Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Bertahan Hidup

Status
Please reply by conversation.
Cannibal Tribe

Sahut-sahutan suara ayam hutan terdengar di telingaku menandakan waktu pagi telah tiba.

Dihadapanku terduduk seorang puteri cantik nan elok dipandang mata, paras cantik hidung mancung dihiasi bibir tipis merah muda berwarna alami, dengan dengusan nafas yang teratur menjaga tidurku semalaman.

Aku Ardian dan adik cantikku yang bernama Lina tidur secara bergantian, kami melakukannya bertujuan untuk mengantisipasi bahaya yang datang sewaktu-waktu entah itu dari hewan buas atau serangan manusia.



Sang mentari mulai terbit dari ufuk timur menyajikan pemandangan yang sangat indah, udara tengah hutan yang begitu segar dan sejuk kami rasakan mengalir perlahan di nafas kami, sangat berbeda dengan udara penuh polusi yang ku hirup saat berada di ibu kota.



Kusiapkan peralatanku, kuambil palu darurat pemecah kaca dari pesawat kemarin, tak lupa ku pakai sepatuku yang berisi pisau.

Kusadari satu bungkus roti telah separuh dimakan Lina, kuduga mungkin dia kelaparan saat malam ketika menjagaku dan dia juga mungkin tak tega membangunkanku hanya untuk sekedar meminta ijin padaku memakan roti.

Tak apalah dia memakannya batinku agar Lina tetap sehat selalu.

Kini giliran adikku tidur, kubaringkan tubuh langsingnya didekapanku.

Kulihat matanya sayu menandakan mulai mengantuk.

Kupeluk tubuhnya kukecupi bibir manisnya.

Sambil bibir kami berdekatan kumulai percakapan kepadanya.

“Sayang, kakak pergi dulu sebentar memeriksa area sekitar dan kakak mau cari makanan di dalam hutan, kamu tunggu sini dulu. Tenang saja kalau siang hari nggak bakalan ada hewan buas masuk tempat ini”, kataku berpamitan sekaligus menenangkannya.

Kulihat dia hanya mengangguk kecil tanda setuju, kupeluk dia agar merasa hangat sampai adikku benar-benar tertidur lelap ku menyelimutinya lalu meninggalkannya tertidur di gua ini.

Kumulai perjalananku meninjau area sekitar, kulihat di semak-semak terdapat beberapa kelinci berlarian menyambut pagi.

Sebenarnya waktu dahulu aku tak tega membunuh makhluk imut seperti kelinci ini, namun saat ini sudut pandang psikologisku benar-benar telah berubah.



Kulempar palu yang ada di genggamanku tepat ke arah kelinci yang paling besar, syukurlah bidikanku tepat mengenai sasaran.

Ku kuliti kelinci besar tersebut lalu aku memakannya mentah-mentah.

Tak ada waktu untukku memulai api, api hanya akan membuat kepulan asap dan itu akan membuat posisiku mudah diketahui musuh.

Kuhabiskan daging mentah lalu ku berjalan menjumpai beberapa buah-buahan liar sejenis mangga dan berry hutan.



Ku petik ku makan buah-buahan itu sebagian dan kubawa pulang ke gua untuk memberikannya nanti ke Lina.

Hari mulai siang, sang mentari kini telah tepat berada sejajar vertikal dengan kepalaku, bergegas aku mulai berjalan kembali ke gua.

Saat hampir mencapai gua tempat Lina beristirahat, aku mendapati dua orang mendekat ke arah gua.

Kutinggalkan begitu saja buah-buahan yang telah susah payah kupetik dari berbagai sudut hutan ini.

Tak apa lah, lagipula tadi aku sudah sempat memuaskan perutku dengan memakan kelinci mentah, berry dan mangga hutan sehingga tubuhku kini berada dalam kondisi yang benar-benar fit.

Toh karena penjelajahanku barusan kini aku mengetahui bahwa hutan ini cukup memiliki sumber makanan berupa buah-buahan dan umbi liar, aku bisa memetiknya di lain waktu.

Pantas saja hewan orangutan betah berada di tempat ini sejak zaman dahulu karena buah-buahan liar di hutan ini sangat melimpah.

Kulangkahkan kakiku dengan cepat namun senyap seperti waktu aku dalam masa pelatihan militer.

Untunglah aku bisa mencapai dalam gua terlebih dahulu dibanding dua penjahat kelamin tadi.

Namun aku menyadari usahaku untuk keluar dari gua ini akan sangat sulit, ditambah lagi aku harus melindungi Lina.

Buru-buru kuhampiri Lina yang sedang tertidur dengan posisi tubuhnya dibungkus selimut karena kedinginan.

“Bangun lin!”, perintahku sambil berbisik sepelan mungkin sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Dengan mata sayu karena masih ngantuk adikku Lina menatap mataku.

Sejenak kutahu dia akan mulai berbicara, namun sebelum itu terjadi ku taruh telunjukku ke bibir Lina.

“Ssssttttttt, sembunyi dipojokan Lin!”, perintahku kepada Lina dengan berbisik.

Segera Lina tahu maksudku, dia segera mengemas selimut, memasukkannya kembali ke tas ransel lalu bergegas masuk ke celah gelap untuk berlindung.

Kutarik pisau tactical berwarna hitam dari sepatuku, kugenggam erat bersiap untuk menusuk dari kegelapan.

Muncul ideku untuk menirukan suara binatang buas agar mereka tak jadi masuk.

“Grrrrrrrhhh wuuu wuuuu wuuuu”, kucoba bersuara semirip mungkin dengan suara Beruang.

Kurasa ide ini benar-benar konyol dan benar saja mereka bukannya takut malah menembakkan senjata ke dalam gua secara membabi buta.

Dor-dor-dor-dor-dor-dor, 6 kali terdengar suara tembakan.

Aku teringat saat di bandara tepatnya di pintu masuk pesawat, aku ingat betul model senjata laras pendek yang waktu itu mereka pegang.

Adalah senjata jenis revolver klasik berisi peluru magazine 6 biji, dan untuk mengisinya harus memasukkan peluru secara manual satu per satu.



Senjata jenis ini memang bukanlah senjata pistol modern namun daya rusaknya sangat besar hingga menyamai jenis senjata Magnum.

Ku berlari dari arah kegelapan menuju pintu gua, dengan posisiku lebih tinggi dari mereka kini aku jelas lebih diuntungkan.

Petugas berbaju biru itu kulihat sedang dalam proses mengisi peluru.

Sebelum satu pun peluru berhasil diisinya, ku berlari secepat mungkin lalu ku tendang ke dua laki-laki yang ada di depanku ini.

“This is sparta!”, batinku ketika menendang mereka berdua.



Seketika mereka terguling beberapa kali di bebatuan bawah gua bagian luar.

Tak dapat dihindari perkelahian fisik antara aku dan kedua laki-laki tersebut.

Karena aku masih dalam kondisi fit, dengan mudahnya ku kalahkan mereka berdua hanya dengan beberapa hantaman.

Tanpa banyak bicara, kusiapkan pisauku yang tajam, kupotong tendon kaki kedua laki-laki ini agar mereka kesusahan dalam berjalan.



Seketika mereka berdua menjerit kesakitan diakibatkan sayatan pisauku di kaki mereka berdua.

Sejenak karena tajamnya instingku, aku menyadari ada beberapa pasang mata misterius mengawasi tempat ini.



Kurasakan mereka sangat ahli bersembunyi di semak-semak dan rindangnya pepohonan, kuyakin mereka bukanlah orang-orang yang kemarin di pesawat.

Tanpa membunuh mereka berdua dan tanpa ku lucuti senjata yang mereka punya aku langsung masuk ke dalam gua guna mencari Lina.

“Dimana Lina, ada yang tidak beres nih”, batinku.

Kupanggil beberapa kali adikku di dalam gua, tidak pernah satu kalipun menimpali.

Hanya tergeletak tas ransel di kegelapan lalu ku pungut tas tersebut.

Kusadari ternyata lorong gelap tersebut tersambung ke sisi lain.

Aku nekat saja masuk lebih dalam demi menemukan Lina.

Tak ku sangka ternyata lorong ini tersambung ke jalan keluar lainnya.

Sampailah aku di pintu keluar, didepanku kini terdapat hutan belantara yang pohon-pohonnya lebih tebal dan rindang daripada di sisi tempat ku berkelahi tadi.



Ku telusuri di tanah terdapat banyak jejak-jejak kaki, aku yakin ini adalah jejak kaki yang membawa Lina.



“Tunggu dulu ada yang tidak beres, ini aneh”, batinku.

Semua jejak kaki yang tertinggal di tanah ini tak satupun menggunakan alas kaki.

Ku percepat jalanku, kusadari ada asap mengepul dari dalam hutan.

Segera kuhampiri ternyata terdapat perkampungan yang ku duga pasti ini adalah perkampungan suku pedalaman.



Mereka semua adalah suku kanibal, kutahu karena sejak aku jalan mengendap tadi kujumpai beberapa tulang manusia lengkap beserta tengkoraknya menancap seakan menjadi hiasan jalan di beberapa tempat.

“ini sangatlah gawat”, pikirku.

Walaupun aku merinding mengetahui mereka adalah suku kanibal, demi Lina ku urungkan niatku untuk berdiam diri saja disini.

Dengan berani ku mendekat ke arah mereka.

“Lina!”, Panggilku.

“Kakak, tolong!”, Sahutnya.

Sejenak aku lega karena Lina belum dibunuh anggota suku ini.

Setelah mendekat kulihat dia sedang diikat di kursi.

Menyadari aku mendekat ke perkampungan, mereka lantas menangkapku.

Jumlah laki-laki suku tersebut sekitar 20 han orang.



Sedangkan para perempuan mengintip dari rumah-rumah mereka yang terbuat dari kayu dan atap ilalang.

Kurasakan tendangan paksa di kedua lututku sehingga terpaksa aku harus terduduk dengan tumpuan lutut dan kini seorang wanita tua salah satu dari mereka menghampiriku.

Tubuh kurus memamerkan kedua payudaranya tanpa tertutupi sehelai benangpun, kulit gelap, mengenakan pakaian compang-camping yang terbuat dari rerumputan dan kulit kayu menempel di badan wanita ini, pakaian itu hanya menutupi area bawah perutnya.

Dihiasi perhiasan dari kuku harimau dan biji-biji tanaman hutan yang menempel di dada wanita ini.

“urusan apa kalian nak datang ke tempat ni?”, ucap wanita tersebut.

Aku terkaget, suku pedalaman namun ternyata dia bisa melafalkan bahasa indonesia walaupun lebih tepatnya bahasa melayu.

“Saya hanya numpang lewat, pesawat kaami jatuh di tempat ini, mengapa anda bisa berbahasa melayu, apakah anda pernah ke kota?”, tanyaku kepada wanita kurus tersebut.

“Disini cuma awak yang sikit-sikit bisa bahasa melayu karena dahulu zaman belanda ada orang kota yang datang kemari”,jawab wanita tersebut.

Wanita di depanku ini ternyata sangat awet muda, sejak zaman belanda sampai sekarang tubuhnya masih belum terlalu menua.

“Tolong bebaskan kami, tolong bebaskan saya dan adik saya yang sedang duduk itu saya mohon”, permintaanku padanya.

“Ternyata kalian kakak-adik, baguslah ini persis seperti yang dikatakan peramal, dulu peramal agung suku ini sebelum meninggal mengatakan kepada kami bahwa kelak akan ada kakak beradik titisan dewa dan dewi datang dari langit yang akan membimbing suku ini dan akhirnya hari ini tiba. panggil saya mak cik. Jikalau kalian mau keluar, boleh saja kalian keluar dari sini, kamu berdua awak kasih pilihan, duduk di tempat ni dan jadi bagian dari sanak kami selamanya, atau .....”, kata mak cik terputus.

“Atau apa mak cik?”, tanyaku penasaran.

“Atau kalian kita beri kesempatan lari dari tempat ini tapi sambil kami hujani tombak?”, ucap wanita tersebut tanpa ekspresi.

Kutarik nafasku dalam-dalam mendengar penawarannya yang terkesan memaksa.

Aku khawatir jikalau adikku disini diperkosa oleh laki-laki suku pedalaman ini ataupun kemungkinan terburuknya aku dan adikku dijadikan mereka semua makanan untuk memuaskan perut mereka.

Dengan terpaksa aku memilih untuk tinggal di sini, walaupun dalam hatiku suatu hari pasti aku akan mencari jalan keluar dari tempat mengerikan ini.

Setelah kuutarakan pilihanku lalu wanita tersebut memanggil suaminya yang sepertinya merupakan kepala suku tempat ini.

Dengan tampilan sangar, kepala dihiasi kulit macan, kalung dari kuku macan, dan hanya mengenakan penutup kemaluan dari bahan kulit kayu.

“Kenalkan ni suami awak, dulu dia sebenarnya adalah adik kandung mak cik, di suku ni semua orang haruslah mengawini sanak kandungnya sendiri, jikalau sampai dewasa tak punya pasangan dari keluarga kandung sendiri maka akan kami korbankan dengan memakan dagingnya dan menyajikan rohnya kepada dewa dan dewi hutan.

Di sini ada anak yang mengawini ibunya sendiri, ada ayah yang mengawini anaknya sendiri, ada pula kakak yang mengawini adik kandungnya sendiri atau sebaliknya seperti halnya kami.

Kalian beruntung karena kalian memiliki hubungan darah, biasanya kami akan langsung memakan orang yang kutemui entah itu suku lain atau orang kota yang tersesat, karena kalian kakak-adik maka sekarang akan kami mulai upacara pernikahan, setelah itu kalian resmi jadi anggota keluarga besar suku kami.”, jelasnya.

“Humbaeo- humbaeo orra pata nihuno sumo sama hino”, kata kepala suku entah apa maksudnya.

Kemudian aku dimandikan oleh para wanita, sesekali mereka mengusap-usap kontolku bermaksud membersihkannya.

Untungnya adikku juga dimandikan oleh para wanita, jika dia dimandikan laki-laki aku pasti akan sangat cemburu dan khawatir.

Setelah kami selesai, kami dituntun ke tengah lapangan terdapat semacam karpet berbahan kulit kayu.

Semua anggota suku langsung terlihat gembira dan berbaris memutar membentuk lingkaran sambil menyanyikan lagu khas mereka yang entah apa artinya.

"Puciworo puciworo dru dru dru ..........aye aye", lagu yang mereka lantunkan.

Tak ketinggalan para wanita kini tak malu-malu lagi menghampiri kami meraba tubuh kami berdua dan akhirnya menelanjangi kami berdua.

Kemudian mereka semua menuntun adikku mendekat padaku.

Kulihat adikku malu karena telanjang bulat di tonton oleh beberapa pasang mata.

Sejenak kemudian aku benar-benar khawatir, semua pakaian kami dilucuti dan kini aku telanjang bulat sedangkan disampingku kini adikku juga telanjang bulat.

Aku menelan ludah melihat tubuh mulus montok adikku apalagi melihat toketnya yang sekal putih dengan puting dan aerola yang berwarna merah muda.

Kedua kalinya kulihat adik kandungku sendiri dalam keadaan telanjang sempurna tanpa penutup sama sekali seperti ini langsung membuat tubuhku panas dan kontolku memberontak.

Setelah kami telanjang, kami diberi minum, minuman misterius berwarna ungu dari wadah batok kelapa, satu wadah kami harus menghabiskannya berdua secara bergantian sambil menyuapi dari mulut ke mulut kepada adikku lalu sebaliknya sampai cairan ramuan itu habis.



Tubuh kami diasapi sejenis menyan atau entahah apa itu namun asap tersebut membuat tubuh kami berdua wangi seperti wewangian aroma terapi.

Beberapa menit kemudian kurasakan nafsuku benar-benar meninggi. Kulihat disamping adikku juga seperti menahan sesuatu, sepertinya dia juga menahan nafsu.

Aku tak menyangka sebentar lagi akan kuperawani adik kandungku sendiri dihadapan banyak pasang mata yang belum ku kenal.

Walaupun sebenarnya malu namun tubuhku kini benar-benar tak bisa mengendaikan nafsu, begitu juga denga adikku yang sedari tadi menggeliat seperti cacing kepanasan, kuyakin ini pasti karena efek ramuan ungu yang mereka berikan kepada kami berdua tadi.

“Holombo nanamoto libikagaro pigaro ferguso”, kata kepala suku.

Entah apa artinya.

Lalu isteri dari kepala suku menerjemahkannya,

“Upacara perkawinan segera dimulai, sekarang cepat kawini adik kandungmu dan kami akan melihatnya sebagai saksi perkawinan sah kalian!”, perintahnya

Karena sudah nafsu kuabaikan urat maluku, aku bergegas meraih tubuh telanjang adikku, aku cuek dengan beberapa pasang mata yang melihat tepat ke arah kami berdua.

Ku kecup perlahan bibirnya.

Kami berciuman mesra.

“Dik aku sayang kamu”, kataku.

“Aku juga sayang kakak”, ucap Lina sambil mengecup bibirku.

“Lin, ini dimasukkan ke memek perawanmu nggak papa?”, tanyaku meminta persetujuannya.

“Terserah kakak, masukin aja kak, Lina udah pengen banget", perkataan lina sambil menggigit bibir bawahnya.

Terlihat di vaginanya terdapat lendir bening menunjukkan dia sangat nafsu.

Dengan berhati-hati kutusukkan perlahan kontolku ke memeknya, sepelan mungkin agar dia tak terlalu kesakitan karena aku sangat menyayanginya.

Dan “Blesssh” kepala kontolku menyeruak merobek selaput dara Lina.

“Ussshhh ahhh periih kak”, rintih Lina yang kini sedang terlentang pasrah siap dinikmati.

Karena melihatnya merasa kesakitan aku tak tega melihatnya, kucabut sejenak kontolku dari mulut memeknya yang memerah.

Kulihat tepat di memek adikku terdapat darah segar, darah keperawanan yang baru saja kurenggut.

Perawan seorang adik yang direnggut oleh kakak kandungnya sendiri.

“Lanjutin kak, perih tapi enak, Lina udah nafsu banget pengen dientot kakak!”, ucapnya sambil memegang tanganku.

Sorakan dan kata-kata penyemangat aneh terdengar dari seluruh penjuru karena kini kami berada tepat ditengah kerumunan suku pedalaman ini.

Mendengar perkataan adikku membuatku makin nafsu dan makin semangat untuk mengentotnya.

Kuhentakkan kembali kontolku ke memeknya dan kini setelah susah payah akhirnya amblas semua kontolku ke dalam memek adik kandungku yang bernama Lina.

Memek Lina terlihat lebih menggembung karena merasakan sesak kualahan menerima besarnya kontolku ini.

Kulihat di kedua matanya mengeluarkan sedikit air mata, mungkin karena menahan sakit.

Setelah kubenamkan beberapa lama akhirnya kuelus pipinya, lalu kuusap air matanya lalu mulai kuhujam maju-mundur.

Wogh nikmat banget ini memek, rapet banget, beda banget sama kemarin waktu di oral Lina yang sesekali terkena gigi karena Lina belum begitu berpengalaman.

Kini kontolku benar-benar seperti dijepit diurut dua bagian daging sempit yang hangat.

Karena merasakan nikmatnya kini kupercepat tempo genjotanku hingga aku hilang kendali.

Aku menggila menggenjot memek gadis didekapanku ini, kuhujam-hujam dengan tempo yang lebih cepat hingga kami berdua merintih kenikmatan.

Kusodok cepat bukannya kesakitan Lina malah semakin liar, diraihnya kedua tanganku lalu mengarahkannya ke kedua toketnya yang ranum menantang menunjukkan putingnya yang mencuat kaku karena sangat nafsu lalu ku meremas-remasnya.

“Shhhh ah shhh ahhh terus kak enaaakk, genjot yang kenceng, enak banget kontol kakak masuk sampai mentok ke rahim Lina”, ucapnya merancau kenikmatan.

“Shhh ahhhh Lin kamu seksi banget bikin kakak nafsu sama kamu, kakak pengen hamilin kamu”, ucapku sambil menghujam makin keras.

Berbagai macam gaya kupraktekkan ke Lina adik kandungku selama satu jam, selama itu Lina sudah orgasme 3 kali, akhirnya aku merasakan ada benih-benih sperma yang mau keluar melalui kontolku.

“Lina sayang, shhh ahhh kakak mau keluar, keluarin dimana sayang?”, kataku menuju puncak kenikmatanku sambil menggenjot memeknya makin kencang.

“Shhhh ahhhh di dalam aja kakkk ssshhhh ahhhh buat Lina hamil, hamilin adik kandung mas sendiri biar mas puas ashhhh ahhhh”, rancau liarnya karena nafsu.

Mendengar perkataannya yang rela pasrah dan bersedia dihamili olehku, membuat nafsuku tambah terbakar menjadikan piston pendorong nafsuku semakin kuat.

Akhirnya keluar, dan pada saat keluar kuhentakkan dalam-dalam memastikan kontolku mencapai rahimnya lalu crooot croooot croooot beberapa kali semprotan kulepaskan tepat ke dalam rahim adik kandungku.

Saat itu pula Lina mengejang hebat, sepertinya dia juga orgasme.

Setelah puas kucabut kontolku dari liang vagina Lina, kini kulihat lendir akan keluar dari memek adikku namun sejenak kemudian memek adikku menyempit menutup seperti semula mengakibatkan cairan tersebut terjebak di dalam dan tak bisa keluar.

Menambah kemungkinan dia berhasil hamil karena deposit sperma sehat yang berasal dari roti, daging kelinci dan sari-sari buah-buahan hutan yang ku konsumsi tadi pagi membuat sperma yang ku keluarkan menjadi sangat banyak dan kental bernutrisi, kini mungkin jutaan sel spermaku sedang bergerak berebut dan bersaing di dalam vagina adikku ini untuk mendapatkan satu tiket masuk ke indung telur Lina.

Semua anggota suku bersorak kegirangan melihat prosesi pernikahan kami yang kini lengkap dan mereka nyatakan sah.

Kini aku dan Lina telah menjadi suami-isteri yang sah menurut aturan suku misterius ini.

Setelah prosesi berhasil, kami disuguhi buah-buahan segar dan umbi bakar.

Sepanjang waktu kini aku selalu bersama dengan Lina, selalu memeluknya, menciumnya, bahkan jika kapan saja aku nafsu kembali aku bisa menghujamkan kontolku langsung ke vaginanya sewaktu-waktu kapanpun kumau.

Kami kini dianggap mereka seperti anggota suku mereka sendiri namun lebih diperlakukan spesial, kami diberi rumah, diberi makanan terenak, dipijit dan pelayanan spesial lainnya secara cuma-cuma.

 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd