudah menolong keluarga saya, jadi setidaknya ijinkan saya menjamu kamu di rumah dengan cara yang baik. Tidak seperti tadi, bagaimana?”

“Terima kasih tawarannya, saya menolaknya.” Balas Aksan tanpa basa-basi.

“Apakah kamu akan membiarkan kami berdua berjalan kaki?”

“Bukannya anda punya mobil di depan?” tanya Aksan pada Pak Raharjo.

“Sebelumnya sudah saya katakan, jika saya sedang tidak enak badan. Sulit mata saya untuk fokus ketika sedang menyetir, Aksan.”

“Apa gunanya dia?” Aksan menunjuk ke Dinda.

“Me?” Dinda menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk. “Gu-gue masih syok, belum bisa nyetir.”



Aksan menghela nafas. Lalu tanpa banyak bicara Aksan berjalan meninggalkan Pak Raharjo dan Dinda. Selanjutnya Pak Raharjo mengajak Dinda keluar bersama menuju ke mobil. Dan menemukan Aksan telah duduk di jok kemudi, siap-siap untuk mengantar mereka berdua pulang.

“Yuk sayang !” ajak Pak Raharjo kepada Dinda untuk masuk ke dalam mobil. “Kamu di depan saja, menemani Aksan menyetir.”

“Gak mau, Dinda mau duduk di samping papa.”

“Dinda?”

“Pokoknya Dinda gak mau, Dinda takut sama dia.” Setelah mengatakan kepada Pak Raharjo, Dinda lalu masuk ke dalam mobil duduk di belakang Aksan.

Aksan melihat keduanya dari spion tengah. Pada posisi duduk Pak Raharjo berdampingan dengan Dinda, Aksan lalu menyalakan mobil. Tanpa mendapat perintah, Aksan malah sudah menjalankan mobil meninggalkan gudang tua tersebut.

Selama perjalanan Aksan hanya fokus menyetir saja.

Dinda yang baru saja mengalami kejadian tadi, mengatur perasaannya. Mencoba untuk melupakannya sejenak saja. Karena sejak dulu Dinda selalu mendapat ancaman seperti tadi, namun baru tadi Dinda bisa tertangkap dan di culik.

Apakah dewi fortuna sudah tak lagi berpihak kepada Dinda? Hingga Dinda bisa tertangkap dengan mudahnya?

“Kenapa sejak tadi kamu diam saja Aksan?” Pak Raharjo yang sejak tadi menatap pada Aksan, menegur berniat untuk mengajaknya berbicara.

Aksan sengaja tak menjawab. Dia hanya melirik dari spion tengah saja.

“Lo gak bisu kan cowok?” tiba-tiba Dinda yang merasa kesal, melempar pertanyaan pedis kepada Aksan.

Aksan enggan untuk memberikan respon kepada si gadis. Dia bahkan tak berniat untuk menoleh sedikitpun kepadanya. Aksan rasa, seharusnya si gadis bersikap tidak demikian. Mengingat justru Aksan lah yang menjadi dewa penyelamatnya.

Yang Aksan pikirkan, setelah mengantar mereka berdua pulang. Tujuan Aksan akan kemana lagi? Mengingat saat ini Aksan tidak mungkin kembali ke pondok di tengah hutan. Apalagi Pak Raharjo sudah mengenalnya, juga tim Merdin sudah menemukan Aksan beserta tempat persembunyiannya.

Apakah Aksan akan pergi jauh. Apakah Aksan akan meninggalkan kota ini, dan memilih tinggal di daerah pedesaan? Jika demikian, maka akan sulit bagi Aksan untuk menemukan jawaban atas apa yang selama ini menjadi pertanyaan pada dirinya.

“Helow... hei, nama lo Aksan kan? Kok diam saja di tanyain papa sejak tadi?” Suara Dinda menyadarkan Aksan dalam diamnya sejak tadi.

“Sudah nak, mungkin Aksan sedang malas untuk berbicara dengan orang lain.”

“Astaga, sombong amat jadi orang. Padahal dia akan orang yang makan gaji dari papa.”

“Jadi orang belajarlah untuk berterima kasih, jika tak ingin celaka di tangan saya nantinya.” Aksan tiba-tiba mengeluarkan suara. Aksan tak perduli jika Pak Raharjo berada satu mobil dengannya.

“Eh ! kasar amat sih jadi cowok” Protes Dinda.

“Dinda sudah nak, gak usah gitu sama Aksan. Biar gimana dialah yang menolong kamu.”

“Kan sudah seharusnya dia menolong Dinda, secara –“

“Diamlah.. jangan terlalu berisik.” Gumam Aksan pelan, Cuma cukup membuat Dinda maupun Pak Raharjo terdiam.

Pak Raharjo berfikir, seorang Aksan sangat susah untuk di pegang. Dia seperti Serigala Gurun, dia bukan anjing peliharaan seperti para pengawal yang selama ini bekerja untuknya. Aksan orang yang jauh berbeda. Tak ingin mendapat perintah, tak ingin tunduk pada siapapun.

Jika Aksan makin lama berada di dekat Pak Raharjo, maka mungkin saja Pak Raharjo sendiri yang akan menjadi mangsanya. Akan tetapi jika Pak Raharjo bisa memberikan keinginan si serigala gurun, maka ke depannya tak perlu di tundukkan, dia akan menunduk dengan sendirinya.

Itulah hukum alam yang berlaku. Hukum di hutan dengan di penuhi hewan-hewan liar nan buas. Selayaknya yang terjadi terhadap dirinya yang sedang berada bersama Aksan. Seorang pria yang mendapat julukan di dunia hitam sebagai ‘Wild Death’. Dialah serigala gurun, liar, cepat dan tangguh dalam memburu mangsanya.

Tak berapa lama mobil memasuki pelataran parkir rumah besar Pak Raharjo. Semua penjaga berlari mendekat. Merdin tampak ikut mendekat bersiap-siap untuk menyambut kedatangan mereka. Terlihat juga Barak pun sudah tiba dan berdiri di antara mereka.

Aksan keluar dari mobil terlebih dahulu. Lalu di ikuti Pak Raharjo bersama Dinda.

“Ah syukurlah, Aksan berhasil membantu anda tuan.” Kata Merdin kepada Pak Raharjo.

“Yah berkat dia, putri saya terselamatkan.” Jawaban Pak Raharjo membuat semua pengawal memandang ke Aksan bersamaan. Tak lupa juga, Barak yang masih memandang Aksan dengan pandangan tak menyenangkan.

Sehebat apa sih dia hingga semua orang mengelu-elukan namanya. Pikir Barak sesaat.

Ketika semua orang sibuk kepada Pak Raharjo dan putrinya. Aksan mulai berjalan menjauh, namun Pak Raharjo sadar lalu memanggil namanya. “Aksan...”

Aksan pura-pura tidak mendengar.

“Tahan dia, jangan biarkan dia pergi.” Kata Barak. Semua pengawal serentak berlari dan menahan kepergian Aksan.

Aksan menoleh ke Pak Raharjo, lalu menyeringai. “Sepertinya pertandingan kedua akan segera di mulai, jangan salahkan saya jika klaim asuransi anda membengkak.” Kata Aksan langsung tertuju ke Pak Raharjo.

“Hentikan... hentikan, dia tamu saya.”

“Tapi tuan?” Barak mencoba protes.

“Gak ada tapi-tapian, dia tamu penting saya...”

Merdin tersenyum penuh kemenangan saat Barak di bantah oleh Pak Raharjo.

Pak Raharjo lalu menjelaskan kepada semua tentang kejadian tadi. Ketika dirinya bersama Aksan pergi menolong Dinda. Sedangkan Dinda sendiri, secara diam-diam mencuri-curi pandang pada Aksan. Entah mengapa dia menilai Aksan ini orangnya jahat. Tapi entah mengapa juga pada hati kecilnya yang terdalam, mulai bertanya-tanya ada apa dengan pria itu. Mengapa dia datang menolongnya? Bahkan sebelum ini, pun Aksan pernah menolongnya padahal mereka belum saling kenal. Apakah ini adalah faktor kesengajaan saja? Atau karena dewi fortuna lah yang sengaja mengirim Aksan untuk datang menolongnya.

Lama kelamaan kepala Dinda bisa pecah terlalu banyak memikirkan cowok itu. Mending Dinda masuk saja, dan memilih untuk tidur saja biar besok bisa kembali normal pikirannya.

Tanpa Dinda sadari pun, saat ia berjalan pandangan Aksan terfokus padanya.

“Aksan.. bisa berbicara sebentar di ruangan saya?” Pak Raharjo lalu meminta ke Aksan untuk berbicara sebentar.

“Kalo saya menolak, apakah ada masalah?”

“Hahaha, tentu saja tidak Aksan.” Jawab Pak Raharjo.

“Aksan, ikutlah.. kebetulan saya juga ingin ngomong ma kamu.” Merdin ikut berbicara.

Setelah menimbang-nimbang, Aksan menyetujui ajakan Pak Raharjo.

.

.

Di dalam ruang kerja Pak Raharjo. Aksan duduk di hadapannya bersampingan dengan Merdin. Setelah pelayan membawakan tiga gelas minuman, maka Pak Raharjo membuka pembicaraan.

“Sebelum saya berbicara banyak, saya ingin mengucapkan terima kasih secara pribadi buat kamu Aksan, sudah membantu saya untuk menolong anak saya tadi.”

“Ya, ada lagi?”

“Aksan, dengarkan dulu.. tolong jangan bersikap seperti ini.” Merdin mulai mencoba menegur Aksan.

Pak Raharjo hanya tersenyum sesaat. Lalu melanjutkan apa yang ingin ia jelaskan selanjutnya.

“Jadi begini, setelah saya mempelajari profil kamu. Saya baru tahu, jika kamu pernah punya masalah. Bahkan bukan masalah kecil, melainkan masalah besar.”

“Itu urusan saya”

“Dengar dulu Aksan.”

“Ya.. silahkan di lanjut.” Kata Aksan.

“Begini, saya membutuhkan anda untuk membantu dan menjaga keluarga ini dari para penjahat. Dan saya yakin, kamu pasti membutuhkan juga tempat untuk tinggal saat ini.”

Pak Raharjo diam sesaat. Menunggu respon dari Aksan yang rupanya hanya diam saja.

“Saya pun tidak memaksa Aksan untuk bekerja kepada saya. Tapi tolong, jangan menolak tawaran saya untuk menjadi bagian dari keluarga ini. Seperti halnya Merdin sekarang ini.”

“Hmm, apa saya boleh memilih?” tanya Aksan.

“Silahkan.”

“Sepertinya saya memilih untuk pergi dari sini.” Jawaban Aksan membuat Merdin menarik nafas.

“Hahahaha ! betul tebakan saya, jika kamu pasti akan menolaknya. Tapi, setidaknya kamu tinggal disini dulu untuk beberapa hari saja.” Sedangkan Pak Raharjo, baru saja tertawa dan berucap pada Aksan.

“Apakah tidak aneh, musuh mengajak saya untuk tinggal di tempat ini?”

“Musuh? Siapa musuh kamu Aksan?”

“Kalian.” Jawab Aksan dengan tegas.

“Hahahahaha ! okok ! saya suka dengan cara berfikir kamu, tapi apakah salah jika saya mengajak kamu untuk berteman?”

“Berteman?”



“Bukankah musuh dari musuhmu adalah teman?” Kata-kata yang di ucapkan Pak Raharjo cukup telak membuat Aksan berfikir kembali.

Sepertinya Pak Raharjo sudah mengetahui banyak tentangnya. Bahkan mungkin saja, Pak Raharjo mengenal siapa saja yang selama ini Aksan cari.

Pak Raharjo menatap Aksan dengan senyum penuh arti.

Aksan membalas tatapannya.

Lalu –

“Oke sepertinya saya tidak ada alasan lagi untuk menolak tawaran anda.. tapi saya juga tidak ingin menjadi anak buah kalian, saya hanya ingin mengerjakan apa yang seharusnya saya kerjakan.”

“Bagaimana jika kamu cukup menjadi teman putri saya?”

“Hmm.. siapa? Dinda atau yang sebelumnya?” tanya Aksan.

“Terserah kamu, tapi kalo saya bisa di suruh pilih. Saya memilih untuk menjaga mereka berdua, saya yakin dengan kemampuan kamu, kedua putri saya tidak akan lagi terancam oleh musuh-musuh bisnis saya nantinya.”

“Saya juga manusia, yang bisa berdarah dan bisa mati saat di serang. Well ! saya tidak akan memilih siapapun, saya hanya ingin mengerjakan apa yang seharusnya saya kerjakan.”

“Oke saya terserah kamu saja Aksan. Jadi deal, kita berteman sekarang?” Pak Raharjo mengulur tangannya untuk mengajak Aksan bersalaman.

Aksan menerima ajakan bersalaman dari Pak Rahajo.



-000-



Semalam Aksan memilih untuk menjaga di lantai teratas. Sengaja Aksan duduk di teras lantai tiga. Karena dari atas Aksan dengan mudah melihat sekeliling rumah. Apalagi rumah ini cukup mudah di jangkau oleh penjahat, jika saja para pengawal masih sama seperti saat dia yang melakukannya. Saat dimana dia masuk ke dalam rumah ini tanpa ada yang mengetahui.

Aksan hanya tertidur sebentar, lalu terjaga beberapa saat. Kemudian tertidur lagi dalam posisi duduk menghadap ke luar.

Ketika Aksan selesai mandi. Tiba-tiba Merdin datang mencarinya.

“Aksan.”

“Ya.”

“Bisa temani non Dinda pergi?”

Aksan menghela nafas sesaat.

“Tolonglah, karena hanya kamu yang bisa menjaganya.” Kata Merdin mencoba membujuk Aksan.

“Oke. Sekarang dia mau kemana?” tanya Aksan selanjutnya.

“Sepertinya mau ke kampus.”

“Ya ya ya, baiklah.. saya akan ikut dia ke kampus kan?”

“Iya.”

“Oke !”

.

.

Aksan berpakaian kemeja yang sengaja di siapkan oleh Merdin. Kemeja putih, celana kain dan juga jas hitam selayaknya pengawal untuk menjaga tuannya.

Awalnya Aksan ingin menolak, namun Merdin berkata jika besok dia ingin keluar lagi, maka Merdin sendiri yang akan memberikan uang pada Aksan untuk membeli pakaian yang sesuai dengan pilihan Aksan sendiri.



“Papa, apa-apaan sih.. kenapa harus dengan dia sih?” Dinda protes kepada Pak Raharjo ketika Aksan tiba bersama Merdin di ruang tamu.

“Karena hanya dia yang pantas bersamamu Dinda.”

“Pokoknya Dinda tidak mau pergi ke kampus ma dia, hadehhh apalagi cara berpakaiannya mirip banget ma bodyguard-bodyguard di film layar lebar.”

“Baguslah, berarti saya gak jadi ikut dengan dia kan bos?” kata Aksan tiba-tiba. “Berarti waktunya saya tidur.”

“HEI... ini bukan rumah lo, main se-enaknya tidur di jam kerja.” Kata Dinda protes pada Aksan.

“Jam kerja? Yang sekarang sedang bekerja siapa yah?”

“Grrrrrr !”

“Dinda... sudah ! Pokoknya kamu ke kampusnya harus bersama Aksan.” Pak Raharjo segera melerai mereka berdua.

“GAK !”

“DINDA?” Pak Raharjo ikut meninggikan suaranya, membuat wajah Dinda cemberut.

“Jadi dia harus ikut kemana saja Dinda pergi, gitu ya pa?”

“Ya seperti itu seharusnya.”

“Dinda gak mau, Dinda juga punya privasi sendiri donk”

“Justru karena pemikiranmu seperti itu, hampir membuat kamu celaka sendiri nak.” Kata Pak Raharjo mengingatkan ke Dinda.

“Pokoknya Dinda gak mau pergi sama dia, lagian dia kan harus kerja dan harus menjaga rumah”

“Dinda.. Aksan bukan anak buah papa, dia teman papa dan juga dialah yang membantu papa kedepannya.”

“Fiuhh !” Dinda terdiam sesaat. Lalu, mencibirkan bibirnya tertuju ke Aksan.



“Terus, masa iya Dinda membawa dia ke kampus dengan penampilan dia seperti ini? malu donk Dindanya pa.”

“Terus, maunya kamu dia berpenampilan bagaimana?”

“Au ah ! Dinda gak yakin dia bisa berpakaian bagus.”

“Saya sudah malas berganti pakaian lagi, jadi lebih baik saya seperti ini saja. Mau pergi atau tidak, itu bukan urusan saya.” Balas Aksan yang sejak tadi memilih diam.

“Pokoknya Dinda mau di temani oleh pengawal, yang jelas bukan berpenampilan seperti dia.”

“Saya bukan pengawal anda, jadi tolong di catat !”

“Bodo’” cibir Dinda ke Aksan. “Terus-terus, apa Dinda juga akan membawa dia pergi nongkrong bareng teman-teman Dinda?”

“Ya seharusnya seperti itu.” Jawab Pak Raharjo.

“Itu sama saja dia jadi pacar Dinda donk, kemana-mana harus bareng dia. Malas amat ihh !”

“Kenapa tidak, kamu berpura-pura saja anggap dia pacar kamu, bereskan nak?”



Saat perdebatan masih terjadi. Suara langkah kaki terdengar sedang berjalan keluar.



“Oh iya, kamu.. Nama kamu Aksan kan? Hari ini kamu menjadi pengawalku..” Semua memandang ke arah pemilik suara yang datang secara tiba-tiba.



“Eh kak Linda??”

“Linda?”
 
Hehe tidak apa-apa suhu. meski sejujurnya cerita nubie belum bisa di sama-samakan dengan cerita lejen


Waduh.. mohon maaf suhu, nubie pasti akan gagal membuat karakter Dinda menjadi seperti Lidya Wijaya milik master Tj44 di cerita GREY.
Selow hu... Lanjutkan yg sudah ada. :beer:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd