Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 13



“Papa kenapa Aksan gak jagain Dinda terus ? Kenapa papa malah memilih Aksan kerja di kantoran ?” Dinda yang sepagi ini melihat Aksan berpakaian rapi, langsung bertanya pada Pak Raharjo. Padahal beberapa hari Aksan menemaninya, Dinda mulai merasa nyaman dan tenang. Kekhawatiran terhadap musuh-musuh keluarganya mulai lenyap karena Aksan berada di sisinya. Apalagi Dinda melihat dengan mata kepalanya sendiri, beberapa kali Aksan melumpuhkan orang-orang kuat.

Pantas saja penampilan Aksan berubah seperti hari pertama ingin menemaninya. Aksan yang di hari kedua dan hari-hari selanjutnya berpakaian casual karena di dorong oleh kemauan Dinda sendiri, kenapa kini kembali berpakaian rapi. Jawabannya karena Aksan sudah berstatus sebagai pegawai kantor Pak Raharjo.

“Yang bilang Aksan tidak menemani kamu, siapa sayang ?”

“Terus kenapa dia berpakaian rapi ala kantoran gitu ?”

“Ohh kebetulan aja papa pagi ini mau mengadakan rapat, memperkenalkannya sebagai Asst manajer marketing di divisi Obat generic” kata Pak Raharjo.

“Bukannya papa direktur utama, pemilik perusahaan. Kenapa mesti capek-capek ngenalin dia ke karyawan-karyawan lain ? hummm !”

“Bukan papa yang akan mengenali ke karyawan, melainkan Aksan sendiri yang akan mengenalkan dirinya di temani oleh Hrd nantinya. Bukan begitu Aksan ?” Aksan hanya mengangguk tenang. Ia mengingat penjelasan dari Pak Raharjo semalam, bertemu empat mata di ruang kerja Pak Raharjo.



”Kenapa anda memanggil saya, ini sudah waktu jam tidur.” Aksan baru tiba di ruangan kerja Pak Raharjo. Bertanya.

“Ada hal yang harus saya katakan ke kamu malam ini, dan besok sudah mesti di laksanakan.”

“Hmm ! silahkan jelaskan sekarang.” Aksan tetap berdiri di hadapan Pak Raharjo.

“Duduk saja, biar santai.” Pak Raharjo mempersilahkan Aksan duduk di hadapannya. Aksan mengangguk lalu menarik kursi dan duduk. “Baiklah.. begini, beberapa kali saya mencoba mempelajari profil kamu. Cuma memang pihak pemerintah menutup rapat-rapat, hanya saja ada celah yang akhirnya saya pun menemukan kemampuan kamu di bidang lain”

“Tidak heran, orang sekelas anda dapat dengan cepat mencari tahu data pribadi saya. Baiklah, apapun itu.. saya sebetulnya tidak terlalu perduli.” Senyum tipis tersirat di wajah Aksan. Bukan hal yang perlu di khawatirkan jika Pak Raharjo mengetahui data pribadinya. Karena di samping Pak Raharjo selama ini, ada Merdin yang juga mengetahui segalanya tentang Aksan.

“Kamu tahu, musuh saya sangat banyak. Bahkan sampai sekarang saya belum ketahui siapa musuh sebenarnya.”

“Oke terus !”

“Sebetulnya saya ingin kamu masuk ke jajaran dewan direksi, agar dapat melihat segala penjuru orang-orang yang mencurigakan.”

“Sejujurnya, saya tidak berminat !” Setelah berkata demikian, Aksan bersandar di kursi.

“Saya sudah menebak jawabannya. Cuma ini hanya untuk menemukan mereka.”

“Oke, silahkan lanjutkan saja.”

“Untuk naik ke jajaran direksi, saya juga belum dapat menjamin bisa secepat itu. Karena di perusahaan ini, ada seseorang yang sahamnya lumayan banyak. Dia adalah Rony, yang selama ini menjadi target kekhawatiran saya.”

“Oh ok !”

“Nah saya yakin, dialah orang pertama menolak kamu Aksan.”

“Bukannya anda pemilik perusahaan ini ?”

“Betul, Cuma beberapa tahun yang lalu... saya terkena big problem. Well ! saya membuka diri, memberikan kesempatan pada orang-orang kaya di negara ini untuk membeli saham. Dan terjadilah, saham saya tersisa 54%. Awalnya si Rony ini punya saham 5% saja, namun setahun belakangan ini nilai sahamnya melonjak menjadi 25%.”

“Baiklah silahkan jelaskan, apa yang akan anda lakukan. Dan apa yang bisa saya bantu ?”

“Saya akan ajak kamu bergabung, saya akan letakkan kamu di posisi paling tengah-tengah yaitu asst manager. Cuma ! saya akan memulai di bagian marketing dulu. Bagaimana ?”

“Kenapa harus di bagian marketing ?”

“Ingat ! karena kamu masih harus membantu saya menemani Dinda atau Linda, dan di posisi marketing inilah posisi yang paling pas untuk kamu keluar kantor tanpa ada yang menegurnya.”

“Oke !”



Setelah berbasa-basi, Dinda hanya mengembungkan pipi. Tak dapat membantah keputusan Pak Raharjo. Namun setidaknya Dinda dapat bernafas lega, karena Aksan setelah dari kantor papanya, akan datang ke kampus untuk menemaninya.

“Baiklah Aksan, untuk Dinda.. akan di antarkan oleh Rinto untuk ke kampus. Kamu nanti ke kantor baru menyusul ke kampus Dinda.” Kata Pak Raharjo, telah memerintahkan juga pada Rinto adalah tim terbaik. Walaupun dia adalah salah satu yang pernah di hajar oleh Aksan malam itu. Tapi setidaknya, kemampuan Rinto lumayan untuk melumpuhkan seorang penjahat.

Aksan lalu mengangguk.

Dinda mendengus lalu berjalan lebih dulu setelah berpamitan. Namun ketika baru beberapa langkah, Aksan memanggilnya. “Tunggu !”

“Why ?” Dinda berbalik dan bertanya.

Aksan tak bersuara, ia meraih sesuatu dari saku lalu memberikan kepada Dinda. “Bawa ini”

“Apaan nih ?” tanya Dinda menerima benda kecil dari Aksan.

Bentuknya bulat. Ada sebuah tombol di tengah-tengahnya.

“Tekan sekali, jika kamu merasa ada sesuatu yang tidak menyenangkan.” Terang Aksan pada gadis itu.

“Tenang saja, ada Rinto yang menemani dia.” Merdin yang sejak tadi diam, mulai bersuara.

Aksan tak memperdulikannya. “Tekan dua kali, jika kamu merasa adanya sebuah ancaman mendekatimu.”

“Grrrrr !” Rinto menggertakkan gigi. Seakan dirinya tak berarti di mata Aksan. Merdin sendiri geleng-geleng kepala, dia menyadari kebiasaan Aksan tak perduli oleh orang lain. Bahkan Merdin sendiri, yang paling dekat dengannya pun sama sekali tak di hiraukan.

“Kenapa gue harus ngikutin kata-kata lo, humm ?”

“Lakukan saja, jika masih ingin bertemu dengan saya.”

“Hahahaha, bagus deh. Berarti gue gak perlu menekan tombolnya. Biar gue gak ketemu-ketemu lo lagi.”

“Terserah !” gumam Aksan dingin.

“Sudah-sudah ! Rinto, saya percayakan Dinda”

“Baik tuan.”

“Dah ya.. bye bye, pa Dinda pergi.”

“Iya.”

Kepergian Dinda, tak luput dari tatapan Aksan. Hingga Dinda menghilang di balik pintu rumah.

Setelah itu, Aksan bersama Pak Raharjo berjalan keluar. Aksan menggunakan mobil lain, di temani seorang supir. Sedangkan Pak Raharjo menggunakan mobil lain, dan di temani Merdin beserta dua pengawal lainnya.



-000-



Setelah mengurus beberapa hal, maka Hrd manager atas perintah salah satu tangan kanan Pak Raharjo di perusahaan. Mulai mengajak Aksan berkenalan dengan tim Divisi obat generic perusahaan ini.

“Selamat pagi !”

“Pagi ibu Maya” semua bersuara ketika melihat Maya yang menjabat sebagai HRD manager sepagi ini berkunjung di ruangan mereka. Hal yang sangat langka menurut mereka, apalagi wanita bernama Maya adalah salah satu wanita yang menjadi idaman para karyawan pria bujang/jomblo di perusahaan.

Beberapa pria memandang Maya tak berkedip. Ada pandangan kasih sayang, pandangan penuh nafsu, bahkan beberapa karyawati memandang Maya dengan pandangan iri. Penampilan sepagi ini, Maya kelihatan sangat cantik. Jika berdiri di samping wakil direktur Ibu Linda yang juga anak pemilik perusahaan, mungkin mereka berdua hampir setara kecantikannya. Meski Linda masih menang satu garis dari Maya.

“Aku ingin perkenalkan kepada kalian, Pak Aksara Santoso, atau akrab di sapa Pak Aksan sebagai asst manager baru, membantu Pak Sigit.” Pria yang berdiri di samping Maya mengangguk tenang.

Sekarang pandangan karyawati berganti. Semua pandangan ke arah pria bernama Aksan itu.

“Pak Sigit.. ini bapak Aksan, akan membantu bapak di divisi marketing obat generic.”

“Helo Pak Aksan, senang sekali anda dapat bergabung dengan tim kami.” Sigit berdiri lalu berjalan dan mengajak Aksan bersalaman.

Aksan tak bersuara. Hanya membalas salaman dari pria itu.

Kemudian acara perkenalan pun berakhir. Maya berpamitan dan sempat mengatakan pada Aksan “Selamat bekerja Pak Aksan, jika ada sesuatu jangan sungkan bertanya ke aku ya”

Sejujurnya Sigit merasa sedikit tidak senang. Karena biasanya jika ada karyawan baru harusnya dia dapat andil minimal untuk mewawancarai karyawan itu. Apalagi ini adalah asst manager, yang jelas-jelas masih berada di bawah kepemimpinannya. Namun kekesalan itu tak ia tunjukkan pada semua orang.

Sigit mengajak Aksan mengobrol sejenak. Dan sebelumnya juga menyuruh seluruh karyawan untuk kembali bekerja.

“Pak Aksara San-“ belum juga menyelesaikan apa yang ingin ia ucapkan, Aksan memotongnya.

“Aksan saja.”

“Oke lah Aksan.. btw, sebelum bergabung di sini, apakah pernah bekerja di tempat lain.”

“Iya.” Jawaban Aksan terkesan simple, dan tak ingin berlama-lama berbicara.

“Baguslah, setidaknya punya pengalaman di dunia marketing,”

“Hmm !”

“Pernah memimpin tim kan ?”

“Iya pernah.”

“Berapa jumlah tim yang paling banyak, yang pernah kamu tangani ?”

“Ratusan orang !”

“Wow.. keren ! baiklah, sepertinya saya sudah gak punya pertanyaan lagi. Hehe !”

“Hmm !”

Mendapat sikap demikian, sepertinya makin memancing kekesalan Sigit pada Aksan.

“Sudah punya action plan kedepannya, akan lakukan apa ?”

“Sepertinya belum,”

“Loh.. bagaimana kamu mau bekerja, jika belum punya action plan ?”

“Anda saja yang berikan saya pekerjaan, saya akan melakukannya.”

Mendengar jawaban dari Aksan, Sigin menyeringai tanpa terlihat. Lalu ia pun mengangguk menandakan sesuatu yang baru saja ia pikirkan.

“Begini.. saya ingin melihat dulu kemampuan kamu dalam menjual, jika ingin mendapat kepercayaan dari tim, maka kita harus membuktikan terlebih dahulu kemampuan kita. Bukan begitu?”

“Iya.”

Belum lama mereka mengobrol. Ponsel milik Sigit berdering.

Sigit mengernyit, ini nomor yang sangat-sangatlah langka bisa menghubunginya. Bahkan selama si penelpon mulai menjabat di perusahaan ini, 3 tahun yang lalu. Ini kali kedua kali menghubunginya.

“Tunggu sebentar !” Sigit menyuruh Aksan menunggu. Ia lalu berjalan menjauh dengan raut wajah yang begitu bahagia.

Bagaimana tidak. Linda Raharjo menelfonnya. Adalah sesuatu yang bahkan ia sendiri tak berani memimpikannya.

“Ya halo, selamat pagi Bu !”

“Ini dengan Pak Sigit ?”

“Betul Bu Linda.”

“Ohh ternyata anda sudah menyimpan nomor saya.”

“Hehe ibu bisa saja, gimana bu.. Apa yang bisa saya bantu ?”

“Ada karyawan baru, asst manager di divisi kamu kan?”

“Betul bu,”

“Baiklah, saya butuh bantuan anda...”



Beberapa saat mereka mengobrol. Hingga Sigit berjalan kembali pada Aksan.

Aksan memandang Sigit dengan menyelidik. Sigit mengernyit, tak senang dengan pandangan Aksan itu.

“Kenapa kamu melihat saya?”

Aksan hanya menggerakkan dua bahunya.

“Baiklah, saya ingin beri kamu tantangan.. dalam minggu ini, kamu harus menghasilkan penjualan minimal 1 Milyar.”

1 Milyar ?

Dalam seminggu ?

Aksan tiba-tiba ingin menghajar wajah Sigit. Akan tetapi ia merasa tantangan dari Sigit cukup menarik. Rupanya dia tidak mengenal siapa Aksan sebenarnya. Baiklah ! Aksan menerima tantangan itu, dan berjanji akan menciptakan omset sebesar 1 Milyar dalam seminggu.

“1 Milyar kan ? Baiklah.. di tunggu saja” Setelah berkata, Aksan berdiri dan berjalan meninggalkan Sigit yang menatap dengan pandangan meremehkan.



-000-​



Selepas jam kuliah pertama. Dinda mengajak Lita sahabatnya untuk jajan di kantin. Rinto yang sejak tadi stand by di luar kelas, melihat Dinda berjalan keluar langsung bersiap.

“Ohhh sudah lama gak di jagain, kenapa sekarang-“ Lita ingin menyelesaikan pertanyaannya, Cuma Dinda menyela.

“Elah, gue tiap hari di jagain.. Cuma penjaga sebelumnya gak tau kenapa, pas pertama kali mau nemenin gue di kelas, tiba-tiba ngilang gitu aja.”

“Lah ?”

“Masih ingat yang gue negur elu pagi-pagi, nyeritain kejadian gue pulang dari appartemen lo, kan ?”

“Iya iya, gimana-gimana tuh kelanjutannya?”

“Nah pengawal gue ada sih, Cuma tiba-tiba aja ngilang.”

“Lah andai terjadi apa-apa gimana ?”

“Gue sempat nyariin, Cuma dia kayak setan gentayangan gitu. Muncul tiba-tiba di depan gue, dan ngomong gini” Dinda tiba-tiba memperagakannya, “Saya selalu melihatmu, jadi tidak perlu mencari saya.”

“Hehe dasar aneh !”

“Ya begitulah.”

Kedua gadis cantik itu berjalan. Lita sempat melirik ke belakang, ke pengawal bernama Rinto. Perawakan Rinto seakan mengingatkan Lita kepada seseorang.

Raut wajah Lita tiba-tiba menjadi aneh.

“Kenapa beib ?” tanya Dinda.

“Gak.. gak apa-apa sayang.”

Dinda ikut berbalik, dan menatap pada Rinto dengan mengernyit. Emang ada yang aneh dengan pria di belakang mereka itu ? Batin Dinda bertanya-tanya.

“Lupakan aja Dinda... mungkin karena gue belum bisa ngelupain seseorang !”

“Lo ngingat mantan lo lagi?” Anggukan Lita, membenarkan raut wajah kesedihannya itu. Berarti gadis itu telah mengingat mantan kekasihnya dulu. Yang juga membuat Lita sangat putus asa dulunya.

Bagaimana tidak !

Kabar yang dia terima setelah berbulan-bulan tidak bertemu dengan kekasihnya itu, ialah dimana kekasihnya tak di temukan. Hanya sahabatnya saja yang di temukan tewas di tempat setelah mendapat serangan dari musuh yang tak di kenal. Itulah kabar yang di dapatkannya dari pihak pemerintah. Yang makin menyedihkan lagi, adalah kabar tentang mereka, dua orang yang begitu dekat dengan Lita adalah penghianat negara.

Butuh 2 tahun untuk Lita melupakan tentang masa lalunya, dan menatap masa depan. Cuma sesekali, ingatan masa lalunya itu muncul.

Sama seperti sekarang ini. Bagaimana pun, masa lalu Lita adalah kenangan terindah dalam hidupnya. Bisa di cintai oleh kekasihnya dulu yang telah tiada, adalah kebahagiaan yang tak tergantikan. Meski semua orang menganggap kekasihnya adalah penghianat bangsa. Dan jenasah belum ditemukan hingga sekarang. Cuma dia percaya, jika kekasihnya itu telah ikut meninggal dan sengaja di sembunyikan oleh pihak pemerintah untuk menutup aib.

Satu hal yang Lita yakini. Adalah ‘kekasihnya’ yang telah pergi, bukan penghianat bangsa. Melainkan di khianati.

“Semoga kamu tenang selamanya sayang...” Lita bergumam pelan, sambil memegang kalung pemberian kekasihnya dulu. “Kak Aksan... hiks ! hiks ! jagain dia buat Lita. Tungguin Lita akan nyusul di surga dan kita ngobrol bertiga lagi seperti dulu. Hiks ! hiks ! kak Ronald, kak Aksan. Lita kangen kalian.”

“Astagaaaaaa lo nangis sayang...” Dinda menyadarinya, langsung memeluk tubuh Lita sahabatnya.

Tubuh Lita berguncang. Dinda sadari, jika saat ini Lita membutuhkan seseorang yang dapat menghiburnya. Dan Dinda siap menemani sahabatnya itu. Lagi dan lagi, untuk melewati masa sulit seperti sekarang ini. Meski Dinda belum pernah bertemu dengan pria yang membuat Lita seperti ini, tapi Dinda yakin pria itu adalah pria yang baik.

Ketika Dinda dan Lita masih berpelukan. Dari arah kejauhan, seseorang menggunakan jaket kulit. Kaca mata hitam dengan tatapan yang tak terlihat dari balik kaca mata hitamnya, memandang pada mereka bertiga. Lebih tepatnya pada Dinda.

Senyuman pria itu sangat menyeramkan.

Jangankan Dinda. Bahkan seorang Rinto tidak menyadari, jika sejak meninggalkan rumah, pria berjaket kulit itu sudah mengikuti hingga di kampus.

Rinto yang diam sejak tadi, merasa di tempat terbuka ini bukan hal yang baik. Maka ia pun menyentuh lengan Dinda.

“Non... sebaiknya kita tidak perlu berlama-lama di lapangan terbuka seperti ini. Baiknya kita di kantin atau di kelas saja.”

Dinda tersadar. Ia pun mengangguk, lalu mengajak Lita menuju ke kantin.



Dalam hitungan detik. Pria berjaket tadi tiba-tiba menghilang.

Rupanya entah bagaimana caranya, pria itu sudah berjalan beberapa meter di belakang Rinto dan kedua gadis itu.

Begitu terlihat sebuah tembok besar yang menghalangi pandangan orang-orang. Juga karena kesibukan masing-masing orang yang berlalu lalang, membuat si pria berjaket tersenyum penuh kepuasan. Rencana dia hari ini tentu saja akan berhasil. Juga dia adalah type pembunuh yang selalu mempunyai rencana matang. Kampus tempat Dinda, telah di pelajarinya dua hari ini. Beberapa tempat, titik, kemungkinan ia akan mengkeksekusi targetnya. Meskipun dia mengingat pernyataan dari tuannya untuk tidak membunuh, namun senyum penuh arti di wajahnya mengisyaratkan bahwa dia tidak akan mengikuti kemauan tuannya itu. Dia di kenal seorang psiko yang kerap kali menyiksa bahkan memakan korbannya secara hidup-hidup.

Pria berjaket itu melangkah lebih cepat. Hingga begitu tiba di ujung tembok, ia bergerak cepat dan melingkarkan lengan kanan di leher Rinto. Krekk ! suara tak terdengar oleh Dinda maupun Lita, adalah suara leher yang baru saja di patahkan. Rinto tewas, dan tubuhnya tertarik oleh pria berjaket dan di sembunyikan di balik tembok.

Pria itu mempunyai tugas di awal. Yaitu membereskan mayat Rinto, lalu mulai melanjutkan aksinya pada gadis bernama Dinda. Apalagi Dinda sekarang ini sudah tidak ada yang kawal. Sangat mudah bagi pria itu untuk menangkapnya.

.

.

Berbeda dengan Dinda dan Lita. Dinda di awal menyadari tak terdengar langkah kaki Rinto lagi di belakangnya.

“Loh kemana tuh orang ?” Tanya Dinda sendiri. Lita ikut menoleh.

“Mungkin ke toilet”

Gak! ini gak mungkin. Yang Dinda ketahui, selain Aksan semua pengawal yang bekerja pada Pak Raharjo, akan selalu taat dan patuh pada Dinda. Jangankan ke toilet, bergeser sedikit saja dari pandangan Dinda mereka tentu tidak akan melakukannya. Apalagi ini ke toilet. Kenapa dia berani-berani tidak meminta izin padanya?

“Lo gak ngerasain aneh gak, Lit?” Dinda mencoba mencari jawaban lain pada Lita.

Lita menggeleng. “Hmm ! gak tuh, mungkin benar dia ke toilet.”

Beda Dinda, Beda Lita. Dinda yang sering di hadapkan dengan kondisi aneh seperti ini, langsung berfikir ada sesuatu yang akan terjadi. Dia lalu meraih ponsel dan ingin menelfon papa nya.

Ketika mencari nomor Pak Raharjo. Dinda mengingat sesuatu.

Benda yang diberikan Aksan pagi tadi. Dinda segera mencari di tasnya, ia menemukan benda itu.

“Apaan tuh?” Lita bertanya.

“Hufhh ! bukan apa-apa Lit, Cuma benda gak berharga doang nih !”

“Halaaahhh, masa iya benda gak berharga gitu bisa lo simpan. Dinda loh, gak mungkin akan menyimpannya. Bener gak ? Hehe !”

“Yee gak percaya, nih gue mau buang nih.” Ketika Dinda ingin membuangnya, tiba-tiba Lita menahan dan merampas benda kecil itu dari tangan Dinda. “Ehhh napa lo yang ngambil ?”

“Kalo lo gak mau, biar buat gue aja. Hehe !” tanpa sadar, Lita yang memegang benda itu. Jemarinya menekan tombol sekali di bagian tengah-tengahnya. Klik !



Berselang 5 detik. Benda itu di genggam Lita, membuat tombol tertekan sebanyak dua kali oleh telapak tangan gadis itu sendiri. Klik ! Klik !



-000-



Aksan yang berada di ruang kerja. Rupanya sejak tadi bingung mau ngapain. Dia berdiri sebentar kemudian duduk lagi.

Menunggu kabar dari Pak Raharjo untuk menyuruhnya pergi, dan kembali menemani Dinda di kampus. Timbul pertanyaan dalam diri Aksan, apakah Pak Raharjo melupakannya ?

Apakah Pak Raharjo tak mengkhawatirkan keselamatan Dinda? Setelah berfikir demikian, kening Aksan mengernyit. “Ahhh ! kenapa saya malah mengkhawatikan gadis bodoh itu.”

Ketika dia sedang melamun. Sigit tiba-tiba berjalan mendekat ke meja Aksan.

“Gimana, sudah memikirkan bagaimana cara mengejar penjualan yang saya targetkan ?” tanya Sigit pada Aksan.

“Hmm ! belum”

“Loh sudah sejam kamu duduk disini, belum melakukan apapun. Apakah –“

“Lebih baik anda menjauh, sebelum anda menyesal !” Aksan menatap tajam pada Sigit.

“Ohhh kenapa kamu mengancam saya, saya ini atasan kamu.” Aksan tak menghiraukan Sigit. Dia berdiri, lalu menyenggol siku pria itu. “Biadabbb ! tidak menghargai saya.. haha ! jangan kira kamu bisa bertahan lama di perusahaan ini, apalagi Bu Linda yang secara terang-terangan ingin menyepakmu.”

Aksan tentu saja mendengarnya. Ia bebalik, dan memandang pada Sigit dengan pandangan meremehkan. “Cihhh ! katakan pada Linda, saya akan mendapatkan apa yang ia perintahkan ke anda. 1 milyar kan ? kecil, dan jika saya berhasil katakan pada Linda, wajib mencium anda sebanyak 2 kali. Bagaimana ?”

Wow ! Wow ! tawaran yang begitu menggiurkan bagi Sigit. Jika Aksan yang kalah, tentu saja dia akan mendapat minimal senyuman dari Linda. Jika pun dia di kalahkan oleh Aksan, setidaknya dia akan di cium dua kali. Namun bagaimana cara mengatakannya pada Linda? Bertemu saja belum tentu berani, apalagi mengatakan hal yang memalukan seperti itu. Mengingatnya saja, tubuh Sigit merinding dan mulai membayangkan yang tidak-tidak.

“Tenang saja, saya yang akan mengatakan langsung ke dia.”

“WHATTT ?”

Dengan santainya, Aksan menghubungi nomor Linda yang ia dapatkan sejak awal membantu Pak Raharjo, dari Pak Raharjo sendiri.

“Halo !”

“Siapa ini?”

“Hoho saya Aksan !”

“HE ! ngapain lo nelfon gue?”

“Begini !” Aksan berjalan mendekat ke Sigit. Lalu meloadspeaker ponsel. “Saya paham, jika kamu telah menyuruh manager disini untuk memberikan saya tantangan. Bukan begitu?”

“Iya.. kenapa, apakah lo takut dengan tantangan itu ?”

“Saya terima tantangan kamu, tapi ada syaratnya.”

“APA ITU, INGAT ! KAMU JANGAN MACAM-MACAM, kalo-“

“Kalo tidak ingin apa ? hoho ! saya hanya ingin kamu mencium manager itu sebanyak dua kali, bagaimana ?”

“BANGSAAAAT ! TIDAK MAU“

“Ya sudah, saya pun tidak akan menerima tantangan anda ! cukup adil kan.”

Lama Linda terdiam di seberang. Lalu dengan berat hari, karena ia yakin seyakin-yakinnya jika Aksan tidak akan berhasil memenangkan pertaruhan ini, maka ia pun mengiyakan pada Aksan. “Iya gue terima.”

“YES !” Bukan suara Aksan, melainkan suara Sigit yang girang.

“Eh itu suara siapa ?” Tut ! Tut ! Tut!

Tanpa menjawab pertanyaan Linda, Aksan memutuskan sambungan telfon. Ia menatap pada Sigit dengan seringaian.



“Se-serius tuh ?”

“Kan anda dengar sendiri, kalo Linda yang angkuh menerima tantangan saya.” Aksan menaruh ponselnya ke dalam saku.

“Te-terus ?”

“Terus bagaimana ? Haha ! saya hanya menanyakan sekali dan tidak akan bertanya kedua kalinya. Pilih saja.. Kamu ingin mendapat pujian dari Linda karena berhasil mengalahkan saya, atau mendapat ciuman dua kali dari Linda, jika membantu saya untuk menghasilkan penjualan 1 milyar dalam seminggu ini... bagaimana ?”

“Dasar Licik !” gumam Sigit.

“Silahkan berfikir. Dan saya tunggu jawaban anda besok. ! Hoho.” Aksan sengaja ingin pergi meninggalkan Sigit.

Begitu baru dua langkah, tiba-tiba terdengar suara alarm di ponsel dalam saku Aksan.

Bip ! Bip ! Bip !

Suara itu, hanya Aksan saja yang mengerti artinya. Adalah sebuah alarm yang telah berbunyi karena seseorang telah menekan tombol on-nya.

Tanpa permisi pada Sigit. Aksan segera berlari keluar dari ruangan.

Bukan melewati lift melainkan tangga darurat. Aksan lalu menekan tombol di ponselnya. Karena suara itu berasal dari ponselnya yang telah ia connect kan dengan sebuah alat yang ia berikan pada Dinda.

Aksan langsung mendapat notifikasi. Memerintahkan pengguna agar menekan tombol untuk mendengar voice dalam applikasinya. Hal ini terjadi, jika tombol on di tekan dua kali, sama seperti yang Aksan jelaskan pada Dinda pagi tadi.

Aksan mendengar voice di ponsel dengan cara meloadspeaker.

“Eh Lit, balikin” Aksan mengetahui itu suara Dinda.

“Lah katanya mau di buang, berarti ini buat gue donk. Hahaha !”

“Jangaaaan, lo ihhhh ! keadaan genting gini malah ngajakin bercanda.”

“Keadaan genting, emangnya segenting apa sih ?”

“Pengawal gue ngilang tiba-tiba gini, pasti ada yang gak beressssss ! duhhhh”

“Ya elahhhh, dah ah... pokoknya ini buat gue byeee !”

“LITAAAAAA TUNGGUUUU, KALO LO AMBIL BENDA ITU, GUE GAK BAKAL BISA MINTA BANTUAN DIAAAAA LAGI... Dan dan dan,”

“Dan apa? Huh!”

“Dan gue gak bakal bisa ketemu dia lagi selamanya,”
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd