Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 17



Setelah kejadian di rumah sakit tiga hari yang lalu, Aksan maupun dua gadis yang merawatnya malam itu sudah kembali beraktivitas seperti biasanya. Aksan melakukan aktivitas di pagi hari bekerja di kantor Pak Raharjo sebagai asst manager marketing. Ketika pukul 10 pagi dia akan meninggalkan kantor untuk mengunjungi Dinda di kampus. Selama di kampus pun, Aksan selalu menjaga jarak agar dia tidak bertemu dengan Lita. Bukan apa-apa, Aksan masih belum bisa menjelaskan sekarang ini ke Lita kejadian yang sebenarnya. Kejadian yang mengakibatkan dia kehilangan sahabatnya si Ronald.

Di lain sisi setiap harinya juga si Lita selalu bertanya pada Dinda mengenai Aksan. Namun apa daya, Dinda sejujurnya tidak menyadari keberadaan Aksan di dekatnya. Menurut Dinda atas penjelasan Pak Raharjo jika Aksan sedang menjalani pekerjaan yang berat di kantor. Memang sebelumnya Dinda menanyakan pada Pak Raharjo akan hal ini. Untung Aksan lebih cepat bergerak saat itu. Mendatangi ruang kerja Pak Raharjo untuk meminta persetujuan dari rencana Aksan, jika tidak maka Aksan memilih untuk meninggalkannya sekarang juga. Aksan tak ingin membantu Pak Raharjo lagi dalam segala hal.

Pak Raharjo sangat memahami keinginan Aksan. Karena di sini tidak ada yang di rugikan sama sekali. Juga bukan hal yang sulit bagi Pak Raharjo untuk mengaturnya. Maka dari itu, scenario kali ini sungguh baik di lakukan mereka.

Aksan yang menjaga jarak dari Dinda. Pak Raharjo pun tetap akan menggunakan jasa Aksan untuk hari-hari berikutnya. Di rumah pun sama. Aksan selalu memilih untuk tidak di ketahui keberadaannya oleh Dinda. Rumah yang seluas itu sangat mudah bagi Aksan untuk menghindar dari gadis itu.

Setelah memastikan Dinda dan Lita baik-baik saja di kampus. Tepat pukul 1 siang Aksan mendapat telfon dari Pak Raharjo untuk kembali ke kantor.

Aksan sudah di berikan sebuah mobil bekas. Aksan tak menuntut untuk diberikan sebuah kendaraan selama ini, namun Pak Raharjo memahami akan kondisi Aksan jika terlalu banyak berkeliaran di luar sana justru membuat keadaan semakin buruk. Maka dari itu dia berinisiatif menawarkan Aksan sebuah mobil.

Kini Aksan mengendarai sedan camry warna hitam keluaran tahun 2014. Mobil yang juga dulunya pernah di kendarai Merdin. Akan tetapi Merdin sudah mendapat pengganti mobil baru, yang bertype sama namun tahun keluarannya baru.



Tiba di kantor…

Belum banyak yang mengenal Aksan di kantor. Hanya segelintir orang saja yang mengenalnya. Bagian depan security pasti mengenal Aksan bekerja di kantor ini. Hanya saja jabatannya seperti apa, mereka tidak akan pusing. Salah satunya juga di bagian marketing dan juga petinggi di bagian HRD. Aksan cuek berjalan tanpa perduli pada tatapan orang-orang padanya.

Sosok Aksan cukup cuek dan terkesan dingin. Parasnya tidak jelek, juga bukan lelaki yang memiliki wajah seperti pangeran yang akan membuat mata gadis manapun membelalak melihatnya. Wajah yang di miliki Aksan tidak se-special itu. Bukan seperti wajah pemeran utama yang selalu di gambarkan sempurna di setiap cerita-cerita maupun di film.

Cuma cara Aksan berjalan selalu menjadi perhatian beberapa orang. Badan tegap, cuek, dingin menjadikan setiap orang yang melihatnya merasa aneh.

Aksan di panggil Pak Raharjo, adalah direktur utama perusahaan.

Tiba di lantai teratas, dua pengawal di sisi kiri dan kanan terlihat setelah pintu lift terbuka. Mereka berdua mengetahui kedatangan Aksan, mengangguk sambil melempar senyum hormat padanya. Mereka berdua mengetahui kemampuan Aksan, tak ingin lagi mencoba untuk mencari gara-gara. Apalagi Aksan datang ke sini, tentunya mempunyai urusan dengan Pak Raharjo.

“Saya di panggil sama bos.” Aksan tetap saja mengatakan maksudnya datang ke sini.

“Iya silahkan bos.” Kata salah satu pengawal.

“Kalian tidak ingin memeriksa saya ?” Aksan menatap keduanya dengan penuh heran. Seharusnya siapapun yang datang ke tempat ini baik keluarga maupun kawan, mereka berdua tetap harus melakukan prosedur keamanan.

“Hehehe tidak perlu bosku.”

Aksan hanya menggoyangkan bahu. “Baiklah, saya ke dalam dulu.”

“Siap”

“86 bosku”

Pintu ruangan terbuka.

Pak Raharjo sedang duduk memandang berkas-berkas di meja kerjanya. Mengetahui kedatangan Aksan, ia mengangkat wajah melihat pada Aksan.

“Masuk Aksan.”

Merdin sedang duduk di depan Pak Raharjo ikut menoleh ke belakang. Merdin mengangguk ketika bertemu pandang dengan Aksan.

“Duduk Aksan.” Pak Raharjo lalu mempersilahkan Aksan untuk duduk di samping Merdin.

“Sebelumnya saya hanya ingin mengatakan pada anda, jika saya tidak mendapatkan pemeriksaan keamanan dari awal masuk hingga tiba di ruangan ini… pantas saja para penyusup dengan mudahnya masuk memasang peralatan seperti yang pernah kita temukan untuk mencari tahu gerak-gerik kalian”

“Oh ya ?” Pak Raharjo berkata sambil melirik pada Merdin. “Bukannya ini tugasmu Merdin?”

“Baik tuan saya akan memperketat lagi peraturan keamanan.”

“Jika perlu, di bagian security harus di lakukan prosedur pengamanan. Saya rasa security kalian di depan tidak mempunyai kemampuan apa-apa selain berdiri di terik panas matahari” setelah berkata demikian, Aksan tersenyum meremehkan. Apa yang dikatakannya sungguh masuk akal. bahkan Merdin dan Pak Raharjo menyayangkan kelemahan mereka sekarang ini.

“Apakah saya harus mengganti mereka dengan orang-orang yang mempunyai kemampan bela diri ?”

“Saya tidak berkata seperti itu, saya rasa mereka cukup mendapatkan pelatihan saja.”

“Baiklah… Merdin, kamu tahu apa yang mesti kamu lakukan ?”

“Baik tuan, saya akan kerjakan hari ini.”

“Oke…”

Aksan lalu mengangguk tenang. Selanjutnya tanpa basa-basi lagi, bertanya pada mereka. “Ada apa memanggil saya ?”

“Begini –“

Merdin yang ingin menjelaskan pada Aksan, di sela oleh Pak Raharjo. “Biarkan saya yang jelaskan, Merdin.” Setelah mendapat anggukan dari Merdin, Pak Raharjo melanjutkan. “Sepertinya musuh kita yang pertama show up, adalah si Barsono.”

Aksan tetap diam saja. Sedangkan Merdin mengangguk tenang di samping Aksan. Tak berencana untuk menyela penjelasan dari Pak Raharjo.

“Saya sudah membereskan mayat yang kamu bunuh, dan kami baru mendapat kabar jika orang yang kamu bunuh adalah orang suruhan Barsono. Dengan begitu Barsono sudah menabur genderang perang terhadap kita… Cuma bagi saya seorang Barsono tidak mungkin segegabah itu langsung beraksi, seharusnya Barsono adalah orang yang tenang.

Sampai disini mungkin ada hal lain… atau pihak lain yang juga tanpa di ketahui oleh Barsono, memberikan bayaran kepada orang yang kamu bunuh untuk beraksi cepat. Untung saja kamu menggagalkannya.”

“Seharusnya ini bukan urusan saya, dan juga saya tidak mengenalnya.”

“Betul Aksan, akan tetapi saya paham betul apa yang Barsono inginkan dari saya dan juga perusahaan saya.”

“Hubungannya dengan tujuan saya kesini apa ?”

Pak Raharjo dan Merdin awalnya saling memandang setelah mendengar pertanyaan Aksan. Mereka juga bingung harus menjelaskan bagaimana pada Aksan sekarang ini. Yang jelas bagi mereka tujuan untuk mengajak Aksan dalam masalah ini, adalah agar mereka lebih kuat dari yang di miliki Pak Barsono.

“Baikah, saya harus menjelaskan sesuatu dulu kepada mu Aksan. Kamu mencari tahu siapa dalang dari penyerangan tim kamu kan? Justru sekaranglah saatnya kita mulai pencaharian dari orang-orang itu.”

“Orang itu ?” Aksan bergumam.

“Oke saya bertanya dulu ke kamu, apakah kamu sempat melihat wajah salah satu dari para penyerang itu ?”

“Hmm ! samar-samar.”

Pak Raharjo memperlihatkan sebuah foto dari ponselnya. “Apakah dia ?”

Aksan melihat foto di ponsel. Lalu menggelengkan kepala.

“Berarti bukan dia.”

“Siapa dia?”

“Dialah orang yang bernama Barsono, musuh lama saya.” Jelas Pak Raharjo pada Aksan.

“Terus ?”

“Mungkin dia bagian dari para penyerang, atau mungkin dia adalah satu kesatuan dengan mereka.”

“Jangan bertele-tele menjelaskannya, langsung pada poin utamanya.” Ujar Aksan yang tak ingin berlama-lama lagi.

“Aksan… kami sedang membuat suatu proyek besar. Dan untuk menarik minat kamu ikut bersama kami adalah dengan menjelaskan ke kamu yang sebenarnya.”

“Apapun yang anda buat, bukan urusan saya.”

“Bisa dengarkan dulu penjelasan saya hingga akhir?”

“Oke silahkan.”

Pak Raharjo mulai menjelaskan secara global sebuah proyek yang sedang ia dan juga putrinya Linda kerjakan. Adalah sebuah proyek yang bekerjasama dengan pemerintah, di namakan XZ021. Atas kemampun Pak Raharjo yang ahli fisika dan kimia, telah mendapatkan sebuah serum untuk meningkatkan ketahanan tubuh manusia agar tidak mudah terkena virus-virus yang menyebar di dunia ini. Salah satunya mungkin virus Flu.

Bahan dasar serum itu hanya Pak Raharjo yang mengetahuinya. Jika proyek ini berhasil, maka daya tahan tubuh manusia di bumi ini akan meningkat dan tidak mudah terkena penyakit-penyakit ringan. Bukan hanya itu saja kemampuan serum itu. Jika memang apa yang sedang di pikirkan Pak Raharjo terbukti, mungkin saja serum itu dapat menjadi obat penyakit-penyakit besar jika di konsumsi dua atau tiga kali lipat, semisal penyakit kanker.

Perusahaan Pak Raharjo bergerak di bidang farmasi. Jika proyeknya berhasil, maka dapat di pastikan perusahaan miliknya akan menjadi nomor satu perusahaan farmasi di Negara ini bahkan di dunia.

Oleh karena itu, banyak pihak yang ingin menggagalkan proyek itu. Bahkan ada juga pihak yang ingin mencuri nya dari tangan Pak Raharjo. Salah satunya Pak Barsono. Kala itu dengan terang-terangan meminta pada Pak Raharjo untuk membeli dengan jumlah yang begitu besar terhadap proyek tersebut jika sudah berhasil dibuktikan, kalau Pak Raharjo tidak menyetujuinya maka Pak Barsono akan merampasnya langsung.

Jadi pada dasarnya jika proyeknya berhasil maka Pak Raharjo mungkin akan menjadi orang terkaya nomor satu di Negara ini. Dan tentu saja dia menjanjikan pada Aksan melakukan semua upaya agar dapat menemukan orang yang di carinya. Di Negara ini, apapun dapat dibeli dengan uang menurut Pak Raharjo. Bahkan dengan terang-terangan Pak Raharjo mengatakan pada Aksan, jika dia bisa menjadi orang nomor satu maka dia akan mengumpulkan para mafia terkuat di Negara ini untuk bersatu dengannya, dan ketika saat itu datang Pak Raharjo akan mengundang Aksan untuk melihat sendiri orang-orang yang hadir. Tidak mungkin di antara semua mafia yang hadir, tak ada satupun yang di kenal Aksan dalam penyerangan kala itu.

“Saat itu datang, silahkan kamu melakukan tugas kamu melenyapkan dia.”

Aksan terdiam sesaat.

“Bagaimana ?”

“Menarik…” Aksan bergumam. “Kapan proyek kalian selesai ?”

“Masih proses uji coba dulu, kalau berhasil akan saya infokan ke kamu.”

“Baiklah.. masih ada lagi yang ingin anda jelaskan ke saya ?”

“Selama masa proses pengerjaan proyek itu, saya meminta ke kamu secara personal untuk menjadi bagian dari kami.”

“Saya masih belum mengerti, apa yang anda inginkan.”

“Menjaga semua orang yang terkait dalam proyek ini, agar terhindar dari segala macam bahaya.” Ujar Pak Raharjo. Raut wajahnya penuh ke khawatiran, itu yang tertangkap oleh Aksan barusan.

“Selama saya masih berada di sini, berarti kapan pun saya akan bantu jika memang dibutuhkan.”

“Thanks Aksan.”

Aksan mengaggukkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang akan mereka bahas, Aksan meminta izin untuk meninggalkan ruangan Pak Raharjo untuk kembali bekerja.

.

.

Aksan kembali ke ruangan marketing. Apa yang di jelaskan padanya tadi, sebetulnya bukan tujuan utama baginya. Karena tujuan Aksan kembali ke indonesia adalah mengungkap siapa sebenarnya dalang dari penyerangan anggota Black Kapatuli kala itu.

Cuma saja Aksan berfikir jika ingin menemukan siapa dalangnya maka dia harus mencari tahu dulu dari bagian terkecil. Karena yang di cari Aksan sejujurnya masih belum di ketahui siapa dan dimana keberadannya. Bahkan petunjuk sedikitpun untuk merujuk pada mereka, masih belum Aksan temukan. Yang jelas bagi Aksan tak ingin mengambil tindakan yang gegabah yang malah akan membuatnya hancur.

Sudah baik, Pak Raharjo mau menampung dan memberikannya identitas baru. Jadi Aksan masih mempunyai waktu dan juga dukungan dari Pak Raharjo untuk mencari tahu secara perlahan-lahan. Apalagi yang dijelaskan Pak Raharjo tadi di ruangan. Jika proyeknya berhasil maka dia akan membantu Aksan sekuat tenaga untuk menemukan musuh sebenarnya. Dengan kata lain Aksan tidak bekerja sendiri seperti yang selama ini ia bayangkan saat berada di pelarian.

Tiba di ruangan marketing obat generic, Sigit yang merupakan atasan langsung Aksan lebih dulu memandang ke arahnya. Rupanya dia sudah sejak tadi mencari Aksan. Mengingat taruhan dia kala itu untuk mencapai penjualan 1 milyar dalam kurun waktu seminggu.

“Akhirnya saya bisa bertemu kamu juga, Aksan.”

Aksan memandang pria di hadapannya dengan pandangan remeh.

“Dari mana saja selama ini ? ingat loh, taruhan kamu untuk mencapai penjualan 1 milyar dalam seminggu ini. Apakah kamu sudah mendapatkannya?” Tanya Sigit pada Aksan.

“Ohh !”

Sigit menahan kesal atas sikap Aksan barusan. Setelah menghelakan nafasnya, Sigit kembali bertanya pada Aksan. “Kamu kenapa masih terlihat santai, Aksan ?”

“Oh santai.. haha, bukannya kamu yang akan mencarikan saya omset sebesar itu.”

“Apakah kamu mengira saya akan mengikuti perintahmu ?” balas Sigit sambil menggertakkan gigi.

Semua orang di ruangan tampak berbisik-bisik. Semua mengarah pada Aksan dan Sigit yang sedang berseteru siang ini. Aksan yang selalu mendapat pandangan negative dari semua tim yang ada, mulai menertawakannya dari jauh. Habis lah sudah riwayat Aksan kali ini. Begitulah yang mereka pikirkan.

“Kamu yakin tidak ingin mendapatkan dari dia ?”

“Maksud kamu?” Sigit bertanya balik pada Aksan.

“Hoho jangan pura-pura mati, bukannya kamu menginginkan di cium oleh Linda kan ?” tanpa perduli pada Sigit, Aksan menyebut nama Linda tanpa embel-embel ibu. Bahkan Sigit yang lebih tinggi jabatannya di perusahaan ini, sama sekali belum pernah memanggilnya demikian, bahkan dalam mimpi pun Sigit selalu memanggil Linda dengan sebutan ibu Linda.

“Kamu jangan sembarang ngomong.”

“Ya sudah, jika kamu membatalkannya… biar saya saja yang menciumnya.” Balas Aksan.

“Hahahahahaha, apakah kamu sudah mempunyai omset sebesar itu?”

“Belum.. kenapa, apa kamu meragukan saya ?”

“Sepertinya. Hahahaha, saya gak yakin kamu bisa mencapai omset segitu apalagi ini tinggal dua hari lagi.”

Aksan terdiam sesaat. Dia lalu menatap wajah Sigit dengan raut wajah yang aneh.

“Kenapa kamu menatap saya,”

Aksan tanpa hormat menarik tubuh Sigit agar mendekat padanya.

“Jangankan ciuman, bahkan lebih dari ciuman kamu bisa lakukan padanya. Gimana ? kurang apa lagi penawaran dari saya. Huh ?” bisik Aksan kemudian.

“Bajingan kamu Aksan.”

“Hahahaha, saya bajingan… kamu apa dong?”

“Fak !”

“Sudahlah Sigit… saya melihat di mata kamu, jika sebenarnya kamu juga menginginkan Linda kan ?”

Sigit menghela nafas panjang. Kemudian memaksa diri untuk terlepas dari Aksan.

“Ini kesempatan kamu, jika kamu menolaknya… maka kamu tidak akan pernah punya kesempatan kedua untuk menciumnya. Dan saya janji, kamu pasti akan mendapat ciuman itu darinya setelah kamu membantu saya. Bagaimana ?”

“Ca-caranya ?” Sigit yang terbata-bata dan ragu bertanya pada Aksan.

“Sudah… kamu cukup mencarikan omset sebesar itu, nanti kamu akan mendapatkan hasilnya.”

“Semudah itukah ?” perlahan-lahan Sigit mulai tertarik lagi dengan tawaran dari Aksan. Siapapun itu, tak akan menolak mendapat ciuman dari seorang Linda. Wanita cantik yang selalu di sebut sebagai permata Raharjo. Adalah wanita tercantik di perusahaan ini, bukan hanya cantik, tapi juga seksi.

“Ya semudah itu, bahkan jika kamu menginginkan lebih darinya… pun semudah itu kok.”

“Bangsat ! kamu serius Aksan, dan kata-kata kamu apakah bisa di pertanggung jawabkan ?”

“Ya…”

“Baiklah, saya setuju dengan tawaran kamu… saya sudah punya order sebesar itu, kapan kamu mau mengklaim menjadi milik kamu ?”

“Hmm besok saja, bagaimana ?”

“Oke… besok kamu juga sudah harus melaksanakan janjimu.”

“Hoho itu pasti.”



-000-



Berdiam diri di appartemen. Lita memakai kaos oblong longgar berwarna putih duduk di atas sofa dengan dua kaki tertekuk. Dari celah di bagian bawah tampak jelas jika Lita tak menggunakan celana, hanya menggunakan Cd saja berwarna krem. Duduk dalam diam, Lita memandang beberapa foto di dinding, adalah foto-foto kenangannya bersama Ronald dulu. Banyak kenangan indah bersama pria itu, apalagi mereka telah mengikrar janji untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan setelah Lita menyelesaikan kuliah.

Namun yang terjadi sungguh memilukan hati Lita. Informasi yang Lita dapatkan dulunya adalah Ronald telah menghianati Negara nya sendiri dan bekerja sama dengan para pemberontak untuk menghancurkan semua tim yang bertugas kala itu. Bahkan yang Lita ketahui Ronald dengan teganya membunuh Aksan sahabat kecilnya.

Setelah kejadian itu, Lita hampir saja menjadi gila. Semuanya begitu cepat berlalu, dan Lita sama sekali tak ingin hidup lagi. Apalagi ketika kabar berikutnya yang Lita dengar, jika Ronald juga di temukan telah tewas.

Sudah cukup baginya menanti selama ini. Sudah cukup bagi Lita untuk menjaga cinta dan kesuciannya hanya untuk Ronald.

Lita tak ingin hidup lagi.

Namun, untung saja kala itu Lita mendapat support penuh dari kawan, sahabat dan saudara. Dengan upaya berbagai pihak, akhirnya Lita bisa melanjutkan hidupnya kembali. Meskipun kenangan indah bersama Ronald kerap kali hadir dalam pikirannya.



Akan tetapi. Setelah kejadian penculikan bersama Dinda, kenyataan lain hadir di hadapan Lita. Adalah Aksan yang telah di kira meninggal, malah muncul di depan Lita dalam keadaan hidup-hidup.

Apa yang sebenarnya terjadi ?

Mengapa justru Aksan masih hidup ?

Berbagai pertanyaan dalam diri Lita masih belum terjawab. Kondisi yang sangat susah untuk bertemu dengan Aksan, membuat Lita di rundung kesedihan.

“Tidak… aku gak boleh putus asa. Pasti Aksan sedang sembunyi, dan takut menemuiku.” Gumam Lita sendiri.

Setiap harinya dia hanya bertanya pada Dinda tentang keberadaan Aksan, namun yang di Tanya juga tidak mengetahui keberadaan Aksan sekarang ini. Lita paham, Dinda pasti tidak bohong kepadanya. Dan ini semua hanya akal-akalan Aksan saja yang ingin menghindar darinya.

Jadi ada baiknya Lita sendiri yang harus mencari keberadaan Aksan dimana.

Orang yang pertama muncul dalam ingatan Lita untuk ditanya, adalah ayah Dinda Pak Raharjo. Pasti dia mengetahui dimana Aksan sekarang.

Lita harus memberanikan diri bertemu langsung dengan Pak Raharjo tanpa sepengetahuan Dinda.



-000-



Di dalam ruangan CEO. Linda duduk di singgasana sedang mengobrol santai dengan Andrew tunangannya.

Awalnya mereka mengobrol santai, lalu ketika Linda seperti sengaja memasang ekspresi penuh gairah akhirnya tak dapat menahan keinginan Andrew.

“Andrew apa yang ingin kamu lakukan ?”

“Siapa suruh masang senyum mesum gitu.” Bujuk Andrew ketika dia berdiri dan berjalan memutari meja kerja Linda.

“Astaga ndrew, semalam kan udah… lagian ini masih di kantor.”

Kata-kata Linda tak sebanding dengan gerakan yang di perbuat. Tak ada penolakan berarti, dia tetap menginginkan sentuhan dari Andrew. Bahkan ketika tangan Andrew sudah mulai menyentuh bagian tersensitifnya, Linda malah memejamkan mata.

“Ndrew… nanti ada orang yang masuk.” Kata Linda sambil mendesah. Merasakan hawa panas dalam tubuhnya ketika tangan Andrew mulai nakal menyerobot masuk di bagian dadanya.

Andrew sengaja membuka dua kancing blazer yang digunakan Linda, lalu menyingkap bra hingga tangannya bisa meraih payudara milik kekasihnya itu.

Andrew lalu menyerang mengecup dibagian leher Linda.

“Ndrewww uhh geli sayang.”

Andrew hanya tersenyum penuh kemenangan. Lalu ia memutar kursi Linda membuat posisi Linda membelakangi meja. Kedua kaki dibuat mengangkang oleh Andrew. CD berwarna merah muda terpampang jelas dihadapan Andrew.

Mata sayu dengan bibir terbuka setengah, sangat menggugah buat Andrew untuk segera menghajarnya. Andrew menyambar bibir itu, dan mereka saling melumat. Ciuman mereka sangat panas, di iringi suara dercikan air liur yang saling berbagi.

“Uhhh Ndrew buruan masukkin aja.” Pada dasarnya Linda memang memiliki kemauan seks yang tinggi. Tanpa menunggu lama, kedua tangannya bekerja membuka celana panjang beserta CD Andrew.

Ekspresi Linda sangat menggairahkan. Ekspresi yang benar-benar haus akan seks di tunjukkan pada Andrew. Batang kemaluan Andrew sudah tegap berdiri dan bersiap-siap untuk menancap pada lubang kemaluan Linda yang baru saja terlihat setelah cd berwarna merah muda di singkap olehnya.

“Ndrew ohhhh tusuk buruan sayang !” bujug Linda yang sudah dipenuhi kehausan.

Andrew yang tak ingin buru-buru menancapkan batang kemaluannya, hanya tersenyum sambil menggesekkan saja di bibir kemaluan Linda.



Baru ingin memasukkan, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar.

Untung saja mereka sempat mengunci ruangan. Jadi orang dari luar tak dapat masuk langsung ke ruangan.

“Ndrew… oughhh gak usah perduli orang di luar, buruan masukin.” Kata Linda.

“Sapa tau itu papa kamu.”

“Uhhh dia lagi meeting, kok!”

Berulang kali, ketukan di pintu terdengar. Dari pelan kini menjadi keras, sepertinya tak ada orang yang berani melakukan itu. Bahkan Pak Raharjo saja jika mengetuk ruangan Linda selalu pelan dan hanya tiga kali ketukan saja.

Kali ini ketukan itu berulang-ulang dan cukup cepat.

“Siapa sih orang yang mengganggu kesenangan kita.” Ujar Andrew ikut kesal.

“Ahhhhhhh, mau cari mati tuh orang.” Ujar Linda.

“Ya udah bukain aja dulu sayang, kali aja penting.” Kata Andrew sambil memakai celana kembali.

“Awas… lo jangan pulang dulu, gue masih gantung.”

“Iya sayang hehe!”

“Fiuhhhhh.” Linda mau gak mau, merapikan pakaiannya lalu beranjak dari duduknya. Melangkah gontai menuju ke pintu.

Pintu terbuka. Dan yang di awal Linda temukan adalah senyum menjengkelkan dari Aksan.

Linda membelalak sambil memandang pada Aksan. “ADA PERLU APA, LO BERANI BERTEMU MA GUE ?”

Aksan tak menjawab. Dia nyelonong masuk ke dalam ruangan.

Di ikuti oleh seseorang berjalan dibelakang Linda. “Kamu ?” Dia Sigit, dan Linda heran kenapa mereka berdua ke ruangan dia. Apa tujuan mereka berdua bertemu dengannya ?

“Hoho ternyata ada kamu juga,” Kata Aksan ketika melihat Andrew yang berdiri di dekat meja kerja Linda.

“Apa yang kamu inginkan ?” Tanya Andrew pada Aksan. Tubuh Andrew gemetaran bertemu lagi dengan Aksan. Orang yang terakhir kali menonjok wajahnya dan mempermalukan di depan semua orang.

“Oh ya, yang seharusnya bertanya itu saya. Kenapa anda berada di kantor ini, sedangkan anda bukan bagian dari-“ Aksan tak melanjutkan kalimat yang di ucapkannya, dia melirik pada Linda yang sudah berjalan masuk dan terhenti tepat di sebelah Andrew. “Ohya, hampir lupa. Kalian sudah bertunangan.”

“Pak Sigit, ada apa ini… kenapa anda mengajak dia keruanganku?” Linda malah bertanya pada Sigit yang berdiam diri dibelakang Aksan.

“Anu bu… itu,”

“Halah, dasar cemen.” Gumam Aksan pada Sigit. “Biar saya yang jelaskan.”

“Ya silahkan jelaskan tujuan kalian berdua bertemu denganku.” Kata Linda.

“Saya ingin menagih janji.” Kata Aksan selanjutnya pada Linda.

Kening Linda mengernyit. “Janji ?”

“Yah janji… karena saya sudah berhasil mencapai taruhan yang anda berikan.” Jelas Aksan dengan ekspresi menyeringai.

“Apa-apaan ini, dia CEO kalian… dan kenapa kalian menagih sesuatu secara tidak hormat?” Andrew yang menyadari keanehan, langsung menyela di tengah-tengah pembicaraan.

“Yang tidak hormat itu, anda. Anda adalah orang lain, berarti anda tidak di izinkan berbicara di sini… mengerti ?”

“Eh ! kamu berani sama saya?” kata Andrew memandang pada Aksan.

“Berani-berani saja, emang kamu mau saya melakukan apa ? dan bagian mana yang ingin saya hajar lagi ?”

“Bangsat !”

“Halah Cuma bisa ngomong kasar saja, tapi gak berani… Lemah !” kata Aksan menyadarkan Andrew pada kejadian kala itu.

“Sudah-sudah… Aksan, aku mohon dengan sangat jangan cari keributan disini.”

“Hahahaha, ibu ratu Linda yang terhormat. Saya sedang tidak ingin cari ribut kok, saya Cuma ingin menagih janji anda saja.”

“Tolong jelaskan apa janji itu ?”

“Mencium dia.” Kata Aksan blak-blakan sambil menunjuk Sigit yang sudah gemetaran dibelakangnya.

“WHAT ? Apa-apaan ini ?” Andrew lagi-lagi menyela.

“Sekali lagi memotong pembicaraan saya, maka anda akan bertemu dengan malaikat pencabut nyawa.”

“Grrrrr !” Andrew jadi takut. Apalagi melihat ekspresi Aksan yang sepertinya sedang tidak bercanda atas ucapannya barusan.

Linda menghela nafas panjang. Dia mengingat janjinya kala itu dengan Aksan, maka ia melirik pada Andrew sesaat. Dia juga mengenal karakter Aksan seperti apa, jika pria ini menginginkan sesuatu maka sangat susah untuk melarangnya. Sekuat apapun pengawal yang akan dihadirkan Linda sekarang untuk menghalangi Aksan, tentunya tidak akan berguna.

Dan sekarang mereka sedang berada di kantor. Sebagai seorang CEO, tentu saja mendapat omset selama seminggu sebesar 1 milyar dari orang biasa seperti Aksan adalah sesuatu yang patut diberi appresiasi.

Linda memutuskan untuk menyuruh pulang Andrew terlebih dahulu. Bukan berarti dia pun menyetujui keinginan Aksan untuk memberikan ciuman pada Sigit.

“Ndrew… mending kamu pulang dulu, biarkan aku ngobrol dengan mereka.”

“Fiuhhh kamu yakin sayang ?”

“Ya… tidak mungkin Aksan akan melakukan hal yang memalukan… bukan begitu Aksan ?”

“Ya… tenang saja!”

Dengan berat hati, Andrew mengikuti keinginan Linda yang menyuruhnya pergi. Juga mau gak mau, rela menahan gairahnya yang belum tuntas tadi.

Sepeninggalan Andrew, maka Linda duduk di kursi kerjanya.

“Silahkan kalian berdua duduk.” Lalu mempersilahkan Sigit dan Aksan untuk duduk.

Aksan rupanya sejak tadi memperhatikan Linda. Ada yang aneh pada diri gadis itu. Apalagi melihat kening si gadis yang berkeringat, juga nafas yang tidak beraturan. Membuat Aksan mulai menebak gadis itu baru saja melakukan sesuatu sebelum mereka berdua tiba. Kalau bukan baru selesai berolah raga, berarti baru saja melakukan hal yang tidak wajar.

Jawaban terakhir adalah kesimpulan yang di ambil Aksan. Apalagi Aksan mengetahui sepasang kekasih itu, selalu saja tidak melihat tempat dan waktu melakukan hubungan terlarang. Aksan juga pernah melihat sendiri mereka berdua melakukan hubungan itu di rumah.

Cuma sejauh ini Aksan gak ingin membahasnya. Dia pun duduk di samping Sigit.

“Baiklah, silahkan jelaskan apakah kamu Aksan sudah mencapai target yang aku berikan?” Linda mulai membuka pembahasan.

“Su-sudah bu.” Sigit yang menjawab pertanyaan Linda.

“Ohh baguslah.”

“Apakah kamu keberatan jika aku menolak taruhan itu, Sigit ?”

“Ti-tidak bu.”

“Cihhh ! saya yang keberatan.” Aksan menyela dengan cepat.

“Why ?”

“Yah karena saya sudah janji ke dia, bahwa kamu pasti menciumnya.”

“Fiuhhhh, jika aku melakukannya… sama saja membuat harga diriku jatuh, apakah kamu tidak memperdulikannya, Aksan ?”

“Ohh tentu saja saya perduli, lagian di barat sana. Mencium seorang pria bukan hal yang memalukan, dan biasa saja dilakukan oleh mereka.”

“Tapi ini di Indonesia Aksan.”

“Saya malas berdebat. Saya tidak menginginkan tawar menawar, dan silahkan realisasikan janji anda pada saya dan juga dia.”

“Haruskah sekarang ?”

“Ya… sekarang !”

Karena tak ada pilihan lagi, maka Linda menghela nafas panjang lalu mengangguk pelan.

Tentu saja melihat Linda seperti itu hati Sigit berbunga-bunga. Sebentar lagi dia akan mencium gadis cantik dihadapannya ini. Gadis yang angkuh, tapi sangat cantik dan seksi. Bahkan Sigit sejak awal sudah memimpikan kejadian hari ini. Maka dari itu dia diam-diam berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan omset dalam beberapa hari ini.

Melihat ekspresi menjijikkan dari Sigit. Aksan hanya geleng-geleng kepala saja.

“Baiklah… silahkan lakukan sekarang.”

“I-ini serius bu ?”

“Ya sesuai janji ku ke kalian.” Gumam Linda.

Selanjutnya Linda memejamkan mata mempersiapkan dirinya buat Sigit untuk mencium bibirnya.

Sigit menoleh sesaat pada Aksan.

Aksan hanya menggidikkan bahu saja tanpa mengatakan sesuatu.

Tak ingin menunggu lama, Sigit beranjak dari duduknya dengan perasaan yang tak menentu. Perlahan-lahan ia membungkukkan tubuhnya. Dengan detak jantung yang begitu cepat, Sigit memejamkan mata dan bersiap-siap mencium bibir gadis idolanya.

Sedikit lagi dia berhasil mencium bibir merekah milik Linda.

Namun –

Mulut Sigit terhenti karena adanya penghalang.

Sigit dan juga Linda merasakan adanya penghalang yang menyentuh di mulut mereka berdua, lalu membuka mata.

Tatapan Linda penuh Tanya pada Aksan.

“Ke-kenapa ?” Sigit bertanya pada Aksan. Yang ternyata sudah menghalangi mulut Sigit sebelum menyentuh bibir Linda dengan telapak tangannya.

“Saya tidak mengatakan bahwa ciuman itu adalah ciuman di bibir.”

“Maksud kamu, Aksan ?” kini Linda yang bertanya.

“Ckckckckck. Saya tidak perlu menjelaskannya, cukup anda mencium dia di pipi saja. Tidak perlu berkorban hingga berciuman bibir seperti itu, kecuali memang anda yang menginginkannya sendiri.”

“Bajingan kamu Aksan.”

“Eit… eit, saya tidak salah loh saya kan hanya menjelaskan taruhannya adalah ciuman… bukan berarti anda dengan semaunya sendiri malah memilih mencium di bibir. Hahahaha, dasar otak mesum.”

“Fiuhhhh, jadi gimana ?” Linda bertanya.

“Sesuai yang saya katakan tadi, silahkan cium dia di pipi saja. Ok ?”

“Ya sudah, lebih baik seperti itu.” Linda yang tidak ingin membuang waktu sebelum Aksan berubah pikiran, segera mencium pipi Sigit. Cup ! hanya sekali saja.

Gak dapat ciuman bibir, di pipi saja sudah cukup membuat Sigit sebahagia ini. Senyum di wajahnya mereka, sambil memandang pada Aksan.

“Sudah kan ?”

“Su-sudah.”

“Kalau begitu, yuk balik lagi.” Kata Aksan sambil mengajak Sigit untuk keluar dari ruangan.

“Baiklah… bu Linda, saya minta maaf sudah mengganggu waktu ibu.” Kata Sigit dengan ekspresi yang menjijikkan bagi Linda.

“Ya silahkan pergi.”

Sigit dan Aksan beranjak bersama.

Ketika mereka sedang berjalan keluar, Linda memandang tubuh Aksan dari belakang tanpa berkedip.



“Aksan…” gumam Linda memanggil Aksan.

Aksan menoleh sejenak.

“Aku boleh ngobrol sebentar denganmu ?”

“Hmm boleh, kapan ?” Tanya Aksan. Sigit ikut menghentikan langkah, dan berharap dirinya ikut di tahan Linda di ruangan.

“Pak Sigit, silahkan tinggalkan ruangan ini… dan biarkan Aksan berbicara empat mata denganku.”

“Baik bu.” Rupanya Sigit kecewa, namun tetap saja dia mengikuti perintah Linda untuk keluar dari ruangan meninggalkan Aksan.

Sepeninggalan Sigit, Aksan telah duduk di depan Linda.

Aksan sengaja memandang ke arah lain, ketika menyadari sejak tadi Linda malah menatapnya.

“Aksan…”

“Kenapa ? Cepat katakan apa yang ingin anda bicarakan dengan saya.” Aksan kini membalas tatapan Linda. Melihat kening Linda yang masih keringat, Aksan menghela nafas panjang.

“Kenapa kamu menghela nafas kayak gitu, apakah kamu takut berhadapan denganku?”

“Ya jelas saja takut. Saya tidak mau menjadi korban.”

“Korban ?”

“Haha ! maaf saya bercanda, meskipun saya paham jika sekarang kamu sedang di rundung gairah yang tinggi, benar begitu kan ?”

“A-apa yang kamu katakan Aksan?”

“Gak ada pengulangan kalimat, sudah ! sepertinya saya harus kembali ke bawah.”

“Aksan… apa kamu bisa membaca pikiran orang lain?”

“Tidak..”

“Lalu kenapa kamu mengatakan jika-“

Aksan segera menyela dan menjawab apa yang ingin di tanyakan Linda padanya.

“Tuh… butiran keringat kamu yang menjelaskan ke saya, dan juga saya bisa mencium aroma yang mencurigakan di ruangan ini.”

“Hahahaha, kamu tuh sangat pandai dalam segala hal. Bahkan aku sendiri bisa tertangkap basah olehmu.”

“Makanya… lain kali, kalo mau melakukan harus ingat tempat dan waktu dong”

“Ma-masalahnya, fiuhhhh-“

“Masalahnya apa ?”

“Lupakan saja.”

“Ya sudah, kalau tidak ada lagi… Saya pergi.”

“Iya.”

Aksan lalu beranjak dari duduknya, dan segera ingin berjalan keluar dari ruangan Linda.

Baru dua langkah, Linda memanggil nama Aksan kembali. “Aksan…”

“Apalagi sih ?”

“Bagaimana penilaian kamu terhadapku?”

“Hmm, cantik… seksi, dan satu lagi. Menyukai seks !”

Linda tersenyum dengan wajah memerah. Rupanya Aksan pun mengetahui jika dia sangat menyukai seks. Sungguh sesuatu yang sangat memalukan bagi Linda.

“Sepertinya aku gak perlu nutup-nutupin lagi ke kamu. Hehehe”

“Masih ada lagi ?” Tanya Aksan yang ingin pergi.

“Bisakah kamu membantuku untuk kali ini saja ?”

“Bantu apa ?”



“Menuntaskan yang tadi sempat tertunda.”
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd