Update sebagian karena ada kerjaan mendadak, semoga menghibur ya suhu, sorry belum ada adegan ss nya, dinikmati aja alurnya ya suhu suhu
*Best of Times*
Satu titik waktu yang menjadi kenangan, menghapus titik lama yang perlahan terlupakan, manusia dengan segala kurang dan salahnya selalu diwajarkan untuk melupa. Sebab selain hidup dan mati, dua hal lain yang tak pernah bisa di tolak ialah dicintai dan dilupakan. -Similimi-
*Satu minggu Kemudian*
Sudah satu minggu aku menjauhi dua wanita itu, bukan karena tak ingin bertemu, tetapi kadang pertemuan hanya akan menyalakan kembali keributan yang sudah mereda, mungkin cara ini tidak sepenuhnya baik dan benar, tetapi cukup pantas untuk kedua wanita itu, di satu sisi seks yang terlalu cepat tanpa tau dasar dari seks tersebut, dan disisi lain perasaan yang terbangun terlalu lama namun tidak menjadi apa apa. Dua duanya sangat sulit untuk dipahami, meskipun tidak munafik seks adalah sesuatu yang nikmat, tapi untuk apa jika hanya terjadi sesaat. Kedekatan yang cukup erat juga tentu menyenangkan, tapi untuk apa jika tidak menenangkan.
*KFC TG KJ*
Aku menghisap dalam-dalam rokok terakhir yang tersisa, sore itu sendiri ditemani hujan dan lalu lalang kota yang teramat berkesan bagiku.
17.05, kemacetan menjadikan satu satunya tontonan, selain sebuah simbol kota yang menjulang tinggi didekatnya, aku ingin sendiri meresonansi tiap kejadian yang tak bisa disesali tapi cukup untuk dipertanyakan. Apa yang sebenarnya terjadi minggu lalu? Bagaimana bisa aku menyetubuhi Alfia setelah mengucap janji kepada Dini? Lamunanku tiba tiba buyar, dua orang yang sedang kupikirkan tiba-tiba saja datang, memang sebuah kesalahan menyendiri di tempat yang terlalu sering kudatangi, tapi kenapa mereka bisa datang bersamaan?
Alfia: "Hey" Sapanya terlebih dahulu dan Dini berada dibelakangnya diam dan menahan sisa amarah.
Aku: "Eh, Halo Fia, Dini." Jawabku kikuk.
Alfia: "Jadi gini Van, saya udah ngobrol sama Dini pas kamu gabisa kita hubungi" ucap Alfia yang sedari tadi sudah memposisikan diri dihadapanku, di ikuti Dini yang duduk disebelahnya.
Aku: "Maksudnya?" Jawabku sedikit bingung dengan ucapannya barusan.
Dini: "Gue udah tau, alasan kenapa lu bisa gitu sama Fia." Aku tak mampu menatap Dini saat ia berbicara begitu.
Alfia: "Iya Van, saya udah jelasin semuanya ke Dini, dan dia sepertinya mengerti.
Aku: "Saya yang ga ngerti."
Alfia: "Waktu itu emang karena kondisi saya kalut, dan juga sudah lama ga begitu sama mantan saya, dan yang bikin saya nyaman saat itu kamu Van"
Aku: "Oke, terus kenapa bawa-bawa Dini?"
Alfia: "Kalian dekat, saya ga enak, karena Dini ngeliat saya serasa musuhin banget, dan kamu jadi hilang semenjak itu."
Dini: "Udah deh Van, lu gausah mempersulit, tinggal pilih aja gue apa dia?"
Aku: "Kok maen milih-milih aja emang kalian barang apa?"
Dini: "Jujur aja gua gasuka sama dia, kalo bukan karena pengen bikin semua ini clear gua gamau ketemu sama dia"
Aku: "Udah-udah gausah kaya gitulah Din, kita udah lama tapi ga bisa selamanya" sambil menatap Dini
Aku: "Buat kamu juga Fia, kita bisa lama tapi gabisa selamanya, saya aja belum tau status kamu apa dan obrolan kalian apa."
Alfia: "Sorry Van."
Dini: "Gua ga maksud nyudutin lo, cuma gua pengen jelas, lo mau sama siapa itu aja." Dini memang keras wataknya dan tak bisa dipungkiri itu yang kukagumi dari dia.
Aku: "Kalo kalian sadar kenapa gua ngejauh karena gua ga pengen milih siapapun diantara kalian."
Dini: "Ga bisa gitu dong Van, lo ga bisa ngembat kita berdua seenak dan sesuka lo, lo harus milih.
Aku: "Karena gua ga ada niat buat ngembat siapapun diantara kalian mangkanya gua ga milih, lo kira enak apa harus terlibat di kejadian kaya gini? Yang ngerasain ga enak bukan cuma kalian, gua juga." sanggahku sedikit emosi. Lalu hening.
Hening menjadi akhir percakapan kami bertiga, tanpa solusi, hanya memanaskan sesuatu yang telah mereda. Sesaat riuh dalam keheningan yang ku ciptakan sore itu, lalu riuh karena kedatangan mereka berdua dan kembali hening. Bukankah rasa sunyi setelah riuh yang hilang adalah sunyi yang membunuh?
*
BERSAMBUNG*