Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 22



Di depan pintu gerbang pabrik besar. Adalah tempat Pak Barsono yang berkedudukan di daerah pinggiran. Motor Ducati hitam tampak memasuki gerbang, di atas motor Jenifer membawa Tedi di belakangnya. Jika orang melihat tak ada yang menyadari jika Tedi sedang tidak sadarkan diri dan posisinya tegak menyandar pada tubuh Jenifer. Rupanya Jenifer menaruh sebatang besi di belakang Tedi lalu mengikat dengan tubuhnya.

Setelah motor terparkir, Jenifer melepas ikatan di tubuhnya membuat tubuh Tedi terjatuh. Bugh !

Dua pria bergegas menghampiri Jenifer.

“Bawa dia ke dalam.” Kata Jenifer. Meski dia tidak mengenal kedua pria itu, tapi dia paham jika itu adalah pengawal Pak Barsono. Orang yang menyewa jasa Jenifer dan Dodi saat ini. Jenifer lalu berjalan mengikuti kedua pria yang sedang membawa tubuh Tedi ke dalam.

Pintu sebuah ruangan besar terbuka.

Plak ! Plak ! Plak ! terdengar suara tepuk tangan. Rupanya Pak Barsono baru saja menyambut kedatangan Jenifer lalu bertepuk tangan dengan senang.

“Benar-benar hebat kamu, Jenifer ! Tidak salah kamu mendapat gelar Killer Platinum dari Pak Dendi” Kata Pak Barsono pada Jenifer yang sudah berjalan di belakang dua pria yang membawa masuk Tedi.

Dodi berlompat dari duduknya di atas meja.

“Cepat banget lo !” ujarnya pada Jenifer.

“Cih ! kayak gini di bilang hebat ?” Setelah mengatakan itu, Jenifer melirik pada Pak Barsono lalu pada Andy.

Pak Barsono hanya membalas senyum Jenifer yang kaku.

Berbeda dengan Andy. Andy mempunyai pikiran sendiri. Ini tidak mungkin semudah menepuk cicak di dinding, atau seperti menepuk nyamuk. Andy tidak mungkin salah memikirkan jika lawan/ pengawal pihak lawan sangat hebat. Terbukti Morgan dengan mudah di kalahkan, padahal Andy pernah berhadapan dengan pria bernama Morgan. Kemampuan Morgan dalam bertarung tak dapat di remehkan. Bahkan dapat di kategorikan jika Morgan adalah salah satu penguasa bela diri setingkat master.

Bukan hanya kemampuannya bertarung saja. Morgan sendiri mempunyai tubuh yang kuat, tinggi badan yang mumpuni, juga mempunyai sisi psikopat yang tentu saja menutup rapat jiwa kemanusiaannya. Jiwa pembunuhnya bahkan jauh lebih menakutkan dari apa yang dibayangkan, dapat di sebut juga sebagai orang yang sama sekali tidak takut bertemu dengan malaikat maut.

Namun –

Mengapa pria yang mengalahkan Morgan dapat dengan mudah di kalahkan oleh wanita bernama Jenifer ?

Apakah mungkin, Jenifer begitu hebatnya ?

Andy masih menatap pada tubuh Tedi yang terkapar di lantai.

“Jadi apa yang akan bos lakuin nih ma dia ?” Tanya Jenifer. Tampak ekspresi wajahnya yang begitu bangga telah melaksanakan tugasnya dengan mudah. Ia lalu melirik pada Andy. Wanita ini paham betul, pria bernama Andy yang memiliki ciri-ciri fisik biasa saja, sejak tadi masih belum menampakkan ekspresi yang senang atas tugas yang di laksanakan Jenifer.

“Bangunkan dia.” Kata Pak Barsono. Dia lalu menyadari ekspresi Andy yang masih tenang, nampun Nampak secuil rasa ketidakpercayaan atas apa yang terjadi.

Dua pengawal segera mengambil ember berisi air.

Byurrrr ! Air di siram ke wajah Tedi.

Tedi segera tersadar lalu ia mencoba untuk berdiri. Namun sebuah kapak sudah berada di depan lehernya.

“Berdiri cepat.” Jenifer berucap.

Tedi langsung memahami dirinya sedang berada di markas musuh. Yang langsung membuatnya terkejut, adalah sosok Pak Barsono. Tedi telah lama bekerja pada Pak Raharjo, rupanya orang yang ingin menghancurkan tuannya adalah sahabat tuannya sendiri sejak kecil. Meski Tedi selama ini memang tidak pernah masuk dalam jajaran tinggi manajemen security yang di bentuk oleh Pak Raharjo. Cuma dia tidak menyangka jika pria di hadapannya itu yang juga ia kenal adalah lawan dari tuannya.

Tedi lalu menatap Jenifer. Wanita yang telah berhasil mengalahkannya. Dia lalu memikirkan temannya yang bernama Ardi. Dimana Ardi ? apakah dia berhasil pergi bersama non Dinda ? pikir Tedi sejenak.

“Teman lo udah tewas ma kapak gue.” Mengetahui apa yang mungkin di pikirkan Tedi, Jenifer segera menjawabnya.

“Brengsekkkk !” baru saja mengatakan hal itu, dadanya mendapat sebuah tendangan keras dari Jenifer.

Bugh !

“Tuh kali aja lo mau balasin dendam temen lo.” Ujar Jenifer yang di tujukan pada Andy. Dia mendengar diskusi kala itu, yang mengatakan jika orang yang menjadi sasaran pertamanya adalah orang yang hebat. Bahkan teman pria bernama Andy sendiri yang ‘Katanya’ kuat itu dengan mudahnya di kalahkan.

Ekspresi Andy tetap tenang menatap pada Jenifer.

“Bro… gak usah sok-sok an. Kalo mau balasin dendam temen lo buruan, kalo gak gue yang bakal mampusin dia.” Dodi yang sudah sejak awal menganggap remeh pada Andy, pun menambahi.

Sikap Andy masih saja tenang.

Dia menatap pada Pak Barsono. Sekilas Pak Barsono menyadari sikap Andy, dia pun lalu mengangguk tenang memberikan keputusan padanya. Apapun yang akan Andy lakukan, dan juga pikirkan, Pak Barsono tentu akan selalu setuju. Karena Andy, sama hal nya anjing penjaga Pak Barsono yang begitu patuh. Juga Pak Barsono masih yakin 100% atas kemampuan Andy, meski sempat terbersik dalam pikirannya apakah kedua orang Pak Dendi ini memang lebih hebat darinya atau tidak.

“Pak Barsono.. silahkan eksekusi, lagian saya juga akan pergi meninggalkan tempat ini. Saya butuh istirahat.” Pak Dendi yang sejak tadi diam mengingatkan pada Pak Barsono.

“Tunggu bos !” kata Pak Barsono, lalu ia menoleh lagi pada Andy. “Andy.. silahkan lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan.”

Andy mengangguk lalu menyeringai.

Andy lalu memicingkan mata, pandangannya tajam dengan ekspresi dingin pada Jenifer. “Saya tidak akan membunuhnya.” Andy diam sesaat.

“Hahahahahah ! jangan bilang lo takut nih, kali aja dia bisa balik nyerang lo, kan ? tenang aja bro.. kalo dia nyerang lo, ntar gue mampusin langsung pake kapak gue.” Kata Jenifer dengan bangga.

“Saya bukan mau nyerang dia, saya Cuma ingin membuka mata kalian sekarang juga… biar kalian paham jika kalian telah salah menangkap orang !”

“Haaaa ?”

“Bercandanya jangan kebangetan bro… hahahahaha !”

“Hahahahahah… kok gue dengernya konyol banget.” Dodi menambahi.

Tedi yang masih bersandar pada tembok menyaksikan semua yang terjadi. Dia berusaha mencari celah, dan jika ada celah sedikit maka dia akan melarikan diri secepatnya dan melaporkan ini pada Merdin dan juga Pak Raharjo. Jadi yang harus ia lakukan adalah pura-pura melemah saja, dan berharap dirinya tidak tewas di tempat ini.

“Silahkan berkomentar.. saya tidak akan menanggapi komentar kalian.”

“Pak Barsono… songong amat nih cecurut lo !” kata Jenifer pada Pak Barsono. “Bos.. gue izin dikit gorsein mulut nih orang songong.. boleh kan ?” lanjutnya pada Pak Dendi.

“Pak Barsono bagaimana ? seharusnya kejadian seperti ini, tidak terjadi… Cuma melihat anak buah kamu ini, sepertinya dia terlalu menganggap enteng tim saya.” Ujar Pak Dendi selanjutnya. “Jadi saya tidak akan menghalangi Jenifer untuk sedikit memberikan pelajaran padanya.”

“Hmm saya juga tidak bisa menghalangi.. jadi mohon bimbingan dari kalian, jika memang anak buah saya lancang, saya izinkan dia untuk di beri pelajaran.” Meski berkata demikian, namun ekspresi Pak Barsono begitu tenang. Seakan tidak khawatir jika terjadi apa-apa pada diri Andy.

“Baiklah… hei cowok songong, lo liat kan… bos lo aja udah izinin, jadi gue mau nanya lo atau gue yang bakal maju nih ?” Tanya Jenifer sambil menujuk Andy dengan kapaknya.

Andy yang memakai kemeja hitam, sebuah katana berada di punggungnya hanya diam tanpa kata.

“Cihhh ! beneran songong lo ye… ni gue beri loe pelajaran.” Setelah mengatakan itu, Jenifer langsung mengangkat kapak dan berlari menyerang Andy.

Andy menyeringai sejenak. Dia melihat gerakan Jenifer dengan sikap yang masih tenang. Bahkan tampak sama sekali di awal Andy tidak melakukan apa-apa. Dia sama sekali tidak memasang kuda-kuda ataupun sikap untuk menghindar.

Lalu ketika posisi Jenifer sudah semester darinya. Dengan gerak cepat tangan Andy meraih gagang Katana di belakang. Andy bergerak maju sambil melakukan gerakan sabetan dari arah bawah ke atas.

ZEPPP ! Crek !

Semua terdiam.

Jenifer berdiri dengan posisi tangan kanan masih terangkat ke atas. Kepalan tangannya memegang gagang Kapaknya, Cuma hanya gagangnya saja yang tertinggal. Rupanya dari tengah hingga ke atas sudah terjatuh ke lantai karena terpotong oleh katana Andy.

Dodi yang melihat kejadian itu melongo. Bahkan Pak Dendi sendiri pun tidak menyangka gerakan Andi begitu cepat, dan memotong kapak Jenifer dengan mudahnya. Jenifer terdiam dengan tubuh yang kaku. Dia menahan nafas, sambil berusaha memikirkan semuanya yang sedang terjadi. Sedangkan Pak Barsono hanya menyeringai sesaat. Ia lalu melihat pada Andy yang posisinya sudah berganti. Belum saja menarik nafas, semua orang kecuali Pak Barsono lagi-lagi dibuat kaget olehnya. Andy sudah meletakkan bagian katana yang tajam di leher Jenifer yang masih saja diam kaku.

“Ja-jangan lanjutin… ini gak masuk akal.” Kata Dodi yang mencoba untuk menghentikan Andy untuk menyelesaikan aksinya.

Andy melirik pada Dodi. Ia mengangkat bahu lalu melepaskan wanita itu.

Setelah tak adanya ancaman lagi dari katana pria itu, Jenifer bernafas lega lalu perlahan mulai menggerakkan tubuhnya. Pandangannya pada pria itu sudah berbeda dari sebelumnya.

“Lo… hufhhh !”

Andy tak meresponnya. Pria itu lalu berjalan dan berdiri di samping Pak Barsono.

“Pak Barsono… ini sangat memalukan.” Kata Pak Dendi.

“Kenapa bos ?”

“Seharusnya kamu berterus terang dengan kehebatan Andy, tidak perlu mempermalukan tim saya seperti ini.” Ujar Pak Dendi.

“Ohhh hanya sedikit pelajaran saja bos. Tenang aja ! Andy tidak akan segegabah itu melukai tim bos Dendi.”

“Jadi buat apa anda menyewa mereka berdua, padahal anda sudah punya dia yang sehebat itu.”

“Ohh… Andy memang hebat ! Cuma saya butuh orang lain lagi yang juga hebat. Yap ! tim si bos memang hebat, tapi tak sehebat dia.” Katanya mempertegas posisi Andy.

“Haaaaa ! saya akan berangkat malam ini”

“Kemana bos ?”

“Pulang.”

“Terus kerja sama kita bagaimana ?”

“Saya serahkan kepada mereka berdua.” Ujar Pak Dendi.

“Gue ikut bos pulang ah.” Dodi menyahut lebih awal. “Lo gimana Jen ?”

Jenifer sejak tadi tak melepaskan tatapan pada Andy. Mendapat pertanyaan dari Dodi, dia mendesah. “Gue tinggal…”

“Serius lo ?”

“Ya !”

Andy yang menyadari di tatap oleh wanita itu, masih saja memasang ekspresi datar. Seakan tak memberikan respon apapun, mau wanita itu pergi atau tidak pun bukan urusan dia.

“Baiklah kalo gitu, saya juga sudah lelah beberapa hari disini. Dodi siapkan tiket, malam ini kita balik.”

“Oke bos !”

Sepeninggalan Pak Dendi bersama Dodi, Jenifer lalu berjalan mendekati Pak Barsono.

“Jadi… gue ngapain nih bos ?” Tanya Jenifer.

“Andy… saya serahkan dia, silahkan bekerjasama dengannya.” Ujar Pak Barsono.

“Baiklah !”

“Terus dia bagaimana ?” Tanya Jenifer sambil menunjuk pada Tedi yang sejak tadi masih diam duduk bersandar di tembok.

Andy menggidikkan bahu.

Pak Barsono juga sama.

“Kalo gitu gue lepasin aja bos… biar dia melaporkan ke bosnya, kalo kita sedang nyari gara-gara ma dia.”

“Andy bagaimana ?”

“Tidak perlu… saya mempunyai rencana terhadapnya.” Kata Andy lalu berjalan mendekati Tedi.



-000-



Di dalam mobil yang di kendarai Aksan. Dinda baru saja melakukan mencium pipi Aksan.

“Lain kali, jangan melakukan hal memalukan seperti itu.” Ujar Aksan tanpa menoleh sedikitpun pada gadis itu.

“Hufhhh ! hei beroooh, kenapa sih lo kaku banget.. padahal kan kita udah kenal lama kale.”

“Lama ?”

“Udah ah ! di cium gitu doang malah marah, gimana kalo gue cium yang lain.” Sebetulnya Dinda hanya berbicara dengan candaan. Tak di sangka, Aksan memberikan respon dengan begitu aneh. Aksan menatapnya dengan tatapan aneh.

“Lo-lo… ke-kenapa liatin gue kayak gitu ?”

Aksan lalu memalingkan pandangannya ke depan.

“Fiuhhhh !” Dinda menghela nafas. Lalu dia memilih untuk tak lagi berbicara.

Lama mereka hanya diam saja.

Aksan sebetulnya merasakan sesuatu yang aneh ketika di cium oleh gadis itu. Cuma Aksan tak menunjukkannya pada Dinda.

Pada dasarnya Dinda orang yang paling tidak suka berdiam-diaman seperti ini. Apalagi setelah kejadian menakutkan tadi dia butuh seseorang yang menenangkannya, dia butuh Aksan untuk menjelaskan banyak hal. Cuma apa yang ia inginkan sama sekali tak tercapai.

Dalam hati Dinda, ingin menanyakan salah satunya adalah masalah apakah dia dekat dengan Lita atau tidak. Dekat dalam artian mempunyai hubungan yang lebih dari sekedar teman.

Setelah berfikir panjang. Akhirnya Dinda memutuskan untuk berbicara.



“San..” Dinda berucap sambil memandang Aksan dari samping.

“…” Aksan tak ada jawaban.

“Aksan… apa yang gue harus lakuin, biar lo bisa mandang gue sebagai teman.”

“Saya tidak butuh teman.”

“Tapi gue butuh orang yang bisa gue ajak ngobrol sekarang.” Ujar Dinda.

“Kalau mau ngobrol, silahkan.”

“Se-serius nih ?”

“Hmm !”

Dalam diamnya sesaat. Dinda memikirkan apa yang seharusnya ia katakan ya.

“Hmm… San, bukannya semua cowok bakal suka kalo di cium ma cewek ?” Dinda tersadar selanjutnya. Dia memaki dirinya sendiri yang bisa begitu lancang bertanya hal itu pada Aksan.

“Saya tidak tahu.”

“Apa yang lo rasain ?”

“Gak ada.”

“Haaaaa ?” Dinda lalu mulai memikirkan sesuatu. “Jangan-jangan lo itu sebenarnya punya kelainan deh”

Aksan mengetaui apa yang gadis itu maksud. Ia lalu menyeringai, “Saya normal, menyukai wanita seperti anda.”

“Eh !” Jantung Dinda berdegub kencang. Ucapan Aksan baru saja langsung membuat sekujur tubuhnya kaku, pandangannya tak teralihkan. “Ja-jadi lo ?”

“Jangan salah sangka… yang saya maksud, adalah wanita. Anda wanita kan ? Berarti wanita yang sama seperti anda.” Aksan ingin menjelaskan apa yang ia maksud, Cuma Dinda langsung memahaminya.

“Ohhh… terus siapa dia ? Lita kah ?” Aksan menoleh dan menatap Dinda. Menyadari sikap Aksan yang kembali seperti semula. Dinda lalu menunduk. “Maaf kalo gue lancang.”

“Saya tidak mungkin menyukai dia, karena dia adalah wanita yang di cintai sahabat saya.” Aksan lalu menjawabnya.

“Ohhh gitu… ja-jadi, sekarang lo sedang gak dekat ma siapa-siapa ?”

“Ya”

“Hehe ! makasih” kata terakhir yang di ucapkan Dinda cukup pelan.

Aksan mendengarnya. ia tak menoleh, Cuma wajahnya berubah yang awalnya dingin menjadi segaris senyum. Dinda yang menyadari senyuman itu, pun ikut tersenyum.

“San… jangan lagi ninggalin gue kayak tadi, gu-gue takut ka-“

“Tidak akan…”

“E-emangnya lo tau siapa mereka ?”

“Tidak.”

“San… bisa gak lo jangan jauh-jauh dari gue ?” Kini Dinda yang merasa khawatir, meminta dengan penuh rasa pada Aksan agar tetap menjaga Dinda dimana pun berada.

“Bisa.. asal anda tidak secerewet tadi.” Ujar Aksan, Cuma kini ada senyum di wajahnya.

“Terus… bisa gak sih, gak usah manggil anda gitu. Kesannya kebapakan banget ih !”

“Hmm… menurutmu ?”

“Hehehe nah gitu deh.” Cup ! lagi-lagi Dinda mengecup pipi Aksan tanpa permisi.

Aksan menoleh.

“Kenapa ? Lo marah kalo Dinda nyium gitu ?”

“…”

“Yeee malah diam.”

“…”

Cup ! “Rasain deh… hehehehehe !” setelah mengecup ketiga kalinya di pipi Aksan, Dinda langsung menggeser tubuhnya menyandar di jok. Ada perasaan yang menyenangkan ketika melakukan hal itu. Apalagi Aksan tetap tidak keberatan, dan tidak menunjukkan sikap dingin seperti di awal tadi.

“Kalo mau nyium lagi, harus ngomong.” Aksan berbicara pelan. Sedikit melirik pada Dinda.

“Lah… kalo gue bilang, terus gak suprise dong.”

“Biar saya bisa siap-siap juga.”

“Haaaaa ?” Dinda membelalak kaget, kemudian ia tertawa ketika melihat raut wajah Aksan yang menggelikkan. “Hahahahaha lo bisa juga bercanda kek gini.”

“Saya sedang tidak bercanda, Dinda.”

“Terus yang tadi apa dong namanya ?”

“Sudah… lebih baik kamu diam saja. capek saya mendengar ocehan kamu.”

“Eh cie cie… yang udah bisa manggil kamu ke gue. Udah gak anda lagi dong. Hehe”

“Diam.”

“Iye iye…” Setelahnya, senyum merekah di wajah Dinda tak berhenti. Ada rasa dan juga kesan yang berbeda dari hari-hari sebelumnya ketika ia bertemu dengan Aksan.

Tak begitu lama, mobil memasuki rumah besar Pak Raharjo. Di depan pintu terlihat Pak Raharjo, Merdin, Barak dan beberapa pengawal lainnya menunggu kedatangan Aksan.

Aksan lalu menyuruh Dinda turun, dia memarkir mobil.

Setelah Aksan keluar dari mobil, ia berjalan masuk. Belum juga melewati pintu, ia sudah di berondong banyak pertanyaan baik dari Merdin maupun Pak Raharjo. “Saya tidak tahu.. saya hanya bantu dia saja.” Aksan yang malas menjelaskan panjang lebar, dengan sikap cueknya berjalan masuk ke dapam rumah setelah mengatakan pada Merdin dan Pak Raharjo.

“Errrr anak ini.” Ujar Merdin.

“Biarkan dia Merdin, asal Dinda tidak kenapa-kenapa saya juga senang. Selanjutnya, ini tugas kamu mencari tahu siapa yang menyerang Dinda dan lainnya.”

“Baik tuan.”

“Pah Dinda juga mau istirahat” ujar Dinda.

“Ya.”

Dinda berjalan mengejar langkah Aksan ke dalam rumah.

Setelah ia berhasil mengejarnya, ia memanggil Aksan yang ingin naik ke tangga. “San.”

Aksan menoleh.

“Ntar malam sibuk gak ?”

“Tiap saat saya selalu sibuk, kenapa ?”

“Hehehe jalan yuk !”

“Jalan ?”

“Hu um… mau gak ?”

“No Thanks. Saya mau tidur,”

“Errrrr ! Aksan buat Dinda bête lagi deh.”

“…” Aksan lalu tak lagi perduli pada Dinda, dan melanjutkan melangkah naik ke atas tangga meninggalkan Dinda yang masih saja memandangnya dari belakang.



-000-



Beberapa hari ini Linda merasa semakin penasaran terhadap Aksan. Hari-harinya penuh dengan hal yang menyebalkan, padahal dirinya sedang tidak datang bulan. Satu hal yang ia salahkan, ini semua karena Aksan. Hanya dialah seorang yang harus bertanggung jawab atas apa yang di rasakan oleh Linda.

Linda malam ini sedang berdiam diri dalam kamarnya.

Memakai baju tidur terusan yang berbahan tipis. Mirip seperti lingerie. Linda sedang merencakan sesuatu untuk Aksan.

Linda berjalan menuju lemari. Dia lalu mengambil tas, dan meraih sesuatu di dalamnya. Ada botol kecil yang kini di genggamannya, adalah botol berisi cairan untuk membangkitkan gairah pria. Linda yang menguasai obat-obatan tentu saja dengan mudah mendapatkan cairan ini.

Membayangkan apa yang akan terjadi bersama Aksan nantinya, tubuhnya terasa panas.

Malam ini dia tak boleh menundanya. Semakin lama ia menunda maka hari-harinya akan tetap merasa kesal pada semua orang.

Lengan kanan ia gerakkan. Sempat lengan itu menyentuh pada dadanya sendiri hingga ia mendesah. Hanya tangan saja gairahnya bisa naik perlahan. Linda lalu memejamkan mata, dan segera memutuskan dengan baik.

Ia lalu mengambil cardigan di dalam lemari dan menutup tubuhnya yang hanya memakai pakaian tidur tipis. Bahkan ia sama sekali tak memakai Bra maupun celana dalam.

Tanpa menunggu lama, ia berjalan keluar dari kamar.

Linda mengetahui dari salah satu pengawal, keberadaan Aksan rupanya berada di lantai teratas rumah. Kesehari-harian Aksan memang memilih berada di tempat itu. Juga dia dapat dengan mudah memonitor jika adanya ancaman yang datang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Linda menyadari jika semua pengawal menjaga di depan luar rumah. Apalagi setelah keberadaan Aksan, semua pengawal tak lagi di perbolehkan berjaga di dalam rumah. Ini semua atas perintah Pak Raharjo, juga tak ingin jika mengganggu privasi kedua putrinya itu.



Linda kini sudah berada di lantai teratas. Setelah membuka pintu penghubung, ia melihat siluet seorang pria yang sedang duduk. Asap terlihat, menandakan jika seseorang sedang merokok.

Baru satu langkah tiba-tiba Linda terdiam karena Aksan rupanya menyadari kedatangannya. “Mengapa malam-malam begini anda mencari saya ?”

Linda tersenyum. Dia melanjutkan langkahnya mendekat pada Aksan.

“Aku gak bisa tidur”

“Ohh… terus mengapa anda datang ke tempat ini ?” Aksan yang sebelumnya duduk, kini berdiri dan menatap gadis itu.

“Suka aja… emangnya gak boleh ?”

“Ini daerah pribadi saya, siapapun dilarang naik.”

“Loh ini kan rumahku, mengapa aku juga gak boleh ke sini, huh ?”

“Yayaya terserah anda. Silahkan jika anda ingin berdiri diam disini, karena saya tidak akan mengganggu anda.” Kata Aksan. ia lalu berjalan ke sofa. Tubuh Aksan duduk di sofa sambil bersandar. Mata mulai terpejam, dia juga tak ingin gadis itu mengajaknya mengobrol.

“Aksan… suka kopi ?” Setelah menyadari di atas meja hanya sekaleng soft drink, Linda lalu menawarkan kopi pada Aksan.

Aksan menyeringai. “Apakah anda mau membuatkan untuk saya ?” Sebetulnya Aksan ingin menguji, karena menurutnya gadis angkuh seperti Linda seharusnya tidak akan mengikuti permintaan Aksan.

Tapi siapa sangka. “Baiklah… aku buatin dulu, kebetulan aku juga pengen ngopi.”



-000-



Di waktu bersamaan. Dinda malam ini tak dapat menghilangkan pikirannya terhadap Aksan. Setelah dua hari berlalu, Aksan tak juga memberikan sinyal padanya. Bahkan ajakan Dinda pada Aksan untuk sekedar jalan bareng tak mendapat tanggapan sama sekali.

Dua hari ini, Dinda juga tidak masuk kuliah dengan alasan keselamatan. Jadi Dinda hanya berdiam diri di rumah, dan Aksan jika pagi hingga siang entah keberadaanya dimana. Dinda juga tak berniat bertanya pada Pak Raharjo.

Dinda begitu suntuk malam ini. Apalagi ini adalah malam minggu.

Apakah Aksan sedang berada bersama Lita ? Pertanyaan yang sejak tadi tak dapat jawaban membuat perasaan Dinda semakin berkecamuk.

Dinda membuka ponsel dan melihat waktu sudah menunjukkan jam 1 malam. Tapi dia belum juga bisa memejamkan mata.

Dinda lalu beranjak dari ranjang. Ia ingin mencari udara, sambil memandang rembulan yang sepertinya sedang cerah malam ini.

Selanjutnya dia mulai keluar dari kamar, berjalan menyusuri rumah namun semua gelap. Hanya beberapa ruangan yang mendapat penerangan dari lampu. Dinda menghela nafas, rumah ini begitu besar dan luas tapi sama sekali tak menyenangkan baginya. Terasa kesepian melandanya.

Hingga ia memutuskan untuk memandang bintang dari lantai atas saja. Dia belum tahu keberadaan Aksan jika malam hari dimana, dan sepengetahuan dia sebuah ruangan selalu di jadikan tempat mesum oleh sang kakak, Linda. Dinda bukannya tidak pernah melihat atau mendengar hubungan terlarang sang kakak bersama tunangannya jika dia merasa suntuk seperti ini malam. Cuma setelah kejadian Aksan pertama kali datang ke rumahnya, hingga saat itu pula Dinda tak pernah lagi menemukan perbuatan terlarang Linda di rumah.

Ahhh ! ini bukan urusan Dinda, yang jelas mereka sudah sama-sama dewasa.

Dinda naik ke lantai dua.

Malah jauh terasa lebih sunyi di lantai dua. Karena kamar Pak Raharjo dan kamar Linda berada di bawah. Jadi lantai dua ini biasanya di jadikan tempat istirahat saja, dan juga tempat pertemuan papa nya bersama para pengawal.

Dinda naik ke lantai tiga.

Perasaannya tetap sama.

Sepi.

Sunyi.

Di lantai tiga ini sama dengan lantai dua. Ruangan yang besar juga terdapat beberapa kamar yang jarang terpakai.

Lalu…

Ketika mulai menaiki anak tangga ke lantai empat. Perasaan Dinda merasa tidak enak. Dinda memegang dadanya sendiri, namun kakinya tetap melangkah naik ke lantai teratas. Setelah tiba di lantai empat. Dinda menghela nafas dan memandang ke satu ruangan yang selalu di jadikan tempat mesum oleh Linda.

Tapi ini malam pasti tidak ada apa-apa di ruangan itu, karena Linda pasti sudah tertidur. Dinda lalu memutuskan untuk berjalan menuju ke teras sambil memandangi rembulan. Ketika baru beberapa langkah, sayup-sayup telinga Dinda menangkap suara aneh.

“Haaaaa ? jangan-jangan kak Linda ngewe lagi nih ma kak Andrew. Uhhhh ! dasar tidak tahu malu.” Dinda tentu mengetahui suara desahan itu adalah suara orang yang sedang bercinta.

Dinda cuek dan tetap melangkah menuju ke teras balkon rumah. Cuma langkahnya lagi-lagi terhenti, entah mengapa ini malam dia penasaran ingin melihatnya. Apakah kakaknya Linda masih liar seperti dulu kah ?



Dari pada penasaran, Dinda tersenyum lalu berjalan secara mengendap-ngendap ke ruangan itu.

Semakin jelas suara mereka di dalam.

Yang membuat Dinda makin terkekeh dan merasa geli, ketika pintu itu tidak tertutup rapat. Dinda melihat ada cela di sana, dan tanpa menunggu lama Dinda segera berjalan menghampiri pintu.

“Ckckckck dasar ceroboh” pikir Dinda sambil tersenyum jahil. Iseng dia mengambil ponsel dari sakunya, berniat untuk mengambil video atau beberapa foto untuk menjadi bahan bully-an buat si kakak.

Lalu –

Kamera di hadapkan pada celah pintu, sambil pandangan Dinda pada layar ponsel.



PRAANNKKKKK ! Ponselnya terjatuh. Seketika itu juga. Tubuh Dinda terdiam kaku, sekujur tubuhnya bergetar hebat. Lehernya pahit setelah melihat kenyataan yang begitu menyakitkan di layar ponselnya.
 
CHAPTER 22



Di depan pintu gerbang pabrik besar. Adalah tempat Pak Barsono yang berkedudukan di daerah pinggiran. Motor Ducati hitam tampak memasuki gerbang, di atas motor Jenifer membawa Tedi di belakangnya. Jika orang melihat tak ada yang menyadari jika Tedi sedang tidak sadarkan diri dan posisinya tegak menyandar pada tubuh Jenifer. Rupanya Jenifer menaruh sebatang besi di belakang Tedi lalu mengikat dengan tubuhnya.

Setelah motor terparkir, Jenifer melepas ikatan di tubuhnya membuat tubuh Tedi terjatuh. Bugh !

Dua pria bergegas menghampiri Jenifer.

“Bawa dia ke dalam.” Kata Jenifer. Meski dia tidak mengenal kedua pria itu, tapi dia paham jika itu adalah pengawal Pak Barsono. Orang yang menyewa jasa Jenifer dan Dodi saat ini. Jenifer lalu berjalan mengikuti kedua pria yang sedang membawa tubuh Tedi ke dalam.

Pintu sebuah ruangan besar terbuka.

Plak ! Plak ! Plak ! terdengar suara tepuk tangan. Rupanya Pak Barsono baru saja menyambut kedatangan Jenifer lalu bertepuk tangan dengan senang.

“Benar-benar hebat kamu, Jenifer ! Tidak salah kamu mendapat gelar Killer Platinum dari Pak Dendi” Kata Pak Barsono pada Jenifer yang sudah berjalan di belakang dua pria yang membawa masuk Tedi.

Dodi berlompat dari duduknya di atas meja.

“Cepat banget lo !” ujarnya pada Jenifer.

“Cih ! kayak gini di bilang hebat ?” Setelah mengatakan itu, Jenifer melirik pada Pak Barsono lalu pada Andy.

Pak Barsono hanya membalas senyum Jenifer yang kaku.

Berbeda dengan Andy. Andy mempunyai pikiran sendiri. Ini tidak mungkin semudah menepuk cicak di dinding, atau seperti menepuk nyamuk. Andy tidak mungkin salah memikirkan jika lawan/ pengawal pihak lawan sangat hebat. Terbukti Morgan dengan mudah di kalahkan, padahal Andy pernah berhadapan dengan pria bernama Morgan. Kemampuan Morgan dalam bertarung tak dapat di remehkan. Bahkan dapat di kategorikan jika Morgan adalah salah satu penguasa bela diri setingkat master.

Bukan hanya kemampuannya bertarung saja. Morgan sendiri mempunyai tubuh yang kuat, tinggi badan yang mumpuni, juga mempunyai sisi psikopat yang tentu saja menutup rapat jiwa kemanusiaannya. Jiwa pembunuhnya bahkan jauh lebih menakutkan dari apa yang dibayangkan, dapat di sebut juga sebagai orang yang sama sekali tidak takut bertemu dengan malaikat maut.

Namun –

Mengapa pria yang mengalahkan Morgan dapat dengan mudah di kalahkan oleh wanita bernama Jenifer ?

Apakah mungkin, Jenifer begitu hebatnya ?

Andy masih menatap pada tubuh Tedi yang terkapar di lantai.

“Jadi apa yang akan bos lakuin nih ma dia ?” Tanya Jenifer. Tampak ekspresi wajahnya yang begitu bangga telah melaksanakan tugasnya dengan mudah. Ia lalu melirik pada Andy. Wanita ini paham betul, pria bernama Andy yang memiliki ciri-ciri fisik biasa saja, sejak tadi masih belum menampakkan ekspresi yang senang atas tugas yang di laksanakan Jenifer.

“Bangunkan dia.” Kata Pak Barsono. Dia lalu menyadari ekspresi Andy yang masih tenang, nampun Nampak secuil rasa ketidakpercayaan atas apa yang terjadi.

Dua pengawal segera mengambil ember berisi air.

Byurrrr ! Air di siram ke wajah Tedi.

Tedi segera tersadar lalu ia mencoba untuk berdiri. Namun sebuah kapak sudah berada di depan lehernya.

“Berdiri cepat.” Jenifer berucap.

Tedi langsung memahami dirinya sedang berada di markas musuh. Yang langsung membuatnya terkejut, adalah sosok Pak Barsono. Tedi telah lama bekerja pada Pak Raharjo, rupanya orang yang ingin menghancurkan tuannya adalah sahabat tuannya sendiri sejak kecil. Meski Tedi selama ini memang tidak pernah masuk dalam jajaran tinggi manajemen security yang di bentuk oleh Pak Raharjo. Cuma dia tidak menyangka jika pria di hadapannya itu yang juga ia kenal adalah lawan dari tuannya.

Tedi lalu menatap Jenifer. Wanita yang telah berhasil mengalahkannya. Dia lalu memikirkan temannya yang bernama Ardi. Dimana Ardi ? apakah dia berhasil pergi bersama non Dinda ? pikir Tedi sejenak.

“Teman lo udah tewas ma kapak gue.” Mengetahui apa yang mungkin di pikirkan Tedi, Jenifer segera menjawabnya.

“Brengsekkkk !” baru saja mengatakan hal itu, dadanya mendapat sebuah tendangan keras dari Jenifer.

Bugh !

“Tuh kali aja lo mau balasin dendam temen lo.” Ujar Jenifer yang di tujukan pada Andy. Dia mendengar diskusi kala itu, yang mengatakan jika orang yang menjadi sasaran pertamanya adalah orang yang hebat. Bahkan teman pria bernama Andy sendiri yang ‘Katanya’ kuat itu dengan mudahnya di kalahkan.

Ekspresi Andy tetap tenang menatap pada Jenifer.

“Bro… gak usah sok-sok an. Kalo mau balasin dendam temen lo buruan, kalo gak gue yang bakal mampusin dia.” Dodi yang sudah sejak awal menganggap remeh pada Andy, pun menambahi.

Sikap Andy masih saja tenang.

Dia menatap pada Pak Barsono. Sekilas Pak Barsono menyadari sikap Andy, dia pun lalu mengangguk tenang memberikan keputusan padanya. Apapun yang akan Andy lakukan, dan juga pikirkan, Pak Barsono tentu akan selalu setuju. Karena Andy, sama hal nya anjing penjaga Pak Barsono yang begitu patuh. Juga Pak Barsono masih yakin 100% atas kemampuan Andy, meski sempat terbersik dalam pikirannya apakah kedua orang Pak Dendi ini memang lebih hebat darinya atau tidak.

“Pak Barsono.. silahkan eksekusi, lagian saya juga akan pergi meninggalkan tempat ini. Saya butuh istirahat.” Pak Dendi yang sejak tadi diam mengingatkan pada Pak Barsono.

“Tunggu bos !” kata Pak Barsono, lalu ia menoleh lagi pada Andy. “Andy.. silahkan lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan.”

Andy mengangguk lalu menyeringai.

Andy lalu memicingkan mata, pandangannya tajam dengan ekspresi dingin pada Jenifer. “Saya tidak akan membunuhnya.” Andy diam sesaat.

“Hahahahahah ! jangan bilang lo takut nih, kali aja dia bisa balik nyerang lo, kan ? tenang aja bro.. kalo dia nyerang lo, ntar gue mampusin langsung pake kapak gue.” Kata Jenifer dengan bangga.

“Saya bukan mau nyerang dia, saya Cuma ingin membuka mata kalian sekarang juga… biar kalian paham jika kalian telah salah menangkap orang !”

“Haaaa ?”

“Bercandanya jangan kebangetan bro… hahahahaha !”

“Hahahahahah… kok gue dengernya konyol banget.” Dodi menambahi.

Tedi yang masih bersandar pada tembok menyaksikan semua yang terjadi. Dia berusaha mencari celah, dan jika ada celah sedikit maka dia akan melarikan diri secepatnya dan melaporkan ini pada Merdin dan juga Pak Raharjo. Jadi yang harus ia lakukan adalah pura-pura melemah saja, dan berharap dirinya tidak tewas di tempat ini.

“Silahkan berkomentar.. saya tidak akan menanggapi komentar kalian.”

“Pak Barsono… songong amat nih cecurut lo !” kata Jenifer pada Pak Barsono. “Bos.. gue izin dikit gorsein mulut nih orang songong.. boleh kan ?” lanjutnya pada Pak Dendi.

“Pak Barsono bagaimana ? seharusnya kejadian seperti ini, tidak terjadi… Cuma melihat anak buah kamu ini, sepertinya dia terlalu menganggap enteng tim saya.” Ujar Pak Dendi selanjutnya. “Jadi saya tidak akan menghalangi Jenifer untuk sedikit memberikan pelajaran padanya.”

“Hmm saya juga tidak bisa menghalangi.. jadi mohon bimbingan dari kalian, jika memang anak buah saya lancang, saya izinkan dia untuk di beri pelajaran.” Meski berkata demikian, namun ekspresi Pak Barsono begitu tenang. Seakan tidak khawatir jika terjadi apa-apa pada diri Andy.

“Baiklah… hei cowok songong, lo liat kan… bos lo aja udah izinin, jadi gue mau nanya lo atau gue yang bakal maju nih ?” Tanya Jenifer sambil menujuk Andy dengan kapaknya.

Andy yang memakai kemeja hitam, sebuah katana berada di punggungnya hanya diam tanpa kata.

“Cihhh ! beneran songong lo ye… ni gue beri loe pelajaran.” Setelah mengatakan itu, Jenifer langsung mengangkat kapak dan berlari menyerang Andy.

Andy menyeringai sejenak. Dia melihat gerakan Jenifer dengan sikap yang masih tenang. Bahkan tampak sama sekali di awal Andy tidak melakukan apa-apa. Dia sama sekali tidak memasang kuda-kuda ataupun sikap untuk menghindar.

Lalu ketika posisi Jenifer sudah semester darinya. Dengan gerak cepat tangan Andy meraih gagang Katana di belakang. Andy bergerak maju sambil melakukan gerakan sabetan dari arah bawah ke atas.

ZEPPP ! Crek !

Semua terdiam.

Jenifer berdiri dengan posisi tangan kanan masih terangkat ke atas. Kepalan tangannya memegang gagang Kapaknya, Cuma hanya gagangnya saja yang tertinggal. Rupanya dari tengah hingga ke atas sudah terjatuh ke lantai karena terpotong oleh katana Andy.

Dodi yang melihat kejadian itu melongo. Bahkan Pak Dendi sendiri pun tidak menyangka gerakan Andi begitu cepat, dan memotong kapak Jenifer dengan mudahnya. Jenifer terdiam dengan tubuh yang kaku. Dia menahan nafas, sambil berusaha memikirkan semuanya yang sedang terjadi. Sedangkan Pak Barsono hanya menyeringai sesaat. Ia lalu melihat pada Andy yang posisinya sudah berganti. Belum saja menarik nafas, semua orang kecuali Pak Barsono lagi-lagi dibuat kaget olehnya. Andy sudah meletakkan bagian katana yang tajam di leher Jenifer yang masih saja diam kaku.

“Ja-jangan lanjutin… ini gak masuk akal.” Kata Dodi yang mencoba untuk menghentikan Andy untuk menyelesaikan aksinya.

Andy melirik pada Dodi. Ia mengangkat bahu lalu melepaskan wanita itu.

Setelah tak adanya ancaman lagi dari katana pria itu, Jenifer bernafas lega lalu perlahan mulai menggerakkan tubuhnya. Pandangannya pada pria itu sudah berbeda dari sebelumnya.

“Lo… hufhhh !”

Andy tak meresponnya. Pria itu lalu berjalan dan berdiri di samping Pak Barsono.

“Pak Barsono… ini sangat memalukan.” Kata Pak Dendi.

“Kenapa bos ?”

“Seharusnya kamu berterus terang dengan kehebatan Andy, tidak perlu mempermalukan tim saya seperti ini.” Ujar Pak Dendi.

“Ohhh hanya sedikit pelajaran saja bos. Tenang aja ! Andy tidak akan segegabah itu melukai tim bos Dendi.”

“Jadi buat apa anda menyewa mereka berdua, padahal anda sudah punya dia yang sehebat itu.”

“Ohh… Andy memang hebat ! Cuma saya butuh orang lain lagi yang juga hebat. Yap ! tim si bos memang hebat, tapi tak sehebat dia.” Katanya mempertegas posisi Andy.

“Haaaaa ! saya akan berangkat malam ini”

“Kemana bos ?”

“Pulang.”

“Terus kerja sama kita bagaimana ?”

“Saya serahkan kepada mereka berdua.” Ujar Pak Dendi.

“Gue ikut bos pulang ah.” Dodi menyahut lebih awal. “Lo gimana Jen ?”

Jenifer sejak tadi tak melepaskan tatapan pada Andy. Mendapat pertanyaan dari Dodi, dia mendesah. “Gue tinggal…”

“Serius lo ?”

“Ya !”

Andy yang menyadari di tatap oleh wanita itu, masih saja memasang ekspresi datar. Seakan tak memberikan respon apapun, mau wanita itu pergi atau tidak pun bukan urusan dia.

“Baiklah kalo gitu, saya juga sudah lelah beberapa hari disini. Dodi siapkan tiket, malam ini kita balik.”

“Oke bos !”

Sepeninggalan Pak Dendi bersama Dodi, Jenifer lalu berjalan mendekati Pak Barsono.

“Jadi… gue ngapain nih bos ?” Tanya Jenifer.

“Andy… saya serahkan dia, silahkan bekerjasama dengannya.” Ujar Pak Barsono.

“Baiklah !”

“Terus dia bagaimana ?” Tanya Jenifer sambil menunjuk pada Tedi yang sejak tadi masih diam duduk bersandar di tembok.

Andy menggidikkan bahu.

Pak Barsono juga sama.

“Kalo gitu gue lepasin aja bos… biar dia melaporkan ke bosnya, kalo kita sedang nyari gara-gara ma dia.”

“Andy bagaimana ?”

“Tidak perlu… saya mempunyai rencana terhadapnya.” Kata Andy lalu berjalan mendekati Tedi.



-000-



Di dalam mobil yang di kendarai Aksan. Dinda baru saja melakukan mencium pipi Aksan.

“Lain kali, jangan melakukan hal memalukan seperti itu.” Ujar Aksan tanpa menoleh sedikitpun pada gadis itu.

“Hufhhh ! hei beroooh, kenapa sih lo kaku banget.. padahal kan kita udah kenal lama kale.”

“Lama ?”

“Udah ah ! di cium gitu doang malah marah, gimana kalo gue cium yang lain.” Sebetulnya Dinda hanya berbicara dengan candaan. Tak di sangka, Aksan memberikan respon dengan begitu aneh. Aksan menatapnya dengan tatapan aneh.

“Lo-lo… ke-kenapa liatin gue kayak gitu ?”

Aksan lalu memalingkan pandangannya ke depan.

“Fiuhhhh !” Dinda menghela nafas. Lalu dia memilih untuk tak lagi berbicara.

Lama mereka hanya diam saja.

Aksan sebetulnya merasakan sesuatu yang aneh ketika di cium oleh gadis itu. Cuma Aksan tak menunjukkannya pada Dinda.

Pada dasarnya Dinda orang yang paling tidak suka berdiam-diaman seperti ini. Apalagi setelah kejadian menakutkan tadi dia butuh seseorang yang menenangkannya, dia butuh Aksan untuk menjelaskan banyak hal. Cuma apa yang ia inginkan sama sekali tak tercapai.

Dalam hati Dinda, ingin menanyakan salah satunya adalah masalah apakah dia dekat dengan Lita atau tidak. Dekat dalam artian mempunyai hubungan yang lebih dari sekedar teman.

Setelah berfikir panjang. Akhirnya Dinda memutuskan untuk berbicara.



“San..” Dinda berucap sambil memandang Aksan dari samping.

“…” Aksan tak ada jawaban.

“Aksan… apa yang gue harus lakuin, biar lo bisa mandang gue sebagai teman.”

“Saya tidak butuh teman.”

“Tapi gue butuh orang yang bisa gue ajak ngobrol sekarang.” Ujar Dinda.

“Kalau mau ngobrol, silahkan.”

“Se-serius nih ?”

“Hmm !”

Dalam diamnya sesaat. Dinda memikirkan apa yang seharusnya ia katakan ya.

“Hmm… San, bukannya semua cowok bakal suka kalo di cium ma cewek ?” Dinda tersadar selanjutnya. Dia memaki dirinya sendiri yang bisa begitu lancang bertanya hal itu pada Aksan.

“Saya tidak tahu.”

“Apa yang lo rasain ?”

“Gak ada.”

“Haaaaa ?” Dinda lalu mulai memikirkan sesuatu. “Jangan-jangan lo itu sebenarnya punya kelainan deh”

Aksan mengetaui apa yang gadis itu maksud. Ia lalu menyeringai, “Saya normal, menyukai wanita seperti anda.”

“Eh !” Jantung Dinda berdegub kencang. Ucapan Aksan baru saja langsung membuat sekujur tubuhnya kaku, pandangannya tak teralihkan. “Ja-jadi lo ?”

“Jangan salah sangka… yang saya maksud, adalah wanita. Anda wanita kan ? Berarti wanita yang sama seperti anda.” Aksan ingin menjelaskan apa yang ia maksud, Cuma Dinda langsung memahaminya.

“Ohhh… terus siapa dia ? Lita kah ?” Aksan menoleh dan menatap Dinda. Menyadari sikap Aksan yang kembali seperti semula. Dinda lalu menunduk. “Maaf kalo gue lancang.”

“Saya tidak mungkin menyukai dia, karena dia adalah wanita yang di cintai sahabat saya.” Aksan lalu menjawabnya.

“Ohhh gitu… ja-jadi, sekarang lo sedang gak dekat ma siapa-siapa ?”

“Ya”

“Hehe ! makasih” kata terakhir yang di ucapkan Dinda cukup pelan.

Aksan mendengarnya. ia tak menoleh, Cuma wajahnya berubah yang awalnya dingin menjadi segaris senyum. Dinda yang menyadari senyuman itu, pun ikut tersenyum.

“San… jangan lagi ninggalin gue kayak tadi, gu-gue takut ka-“

“Tidak akan…”

“E-emangnya lo tau siapa mereka ?”

“Tidak.”

“San… bisa gak lo jangan jauh-jauh dari gue ?” Kini Dinda yang merasa khawatir, meminta dengan penuh rasa pada Aksan agar tetap menjaga Dinda dimana pun berada.

“Bisa.. asal anda tidak secerewet tadi.” Ujar Aksan, Cuma kini ada senyum di wajahnya.

“Terus… bisa gak sih, gak usah manggil anda gitu. Kesannya kebapakan banget ih !”

“Hmm… menurutmu ?”

“Hehehe nah gitu deh.” Cup ! lagi-lagi Dinda mengecup pipi Aksan tanpa permisi.

Aksan menoleh.

“Kenapa ? Lo marah kalo Dinda nyium gitu ?”

“…”

“Yeee malah diam.”

“…”

Cup ! “Rasain deh… hehehehehe !” setelah mengecup ketiga kalinya di pipi Aksan, Dinda langsung menggeser tubuhnya menyandar di jok. Ada perasaan yang menyenangkan ketika melakukan hal itu. Apalagi Aksan tetap tidak keberatan, dan tidak menunjukkan sikap dingin seperti di awal tadi.

“Kalo mau nyium lagi, harus ngomong.” Aksan berbicara pelan. Sedikit melirik pada Dinda.

“Lah… kalo gue bilang, terus gak suprise dong.”

“Biar saya bisa siap-siap juga.”

“Haaaaa ?” Dinda membelalak kaget, kemudian ia tertawa ketika melihat raut wajah Aksan yang menggelikkan. “Hahahahaha lo bisa juga bercanda kek gini.”

“Saya sedang tidak bercanda, Dinda.”

“Terus yang tadi apa dong namanya ?”

“Sudah… lebih baik kamu diam saja. capek saya mendengar ocehan kamu.”

“Eh cie cie… yang udah bisa manggil kamu ke gue. Udah gak anda lagi dong. Hehe”

“Diam.”

“Iye iye…” Setelahnya, senyum merekah di wajah Dinda tak berhenti. Ada rasa dan juga kesan yang berbeda dari hari-hari sebelumnya ketika ia bertemu dengan Aksan.

Tak begitu lama, mobil memasuki rumah besar Pak Raharjo. Di depan pintu terlihat Pak Raharjo, Merdin, Barak dan beberapa pengawal lainnya menunggu kedatangan Aksan.

Aksan lalu menyuruh Dinda turun, dia memarkir mobil.

Setelah Aksan keluar dari mobil, ia berjalan masuk. Belum juga melewati pintu, ia sudah di berondong banyak pertanyaan baik dari Merdin maupun Pak Raharjo. “Saya tidak tahu.. saya hanya bantu dia saja.” Aksan yang malas menjelaskan panjang lebar, dengan sikap cueknya berjalan masuk ke dapam rumah setelah mengatakan pada Merdin dan Pak Raharjo.

“Errrr anak ini.” Ujar Merdin.

“Biarkan dia Merdin, asal Dinda tidak kenapa-kenapa saya juga senang. Selanjutnya, ini tugas kamu mencari tahu siapa yang menyerang Dinda dan lainnya.”

“Baik tuan.”

“Pah Dinda juga mau istirahat” ujar Dinda.

“Ya.”

Dinda berjalan mengejar langkah Aksan ke dalam rumah.

Setelah ia berhasil mengejarnya, ia memanggil Aksan yang ingin naik ke tangga. “San.”

Aksan menoleh.

“Ntar malam sibuk gak ?”

“Tiap saat saya selalu sibuk, kenapa ?”

“Hehehe jalan yuk !”

“Jalan ?”

“Hu um… mau gak ?”

“No Thanks. Saya mau tidur,”

“Errrrr ! Aksan buat Dinda bête lagi deh.”

“…” Aksan lalu tak lagi perduli pada Dinda, dan melanjutkan melangkah naik ke atas tangga meninggalkan Dinda yang masih saja memandangnya dari belakang.



-000-



Beberapa hari ini Linda merasa semakin penasaran terhadap Aksan. Hari-harinya penuh dengan hal yang menyebalkan, padahal dirinya sedang tidak datang bulan. Satu hal yang ia salahkan, ini semua karena Aksan. Hanya dialah seorang yang harus bertanggung jawab atas apa yang di rasakan oleh Linda.

Linda malam ini sedang berdiam diri dalam kamarnya.

Memakai baju tidur terusan yang berbahan tipis. Mirip seperti lingerie. Linda sedang merencakan sesuatu untuk Aksan.

Linda berjalan menuju lemari. Dia lalu mengambil tas, dan meraih sesuatu di dalamnya. Ada botol kecil yang kini di genggamannya, adalah botol berisi cairan untuk membangkitkan gairah pria. Linda yang menguasai obat-obatan tentu saja dengan mudah mendapatkan cairan ini.

Membayangkan apa yang akan terjadi bersama Aksan nantinya, tubuhnya terasa panas.

Malam ini dia tak boleh menundanya. Semakin lama ia menunda maka hari-harinya akan tetap merasa kesal pada semua orang.

Lengan kanan ia gerakkan. Sempat lengan itu menyentuh pada dadanya sendiri hingga ia mendesah. Hanya tangan saja gairahnya bisa naik perlahan. Linda lalu memejamkan mata, dan segera memutuskan dengan baik.

Ia lalu mengambil cardigan di dalam lemari dan menutup tubuhnya yang hanya memakai pakaian tidur tipis. Bahkan ia sama sekali tak memakai Bra maupun celana dalam.

Tanpa menunggu lama, ia berjalan keluar dari kamar.

Linda mengetahui dari salah satu pengawal, keberadaan Aksan rupanya berada di lantai teratas rumah. Kesehari-harian Aksan memang memilih berada di tempat itu. Juga dia dapat dengan mudah memonitor jika adanya ancaman yang datang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Linda menyadari jika semua pengawal menjaga di depan luar rumah. Apalagi setelah keberadaan Aksan, semua pengawal tak lagi di perbolehkan berjaga di dalam rumah. Ini semua atas perintah Pak Raharjo, juga tak ingin jika mengganggu privasi kedua putrinya itu.



Linda kini sudah berada di lantai teratas. Setelah membuka pintu penghubung, ia melihat siluet seorang pria yang sedang duduk. Asap terlihat, menandakan jika seseorang sedang merokok.

Baru satu langkah tiba-tiba Linda terdiam karena Aksan rupanya menyadari kedatangannya. “Mengapa malam-malam begini anda mencari saya ?”

Linda tersenyum. Dia melanjutkan langkahnya mendekat pada Aksan.

“Aku gak bisa tidur”

“Ohh… terus mengapa anda datang ke tempat ini ?” Aksan yang sebelumnya duduk, kini berdiri dan menatap gadis itu.

“Suka aja… emangnya gak boleh ?”

“Ini daerah pribadi saya, siapapun dilarang naik.”

“Loh ini kan rumahku, mengapa aku juga gak boleh ke sini, huh ?”

“Yayaya terserah anda. Silahkan jika anda ingin berdiri diam disini, karena saya tidak akan mengganggu anda.” Kata Aksan. ia lalu berjalan ke sofa. Tubuh Aksan duduk di sofa sambil bersandar. Mata mulai terpejam, dia juga tak ingin gadis itu mengajaknya mengobrol.

“Aksan… suka kopi ?” Setelah menyadari di atas meja hanya sekaleng soft drink, Linda lalu menawarkan kopi pada Aksan.

Aksan menyeringai. “Apakah anda mau membuatkan untuk saya ?” Sebetulnya Aksan ingin menguji, karena menurutnya gadis angkuh seperti Linda seharusnya tidak akan mengikuti permintaan Aksan.

Tapi siapa sangka. “Baiklah… aku buatin dulu, kebetulan aku juga pengen ngopi.”



-000-



Di waktu bersamaan. Dinda malam ini tak dapat menghilangkan pikirannya terhadap Aksan. Setelah dua hari berlalu, Aksan tak juga memberikan sinyal padanya. Bahkan ajakan Dinda pada Aksan untuk sekedar jalan bareng tak mendapat tanggapan sama sekali.

Dua hari ini, Dinda juga tidak masuk kuliah dengan alasan keselamatan. Jadi Dinda hanya berdiam diri di rumah, dan Aksan jika pagi hingga siang entah keberadaanya dimana. Dinda juga tak berniat bertanya pada Pak Raharjo.

Dinda begitu suntuk malam ini. Apalagi ini adalah malam minggu.

Apakah Aksan sedang berada bersama Lita ? Pertanyaan yang sejak tadi tak dapat jawaban membuat perasaan Dinda semakin berkecamuk.

Dinda membuka ponsel dan melihat waktu sudah menunjukkan jam 1 malam. Tapi dia belum juga bisa memejamkan mata.

Dinda lalu beranjak dari ranjang. Ia ingin mencari udara, sambil memandang rembulan yang sepertinya sedang cerah malam ini.

Selanjutnya dia mulai keluar dari kamar, berjalan menyusuri rumah namun semua gelap. Hanya beberapa ruangan yang mendapat penerangan dari lampu. Dinda menghela nafas, rumah ini begitu besar dan luas tapi sama sekali tak menyenangkan baginya. Terasa kesepian melandanya.

Hingga ia memutuskan untuk memandang bintang dari lantai atas saja. Dia belum tahu keberadaan Aksan jika malam hari dimana, dan sepengetahuan dia sebuah ruangan selalu di jadikan tempat mesum oleh sang kakak, Linda. Dinda bukannya tidak pernah melihat atau mendengar hubungan terlarang sang kakak bersama tunangannya jika dia merasa suntuk seperti ini malam. Cuma setelah kejadian Aksan pertama kali datang ke rumahnya, hingga saat itu pula Dinda tak pernah lagi menemukan perbuatan terlarang Linda di rumah.

Ahhh ! ini bukan urusan Dinda, yang jelas mereka sudah sama-sama dewasa.

Dinda naik ke lantai dua.

Malah jauh terasa lebih sunyi di lantai dua. Karena kamar Pak Raharjo dan kamar Linda berada di bawah. Jadi lantai dua ini biasanya di jadikan tempat istirahat saja, dan juga tempat pertemuan papa nya bersama para pengawal.

Dinda naik ke lantai tiga.

Perasaannya tetap sama.

Sepi.

Sunyi.

Di lantai tiga ini sama dengan lantai dua. Ruangan yang besar juga terdapat beberapa kamar yang jarang terpakai.

Lalu…

Ketika mulai menaiki anak tangga ke lantai empat. Perasaan Dinda merasa tidak enak. Dinda memegang dadanya sendiri, namun kakinya tetap melangkah naik ke lantai teratas. Setelah tiba di lantai empat. Dinda menghela nafas dan memandang ke satu ruangan yang selalu di jadikan tempat mesum oleh Linda.

Tapi ini malam pasti tidak ada apa-apa di ruangan itu, karena Linda pasti sudah tertidur. Dinda lalu memutuskan untuk berjalan menuju ke teras sambil memandangi rembulan. Ketika baru beberapa langkah, sayup-sayup telinga Dinda menangkap suara aneh.

“Haaaaa ? jangan-jangan kak Linda ngewe lagi nih ma kak Andrew. Uhhhh ! dasar tidak tahu malu.” Dinda tentu mengetahui suara desahan itu adalah suara orang yang sedang bercinta.

Dinda cuek dan tetap melangkah menuju ke teras balkon rumah. Cuma langkahnya lagi-lagi terhenti, entah mengapa ini malam dia penasaran ingin melihatnya. Apakah kakaknya Linda masih liar seperti dulu kah ?



Dari pada penasaran, Dinda tersenyum lalu berjalan secara mengendap-ngendap ke ruangan itu.

Semakin jelas suara mereka di dalam.

Yang membuat Dinda makin terkekeh dan merasa geli, ketika pintu itu tidak tertutup rapat. Dinda melihat ada cela di sana, dan tanpa menunggu lama Dinda segera berjalan menghampiri pintu.

“Ckckckck dasar ceroboh” pikir Dinda sambil tersenyum jahil. Iseng dia mengambil ponsel dari sakunya, berniat untuk mengambil video atau beberapa foto untuk menjadi bahan bully-an buat si kakak.

Lalu –

Kamera di hadapkan pada celah pintu, sambil pandangan Dinda pada layar ponsel.



PRAANNKKKKK ! Ponselnya terjatuh. Seketika itu juga. Tubuh Dinda terdiam kaku, sekujur tubuhnya bergetar hebat. Lehernya pahit setelah melihat kenyataan yang begitu menyakitkan di layar ponselnya.
Komen dulu dong sebelum baca. Hahaha
Makasih suhu atas updatenya
 
Bimabet
Apalah yg terekan oleh kamera hp dinda.. Apakah linda di atas aksan meraih kenikmatan.. Hmmm.. Menarik di tunggu kelanjutan nya.. Saiyah rasa bukan aksan yg bersama linda..

Makasih update nya suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd