Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA AW - Black Kapatuli

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 25



Setelah memutuskan ke Bandung berdua, maka Aksan mengantar Lita untuk mengambil keperluannya di appartemen. Beginilah jika perempuan akan bepergian, selalu rempong dengan segala tetek bengeknya. Setengah jam lebih lamanya Aksan menunggu di dalam mobil. Hingga si gadis berjalan kembali ke parkiran menenteng dua tas, satu di punggung satunya di pegang pada lengan kanannnya.

Aksan geleng-geleng kepala ketika si gadis telah tiba di mobil.

“Hanya semalam, mengapa begitu banyak bawaan kamu ?” tanya Aksan.

“Hehe, kak... kan Lita cewek. Jadi harus bawa semua perlengkapan mandi.” Jawab Lita.

“Ooo !”

Setelah menaruh dua tas di bagasi belakang, Lita balik duduk di samping Aksan.

“Lets go kak.”

“Kenapa ganti baju ?” tanya Aksan pada Lita.

Awalnya Lita memakai kemeja dan jeans. Sekarang dia memakai baju terusan hingga ke bagian paha, berwarna kuning dengan motif bunga. Rambut di ikat, kaca mata berada di atas kepala.

Si gadis menoleh sambil melempar senyum.

“Suka aja... biar nyantai.”

“Seharusnya yang tadi juga cukup santai.”

“Emang kak Aksan gak suka, kalo Lita pakai baju kayak gini ?”

“...”

Aksan hanya menggidikkan bahu.

Tak mendapat jawaban. Lita memanyunkan bibir.

Tanpa menunggu lama, Aksan lalu menjalankan mobil meninggalkan appartemen Lita.

Duduk di samping Aksan, Lita mulai membuka snack dan juga dua botol mineral. Satu botol ia serahkan pada Aksan.

Sambil mengunyah, ia sesekali menoleh pada Aksan yang masih sibuk menyetir.

Sejujurnya. Selama perjalanan tanpa Lita sadari, sejak awal Aksan sudah memasang kewaspadaan penuh. Menyetujui keinginan Lita ke bandung, jelas saja Aksan pun mempunyai tujuan lain. Tujuan ia menemani Lita adalah ingin mencari tahu siapa lagi yang akan mencari masalah dengannya. Satu orang pembunuh telah muncul tadi, bukan berarti yang lainnya sedang berdiam saja tanpa melakukan tindakan apapun.

Kesimpulan yang Aksan ambil adalah, jika musuh sejak awal telah mengintai keberadaan Lita selama ini. Jelas semua ada hubungannya dengan tim Black Kapatuli, salah satunya Ronald. Bukan hal yang sulit untuk mencari tahu tentang masa lalu Ronald. Karena di kantor dulu, hampir semua anggota mengetahui hubungan Lita dan Ronald.

Dengan ia bersama Lita, kemungkinan musuh lainnya akan muncul. Harapan Aksan Cuma satu, ia dapat menemukan sedikit petunjuk untuk mengarahkannya pada musuh utamanya yang telah menghancurkan timnya.



Lita menyadari keheningan di kabin sejak tadi, karena Aksan masih saja diam. Dan Lita hanya bermain dengan pikirannya sendiri, entah senang ataupun bimbang dia bersama Aksan berlibur berdua saja di Bandung.

Sejauh ini Lita tidak ingin dulu memikirkan banyak hal. Dia hanya ingin berdua saja, bahkan dia telah niatkan untuk mengatakan segala perasaannya pada Aksan ketika di Bandung nanti. Meskipun secara tersirat ia telah mengatakan pada Aksan, Cuma alangkah eloknya jika perasaannya di katakan dengan jelas biar hatinya tenang.

“Kak kok diam saja ?” Lita memberanikan diri bertanya.

Aksan menoleh.

“Kakak mikirin apa ?” Lita bertanya lagi.

“Tidak ada. Lebih baik kamu istirahat, nanti jika tiba di Bandung saya akan membangunkanmu.”

“Eh iya, kakak gak ngambil pakaian juga ?” Lita bertanya balik.

“Tidak perlu. Pakaian saya sudah saya siapkan selalu di bagasi belakang.”

“Ohhh.”

Ya ! Aksan memang selalu membawa sebuah tas ransel yang berisikan beberapa pakaian dan tentu saja senjata. Ia menyiapkan hal itu, karena ia bisa saja tidak pulang ke rumah Pak Raharjo sewaktu-waktu jika ia mempunyai rencana lain.

“Hmm biar Lita temani kakak aja deh, Lita malas bobo” ujar Lita. Namun tangannya bergerak sendiri menarik tuas agar jok agak terdorong ke belakang. Ia membuat posisinya agak sedikit berbaring biar nyaman.

“Ya sudah terserah kamu.”

Awalnya mereka melanjutkan obrolan ringan. Hingga beberapa jam kemudian, ketika sudah berada di tol cipularang rupanya Lita sudah tertidur di samping Aksan.

Aksan melihat ke gadis itu sejenak. Pandangan Aksan awalnya pada wajah cantik si gadis. Nafasnya sangat lembut. Aksan menarik nafas dalam-dalam. Pikirannya mulai bermain, tak di sangka akhirnya ia bisa berdua bersama gadis ini. Bahkan selama ini, Aksan tak pernah bermimpi akan berdua dengannya, mengingat rasa yang sempat ia dera dulunya telah terkubur bersamaan ungkapan hubungan Lita dan Ronald kala itu.

Aksan menerima dengan lapang dada. Karena kala itu, pikiran Aksan tak berfokus pada hubungan dengan seorang gadis. Dia ingin berkarir. Dia ingin membuktikan pada negara, jika dia adalah terbaik dari yang terbaik.

Dari mata berpindah pada bibir mungil si gadis.

Bibir indah berwarna merah muda itu, membuat gejolak dalam dada Aksan.

Tanpa di sadari, pandangannya mulai bergerak sendiri hingga terhenti pada kedua tangan si gadis yang berada di bawah perut. Kain bagian bawah si gadis agak sedikit tertarik ke atas, membuat paha mulus lumayan terekspose. Paha yang sedikit di tumbuhi bulu halus dan sangat tipis. Juga terlihat samar-samar urat berwarna hijau, yang menambah ketidak-nyamanan pada Aksan saat ini.

Sekali lagi Aksan menarik nafas dalam-dalam. Ia lalu mencoba untuk mengalihkan pandangannya. Ia sangat menghormatinya. Gadis ini, adalah satu-satunya gadis yang pernah ada dalam pikirannya.

Maka dari itu. Sengaja Aksan membiarkan si gadis tertidur agar ia bisa fokus menyetir dan juga bersiaga jika saja ada bahaya yang datang pada mereka.

.

.

Bandung...

Mereka telah tiba di Bandung, perjalanan mereka tempuh 4 jam lebih.

Aksan hanya menghela nafas, mengingat jika dirinya telah lama tidak menginjakkan kaki di kota ini. Kota Bandung adalah tempat Aksan menempuh ilmu di sekolah sejak SD hingga SMA. Bersama dengan Ronald ketika ia telah berada di bangku SMA.

Setelah berada di jalan Pasteur, Lita tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

“Hoaeeemmm ! astagaaa kak, maaf Lita tertidur.” Ujar Lita. Ketika ia mengangkat kedua lengannya ke atas, tiba-tiba kain bagian bawahnya semakin tertarik ke atas. Samar-samar dalamannya terlihat. “Opss !” Lita segera memperbaiki pakaiannya.

Lalu matanya menoleh malu-malu pada pria di sebelahnya itu.

Ia tersenyum karena sepertinya Aksan tak menunjukkan sikap yang aneh padanya. Lita bertanya-tanya dalam hati, Apakah Aksan sejak tadi tidak melihat keadaannya sama sekali ? Mengingat itu, Lita hanya menghela nafas panjang. Ia paham jika Aksan adalah pria yang sopan. Dan sebisa mungkin ia tidak akan melihat sesuatu yang negatif pada seorang wanita. Jadi menurut Lita, mungkin Aksan sejak tadi tidak memalingkan wajah padanya.

Lita tersenyum hangat.

Lalu ia mulai bertanya pada Aksan. “Kak... lapar gak ?”

“Hmm lumayan.”

“Kalo gitu kita makan dulu yuk, kebetulan Lita juga lagi pengen makan batagor.”

“Ada rekomendasi tempat gak ?”

“Ada dong.”

Lita lalu menunjukkan tempat makan Batagor favoritnya ketika ia berada di Bandung.

Tempat yang terletak di daerah Dago, hari ini lumayan cukup rame. Aksan yang telah memarkir mobil di dekat sebuah lapangan kecil, masih diam tanpa sedikitpun menunjukkan sikap untuk keluar dari mobil.

“Rame banget tempatnya kak.”

“Sepertinya kamu saja yang makan. Saya biar menunggu di mobil.”

Lita memahaminya. Mungkin karena status Aksan yang masih belum jelas di negara ini, jadi bisa saja jika ada yang mengenalnya maka akan menjadi masalah. Dan akan membuat liburan mereka menjadi tidak menyenangkan.

“Hehehe cari lain yuk !” Lita lalu berinisiatif mencari tempat lain.

Setelah berputar-putar, akhirnya memutuskan untuk makan di sebuah resto fast food yang tampak tidak terlalu ramai. Mereka memesan fast food, ayam, dan juga nasi beserta beberapa saos.

Selesai makan, juga karena waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Maka Lita langsung berfikir untuk mencari hotel terlebih dahulu.

Di dalam mobil.

“Kak... booking hotel dulu yuk !” ujar Lita.

“Oke.”

“Pakai applikasi aja.”

“Hmm ! kamu saja yang booking. Boleh ?” mengingat di ponselnya tidak adanya applikasi untuk memesan hotel, maka Aksan menyuruh Lita saja yang memesannya.

“Wait kak.”

“Pesan dua saja.”

Lita memandang pada Aksan. Perasaannya berkecamuk sekarang ini. Awalnya ia mengira jika ia bisa menginap berdua sekamar dengan Aksan, ternyata justru Aksan yang menyuruhnya untuk memesan dua kamar.

Lita belum menyentuh ponselnya. Tubuhnya menyandar di jok, sambil menatap wajah Aksan sambil bibirnya sedikit terbuka. Aksan membalas tatapan itu, sambil mengernyit.

Kondisi di parkiran, lumayan ramai. Bahkan mobil mereka telah di apit oleh dua mobil lainnya, yang awalnya jarak satu mobil ke mobil lainnya cukup jauh. Jantung Lita tiba-tiba berdegub kencang, ketika Aksan masih saja menatapnya.

Ia juga masih belum mengalihkan pandangan. Keduanya masih saling berpandangan.

Sedangkan jemari si gadis mulai berkeringat. Ada cubitan-cubitan kecil yang di buat sendiri, juga ada perasaan yang berkecamuk hingga membuat tubuhnya sedikit bergetar.

“Kenapa ?” tanya Aksan yang akhirnya membuka suara.

Lita menggelengkan kepala, tapi tetap memandang bola mata pria itu.

“Kalo tidak ada apa-apa. Mengapa kamu melihat saya seperti itu ?”

Lita menggelengkan kepala lagi, tapi kali ini ada senyuman lembut di wajahnya.

“Ya sudahlah ! sepertinya kamu sedang malas berbicara.”

“Kak Aksan...”

“Ya ?”

“Tidak apa-apa. Hehe, dah ah ! Aku pesan hotel dulu.”

“Iya... pesan dua kamar.”

“Kenapa gak satu kamar aja kak ?”

Aksan mengernyit kembali. Tatapannya penuh tanya pada Lita.

“Hehe ya sudah kalo kakak gak mau sekamar ama Lita.”

“Pesan saja dua kamar !”

“Iya kak.”

Akhirnya dengan berat hati, Lita memesan dua kamar sesuai keinginan Aksan.

.

.

Rupanya kamar mereka bersebelahan. Lita dan Aksan telah masuk ke kamar masing-masing. Apalagi kalau bukan mereka akan langsung mandi. Baik Aksan maupun Lita, berpisah tanpa kata apapun.

Selesai mandi. Lita hanya memakai kaos oblong berukuran ‘L’ yang dapat menutup tubuhnya hingga ke bagian paha. Setelah beres-beres, memasukkan pakaian ke lemari juga beberapa peralatan make up dan lainnya telah ia letakkan di atas meja. Maka Lita duduk di sofa sambil membuka ponselnya.

5 menit berlalu...

10 menit...

20 menit...

Apapun yang Lita lakukan, sama sekali tidak dapat menghilangkan pikirannya tentang Aksan. jelas-jelas mereka berdua liburan, mengapa harus terpisahkan kamar seperti ini ya ? Padahal Lita ingin mengobrol banyak dengan pria itu.

Sekarang posisi Lita sudah berpindah beberapa kali. Ia telah rebahan di ranjang, sambil pandangan kosong, pikiran berkecamuk.

Setelah memikirkan semuanya. Lita beranjak dari ranjang, tanpa menunggu lama ia keluar dari kamarnya.

Lama ia memandang daun pintu yang dalam posisi tertutup. Adalah kamar Aksan yang berada di sebelah kamarnya.

Semakin lama jantung Lita semakin berdegub kencang. Nafasnya tertahan sesekali karena rasa yang berat.

Ia harus memberanikan diri mengatakannya sekarang ini pada Aksan.

Kapan lagi kalau bukan sekarang ?

Setelah memutuskan semuanya, dengan tangan yang sedikit gemetar ia menggerakkannya untuk mengetuk pintu.



Tok ! Tok ! Tok !

Tak menunggu lama, pintu di buka. Dan tampak Aksan memandang Lita yang berdiri di hadapannya.

“Kenapa Lit ?” Aksan bertanya.

“Kak... Lita BT di kamar.” Ujar Lita menatap wajah pria itu.

“Trus ?”

“Pengen ngobrol ma kakak, boleh ?”

Aksan mengangguk.

Sebelumnya Aksan sempat melihat penampilan Lita. Gadis ini, sadar atau tidak rupanya ia sedang tidak memakai Bra. Sedangkan kaos yang ia gunakan, benar-benar hanya t-shirt saja bergambar ‘Volcom’ berwarna putih. Kain bagian ujung bawah, lebih pendek dari pakaian terusan yang sebelumnya ia gunakan.

Sebetulnya memang seperti inilah cara pakaian Lita jika ia berada di rumah. Tapi ini kan berbeda, dia sedang berada di hotel. Meski ia berada di kamar sendirian, setidaknya jika keluar dari kamar harus memakai pakaian lain. Tapi ! Sudahlah, Aksan tak ingin menegur hingga membuat perdebatan nantinya.

Aksan mempersilahkan gadis itu masuk.

Lita sempat melihat sekeliling kamar. Rupanya kamar Aksan lebih besar dari kamarnya.

“Kok gede’an kamar kakak, dari pada kamar Lita ya ?”

“Kamu yang booking kan ?”

“Hehe iya sih, tapi mungkin beda type kali ya ?”

“Mungkin.”

Lita mendengus mendengar kata-kata Aksan. Ia lalu duduk di sofa sambil mengangkat kakinya. Dengan posisi itu, membuat paha Lita semakin jelas di lihat oleh Aksan.

Lita menyadari tapi tetap tidak merubah posisinya.

Aksan geleng-geleng kepala, lalu mencoba untuk mengalihkan pandangannya.

“Di kulkas kecil ini, hanya ada soft drink... Mau ?”

“Eh iya, ada kulkasnya juga di kamar kakak... Ada apa aja kak ?”

“Atau kamu liat saja sendiri.”

“Oke !” Lita lalu beranjak berjalan ke kulkas. Setelah melihat isi dalam kulkas ia mengambil sekaleng soft drink. “Seger nih kak, minum coca cola.”

“Saya hanya ingin minum kopi saja.” Rupanya Aksan tadi sudah membuat kopi. Dan cangkir kopi ia letakkan di meja dekat TV.

Setelah mengambil kaleng soft drink, Lita kembali duduk di sofa sambil meneguk perlahan-lahan minumannya.

Melihat cara duduk Lita, Aksan tak dapat menahan untuk tidak menegurnya. Ia lalu berjalan mendekat, dan berdiri di depan gadis itu. “Cara duduk kamu, apa kamu tidak malu jika saya melihatnya ?”

“Eh... Hehehe ! maaf kak, kebiasaan.” Lita menarik kaos hingga kebawah. Tapi tidak berpengaruh sama sekali, tetap saja paha mulus nya terekspose.

“Lagian kenapa kamu berpakaian seperti ini ?”

“Udah dibilangin, udah kebiasaan kak. Lagian santai saja kali kak, kan disini Cuma ada kak Aksan saja.”

“Tapi saya pria, dan kamu wanita.”

“So what ?”

“...”

“Emangnya kakak mempunyai pikiran seperti pria lainnya terhadap Lita ?”

“...”

“Kak...”

“...”

“Ye di tanya malah diam saja... padahal tadi dia yang memulai.”

“Lupakan saja, jika memang dengan begitu membuat kamu nyaman... Silahkan saja !”

“Maunya sih, kakak duduk di samping Lita... pasti Lita akan nyaman.”

Aksan hanya menarik nafas dalam-dalam, lalu ia duduk di pinggiran sofa.

Yang terjadi selanjutnya. Mereka terdiam. TV yang menyala, seakan malah mereka berdua yang di tonton oleh TV tersebut. Mereka masih bermain dengan pikiran sendiri.

Tapi berapa lama kemudian, pandangan Lita tertuju pada Aksan. Ia mengigit bibirnya sendiri, dengan perasaan yang berkecamuk. Jantungnya berdegub kencang, dan mencoba berusaha untuk mengatakan sesuatu.

Sesuatu tentang apa yang ia rasakan. Bahkan bukan hanya hari ini saja, melainkan perasaan yang sejak lama ia rasakan.

Tarikan nafas panjang terdengar oleh Aksan. Meski demikian, ia tetap menatap TV yang entah sedang menyiarkan siaran apa.

“Kak ! boleh jujur ?”

“...”

Lita menggigit bibirnya sendiri. Jemari saling mencubit. Nafas tertahan, lalu ia mulai mengatakannya. “Kalo Lita bilang, Lita sayang sama kakak... Kakak marah gak ?”

“...”

Sebetulnya kalimat itu, sudah berhasil merubah situasi dalam diri Aksan. Namun rupanya Aksan tetap memilih untuk diam sejenak, dengan memandang TV. Masih menunggu apa yang akan si gadis katakan selanjutnya.

“Lita sudah sayang, jauh sebelum Lita menjalin hubungan dengan kak Onald !”

“...”

Aksan masih saja diam. Dia juga tak memalingkan wajah untuk menatap si gadis.

“Sejujurnya... Lita kecewa ma kakak dulunya, karena Lita berharap kalau kak Aksan lah yang menyukai Lita... tapi ternyata, justru kenyataan yang berbeda dari yang Lita harapkan.

Kak Aksan marah ?

Lita paham, kalau kakak marah ma Lita. Karena Lita pacaran ma kak Onald, tapi hati Lita masih saja memikirkan kak Aksan. Tapi demi apapun kak, Lita juga selalu menjaga hubungan Lita ma kak Onald ! Lita sama sekali gak pernah berpaling, atau berkhianat dari kak Onald. Lita sayang sama kak Onald, iya ! tapi, entah mengapa sayang Lita berbeda dengan sayang yang selama ini Lita pendam. Dan itu hanya untuk kak Aksan seorang.”



“Kak... Lita tidak berharap, kakak membalas perasaan Lita sekarang ini. Lita juga paham kondisi kakak yang masih belum stabil. Masih banyak masalah kakak yang belum beres, tapi please izinkan Lita untuk menunggu sampai semua masalah kakak selesai. Ijinkan Lita tetap mempertahankan perasaan ini pada kakak. Karena Lita gak bisa kak, gak bisa menghilangkan perasaan ini...”



“Kak...” tanpa lagi bisa menahan perasaannya, kalimatnya tertahan karena kedua mata si gadis telah mengeluarkan air mata.

Aksan akhirnya memalingkan wajah, kini telah menatap gadis itu yang sudah menunduk menahan segala rasa yang telah menderanya.

“Kenapa kamu melakukan semua ini ?” Aksan bertanya.

“Li-lita gak tau kak... hiks ! hiks ! Lita hanya tau, kalau perasaan ini sudah lama banget.”

“Kamu yakin suka sama saya ?”

“Lita gak tau kak... Lita gak tau... yang Lita tau, ketika mengingat kakak, hati Lita selalu saja sakit.”

“Kamu tau ? saya tidak punya pengalaman dengan masalah perempuan... apa yang kamu harapkan dari saya ?”

Lita menggelengkan kepalanya. Ia membalas tatapan Aksan, kedua matanya masih mengeluarkan air mata.

“Lita tidak mengharapkan apapun dari kakak, Lita bersyukur andai saja di hati kakak sempat secuil saja memikirkan Lita, kak.”

“Kalo itu... saya jawab ! Iya.”

“Ka-kakak pernah memikirkan Lita ?”

“Iya.”

“Ka-kakak ju-juga pernah sayang sama Lita ?”

“Iya !”

“Hiks ! Hiks ! ya tuhaaaaaannnn kak... hiks ! hiks !”

“Berhentilah menangis...”

“Gak bisa kak... hiks ! namanya cewek, kalo sedih pasti menangis.”

“Makanya saya tidak pernah menyukai cewek.”

Mendengar itu, ada senyuman di wajah Lita. Meski mata masih mengeluarkan air mata, tapi melihat jika Aksan bisa bercanda seperti ini, hatinya terasa bahagia.

“Aihhh ! malah masih menangis. Kalo kamu masih nangis, saya bakal suruh kamu kembali ke kamar.”

“Gak mau... Lita masih pengen dekat kakak.”

“...”

“Kak... hiks ! hiks ! sini... duduk samping Lita.” Ujar Lita sambil menepuk sofa.

Yang anehnya. Aksan malah langsung beranjak, lalu duduk di sebelah gadis itu. Lita pun sempat kaget, tidak biasanya ia melihat sikap Aksan seperti ini. Yang ia ketahui, jika Aksan mempunyai hati yang dingin, sikap yang tak ada kata-kata ‘Lembutnya’ terhadap siapapun.

“Ada lagi ?” tanya Aksan yang telah duduk di samping Lita, sambil menatapnya.

Lita menggelengkan kepala. Ia tersenyum, sambil mencoba untuk menggerakkan tangannya. Ketika ia ingin menyentuh punggung tangan Aksan, justru Aksan lah yang langsung mengambilnya.

“Eh kak ?”

“Biar kamu berhenti menangis.” Aksan kini telah menggenggam jemari Lita.

“Kak... Lita bahagiaaa banget !”

“...”

“Lita bahagia, meski kakak gak mengatakan apapun ke Lita.. dengan begini, Lita paham jika kakak juga memiliki perasaan yang sama seperti Lita.”

“...”

Lita lalu melepaskan genggamannya. Aksan menoleh, lalu sempat terkejut ketika kedua telapak tangan Lita mulai menyentuh pipi Aksan.

“Kak... sudah waktunya, Lita mendapatkannya.”

“...”

“Lama banget kak ! Li-lita menginginkan mengecup bibir kak Aksan... ijinkan Lita menyentuh nya kak... please !”

“...”

Tanpa menunggu lama, Lita telah memejamkan kedua mata sambil mendekatkan wajahnya. Aksan tetap diam dan menunggu apa yang si gadis akan lakukan selanjutnya. Detik berikutnya, bibir Lita menyentuhnya. Hanya menempel begitu saja, tanpa ada yang memulainya terlebih dahulu. Dengan menempel begini saja, perasaan Lita begitu bahagia. Akhirnya rasa yang ia pendam selama ini, terbalaskan.

Semenit kemudian. Ketika telapak tangannya tak lagi menyentuh pipi Aksan, ia merasakan jika si pria mulai memeluk tubuhnya.

Tubuh Lita tertarik merapat pada tubuh Aksan. Bahkan kini Aksan mulai membuka mulut. Bibir Lita mulai di hisap bagai permen oleh si pria. Merasakan hisapan yang begitu lembut, membuat tubuh Lita bergetar. Ia pun membalasnya.

Lita jauh lebih berpengalaman dari Aksan. Ia lalu memainkan Lidah untuk menggelitik si pria. Tak begitu lama, Aksan mulai mengimbanginya. Mereka kini berciuman mesra dengan saling menggelitik sesekali. Dercikan air liur di perdendangkan, nafas sesekali tertahan. Hingga darah mereka berdesir. Berciuman dengan orang yang begitu di sayang, memang jauh berbeda dari pada pria yang hanya berada di luar hatinya selama ini. Begitulah yang Lita rasakan, berbeda berciuman dengan Aksan dari pada Ronald.

Setelah merasa cukup ! keduanya menghentikan ciuman.

“Hash ! Hash !”

Lita membuka mata. Mereka saling berpandangan.

Ada senyum tipis di wajah Lita.

“Kak... akhirnya kak Aksan mencium Lita.”

Aksan hanya mengangguk sambil menahan gejolak.

“Kak... boleh Lita minta lagi gak ?”

Tanpa menjawab, Aksan menarik tubuh Lita untuk duduk di pangkuannya. Mereka kembali bericuman, namun ciuman yang sekarang sudah bercampur rasa. Ada rasa sayang, rasa cinta dan juga nafsu yang bercampur menjadi satu, mengeluarkan gelombang gairah yang kini mendera keduanya.

Tanpa sadar, kaos bagian bawah Lita mulai sedikit terangkat ke atas. Pahanya terekspose sepenuhnya. Bahkan kini yang sudah bersentuhan dengan celana pendek Aksan, adalah dalaman si gadis.

Tepat di bagian tonjolan di atas resleting celana pria, adalah kemaluan Lita yang masih tertutup oleh cd.

Aksan belum menyadarinya karena ia masih memejamkan mata.

Hanya Lita yang merasa berbeda. Gesekan pada kemaluannya yang masih terbalut cd, sudah mampu membakar gairahnya. Jantung yang makin berdegub kencang, perlahan mulai penasaran akan rasa selanjutnya. Akan rasa yang belum pernah ia rasakan jika bersama pria sebelumnya.

Ciuman itu, berganti menjadi rangsangan pada titik-titik sensitif si gadis. Aksan yang telah melepaskan ciuman, mulai mencumbu. Berawal dari leher, lalu ke belakang telinga. Isapan, kecupan hingga menggelitik dengan lidah yang silih berganti di terima oleh Lita, membuat mulutnya mulai mengeluarkan desahan.

Telapak tangan Aksan pun telah mengusap lembut paha Lita.

Tubuh Lita meregang. Ia menginginkannya...

Ia penasaran akan rasa itu.

Hingga tanpa di sadar, tangannya menyentuh telapak tangan Aksan yang masih mengusap di sekitaran paha. Ia membimbing kedua tangan Aksan agar berpindah.

“Sssttttttthhhhhhhsss ! kakkksss... sentuhlah. Sentuh bagian dalam Lita kakkksss” ujar Lita, lalu meletakkan tangan Aksan tepat pada payudaranya.



Aksan telah merasakan betapa kenyal dan lembutnya dada sang gadis. Mereka masih saling bertatapan. Lembut dan hangat, tatapan Lita pada Aksan. Sampai-sampai nafas Lita tertahan, bersamaan ia menganggukkan kepalanya dihadapan Aksan. “Setuhlah kak... kak Aksan tau, bahkan dia belum pernah menyentuhnya...” kata dia itu, jelas Aksan mengetahuinya. Awalnya Aksan tak ingin permasalahkan, namun setelah mendengar pengakuan si gadis maka Aksan semakin yakin akan hal itu. Apalagi Ronald yang ia kenal, adalah type yang benar-benar menjaga kekasihnya agar tidak tersentuh sebelum mereka menikah. Jawaban Ronald kala itu simple. Mengapa demikian, karena dia saja belum tentu bisa menjadi suami si gadis, di karenaka pekerjaannya yang selalu dekat dengan kematian.

“Percayalah kak... Uhhhh, semua yang ada dalam diri Lita, belum pernah di sentuh olehnya. Padahal Lita tidak melarangnya. Juga tidak pernah protes jika saja dia ingin menyentuhnya. Tapiiii- Ahhhhhhhhhhh kakkkkkkkkkkkk....” Belum juga menyelesaikan ucapannya, payudaranya kini mulai di remas lembut oleh Aksan, sambil lehernya menjadi sasaran gelitikan lidah si Aksan.

Lita yang tak tahan lagi. Ia sendiri yang membuka bajunya sendiri hingga menunjukkan payudaranya yang sekal, berbentuk bulat dengan tonjolan puting indah berwarna kemerahan di tengah-tengah payudara.

“Kakkkkk shhhhhhhh”

“Lita maaf, saya gak tahan, untuk tidak menyentuhnya. Maaf!” kejujuran yang di ucapkan Aksan, makin membuat tubuh Lita bergetar.

Setelah berhasil menyentuh payudara si gadis, Aksan lalu berinisiatif untuk mengganti tempatnya. Ia menggendong tubuh seksi si gadis menuju ke ranjang.

Aksan membaringkan tubuh Lita di atas ranjang, lalu ia pun menyusul berbaring di samping Lita. Tatapannya masih pada dua payudara si gadis yang mengacung padat nan indah, menantang agar segera di sentuh.

“Kamu yakin ?”

“Gak tau kak... tapi, Lita juga menginginkannya.”

“Kalau kamu gak yakin, lebih baik kita menghentikannya saja.”

Lita menggelengkan kepala. Ia sendiri yang menarik wajah si pria lalu di dekatkan pada kedua dadanya.

“Kak... jangan dilihat saja, sentuhlah kak... Ambil apa yang seharusnya menjadi milik kakak.”

Aksan lalu mengisap ujungnya, di jilat hingga terdengar bunyi. Slurpppp!!! Slurppppp!!!

Lita mendesah membuat Aksan semakin bergairah.

Aksan menghentikan sentuhan pada payudara gadis itu. Yang ia lakukan sekarang, adalah mencium bibir merekah si gadis.

“Mmmffffffmmmm” Aksan mencium bibir merekah itu sangat bergairah. Dimana Aksan sudah menghisap bibir Lita sambil sedikit membasahinya memakai lidahnya. Bibir mereka bedua menyatu dalam sebuah keheningan dan keindahan malam di dalam kamar yang full Ac, suasana erotis nan romantis mereka ciptakan dengan tekhnik berciuman yang tidak terburu-buru tapi penuh gairah. Sedangkan jemari Aksan mulai sibuk meremas lembut dua bongkahan itu bergantian, sambil sesekali memelintir ujung putingnya. Tubuh Lita makin bergerak tak beraturan dibawah Aksan.

Mereka benar-benar telah terpengaruh 100% dengan nafsu.

Tanpa pikir panjang...

Dan juga gak munafik...

Di sentuhnya perut Lita. Di buat seakan menggaris, lalu ia menyentuh bagian yang begitu paling menggiurkan bagi Aksan. ‘Vagina’!

“Mmmmmmhhhhhhhhh!” lita terpekik dalam kondisi bibirnya masih di cium oleh Aksan.

Karena si pria menyentuhnya dari balik CD. Ia juga gak paham, kenapa ia bisa sejauh ini melakukannya. Ia menyayangi sang gadis, bahkan perasaan ini sudah lama ia pendam sendiri.

Tubuh Lita melengking. Selangkangannya bergerak naik, mencoba agar bagian dalamnya makin terasa tersentuh. Aksan pun menggesekkan pelan, lalu agak cepat, hingga kepala Lita memaksa ciuman mereka terlepas. Dan kini kepalanya bergeleng-geleng merasakan begitu nikmatnya dibawa sana. Bahkan jauh beribu-ribu kali lipat, saat bagian itu disentuh sendiri olehnya ketika birahi mengalahkan membuat ia self service.

Baik Aksan maupun Lita. Kejadian ini adalah hal pertama kalinya bagi mereka. Meski demikian tanpa belajarpun, hanya mengikuti naluri maka semua akan terjadi dan mengalir nikmat dengan sendirinya.

Saat Aksan makin menguyel-nguyel dibawah sana, Langsung terdengar suara erangan penuh nikmat dari Lita. “Ahhhhhhh kaaaaakkkkkk! Nikmaaaatttttnya.... Nikmaaat bangeeeetttshhhh kakssss!”

Aksan langsung menyerang kembali payudaranya. Bibirnya menyentuh puting. Di hisapnya dengan gemas dan penuh gairah. Di gelitik dengan lidah, hingga membuat tubuh Lita makin bergerak gusar dibawah pelukannya.

Sudah saatnya! Batin Aksan. Maka Aksan pun menyentuhkan jarinya di ujung CD gadis itu. Sesaat ia berfikir, apakah sudah seharusnya ia membukanya?

Lama ia menahan. Namun, balik lagi nafsu mengalahkan logika. Dan juga pesona yang dimiliki sang gadis, membuat Aksan dengan cepat menarik turun CD itu. Sempat Lita membelalakkan kedua matanya, hanya sepersekian detik. Karena jemari Aksan langsung nyaplok menyentuhnya. “OUGHHHHH!!!! KAAAAAKKKK... AKHIRNYAAA KAKKK AKSAAAN MENYENTUHKUUUUUUU AHHHHHHHHH!” Teriak Lita yang tak mampu menahan kenikmatan yang teramat sangat.

Aksan gak ingin berlama-lama. Di lepaskannya payudara itu. Membuat Lita menatapnya penuh gairah. “Hash! Hash! Kak... AKU MENCINTAIMU.” Erang Lita saat Aksan masih saja menggelitik vaginanya. “AKU MENCINTAIMUUUUU OHHHHHHH! MYYYYY! ENAKKK KAKKKK!”

Setelah merasa cukup. Aksan lalu melepaskan jemarinya sesaat.

Lita menatapnya sayu. Gadis itu tersenyum, saat menyaksikan dimana Aksan dengan cepat membuka seluruh pakaiannya. Terlihat tubuh atletis sang pria, membuat Lita menelan ludahnya sendiri.

Batang kemaluan yang sudah tegang keras, menjadi perhatian Lita sejenak. Ia menelan ludah, ada rasa keinginan untuk menyentuhnya.

Namun Aksan sepertinya tak membiarkannya.

Di peluknya tubuh sang gadis. Di kecup bibir itu...

Lalu di lepasnya ciuman itu, sambil menatap penuh perasaan dua bola mata di hadapannya. “Saya... Mengiginkanmu Lit... Saya ingin melakukannya sekarang juga!” ujar Aksan yang benar-benar lepas kontrol.

Lita tersenyum dengan anggukan kepala. Kebahagiaannya berlipat ganda, karena mendengar kalimat dari Aksan.

Di sentuhnya kembali selangkangan sang gadis. Membuat Lita terbelalak. “Kaaakkkkkk” Semakin intens, bahkan gelitikan jemari Aksan makin membuat Lita lupa akan segalanya.



Aksan menindihnya, menggesekkan batang kemaluannya di perut sang gadis.



“Kaaakkk... sudah waktunya, Lita bersatu dengan kakak.. Lakukan kak ! Lita mencintai kakak.”

Aksan hanya tersenyum. Di usapnya wajah sang gadis, di kecupnya keningnya sesaat.

Selanjutnya Aksan mulai menyentuh bibir vagina si gadis dengan kepala kemaluannya.

Setelah batang kemaluannya sudah tepat pada posisi di bibir vagina si gadis. Aksan lalu menarik nafas dalam-dalam.

“Tahan yah... pasti sakit.”

“Iya.”

Lita menatap dalam-dalam wajah Aksan. Menanti saat-saat dimana, pertahanan terakhirnya akan di ambil oleh pria itu.

“Tahan yah...”

Lita mengangguk pelan. Ia mulai merasakan sesuatu telah menggesek dan permisi masuk di bagian bawah sana. Lita mulai merasakan ada yang sesak, sambil memejamkan mata, mencoba mengalihkan pikirannya. Aksan tersenyum. Perlahan digerakkan kepalanya mendekati sang gadis. Dikecup keningnya lembut sekali.

Batang kemaluan Aksan makin menekan lebih jauh. Dengan dituntun oleh si gadis yang tanpa sadar, juga kakinya yang mulai menjepit paha pria itu, perlahan batang keras itu masuk ke liang yang seharusnya.

“Errrr!” Lita terpekik.

Aksan sempat menghentikan gerakannya tatkala mendengar sang gadis kembali meringis kesakitan.

“Lanjutkan kak... Lita bisa tahan.”

Mendengar itu, Aksan makin mendorong pelan penisnya lebih dalam.

Sepelan mungkin, selembut mungkin. Berharap sang gadis tidak merasa kesakitan. Sedikit demi sedikit, pusaka Aksan memasuki lubang Lita. Semakin lama semakin dalam. Aksan merasakan sempit dan kenyal pada penisnya. Memberi sensasi kenikmatan tersendiri.

Aksan berhenti sesaat, ketika ujung penisnya menyentuh sesuatu di dalam gua itu. Ia terdiam. Menatap lembut. Dengan pandangan matanya yang sayu.



Tak ada kata terucap...



Aksan makin mendorongnya dengan hati-hati. Hingga merasakan ada sesuatu yang robek. Juga bersamaan terdengar suara Lita memekik kecil. Tubuh Aksan dipeluk dengan erat. Punggungnya dicengkeram hingga lecet. Terasa perih di punggungnya. Melihat sang gadis meringis, Aksan berhenti sejenak.

Kaki yang melingkari di pinggul Aksan, makin menekan. Seolah menginginkan sang pria menuntaskan pekerjaannya. Kedua kaki itu membantu mendorong agar Aksan benar-benar menembusnya.

Hingga...

Srek!!! “Arghhhhhhhhhhh!” Lita teriak bersamaan selaput perawannya telah terpecah.

Aksan sudah berhasil menggagahi sang gadis.

Tak ada tangisan...

Tak ada penyesalan...

Hanya suara mengiris kesakitan dari sang gadis terdengar mengalun indah di telinga Aksan.

Kini Aksan lebih bersemangat memompa tubuh Lita. Kekhawatiran yang sempat melanda, kini berganti dengan gairah. Semakin lama gerakannya semakin cepat. Entah berapa lama mereka melakukannya. Tak ada pola yang pasti, hanya gerakan yang sama mereka lakukan. Sangat intim. Penuh perasaan. Penuh penghayatan.

“Ooooohhhh kaaakkkk,” Lita mulai meracau. Suaranya terdengar begitu mesra di telinga Aksan.

Balik lagi! Gak ada penyesalan, gak ada tangisan. Yang ada kebahagiaan dan kenikmatan yang melanda dua insan bergerak di atas ranjang.

Erangan dan desahan dari Lita, sungguh membuat Aksan menjadi lebih bergairah untuk menancapkan kenikmatannya ke dalam lubang sang gadis. Aksan dan Lita sangat menikmati perbuatan yang mereka lakukan. Pinggul Lita bergerak, ke kiri ke kanan, mengikuti irama sodokan dari Aksan. Menambah kenikmatan yang mereka rasakan menjadi berlipat ganda.

“Ahhhhh kak Aksan... Ohhh kak Aksan akhirnya ngentotin Litaaaaaa!”

Plok!! Plok!!

“Aku mau... setiap hari melakukan ini kaaaakkkk!”

Aksan tak mengatakan apapun. Ia masih fokus pada batang kemaluan yang masuk begitu dalam, menjelajahi setiap mili kedalaman vagina si gadis.

Plok ! Plok ! Plok !

Entah sudah berapa banyak gerakan dan juga pola gaya yang mereka lakukan. Hingga keduanya merasa sebentar lagi sesuatu akan keluar.

Lita yang lebih dulu merasakannya.

“Arhhhhhhh Kaaaaakkkk enaaaaakkk... apaaan tuhhhh yang gataaaaal pengen keluar dan meledaaaaakkkk.” tangannya mencengkeram erat punggung Aksan. Kakinya begitu kuat mengunci pinggul sang pria.

Aksan pun tak mampu menahan. Remasan otot-otot vagina Lita yang tiba-tiba menjadi kuat, tak ubahnya pijatan profesional di penisnya. Melambungkan perasaannya. Mendorongkan penisnya dalam-dalam di vagina Lita.

Aksan tak mampu bertahan lebih lama lagi.

Plok! Plok! Plok!

Sekali hentakan. Lalu Aksan mencabutnya.

“Arghhhhhh!”

Crott ! Crott ! ia mengocok batangnya sendiri dan mengeluarkannya tertumpah di tubuh Lita.

Akhirnya setelah perasan terakhir. Aksan berbaring di samping Lita.

“Hash... Hash... Hash...”

Nafas mereka masih beradu cepat di atas ranjang empuk. Wangi aroma mint dari keduanya, semerbak memenuhi pusat sarafnya. Kamar ini, sekali lagi menjadi saksi penyatuan dua insan dimabuk birahi.

“Kaaakk !”

“Ya”

“Makasih... makasih sudah memberikan segalanya pada Lita.”

“Seharusnya saya yang harus mengatakan itu.”

“Kak... Lita sangat mencintai kakak.”

“Iya...”

“Kak jangan pernah tinggalkan Lita lagi.”

“Iya.”

“Makasih kak.”

Mereka berciuman sesaat.

Lalu, karena telah lelah maka keduanya mencoba untuk memejamkan kedua mata. Beristirahat sebentar saja, lalu saat mereka bangun yang pertama mereka lakukan adalah membersihkan tubuh di toilet.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd