Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

Gagal Mencicipi Berondong

"Assalamu'alaikum,"suara seorang lelaki menerpa gendang telinga, mengembalikan kesadaranku dari mengenang masa lalu.

"Wa alaikum salam,"cepat-cepat kusambut dan kucari asal suara.

Seorang lelaki setengah baya yang wajahnya mirip dengan suamiku bersimpuh di dekatku. Tersenyum dia. Aku balas menyambut senyumannya.

"Eceu sehat?"tanyanya sambil mengulurkan tangannya.

"Alhamdulillah."Aku sambut uluran tangannya. Berjabatan tangan kami."Akhyar sehat?"

"Sehat, Ceu."

Akhyar adalah adik iparku. Dia adik kelima suamiku. Sewaktu baru datang dari kampung, aku yang mengurus dia. Dia lebih suka tinggal di rumahku daripada di rumah kakak-kakaknya. Nyaman dia tinggal di rumahku sebab semua kebutuhannya aku penuhi.

Ada seorang lelaki muda mendekati kami. Berjongkok dia di dekat kami duduk. Ketika mereka mengobrol, aku kembali membaca surat Yasin yang ada si tanganku.

"Aku tinggal dulu, ya, Ceu,"akhirnya Akhyar berucap.

Aku hanya mengangguk dan dia pun berlalu. Kembali aku sendiri. Meskipun berada di antara banyak tamu, aku merasa sepi. Aku tidak ingin terlibat dengan sibuknya suasana. Kembali aku arahkan pandangan ke rumah sebelah dan kembali kenangan lama pun hadir. Saat itu pagi menjelang siang. Sudah mandi aku, sudah cantik aku. Semua pekerjaan rumah sudah aku selesaikan.

Lauk pauk untuk hari ini sudah tersaji hangat di atas meja makan, siap untuk disantap. Karena anak-anak pada sekolah, anak-anak terkecilku sedang bermain di rumah tetangga, dan hanya sendiri aku di rumahku, duduk aku di kursi meja makan, siap mencicipi makanan yang ada.

Aku sedang mengisi piring dengan nasi hangat ketika Akhyar muncul dari ruang tengah. Terburu-buru dia mendekati aku. Ngos-ngosan nafasnya.

"Akhyar habis olahraga?"tanyaku heran.

"Tidak."

"Kenapa nafasnya ngos-ngosan?"

"Tidak ada apa-apa."Dia mengambil gelas yang tersedia di meja makan."Haus, Ceu."

Kuambil kendi, teko air tradisional yang terbuat dari tanah liat, dan kutuang ke gelas yang dipegang oleh adik iparku itu.

"Akhyar lapar?"tanyaku,"Makan bareng kita."

"Belum."Dia tarik kursi yang ada disampingku, lalu duduk dia.

"Istirahat kerja?"tanyaku lagi sambil mengambil lauk dan menaruhnya di piringku.

Mengangguk dia. Menatap aku."Aku masuk pagi."

"Ada apa?"heran aku melihat kelakuan Akhyar hari ini yang banyak menatap aku.

Seperti ada beban berat, dia mulai berucap,"Hari Minggu kemarin aku dan Tati pergi ke Kambang Iwak."

Deg, dadaku langsung berdesir. Minggu kemarin aku juga berada di sana bersama Amir, soalnya. Coba aku bersikap tenang menanggapinya. Kusuapkan nasi ke mulutku dan mengunyahnya. Padahal jantung menjadi berantakan detaknya. Nafsu makan pun menjadi hilang.

"Karena hampir hujan, aku dan Tati sepakat untuk pulang,"lanjutnya kemudian."Begitu hendak menyeberang jalan, dari kejauhan aku lihat Eceu dan Neng."

Kualihkan pandangan untuk menatap dia. Seakan tidak faham aku dengan cerita Akhyar.

"Sewaktu hujan turun, Eceu masuk ke dalam hotel,"ucapnya meneruskan,"Penasaran aku ikut masuk, tapi aku ajak Tati duduk di bagian lain lobi hotel."

Membesar mataku mendengar keterangan Akhyar.

"Tak lama kemudian, Eceu naik ke lantai dua."Dia tatap aku seperti mencari kebenaran di mataku."Sumpah, Ceu, aku penasaran sekali. Aku ingin tahu apa yang Eceu lakukan di hotel itu."

Semakin deras detak jantungku. Tak bisa kupungkiri jika rahasia hubungan terlarang aku dengan Amir sudah terbongkar. Tidak berkutik aku.

"Tati tahu saya ada di hotel itu?"tanyaku lemah.

"Sepertinya tidak. Aku sengaja berlambat-lambat agar Tati tidak melihat Eceu."

Ada rasa lega di hatiku. Tati adalah calon istri Akhyar. Sering Akhyar mengajak calonnya itu main ke rumahku. Kalau Tati tahu aku bersama Amir saat itu, tidak dapat aku bayangkan apa yang akan terjadi dengan kondisi rumah tanggaku.

"Cepat aku pesan kamar, Ceu. Cepat pula aku ajak Tati naik, tapi Eceu sudah menghilang dan aku tidak tahu di kamar mana Eceu berada."Disentuhnya lenganku dan aku biarkan."Apa yang Eceu lakukan di sana, di kamar hotel itu?"

"Apa urusanmu?"Kutatap dia tajam.

"Cuma mau tahu saja."Ada sebersit senyum di wajahnya, hanya sekilas.

"Terus kalau Akhyar tahu, Akhyar akan kasih tahu Aa-mu?"kejarku.

Aku harus terus mencecarnya agar dia takluk sehingga tidak berani menyebarkan rahasia hubungan terlarang aku dengan Amir ke siapa pun, terutama kepada Aa-nya, suamiku.

"Kamu mau Eceu-mu ini cerai dengan Aa-mu?"Terus aku serang dia.

"Bukan. Bukan itu,"dia menjawab.

"Akhyar mau memeras Eceu?"

"Bukan juga."

"Terus?"

"Aku cuma ingin tahu apa yang Eceu lakukan dengan lelaki itu? Sebab, meski bersama Tati di dalam kamar hotel, aku malah membayangkan Eceu yang telanjang berdua di kamar hotel itu."

Melotot mataku karena aku dia jadikan sebagai bahan fantasinya.

"Eceu tahu tidak?'Diam dia menatap aku. Lalu,"sewaktu aku membayangkan Eceu disetubuhi lelaki itu, aku makin bernafsu menggagahi Tati."

"Artinya Tati sudah tidak perawan lagi?"tanyaku.

"Sudah lama aku renggut keperawanannya."ringan Akhyar menjawab."Begitu kami tunangan, dia rela saat aku ajak dia bersetubuh."

"Gila kamu, Akhyar."

"Eceu yang gila."Senyum nakalnya merebak,"Sudah merasakan dua kontol yang berbeda."

Salah tingkah jadinya aku. Nyelekit sekali ucapannya, tapi aku tidak bisa apa-apa karena dia telah tahu rahasiaku. Termangu aku. Sendok masih aku pegang, tapi selera sudah sirna.

"Ayo, Ceu, cerita."

Bingung aku. Tidak mungkin aku menceritakan aktivitas seksku dengan Amir di kamar hotel itu. Tapi kalau aku menolak menceritakannya, aku takut rahasia ini akan dia beritahukan kepada kakaknya. Selain itu, dalam Islam 'kan tidak boleh menceritakan aktivitas seks suami istri, tapi Amir bukan suamiku?

Lalu,"Cerita apa?"

"Cerita apa saja."Akhyar memegang tanganku."Ceritakan apa yang pernah Eceu lakukan dengan lelaki itu."

Melotot mata ini jadinya.

"Dimana saja Eceu melakukannya?"Dia bertanya lagi dikarenakan aku tidak juga bercerita.

"Melakukan apa?"

"Kita sudah sama-sama dewasa, Ceu,"ucapnya,"Eceu tidak usah pura-pura lugu."

Aduh, bagaimana ini? Bingung aku jadinya.

"Bisa dimulai, Ceu?"

Setelah menghela nafas panjang, aku pun mulai,"Di hotel itu, baru pertama kali itulah saya diajak lelaki itu."

"Sebelumnya?"potongnya.

"Kami selalu melakukannya di rumah."Pintar sekali aku berbohong.

"Sejak kapan Eceu menjalin hubungan dengan lelaki itu?"

"Belum sebulan,"bohongku lagi. Tidak mungkin aku berterus terang memberitahukan kalau sudah sering aku dan lelaki itu, begitu Akhyar memanggil Amir, memadu kasih di banyak hotel yang berbeda. Tidak mungkin pula aku mengabarkan jalinan kasih terlarang ini sudah berjalan terbilang bulan. Bakal dikejarnya aku untuk menceritakan pengalaman-pengalaman indah aku bersama Amir dalam setiap pertemuan kami.

"Kapan saja lelaki itu datang menemui Eceu di rumah ini?"

"Hanya malam hari ketika anak-anak sudah tidur,"terus saja aku berbohong. Tidak perlu aku ceritakan bagaimana pagi itu, aku yang sedang mencuci pakaian, diseret oleh Amir ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi yang semi permanen itu, aku ditungginginya dan dengan gaya Anjing Kawin, kami memuaskan birahi kami.

Tidak perlu juga kuceritakan bagaimana dia datangi aku ke kamar tidurku padahal di rumahnya sedang berkumpul banyak orang karena ada acara pesta ulang tahun anak ketiganya. Di atas tempat tidurku, bergoyang berdua kami. Panasnya udara siang bolong itu membuat tubuh kami banjir keringat, tapi aku menikmatinya.

"Ceritakan saja yang di hotel kemarin itu, Ceu?"

Dari raut wajahnya, aku tahu Akhyar sudah konak. Pantas saja dia tadi buru-buru mendatangiku. Rupanya dia penasaran untuk mengetahui rahasia terbesarku ini. Dari mana aku harus memulainya?

"Sebenarnya siang itu saya dibohongi dia,"aku mulai bercerita.

"Kenapa dibohongi?"

"Karena hujan, dia mengajak berteduh di hotel itu. Terus katanya, ada pemandangan lebih bagus di lantai dua."

"Pasti indahlah pemandangannya,"potong Akhyar,"Ada dua gunung indah dan lembah berhutan lebat."

"Maka saya ikut saja ajakannya,"lanjutku tanpa menghiraukan ucapannya."Ada rasa heran terlintas di benak saya karena, setiba di lantai dua, tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada pemandangan indah seperti yang dia janjikan."

Kutatap Akhyar dan Akhyar mengangguk, menyuruh aku melanjut.

"Di lantai atas, ada pegawai berseragam yang membukakan pintu kamar. Pegawai berseragam itu masuk kamar, menyalakan lampu. Lelaki itu ikut masuk. Diajaknya saya masuk. Pegawai berseragam itu menghilang ke kamar mandi, seperti merapikan kamar mandi.

Setelah saya angkat Neng naik ke tempat tidur, lelaki itu mendekat. Diajaknya saya berdiri. Dia angkat wajah saya dan merunduk dia, mendekatkan wajahnya ke wajah saya, tapi saya buang wajah saya. Masih ada orang di kamar ini. Aku tidak mau orang itu memergoki kami berciuman.

"Masih Ada orang."Dengan telapak tangan, saya tahan wajahnya. Tapi lelaki itu tetap memaksakan wajahnya maju, mengejar bibir saya, hingga akhirnya bibirnya menempel hangat. Sadar ada orang lain di kamar ini, saya coba lepaskan ciumannya, tapi dia pegang kepala saya dan bibirnya mulai melumat bibir saya.

Saya tahu masih ada orang lain di kamar kami, tapi bibirku membalas lumatan bibir itu. Meski pelan dan ragu-ragu, tapi ciuman kami lama.

"E-hem!"Terdengar suara dari dalam kamar mandi.

Serentak bibir-bibir kami terlepas. Melangkah saya menuju jendela kaca, pura-pura memperhatikan titik-titik air hujan yang banyak menempel di sana.
Dari kejauhan saya lihat lelaki itu menyambut kunci yang diserahkan oleh pegawai berseragam itu. Setelah itu, pegawai berseragam itu berjalan menuju pintu keluar, lalu terdengar pintu di tutup. Kini hanya kami bertiga di kamar hotel ini.

"Dia lihat tidak, ya?"tanya saya.

"Lihat apa?"Lelaki itu mendekati saya.

"Kita berciuman tadi?"

"Eceu kenal dia tidak?"Dia sentuh poni rambut dan disibaknya.

"Tidak."Saya menggeleng.

Jadi tidak usah dipikirkan."Dia ambil saya dalam pelukannya. Dapat saya rasakan irama jantungnya di telingaku.

"Baju Neng basah."Saya coba melepaskan pelukannya."Nanti sakit kalau tidak cepat di ganti."

Begitu dia lepaskan saya, saya ambil Neng yang masih berguling-guling di tempat tidur. Meskipun Neng meronta-ronta, saya paksa menelanjanginya.

Lelaki itu merabai pakaian saya."Baju Eceu juga basah."

"Iya."Saya tegakkan badan. Berjalan saya menuju nakas dan menjemur pakaian basah Neng di sana.

"Eceu tidak ganti pakaian? Atau perlu aku yang membukanya?"

"Tidak usah,"ucap saya cepat."Terima kasih."

"Ajak mandi saja si Neng, Ceu. Sekalian juga Eceu mandi,"usulnya."Kalau mau, aku yang memandikannya."

"Ini baru mau mandi."Saya gendong Neng masuk ke kamar mandi.

"Pintunya dibuka, Ceu!"teriaknya dari luar kamar mandi.

Tapi saya tidak buka pintu itu. Setelah menelanjangi diri, saya siram tubuh Neng. Berteriak dia karena kedinginan. Tak lama kemudian pintu kamar mandi membuka. Berdiri lelaki itu diambang pintu. Saya belakangi dia karena matanya buas menjamahi sekujur tubuh. Dengan tetap membelakanginya, saya berjongkok untuk kemudian membasahi diri. Saya sabuni tubuh, begitu pula dengan Neng.

"Mandinya jangan lama. Dingin,"ucap lelaki itu kemudian.

Masih berjongkok saya menghanduki Neng. Setelah itu saya keringkan tubuh. Dengan berlilitkan handuk dan menggendong Neng, saya dorong dia yang menghalangi langkah saya keluar kamar mandi.

Sekarang lelaki itu yang masuk ke kamar mandi. Tidak lama lelaki itu mandinya. Sambil bertelanjang dada dan hanya berlilitkan handuk menutupi selangkangannya, dia melangkah keluar. Berdiri tegak dia didepan saya yang berbaring menidurkan Neng. Saya pun masih berlilitkan handuk. Pakaian saya jemur di kamar mandi. Basah soalnya.
Tersenyum saya ketika dia mulai bergoyang dangdut. Hampir pecah tawa ini karena dengan genit dia, sambil menari, mengelus-elus selangkangannya. Dia maju mundurkan selangkangannya.
Dan, Haa! Hampir menjerit saya karena dengan tiba-tiba dia tarik handuk yang melilit pinggangnya. Kudekap mulutku. Burung itu naik-turun di depan mata saya. Panjang dan hitam warnanya. Dengan tetap memajumundurkan batang bulat panjang itu dan sambil memutar-mutar tinggi handuk yang di pegangnya, lelaki itu berkeliling kamar seperti koboi diatas kudanya.

Dia dekati saya. Dia tarik saya agar menjauh dari Neng yang telah pulas. Setelah menelentangkan saya, dia naiki dan duduk dia atas tubuh saya. Kontolnya yang mengaceng panjang, tapi berbelok sedikit ke arah kiri diarahkannya ke wajah saya.

Lelaki itu menarik tangan saya yang masih saya pakai untuk menutupi mulut. Dipaksanya saya untuk menelan burungnya, tapi aku tolak. Kubungkam mulutku kuat-kuat.

Lelaki itu turun dari atas tubuhku. Dimiringkannya aku dan disodorkannya kontolnya."Dijilat, Ceu."

"Asin,"ujar saya sambil mengelap bibir setelah sebentar menjilati kepala burung itu.

Kembali dia sosorkan burungnya ke mulut saya. Saya menolaknya, tapi dia paksa mulut saya membuka. Dipaksanya masuk burungnya. Dicekalnya rambutku, lalu dia maju mundurkan kepala saya, sehingga batang bulat panjang yang memenuhi mulut saya itu sama maju mundur. Karena takut tersedak, saya pegangi burungnya. Kini saya yang mengatur gerakannya.

Kembali lelaki itu menaiki saya. Dia sibak handuk yang melilit bagian bawah tubuh saya dan masuk kepalanya di antara kedua paha. Menjengit aku karena memekku tersentuh mulutku. Dia usel-uselkan mulutnya di lubang kemaluan saya."

"Itu Gaya Enam Sembilan,"potong Akhyar.

"Apa itu?"tanyaku pura-pura lugu.

"Posisi dalam berhubungan seks, Ceu,"terangnya kemudian,"Memek Eceu dijilat oleh pasangan Eceu, sedang Eceu mengulum kontolnya."

Saya tatap dia. Berharap Akhyar mau menyuruh saya berhenti menyudahi cerita ini.

"Belum seru permainannya,"komentarnya kemudian."Teruskan, Ceu."

Ah, sepertinya saya harus lebih lama lagi berbohong. Tapi, senang juga melihat wajah mesum Akhyar yang penasaran menunggu cerita dari saya. Kayaknya saya harus mengerjai dia, pikir saya. Bagi yang ingin mengetahui kisah sebenarnya, silakan baca Tawaran Kehangatan dari Istri Kakak Ipar hal. 32.

Maka setelah menarik nafas panjang, saya lanjutkan bercerita."Lelaki itu menjilati memek saya. Geli, tapi dia terus saja melakukannya. Memek saya disedot, diusel-uselinya. Beberapa kali lidahnya menusuk masuk ke lubang memek.
Terus lelaki itu memajumundurkan kembali burungnya di mulut saya. Karena takut tersedak, saya pegangi burungnya. Sambil meremas-remas burungnya, saya hanya sedot-sedot kepala kontolnya. Saya hanya menjilati batang kontolnya.
Tapi dia lepaskan burungnya dari pegangan saya. Setelah turun dari tubuh saya, dia buka kedua paha saya melebar dan masuk dia di antara kedua paha, bersimpuh didepan memek saya. Sakit sekali memek saya ketika burungnya dia dorong masuk."

"Kenapa sakit?"

"Entah. Saya juga tidak tahu."

"Mungkin burungnya terlalu besar?"

"Mungkin juga,"jawab saya memanasi."yang pasti memek saya penuh. Menjerit saya ketika burung lelaki itu dia dorong maju lalu ditariknya mundur. Dia dorong lagi burungnya masuk dan lalu dia tarik lagi mundur."

Karena saya tetap menjerit menahan sakit, dia cabut burungnya. Kelihatan bingung dia.

"Sakit, ya?"dia bertanya.

Mengangguk saya.

Akhirnya dia berbaring disamping saya. Merapat tubuhnya. Sambil mencium pipi saya, dia buka handuk yang meliliti payudara saya. Saya biarkan tangannya meremas payudara, memainkan puting susunya. Geli tapi saya biarkan. Habis enak sih.

Terus dia elus memek saya. Jarinya masuk ke lubang kemaluan dan memainkan kelentitnya. Merinding saya jadinya, tapi jari lelaki itu tetap merabai memek. Saya pejamkan mata menikmatinya.

"Sudah basah memeknya, Ceu,"ucapnya kepada saya."Dicoba lagi, ya."

Diam saya membiarkan lelaki itu bersimpuh diujung tubuh saya, di antara dua paha saya. Saya biarkan dia lebarkan kedua paha dan ditempelkannya burungnya. Burungnya masih panjang dan tetap keras. Hebat.

Saya gigit bibir saya agar tidak menjerit ketika burungnya masuk ke memek saya. Tapi, tidak ada lagi rasa sakit di memek saya.

"Sakit tidak?"Dia bertanya.

Dengan mata terpejam dan mulut membuka karena menikmati tusukan burung lelaki itu, saya menggeleng karena memang tidak ada rasa sakit lagi. Rasa sakitnya berganti rasa sesak karena burung lelaki itu memenuhi lubang memek.

Karena saya tidak lagi menjerit kesakitan, lelaki itu mulai memajumundurkan burungnya didalam memek saya. Saya mulai mendesah. Tapi lelaki itu nakal sekali. Sambil menusuk-nusukkan burungnya, tangannya meremas payudara.

"Ah...," menjerit saya karena dengan tiba-tiba lelaki itu mencabut burungnya dari memek.

Lantas dia balikkan saya tengkurap. Dia angkat pantat saya meninggi. Dalam posisi menungging, kembali dia tusukkan kontolnya ke lubang kemaluan.

Plak! Ditamparnya pantat saya. Lalu burungnya pun kembali dia maju mundurkan, membuat saya mendesah nikmat. Akan tetapi, makin lama tusukannya makin cepat bertenaga sehingga beberapa kali saya terjatuh ke kasur untuk kembali ditegakkannya saya.

Kembali aku berteriak tertahan ketika lelaki itu menarik keluar burungnya dari memek saya. Dengan buru-buru dia terlentangkan saya. Dilebarkannya kedua kaki saya. Dia tusukkan burungnya ke memek. Memek saya kembali penuh dengan batang bulat panjang itu. Terengah-engah saya menikmati tusukkannya.

Lelaki itu menaikkan paha kirinya menimpa paha kanan saya dan dipercepatnya tusukan burungnya di lubang kemaluan saya. Berpegangan saya dilengannya.

"Ah!"terdengar teriakan lelaki itu ketika sperma tersemprot di dalam ke kedalaman lubang kemaluan milik saya.

Terlepas pegangan saya di lengannya. Terkapar saya. Lelah tetapi saya menikmatinya. Terengah-engah dan basah tubuh saya. Berbaring dia menindih saya. Kepala lelaki itu terkulai di pundak saya. Debaran jantungnya menempel di kulit. Saya nikmati nafas kami yang bersahut-sahutan. Diam saya memasrahkan diri ketika dia elus tubuh saya yang sama basah."

"Maaf, Ceu. Ada yang sakit,"suara Akhyar menghentikan ceritaku.

Dia bangkit dari duduknya. Dilepaskannya tali pinggang celana seragam kerjanya, lalu kancing celananya. Setelah itu, diturunkannya resleiting celananya dan, astaga! Melengos wajah ini ketika Akhyar mengeluarkan kontolnya.

"Lega, Ceu,"terdengar ucapnya karena saya masih membuang wajah.

"Lihat kemari, Ceu."Tangan Akhyar menggapai pundakku."Cepat, mumpung gratis."

Karena lelaki itu terus memaksa, dengan perlahan saya menoleh, menatap dia.

"Lihat ke bawah,"perintahnya.

Dengan ogah-ogahan saya ikuti perintahnya. Dan kutemui batang bulat panjang itu. Lebih hitam. Urat-uratnya lebih terlihat. Terangguk-angguk kontol itu dipenuhi bulu jembut. Tebal dan melingkar-lingkar. Ada cairan di kepala kontol itu. Pasti sudah konak dia.

"Pegang, Ceu."Kontolnya yang berada dalam pegangannya, dia arahkan kepadaku. Dia kocok-kocok kontolnya.

Aku menolaknya. Sebagai perempuan timur aku tidak boleh memperlihatkan minatku. Sebenarnya, sama seperti kontol Akhyar, memekku pun sudah basah. Berdenyut-denyut memekku, tapi gengsi kalau aku menunjukkannya.

"Pegang, Ceu."Akhyar mengambil tanganku. Dengan berpura-pura menolak, jari-jariku tiba di batang bulat panjang. Hangat dan berdenyut-denyut kontol itu dalam genggamanku.

"Enak, Ceu,"ucapnya karena aku mulai meremas kontolnya.

"Jangan,"tolakku ketika payudaraku hendak dia remas.

Diam dia menatap aku. Tangannya menjauhi payudara saya dan saya meneruskan remasan pada kontolnya. Merem melek matanya ketika kepala kontolnya saya elus. Cairannya melumasi kepala kontolnya. Lengket di jemari saya. Nafasnya pun mulai tersendat-sendat.

Denyutan di memek yang sudah basah makin kuat, sudah meminta untuk didatangi batang bulat panjang itu. Tapi tidak mungkinkan saya yang memulai. Maka saya biarkan tangannya meraih payudara, membiarkan payudara itu diremasnya. Ada rasa sakit di dada karena bernafsu sekali dia meremasnya.

Denyutan demi denyutan saya rasa di kontol yang saya genggam itu. Segera saya kuatkan genggaman dan lalu saya maju mundurkan. Bergerak-gerak liar duduknya Akhyar di kursi itu akibat kocokan jari-jari pada kontolnya. Terlepas tangannya dari payudara saya.

"Ah!"Melenguh dia. Ada percikan air keluar dari lubang di kepala kontol Akhyar. Itu pasti sperma, pikirku. Jauh air itu memercik, jatuh di meja makan.

Terus saja aku mengocoknya. Sisa-sisa airnya mengalir turun dari kepala kontol itu, mengenai jemari tangan. Tersandar lemah Akhyar di kursi. Nafasnya ngos-ngosan. Kedua tangannya jatuh turun seperti tidak bertenaga.

Batang bulat panjang yang mulai tidak keras itu saya tinggalkan. Sperma itu meleleh di tanganku. Hangatnya masih dapat aku rasa.

"Dijilat, Ceu,"ucap Akhyar lemah melihat saya kebingungan dengan spermanya."Vitamin itu. Obat awet muda."

Tapi aku abaikan ucapannya. Kuelap sperma itu di daster sampai bersih. Biar nanti saya cuci dasternya.

"Disimpan burungnya,"perintah saya melihat kontol itu sudah mengecil. Lucu saja melihatnya. Dasar anak muda. Baru dikocok saja sudah muncrat. Sialan! Semoga saja nanti malam Amir datang sehingga saya dapat menyalurkan birahi yang saat ini tidak terlayani gara-gara berondong ini keburu selesai. Sialan.
Kereeeenn ,,,,,di tunggu kelanjutan nya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd