Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 19



Bandara international Soekarno Hatta. Bersama dengan Andy dan beberapa pengawalnya, siang ini Pak Barsono menjemput seseorang. Tamu terhormat Pak Barsono bernama Pak Dendi, adalah salah satu bos mafia yang menguasai Pulau Borneo. Pak Barsono sengaja mengatur pertemuan ini karena ada maksud dan tujuannya, apalagi mengetahui jika salah satu tangan kanan Pak Dendi adalah orang yang hebat.

Pak Dendi ini di kenal sebagai salah satu orang kejam, bahkan beberapa bagian dari underworld juga mengetahui seluk beluknya. Bukan hanya perusahaannya yang sebagian bergerak di bisnis gelap, melainkan dia mempunyai satu organisasi Assassin/para pembunuh bayaran yang sangat terlatih selama ini. Organisasi ini sudah 3 tahun ia bentuk dan beberapa tim terhebatnya, jasanya sering digunakan hingga ke mancanegara.

Pak Barsono tak perlu menunggu di pintu kedatangan. Sebagai orang yang mempunyai duit, cukup mudah baginya untuk menunggu Pak Dendi di ruang VIP Bandara.

Beberapa pria berjas hitam berdiri menunggu di pintu masuk. Mereka dengan mudahnya masuk ke area bandara dengan kondisi membawa senjata di balik jas mereka.

Andy yang duduk bersama Pak Barsono baru saja menerima telfon dari seseorang.

“Bos sepertinya dia sudah tiba.” Kata Andy mengatakan pada Pak Barsono jika orang yang mereka tunggu sudah tiba.

“Oh ok ! kita menunggu di sini saja”

“Baiklah.”

Tak begitu lama, empat orang pria berjalan dari arah pintu masuk. Salah satunya adalah Pak Dendi. Dari gayanya saja sudah dapat di tebak jika dia adalah pemimpin dari rombongan itu. Menggunakan jas putih, kaca mata hitam dengan kumis lebat berjalan di ikuti oleh para pengawalnya yang sengaja ia ajak ke ibu kota.

“Welcome to Jakarta, Bos Dendi.” Pak Barsono beranjak dari duduk dan segera berjabat tangan dengan Pak Dendi.

“Pak Barsono, apa kabar ?” Balas Pak Dendi pada Pak Barsono.

“Seperti yang anda lihat lah.. Oh ya, mau langsung atau ?”

“Saya sedang menunggu dua orang anggota saya, mungkin kita menunggu beberapa menit lagi.” Kata Pak Dendi.

“Baiklah.. silahkan duduk dulu.” Pak Barsono mempersilahkan Pak Dendi untuk duduk. Sejenak ia memperhatikan orang-orang yang datang bersama pria itu, hingga pandangannya pada Pak Dendi di sertai kening yang mengernyit bertanda tanya. Seseorang yang seharusnya ingin ia temui malahan tidak hadir. “Oh iya.. Dodi tidak ikut bersama anda, bukannya dia selalu bersama anda ?”

“Dia sedang ada kerjaan di singapore kemarin, hari ini dia berangkat ke sini bersama Jenifer.” Jelas Pak Dendi. Ia paham sekali jika Pak Barsono ini bertemu dengannya hanya sebagai formalitas semata. Karena tujuan Pak Barsono yang diketahuinya adalah ingin menyewa jasa timnya.

“Jenifer ?”

“Ya… dua orang terbaik saya.”

“Oh ya ? Berarti sekarang Dodi sudah punya saingan”

“Dodi is the best… itu menurut saya.”

Andy yang sejak tadi diam, baru saja menyeringai tanpa ada yang sadari. Biar bagaimana pun, Andy sama sekali tak perdulikan sehebat apapun orang yang di maksud. Sebelum ia menguji kemampuan orang itu, maka Andy tetap menilai jika orang itu biasa-biasa saja. Meski tampang dari luarnya menyeramkan.

Sama seperti Pak Dendi saat ini. Menurut Pak Barsono ini adalah orang yang special, Cuma bagi Andy masih biasa saja. Andy hebat, dan dia adalah yang terbaik di miliki oleh organisasi Yakuza kala itu. Negeri sakura tempat asalnya, pun belum ada yang dapat menandingi kehebatannya dalam bertarung.

Pak Barsono yang sempat menyadari sikap Andy, hanya bisa tersenyum memberikan code padanya agar bersikap biasa saja.

“Oh iya, ini Andy kan yang sempat anda ceritakan ke saya ?” Pak Dendi melihat Andy. Perawakan Andy yang biasa saja, cenderung seperti pria biasanya membuat Pak Dendi menyeringai. “Penampilan dia tidak seperti yang saya bayangkan.”

“Oh iya, dia satu-satunya orang kepercayaan saya.”

Melihat penampilan Andy memang tak akan ada yang menyadari jika dia mempunyai kemampuan tersembunyi yang begitu mengerikan. Tubuh Andy tidak tinggi, tidak juga kekar. Apalagi wajah Andy tidak menggambarkan seseorang yang telah tak terhitung banyaknya melenyapkan nyawa orang.

Pak Dendi lalu mengangguk tenang. Namun dalam hati dia masih memandang remeh kemampuan Andy. Dia percaya jika Dodi maupun Jenifer dengan mudah mengalahkannya jika diberi kesempatan untuk uji coba kemampuan.

30 menit lamanya mereka menunggu. Akhirnya Dodi dan Jenifer tiba dan langsung menghampiri mereka.

Dodi yang berperawakan tinggi, memakai jaket beserta topi. Wajah yang penuh dengan brewok, berjalan membawa tas ransel di punggungnya. Di sampingnya adalah seorang gadis cantik, memiliki wajah blesteran yang siang ini memakai kaca mata hitam. Tubuh gadis itu proporsional banget, juga tak ada yang menyadari jika dia adalah salah satu pembunuh bayaran terbaik yang dimiliki Pak Dendi.

Setelah berkenalan, mereka semua pergi meninggalkan Bandara menuju ke tempat rahasia Pak Barsono.



-000-



Beberapa hari ini Aksan berfikir keras. Apakah sudah waktunya dia menceritakan pada Lita kejadian yang sebenarnya atau tidak. Namun setelah Aksan pikir-pikir lagi, sebenarnya mengapa dia tidak menjelaskan saja kan juga semua pasti akan di ketahui oleh Lita nantinya.

Setelah berdiam sejenak di ruangan kerjanya. Maka Aksan meraih ponselnya, lalu menghubungi nomor Lita.

“Halo siapa ini ?” suara Lita terdengar di seberang ketika menjawab panggilan telfon dari Aksan.

“Lit… saya Aksan.”

“Kak ? akhirnya kakak menghubungi Lita..”

“Kamu sibuk hari ini ?”

Sejak lama Lita menunggu kabar dari Aksan, mendapat telfon dari Aksan tentu Lita akan mengcancel semua rencana dia hari ini.

.

.

Aksan menggunakan mobil menjemput Lita di titik yang sudah di beritahukan oleh Lita barusan. Adalah depan lapangan karena kebetulan dekat dari appartemen Lita.

Mobil berhenti di depan Lita yang sedang berdiri memeluk tas.

Awalnya Lita bingung.

“Ayo.” Setelah kaca terbuka, Aksan yang sedang duduk di kemudi memanggilnya.

“Kak… kirain siapa”

“Ayo naik.”

“Baik kak.” Lita segera masuk ke mobil.

Lita memakai kemeja kuning, celana jeans, mengikat rambutnya dan tampak sedang duduk di sebelah Aksan. Penampilan Lita siang ini cukup simple namun tetap terlihat cantik. Aksan melirik ke Lita sambil geleng-geleng kepala.

Terbersik ingatan beberapa pecan lalu, ketika Aksan menolongnya di gudang tua.

“Kak kenapa?” Tanya Lita menyadari sikap Aksan barusan.

Aksan hanya diam tanpa menjawabnya.

“Kakak sejak dulu gak pernah berubah” gumam Lita tak mendapat respon dari Aksan.

Ingatan Lita sempat pada kejadian ketika Ronald kekasihnya masih hidup. Ketika Aksan yang selalu saja dingin dan cuek pada orang lain. Aksan sebetulnya type cowok yang baik, juga perhatian pada orang lain yang telah akrab dengannya.

Lita mengenal Aksan dan Ronald pada kejadian yang tidak di sengaja.

Dalam diamnya, Lita mengingat kejadian itu.



4 tahun yang lalu…

Lita bersama temannya sore itu sedang nongkrong di café dalam mall. Mereka tampak sedang bercanda ria bersama membahas banyak hal.

Awalnya Lita biasa saja sama seperti temannya yang lain. Santai dan ketawa-ketiwi hingga pandangannya teralihkan ke salah satu meja. Terdapat kumpulan cowok, perawakan mereka hampir sama. Rambut yang semua modelnya sama, Lita langsung menyimpulkan jika mereka pasti adalah pasukan penegak hukum. Mungkin polisi atau tentara.

Yang membuat perhatian Lita masih tak berpaling dari arah meja itu, adalah karena ia sempat berpandangan dengan salah satu pria. Memiliki pandangan yang tajam dan dingin. Pahatan yang bagus pada wajah si pria, bahkan beberapa detik Lita berpandangan dengannya dan sempat membuat garis senyum di wajah akan tetapi respon si pria tetap tak berubah. Apakah ada yang salah dari wajahnya hingga pria itu memandangnya aneh seperti itu.

Lita lalu menggerakkan bahu. Setelahnya memilih untuk tak melihat ke pria itu dan kembali fokus dengan candaan kawan-kawannya.

Di antara 5 orang gadis, bukan Lita yang paling menonjol baik dari sisi penampilan maupun kecantikannya. Justru Lita cenderung memiliki penampilan yang biasa-biasa saja. Cuma di antara kelimanya justru Lita yang mempunyai wajah cantik nan ayu. Khas berwajah indo banget. Tatapan yang sayu yang selalu membuat orang tertipu, menilai jika Lita sedang bersedih meskipun kala itu Lita sedang ceria dan bahagia.

Jika dapat di bayangkan, wajah Lita ini sama seperti wajah salah satu artis indo dengan inisial nama DS saat masih abege seumuran dengan Lita, yang sempat memerankan film AADC.

Di tengah-tengah candaan para gadis, tiba-tiba berdiri sosok pria di sebelah kawan Lita.

“Hai.. maaf mengganggu.”

Tatapan semua gadis tertuju pada pria itu. Tak terkecuali Lita yang kini merasa terkejut atas kedatangan dia. Pria yang sejak tadi memandang kepadanya, apa yang sedang pria itu lakukan sekarang ini ? Lita menebak-nebak maksud tujuan si pria berdiri di situ.

“Iya kak.”

“Iya mas.” Ada yang memanggilnya dengan sebutan kak, ada pula yang memanggil dengan sebutan mas.

“Hahahahaha…” dari arah meja para cowok, terdengar tawa terbahak-bahak. Para gadis hanya melirik sesaat pada meja tersebut lalu kembali fokus pada si pria ini. “Kayaknya ada yang bakal kalah taruhan nih. Hahahahah !”

Dasar cowok ! palingan mereka sedang taruhan siapa yang berani mendekati mereka para gadis. Pikir semua gadis di meja itu.

“Maaf mengganggu.”

“Iya kak, sudah dua kali kakak ngomong gitu. Hehe”

“Hehe… kenapa mas ?”

“Nama kamu siapa ?” tanpa basa-basi lagi, si pria langsung bertanya pada Lita.

Para gadis bingung pada si pria. Bukannya bertanya hal lain, atau berbasa-basi dulu ini malah langsung menanyakan nama.

"Lita di tanyain tuh"

Lita bahkan sejak awal belum mengeluarkan suara. Ia jelas kaget si pria bertanya malah kepadanya, bukan pada teman-temannya yang memiliki kecantikan di atas dirinya. Lita masih menatap si pria dengan bingung. “Kakak kenal ma aku ?” Lita bertanya balik.

“Tidak.. Berarti nama kamu Lita.” Si pria masih saja memasang sikap dingin, sama sekali tak menunjukkan sikap seperti cowok lainnya jika saja ingin berdekatan atau berkenalan dengan perempuan.

Tidak ada sikap manis-manisnya yang di tunjukkan si pria.

“Busyet.. langsung nanya nama gitu.”

“Hahahah cool man.”

“Kalo kakak namanya siapa ?”

Si pria tidak merespon gadis lainnya. Dia masih tetap memandang pada Lita.

Lita yang mendapat pandangan dari si pria mulai terlihat salah tingkah. Senyum di wajahnya terlihat aneh.

“Sombong si kakak ihh”

“Maaf saya kebetulan perlunya sama dia.” Si pria berucap sambil menunjuk pada Lita.

“Emangnya ada apa sih kak ? lagian kakaknya kelihatan gak ramah, aku juga gak kenal kakak.”

“Ohh ! maaf..” ujar si pria.

“Huuuuuuuu… mamposs lo Aksan.” teriak para cowok dari meja sebelah.

Pria itu menyeringai dan melihat pada kawannya.

Rupanya si pria yang tidak terpengaruh dengan bully para kawannya, masih tetap tak berniat beranjak dari posisinya. Seringaian pada wajahnya kembali terlihat sambil memandang pada Lita. Ada sesuatu yang sedang ia rencakan sekarang ini, selanjutnya dia pun mulai ingin menjelaskan maksudnya pada gadis itu.

“Kamu lihat dia ?” si pria menunjuk pada salah satu kawannya yang paling keras suaranya ketika membully tadi.

Semua mata para gadis bersamaan menoleh ke arah yang di tunjuk.

“Hu um… kenapa kak ?” tanya Lita yang belum mengerti maksud si pria.

“Dia menyukai anda.” Ujarnya.

“WHAT ?”

“Hahahaha… busyet, kirain kakak yang suka ma Lita rupanya kakak hanya sebagai penghubung doing” kata kawan Lita lainnya.

“Saya ? Haha… Jelas bukan.” Terang si pria sambil geleng kepala.

“Oke kak, sampaikan salam wa’alaikumsalam saja ke teman kakak.” Balas Lita selanjutnya.

“Nomor hp kamu berapa ?”

“Geblek… langsung main nembak gitu.”

“Hahahaha kakak keren nih, gak pake malu-malu dan gak pake acara sungkan.”

Lita menghela nafas, tapi dia sendiri sebenarnya sempat memikirkan jika si pria itu ada maksud padanya. Ternyata berbeda dari yang ia pikirkan.

Lita sempat melirik pria yang d tunjuk dari tadi.

“Nama teman kakak siapa ?” Tanya Lita.

“Ohh dia… nama dia Ronald” kata si pria pada Lita.

“Ohh kak Ronald.”

“Jadi… nomor hp kamu berapa ?”

“Wait kak… kan aku gak tau nama kakaknya siapa.”

“Gak perlu tahu nama saya.”

“Kalo gitu, Lita gak mau ngasih nomor hp juga dong.”

“Aksan.”

“Ohh nama kakak, Aksan ya.”

“Ya.”

Lalu Lita memberikan nomor Hp pada Aksan tanpa berfikir kedepannya perkenalan mereka akan berlanjut. Mungkin saja para pria itu sedang iseng saja padanya.



Rupanya Lita tanpa sadar sedang senyum sendiri ketika mengingat kejadian pertama kalinya bertemu dengan Aksan.

“Ehem !” Aksan berdehem mengingatkan pada Lita.

“Kak… maaf hehe, Lita melamun tadi.”

“Its ok”

Mereka lalu berbincang-bincang saja. Aksan mengarahkan mobil menuju ke sebuah pantai, mungkin di tempat itu lah bagi Aksan dapat bercerita semuanya pada Lita.

Mobil lalu terparkir. Lita meminta pada Aksan agar tidak usah keluar dari mobil, ngobrolnya biar di dalam mobil saja.

“Kak… benar kak Ronald sebenarnya sudah meninggal ?” Lita mulai membuka suara. Pandangannya sendu ke Aksan.

Kali ini ekspresi dan juga tatapan itu emang benar mengisyaratkan Lita sedang mengharapkan penjelasan, juga dengan hati yang pilu jika mengingat ia kehilangan pria bernama Ronald.

“Lit.” Aksan tidak menjawab dulu. Dia membalas tatapan pada Lita. “Seharusnya saya belum bisa menjelaskan ke kamu… karena takut kamu akan terkena masalah di kemudian hari.”

“Ma-maksud kakak ?”

“Pertama… Ronald memang benar sudah meninggal, dia meninggal di depan kedua mata saya.”

Tak di duga. Setelah bercerita mata Lita mulai berkaca-kaca.

“Terus kak ? Hiks” Tanya Lita di iringi suara isak tangis.

“Kami di khianati.” Ujar Aksan.

“Maksud kakak ?”

“Lita.. kamu seharusnya tidak boleh mengetahui banyak, karena ini akan menjadi masalah buatmu nanti.”

“Gak apa-apa kak, Lita yakin Lita bisa jaga diri.”

“Jaga diri ? Buktinya kamu pernah kena masalah dan saya sendiri yang menolongmu.”

“Tapi kak… Lita butuh cerita yang sebenarnya.”

“Cerita yang mana yang kamu ingin dengar ?”

“Apapun kak.”

“Jika kamu memang sudah tidak sayang dengan nyawa kamu, maka saya akan menceritakannya.”

“Iya kak… Lita pasrah kok, Lita harus tau dengan jelas biar jika Lita mati Lita tidak mati penasaran.”

Aksan lalu menarik nafas panjang.

“Kak please.”

“Baiklah ! Sebelumnya kami mendapat misi di daerah perbatasan timur tengah sana. Banyak hal yang terjadi, salah satunya kami membebaskan tawanan suatu organisasi mengerikan di sana. Juga kami berhasil menggagalkan suatu perampokan yang menggemparkan dunia. Puluhan kilo gram berlian berhasil kami amankan kala itu. Semua berjalan sesuai dengan rencana kami… Hingga ketika itu, tiba-tiba ada penyerangan. Beberapa heli yang awalnya kami kira bagian tim penjemput pasukan, rupanya malah para bajingan menyerang. Pasukan saya tewas di tempat, termasuk Ronald. Untung saja Ronald menyelamatkan saya dan memaksa saya untuk melarikan diri kala itu.

Saya yakin seyakin-yakinnya…

Kejadian itu ada campur tangan pihak pemerintahaan kita. Saya dan tim telah di khianati. Bahkan tim Black Kapatuli di beritakan yang berkhianat pada Negara.

Sejak kejadian itu, saya menjadi buronan di semua Negara. Nama Aksan Wilardi buronan kelas kakap.

Dan detik itu pula saya sudah berjanji, saya harus menemukan dalang beserta seluruh anggota yang telah menghianati kami.”

Setelah bercerita Aksan menahan amarahnya. Terlihat jelas dari ekpresi penuh amarah di wajahnya. Wajahnya memerah, kedua tangan terkepal.

Jika saja musuhnya ada di dekat Aksan sekarang. Mungkin tak dapat di bayangkan lagi, akan seperti apa yang akan Aksan lakukan pada mereka. Aksan bersumpah, akan membuat kematian musuhnya jauh lebih kejam. Jauh lebih menyeramkan. Hidup Aksan tak akan tenang selama belum menemukan keberadaan mereka.

Lita yang mendengarnya menahan nafas. Air matanya tak dapat ia bendung.

“Kak… hiks! Hiks! Terus dimana mayat kak Ronald di kuburkan ?” Tanya Lita.

“Saya tidak tahu… mungkin saja dibiarkan begitu saja di daerah sana.”

“Hiks ! hiks! Kasihan banget kak Ronald.”

Lita begitu sedih mendengar kisah itu. Ronald yang sebentar lagi akan meminang dirinya, meninggal di medan perang karena di khianati Negara. Sebetulnya Lita juga sempat curiga, berita yang menjelaskan jika Ronald bersama tim Black Kapatuli berkhianat tak dapat ia percaya. Malah mungkin kejadian sebaliknya yang terjadi kala itu.

Rupanya yang Lita pikirkan selama ini benar adanya. Setelah dengar dengan jelas dari Aksan, Lita mulai mengucapkan sumpah pada orang-orang yang telah menghianati Ronald. Sumpah agar hidup mereka akan lebih buruk, bahkan ketika mereka meninggal balasan yang akan mereka dapatkan jauh lebih menyeramkan.

“Kamu sudah mendengarkan cerita sebenarnya… terserah kamu mau percaya dengan cerita saya atau tidak.” Ujar Aksan setelah beberapa saat mereka terdiam.

Lita mengangguk sambil berusaha menahan kesedihannya. “Iya kak… hiks ! Lita percaya dengan kakak.”

“Saya harap cukup kamu simpan saja cerita ini… tidak perlu kamu bercerita ke orang lain, tidak ada gunanya.”

“Terus kakak akan melakukan apa nantinya ?”

“Saya tetap mencari mereka… saya tidak akan hidup tenang sebelum menemukan mereka.” Balas Aksan pada Lita.

Lita menghela nafas sesaat. Bayangan akan Aksan yang akan melawan kekuatan besar sebuah Negara, sungguh tak masuk akal. Sungguh membuat Lita mulai khawatir padanya. Aksan bukan manusia super, meski Lita percaya dengan kemampuan Aksan dalam bertarung. Namun Aksan tidak akan berhadapan dengan satu atau beberapa orang saja melainkan akan melawan kekuatan sebuah Negara, bahkan lebih.

Ini namanya pergi membunuh diri sendiri.

“Kak…”

“Ya.”

“Haruskah kakak melakukan semua ini ?” Tanya Lita.

“Kalau bukan saya, siapa lagi yang akan membalas mereka ?”

“Tapi kak…”

“Kamu gak usah pikirkan ini, kamu cukup melanjutkan kehidupan kamu saja tanpa keberadaan Ronald.”

Sebetulnya yang di katakan Aksan ada benarnya. Seharusnya Lita bisa hidup dengan tenang tanpa memikirkannya lagi. Namun entah mengapa, Lita juga bingung kenapa kekhawatirannya pada Aksan tiba-tiba begitu besar.

Tanpa ia sadari. Tangannya bergerak mengikuti rasa dalam dirinya. Dia menggenggam tangan Aksan.

“Kak… Coba pikirkan hidup kakak. Tidak bisakah kakak hidup dengan tenang sekarang?”

Aksan menarik nafas dalam-dalam, sambil membalas menatap gadis itu.

“Tidak bisa Lit… saya lebih baik mati dari pada berhenti mengejar mereka.”

“Kakak tidak memikirkan lawan kakak seperti apa ? lawan yang akan kakak hadapi nanti bukan satu atau dua orang kak, melainkan puluhan bahkan ribuan orang.. Kak, bukan Lita ingin menggurui kakak… tapi Lita masih ingin melihat kakak hidup dengan kondisi yang baik.”

“Hidup saya tak perlu kamu urusi Lit… urus saja diri kamu sendiri, karena setelah hari ini mungkin saja kita tidak akan bertemu lagi.”

“Kenapa kak ?” tanpa di tahan lagi, Lita tiba-tiba mengeluarkan air mata. Air mata nya kali ini, bukan karena rasa sedih kehilangan Ronald. Melainkan ada hal lain. Bahkan Lita sendiri kebingungan merasakan semua ini pada pria itu.

Mengapa ia bisa sesedih ini membayangkan kejadian pada Aksan nantinya ?

Tanda Tanya besar dalam benak Lita sekarang.

“Karena kamu punya kehidupan sendiri, Lita… jika kamu dekat dengan saya, maka nyawa kamu akan menjadi taruhannya.”

“Apakah tidak ada cara lain kah kak ? Hiks ! Hiks !”

“Tidak ada Lit.”

“Tapi kak…”

“Sudah lah Lit… jangan buat saya merasa menyesal bertemu denganmu hari ini.”

Lita menahan nafas. Apa yang di katakan Aksan memang perih. Tapi Lita memakluminya, karena emosi Aksan sekarang ini tidak stabil.

“Tapi Lita boleh meminta sesuatu ke kakak ?”

“Apa ?”

“Jangan melarang Lita untuk bertemu kakak… Lita juga gak tau, tapi Lita merasa kakak itu sudah Lita anggap sebagai keluarga sendiri.”

“Sulit Lita.”

“Biarkan Lita yang bertemu kakak, kak Aksan gak perlu bersusah-susah mencari Lita nantinya… Lagian Lita juga gak kemana-mana kok.”

“Gak bisa Lit.”

“Ya sudah kak, Lita akan menerima semua keputusan kakak… dan Lita janji tidak akan menyusahkan hidup kakak lagi nantinya.”

Aksan mengangguk tenang.

Meski demikian, ada sesuatu yang ingin ia jelaskan pada Lita namun tertahan di lehernya. Aksan tak dapat mengeluarkan kalimat itu yang sedang mengisi pikirannya saat ini.

“Bisa antar Lita pulang kak ?”

“Iya.”

Setelahnya, Aksan mengantar Lita pulang.



-000-



Di kampus. Dinda merasa heran kenapa Lita pulang cepat. Bahkan Dinda sebagai sahabatnya pun tak mengetahui apakah gadis itu punya masalah atau tidak. Karena tidak biasanya Lita pulang cepat seperti ini jika tak ada keperluan mendesak di luar sana.

Dinda lalu mencoba menghubungi ponsel Lita. “Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.”

“Aneh banget… tidak biasanya Lita kayak gini.” Gumam Dinda setelah menghubungi nomor Lita yang sedang tidak aktif.

Tak ada petunjuk sama sekali keberadaan Lita. Maka Dinda pun berjalan keluar dari kampus di ikut oleh salah satu pengawal yang sejak pagi bersamanya.

“Ke appartemen Lita sekarang.” Kata Dinda menyuruh pengawal lainnya yang bertugas menjadi supir. Dua orang pengawal kini bersama Dinda, adalah agar supaya Dinda aman dari serangan para musuh Pak Raharjo. Apalagi keduanya adalah orang pilihan yang kemampuannya pun telah di uji oleh Aksan kala itu.

Di perjalanan Dinda masih berusaha menghubungi nomor Lita. Bayangan tentang dirinya bersama Lita yang di sekap dan di ikat dalam kondisi telanjang oleh salah satu musuh papa nya, membuat kekhawatiran Dinda menjadi besar.

Perasaan Dinda tak enak sekarang ini.

Ia cemas akan keselamatan Lita.

“Pak bisa cepat sedikit.” Lalu ia menyuruh si supir untuk mempercepat laju mobil.



Tiba di appartemen.



Dinda menyuruh mobil masuk ke lobby. Baru masuk sebuah sedan hitam parkir di depan lobby. Mobil itu tampak tidak asing bagi Dinda.

“Ini bukannya mobil Aksan ?”

“Betul nona Dinda. Itu pak Aksan.” kata pengawal yang juga mengenal mobil Aksan.

“Ngapain dia disini ?” Jantung Dinda berdetak kencang. Kekhawatiran pada Lita sejak tadi mulai hilang, berganti dengan perasaan yang tidak mengenakkan.

Dari kejauhan Dinda melihat pintu sebelah kiri mobil itu terbuka.

Melihat siapa yang turun dari mobil itu, seketika membuat mata Dinda membelalak. Di iringi rasa sesak di dadanya. Tak dapat dibayangkan seperti apa perasaan Dinda sekarang ini. Namun Dinda berusaha untuk menahan rasa itu, dan berharap apa yang ia pikirkan tidak terjadi.

“Kita pergi saja Pak.. sepertinya Lita tidak menerima tamu sekarang.” Ujar Dinda.

“Baik non.”

Mobil Dinda pergi meninggalkan appartemen.

Tak ada yang menyadari, sebuah motor ducati hitam yang bersembunyi di balik pohon besar ikut meninggalkan tempatnya. Pengendara motor Ducati hitam adalah seorang wanita. Terlihat jelas dari rambut di belakang yang terurai keluar.

Di dalam helm yang di pakai. Di telinga kanan tersemat sebuah alat komunikasi.

“Target sudah jalan.”

“Jenifer… kamu yakin bertindak sekarang ?” suara berat di seberang terdengar.

“Hahaha ! kenapa lo jadi cemen gini bos. Tenang aja, gue Cuma pengen berkenalan doang dengan pengawal yang kata lo orang dia hebat. Kebetulan pengawalnya lagi bareng dengan doi.”

“Perlu bantuan gue, gak?” suara pria lain terdengar selanjutnya.

“Tenang Dod.. masalah kecil gini, gak perlu orang kuat kayak lo turun tangan. Serahin sama gue aja.”



“Sip lah… selamat bersenang-senang.”
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd