ADA APA DENGAN CINDY
Alarm pagi membangunkanku dihari senin. Semilir udara menerpa kulit, membuat putingku mengeras. Well, aku memang jarang memakai bra maupun baju saat tidur. Sebagai gambaran, usiaku 17 tahun, tinggiku 168 dengan ukuran dada 34b. Berat badan 52kg dan ukuran sepatu 39 (haha, gak penting banget ya). Cahaya matahari pagi masuk menerangi kamarku melalui jendela yang terbuka. Udara pagi kota Wo****** masih belum seberengsek kota besar.
Tunggu dulu..Terbuka? Aku kan belum membuka jendela? Jangan-jangan ada pencuri? Aku yang panik memeriksa seluruh kamarku sambil memakai kaos oblong tipis berwarna putih. Tidak ada yang hilang. Syukurlah. Tapi siapa yang membuka jendela? Bapak dan IBU sedang ada acara di luar kota. Apa jangan-jangan Mas Jo, tukang kebun ayahku? Ah tidak mungkin. Mas Jo berperawakan pendek gempal berkulit hitam legal. Dia kan tidak mempunyai kunci rumah kami. " Ah sudahlah, mungkin aku lupa menguncinya, jadi terbuka karena angin" pikirku.
Aku berjalan menuju lemari pakaian, menyiapkan seragam sekolahku lengkap dengan jilbabnya, karena aku sekolah di madrasah. Kemudian kuambil handukku dan berjalan ke sumur belakang.
Kamar mandi kami masih di luar rumah, hanya dikelilingi tembok setinggi 1,5m tanpa atap. Hanya ada pohon mangga yg rimbun memayungi kamar mandi. Setelah cukup menimba air, aku langsung masuk ke kamar mandi. Ku buka kaosku dan kusampirkan di atas tembok beserta handukku. Kugaruk sekitar putingku yg mengeras. "Iih, geli juga ya, hihi" pikirku. Kemudian perlahan kubuka celana pendek beserta celana dalam hitamku dan memasukkanya ke dalam ember cucian. Ketika akan menciduk air menggunakan gayung, kulihat ada bayang kepala manusia terpantul di permukaan air. Kuperhatikan dengan seksama, sepertinya tidak asing. "Hmmm, Mas Jo bukannya kerja malah ngintip majikannya mandi. Awas, biar ku kerjain sekalian" pikirku.
Kulanjutkan menyiramkan air ke tubuhku yang kuning langsat. "Brrrr, ademee (Brrr, dinginnya)" kataku sambil mengguncangkan tubuhku dan membuat toketku bergoyang. Entah apa yang dilakukan Mas Jo yang sedang mengintipku, tapi kudengar suara daun mangga bergesekan agak cepat tapi tidak terlalu keras suaranya. Kulanjutkan mandiku dengan menyabuni seluruh tubuhku dengan perlahan. Saat tiba di bagian jembutku yang tumbuh lebat, kubelai jembutku perlahan. Suara Mas Jo makin terdengar sayup-sayup seperti mendesah. "Gila, malah onani" pikirku. Dengan cepat kuciduk air memakai gayung dan kusiramkan ke arah dahan pohon tempat Mas Jo sembunyi.
"Hayoo, Mas Jo ngindhik aku adus yo? (hayoo, Mas Jo ngintip aku mandi ya?)" kataku. "He he he" balas Mas Jo sambil terkekeh. "Woo, malah ngguyu, tak celukne warga nek ora gek ndang minggat (woo, malah ketawa, kupanggilin warga kalau tidak segera pergi)" ancamku sambil menutupi toketku dengan tangan kiriku. "Iyo mbak iyo, sik tak mudhun(iya mbak iya, sebentar saya turun)" kata Mas Jo sambil mencoba turun
Tiba-tiba saja Mas Jo terpeleset dan jatuh ke dalam kamar mandi. Posisinya terduduk dan kepalanya menghadap tepat kearah memekku yang tertutup jembut tebal. Aku yang masih berdiri pun kaget. Resleting celana jeans kumalnya terbuka memperlihatkan kontolnya yang masih tegang. Dia tertegun entah karena menahan rasa sakit di bokongnya atau karena pemandangan indah di hadapannya. Perlahan kepalanya mendekat ke arah selangkanganku. Aku semakin deg-degan karena ini bukan bagian dari rencana. Ketika kepala Mas Jo hampir menyentuh jembutku, "Mas Jo!!!" teriakku dan "PRAK!!!!" suara gayung plastik yg kuhantamkan ke kepalanya.
Alarm pagi membangunkanku dihari senin. Semilir udara menerpa kulit, membuat putingku mengeras. Well, aku memang jarang memakai bra maupun baju saat tidur. Sebagai gambaran, usiaku 17 tahun, tinggiku 168 dengan ukuran dada 34b. Berat badan 52kg dan ukuran sepatu 39 (haha, gak penting banget ya). Cahaya matahari pagi masuk menerangi kamarku melalui jendela yang terbuka. Udara pagi kota Wo****** masih belum seberengsek kota besar.
Tunggu dulu..Terbuka? Aku kan belum membuka jendela? Jangan-jangan ada pencuri? Aku yang panik memeriksa seluruh kamarku sambil memakai kaos oblong tipis berwarna putih. Tidak ada yang hilang. Syukurlah. Tapi siapa yang membuka jendela? Bapak dan IBU sedang ada acara di luar kota. Apa jangan-jangan Mas Jo, tukang kebun ayahku? Ah tidak mungkin. Mas Jo berperawakan pendek gempal berkulit hitam legal. Dia kan tidak mempunyai kunci rumah kami. " Ah sudahlah, mungkin aku lupa menguncinya, jadi terbuka karena angin" pikirku.
Aku berjalan menuju lemari pakaian, menyiapkan seragam sekolahku lengkap dengan jilbabnya, karena aku sekolah di madrasah. Kemudian kuambil handukku dan berjalan ke sumur belakang.
Kamar mandi kami masih di luar rumah, hanya dikelilingi tembok setinggi 1,5m tanpa atap. Hanya ada pohon mangga yg rimbun memayungi kamar mandi. Setelah cukup menimba air, aku langsung masuk ke kamar mandi. Ku buka kaosku dan kusampirkan di atas tembok beserta handukku. Kugaruk sekitar putingku yg mengeras. "Iih, geli juga ya, hihi" pikirku. Kemudian perlahan kubuka celana pendek beserta celana dalam hitamku dan memasukkanya ke dalam ember cucian. Ketika akan menciduk air menggunakan gayung, kulihat ada bayang kepala manusia terpantul di permukaan air. Kuperhatikan dengan seksama, sepertinya tidak asing. "Hmmm, Mas Jo bukannya kerja malah ngintip majikannya mandi. Awas, biar ku kerjain sekalian" pikirku.
Kulanjutkan menyiramkan air ke tubuhku yang kuning langsat. "Brrrr, ademee (Brrr, dinginnya)" kataku sambil mengguncangkan tubuhku dan membuat toketku bergoyang. Entah apa yang dilakukan Mas Jo yang sedang mengintipku, tapi kudengar suara daun mangga bergesekan agak cepat tapi tidak terlalu keras suaranya. Kulanjutkan mandiku dengan menyabuni seluruh tubuhku dengan perlahan. Saat tiba di bagian jembutku yang tumbuh lebat, kubelai jembutku perlahan. Suara Mas Jo makin terdengar sayup-sayup seperti mendesah. "Gila, malah onani" pikirku. Dengan cepat kuciduk air memakai gayung dan kusiramkan ke arah dahan pohon tempat Mas Jo sembunyi.
"Hayoo, Mas Jo ngindhik aku adus yo? (hayoo, Mas Jo ngintip aku mandi ya?)" kataku. "He he he" balas Mas Jo sambil terkekeh. "Woo, malah ngguyu, tak celukne warga nek ora gek ndang minggat (woo, malah ketawa, kupanggilin warga kalau tidak segera pergi)" ancamku sambil menutupi toketku dengan tangan kiriku. "Iyo mbak iyo, sik tak mudhun(iya mbak iya, sebentar saya turun)" kata Mas Jo sambil mencoba turun
Tiba-tiba saja Mas Jo terpeleset dan jatuh ke dalam kamar mandi. Posisinya terduduk dan kepalanya menghadap tepat kearah memekku yang tertutup jembut tebal. Aku yang masih berdiri pun kaget. Resleting celana jeans kumalnya terbuka memperlihatkan kontolnya yang masih tegang. Dia tertegun entah karena menahan rasa sakit di bokongnya atau karena pemandangan indah di hadapannya. Perlahan kepalanya mendekat ke arah selangkanganku. Aku semakin deg-degan karena ini bukan bagian dari rencana. Ketika kepala Mas Jo hampir menyentuh jembutku, "Mas Jo!!!" teriakku dan "PRAK!!!!" suara gayung plastik yg kuhantamkan ke kepalanya.