Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bimbingan Skripsi Membawa Nikmat [Remake by : Bantengamuk]

Siapa Perempuan yang Suhu-Suhu Favoritkan di Cerbung ini ?


  • Total voters
    750
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part I - Puspa: Ini Baru Permulaan
POV Mufti

Puspa Amanda Putri a.k.a Dosen Pembimbing

Pikiranku berkecamuk begitu hebat ketika perempuan cantik yang ada di hadapanku ini, Bu Puspa, memintaku untuk memilih hadiah atas jasaku yang menyelamatkan dia dari tindak kriminal. Nggak mungkin gue minta : "Bu, ayo ngentot ama saya", emang hidup ini cerita panas Semprot apa hahaha. Toh, aku juga masih perjaka ting-ting hehehe. Di sisi lain, sebagai mahasiswa 'diujung tanduk' aku punya keinginan luhur agar bimbingan skripsiku dipermudah olehnya. Tapi... Rio pernah cerita kepadaku kalau Bu Puspa adalah tipe dosen yang strict pada value akademik, pernah ada mahasiswa yang mencoba 'menyuap' Bu Puspa agar dipermudah bimbingannya. Bukannya menerima segepok uang tunai yang diberikan mahasiswa itu itu justru ia melemparkankannya ke tong sampah. Sudah jatuh tertimpa tangga, mahasiswa itu malah mendapatkan nilai C dalam pengerjaan skripsi, padahal pengerjaan skripsi berbobot 6 SKS. Duh kudu piye iki Gusti ?

Sambil menghembuskan nafas dan mengucap asma agung Tuhan, aku pun berkata, "Anu bu, saya mau.... mendapat bimbingan intensif dari ibu dalam pengerjaan skripsi". Nggak sama kayak minta dipermudah bimbingan skripsi kan ya ? Hehehehe.

"Oh... itu permintaanmu. Kamu sanggup nerima bimbingan intensif dari saya ? Sudah kamu pikirkan baik-baik ?" tanya balik Bu Puspa bak adegan seorang guru pendekar yang menguji tekad sang pendekar sebelum diangkat menjadi muridnya.

"Sanggup bu, saya akan berusaha semaksimal mungkin" jawanku tegas, tekadku sudah membulat kembali.

"Kalau aku boleh tau muf, kenapa studimu kok sampai selama ini ?" kata Bu Puspa penasaran.


"Mungkin banyak yang mengira saya malas kuliah atau masih mengulang mata kuliah karena nilai jelek. Tapi tidak seperti itu bu. Menjelang semester 8, kira-kira awal tahun 2016, ayah saya meninggal. Sebagai satu-satunya laki-laki di keluarga, saya harus mengambil alih tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga bu. Pun dua adik saya masih bersekolah dan butuh biaya. Jadi saya tinggalkan kuliah selama ini untuk fokus pada usaha yang saya rintis. Ibu bisa cek kartu rencana studi dan transkrip nilai saya, kalau semester ini tidak ada mata kuliah yang saya ambil" jelasku pada Bu Puspa, aku sendiri tidak berharap belas kasihan dari Bu Puspa.

Beberapa saat ia terdiam setelah mendengar penjelasanku, kemudian dia berkata, "Mufti, kamu anak yang berbakti. Tidak semua anak bisa setangguh kamu, you should proud for it. Ternyata saya salah mengira kamu, i'm sorry for that".

Bukannya apa-apa, sanjungan seperti itu sudah jamak diucapkan orang yang mendengar ceritaku. Tapi ketika Bu Puspa yang mengucapkan itu rasanya jadi spesial, konon kalimat pujian tak pernah keluar dari mulutnya, bahkan untuk mahasiswi berprestasi seperti Irma. Seolah hati ini diterbangkan ke awang-awang.

"If you want extensive guidance from me, you should live here with me" ucap Bu Puspa. Ajakan Bu Puspa untuk tinggal di rumahnya membuatku hampir tersedak.

"Bu, ini seriusan ? Apa kata orang bu ?" kataku kaget mendengar syarat dari Bu Puspa.

"Hey, relax boy. Ini bukan ajakan nikah hahahaha. Minum dulu gih" tanggap Bu Puspa tenang.

"Hmmm.. gimana ya bu, nggak ada syarat lain ?
" tanyaku menawar syarat itu. Bukannya munafik, tapi tetep aja sungkan. Bagaimana tanggapan keluarga Bu Puspa atau mungkin tetangganya kalau dia tinggal serumah dengan laki-laki yang tak punya hubungan darah maupun hubungan perkawinan sepertiku.

"Take it or leave it" tegas Bu Puspa seolah no room for negotiation.

Bak tikus yang sudah masuk perangkap, tak ada pilihan lain bagiku selain berkata, "Iya bu, saya bersedia tinggal di sini. Mulai kapan bu ?"

"Secepatnya. Lebih baik kalau kamu memberitahu ibu kosanmu dulu, biar kamu bisa pindah. Ya anggap saja kamu pindah kosan" kata Bu Puspa.

Setelah menyelesaikan santap pagi dan mencuci piring, dia menunjukkan kamar yang akan kutempati. Jauh lebih nyaman dan bersih dibanding kamar kosku tentu saja. Pun segala perabot seperti kasur, meja belajar, maupun lemari sudah tersedia disana. Ditambah makanan dan minuman sudah disediakan Bu Puspa, sehingga aku tak perlu keluar untuk membeli makan. Tanpa membuang waktu, aku pun pamit pada Bu Puspa untuk memberitahu ibu kosanku bahwa aku akan keluar dari sana.

Singkat cerita, aku sampai kosan dan memberitahu tujuanku pada ibu kos. Tentu saja ibu kosan kaget mengapa mendadak sekali aku ingin keluar dari kosan. Sayangnya biaya kosan selama 3 bulan yang aku bayarkan saat awal aku datang tidak bisa dikembalikan alias hangus. Segera tanpa membuang waktu, aku mengemasi barang-barangku yang tak begitu banyak dan memesan taksi online untuk kembali menuju rumah Bu Puspa.

"Eh, cepet juga kamu ternyata. Ayo masuk" sambut Bu Puspa. Segera aku menaruh barang-barangku di kamar yang disediakan.

"Peraturan ngekos disini sederhana, kamu cukup jaga kebersihan saja" kata Bu Puspa padaku.

"Baik bu, saya bersedia" ucapku.

Matahari sudah tinggi di langit, tanda bahwa telah tengah hari. Aku yang telah selesai membersihkan kamar yang kutempati langsung dipanggil Bu Puspa untuk makan siang bersamanya. Sebetulnya aku tidak fokus menyantap hidangan yang ada di depanku, mataku melihat belahan dada yang terpampang di hadapanku. Dengan mengenakan tanktop berwarna hitam dan legging ketat berwarna hijau gelap, tercetak jelas body menawan Bu Puspa, meskipun kemarin aku sudah melihat isinya hehehe.

Ada satu hal yang ingin kutanyakan padanya, cukup personal sebenarnya, "Bu, apa nggak keberatan suaminya kalau saya tinggal disini ?"

Mendengar pertanyaanku, justru Bu Puspa tertawa, "Hahahahaha, suami dari mana ? Dari Hongkong keleus"

"Lho, ibu masih single ?" tanyaku penasaran seolah penyidik KPK.

"Lah, emang kamu lihat orang selain aku disini ? Nggak kan ? Udahlah jodoh itu nasib aja" katanya.

"Ya harus diperjuangkan dong bu. Kata Sutan Sjahrir kan hidup yang tak diperjuangkan tak akan dimenangkan" ucapku menyemangati.

"Hahaha, so naive kamu anak muda. Udah berkali-kali aku pacaran tapi ya gitu, ujung-ujungnya gagal. Di Indonesia, kalau gelar akademik istri lebih tinggi terasa lebih superior ketimbang suami. You know lah kultur bangsa kita kan patriarki banget ya" jelas Bu Puspa padaku.

Harus diakui memang, kalau apa yang dikatakan Bu Puspa sangat benar. Namun kini dia sedang berpacaran dengan seorang dosen asing yang mengajar di Singapura. Tapi entah kenapa ada rasa kecewa di hatiku, seolah harapanku yang sudah melambung tinggi namun dismash begitu saja hingga terpental tak tentu arah. Lagipula aku siapa ? Berani-beraninya menaruh harapan untuk perempuan sehebat Bu Puspa, jangankan Doktor wong jadi sarjana saja kamu belum, kataku pada diri sendiri.

Dari cerita panjang dia, ternyata baru kuketahui bahwa ayahnya adalah anggota DPR RI sedangkan ibunya adalah seorang notaris senior yang terkemuka di Kota Bandung. Namun ayah dan ibu dari Bu Puspa telah resmi bercerai sejak dia masih kuliah, hal itu membuatnya memiliki pandangan skeptis terhadap perkawinan. Kalau Tuhan bisa menumbuhkan rasa cinta pada siapapun yang tak ada ikatan pernikahan, mengapa harus ada sistem yang mengikat manusia ? Sebagaimana kata-kata Sujiwo Tejo bahwa : 'Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa'. Kalimat yang senantiasa mengingatkanku.

"Kamu sudah ada rencana setelah lulus kuliah muf ?" tanya Bu Puspa tiba-tiba.

"Sejujurnya saya nggak punya rencana spesifik bu, entah di masa depan saya akan jadi apa akan saya jalani" jawabku diplomatis, sejujurnya aku tak punya rencana yang muluk-muluk seperti angan-anganku pada saat semester-semester awal hehehe.

"Wah, kok gitu ? Di umurmu yang sudah 25 tahun seharusnya kamu sudah punya tujuan hidup" katanya mengkritisi jawabanku.

"Cita-cita saya ini berganti-ganti bu. Dulu waktu saya masih kecil saya ingin jadi wayang kulit karena terkagum-kagum sama sosok Ki Manteb Sudarsono, yang jadi bintang iklan 0skad0n. Tapi untuk jadi dalang nggak mudah bu, umumnya mereka yang jadi dalang itu dari keluarga dalang, sedangkan saya tidak dan orangtua nggak mungkin setuju. Kemudian saat SMA saya punya cita-cita jadi tentara gara-gara sering baca sejarah perjuangan pahlawan, ibu tau lah kalau masuk akademi militer susahnya seperti apa dan saya pernah mencoba sekali lalu gagal. Awal kuliah saya sempat ingin jadi hakim konstitusi karena kuliah umum dari Prof. Jimly Asshiddiqie dan saya suka baca buku-bukunya, sayangnya apalah saya yang masih belum lulus kuliah ini hehehe. Saya buka usaha coffee shop juga bukan cita-cita saya sejak kecil" kataku panjang lebar. Semua orang punya hak untuk bercita-cita tapi harus melihat keadaan dan kekuatan diri sendiri, itulah prinsip yang kupegang.

"Hooo... wajar sih di umurmu sekarang kamu lebih realistis dibandingkan mahasiswa-mahasiswa semester awal yang terlihat naif" tanggap Bu Puspa.

"Kalau kamu sudah lulus dan butuh bantuan untuk berkarir, bilang aja ke aku. Realita di negara kita kecerdasan dan keterampilan kan nggak cukup buat kesuksesan, butuh orang dalam hehehe" sambung Bu Puspa.

"Siap bu, tapi saya harus lulus dulu hehehe" kataku.

"Hahahaha jelas itu mah, ayo semangat ngerjainnya" kata dia santai.

Ternyata Bu Puspa tidak seperti yang diceritakan anak-anak kampus yang menggambarkannya sebagai orang yang kaku, malah obrolan barusan mengubah pandanganku tentangnya. Pikir aja, mana ada dosen yang menawarkan mahasiswanya untuk tinggal bersamanya bahkan bantuan untuk mendapatkan pekerjaan nantinya. Setelah makan siang, aku mencoba melanjutkan skripsiku. Dua jam aku berkutat mengutak-atik kalimat dan kata-kata draft penelitian, tiba-tiba Bu Puspa mengetuk pintu kamarku. Segera kubukakan pintu.

"Muf, malem ini hangout yuk. Nonton" ajak Bu Puspa padaku.

"Siap bu" jawabku mengiyakan.

"Dandan yang ganteng ya, biar gak kayak beauty and the beast hehehe" candanya.

"Oh iya, kalau di luar jangan panggil aku bu ya. Ogah gue kalau dikira jalan ama berondong" sambungnya sambil menunjukkan ekspresi jijik.

"Lha ibu maunya dipanggil apa ? Sayang ??" jawabku setengah bercanda.

"Gelo kamu mah" ujarnya sambil berlalu.

Kulanjutkan pekerjaanku yang sebelumnya, kuusahakan untuk menuntaskan revisian yang harus kuserahkan pada hari Senin esok pada Bu Puspa. Setelah mencukupkan revisian, aku pun bergegas mandi agar nanti sudah siap jika dia mengajakku berangkat. Saat berada di bawah guyuran shower yang hangat, tiba-tiba aku teringat kejadian semalam dimana payudara dan vagina Bu Puspa terlihat jelas oleh mataku. Oalah, dasar jones, hanya masturbasi cara satu-satunya untuk melampiaskan kesangean. Sekitar 15 menit aku masih berkutat pada aktivitas laknatku.

DOK DOK DOK. Suara ketukan pintu berbunyi.

"Muftiii, buruan mandinya, lama amat kamu" kata Bu Puspa dari luar.

"Iyaaa buuu... sebentar" sahutku sambil tetap mengocok batang penisku. Tak lama kemudian pusakaku ini memuntahkan cairan sperma yang sudah lama tertampung di testisku selama dua minggu. Ada sekitar enam kali penisku memuntahkan isinya. Setelah puas bermasturbasi ria aku selesai mandi.

Bu Puspa yang sudah mengalungkan handuk segera masuk setelah aku keluar dari kamar mandi.

"IHHHH MUFTIIIIII, kalo coli dibersihin dulu atuhh" jerit Bu Puspa dari dalam kamar mandi.

Waduh, aku lupa membersihkan jejak dosaku. Maafkan aku calon anak-anakku (re: sperma), "Maaf buuuuu" sahutku dari luar kamar mandi kemudian aku kabur menuju kamarku. Setelah mengenakan kemeja flanel dengan corak yang mirip dikenakan Ahok-Djarot dan celana panjang chinos berwarna coklat muda aku segera duduk di sofa ruang tamu menunggu Bu Puspa yang sedang berdandan. Cukup lama aku menunggunya, sekitar setengah jam, bagaimanapun dia tetap seorang perempuan yang lama kalau berdandan.

Tak lama kemudian, Bu Puspa keluar dengan outfit yang menurutku jauh lebih muda dibandingkan usianya. Aku terpana ketika pada pesonanya, seolah perempuan cantik yang ada di hadapanku ini bukan dosenku.


"Gimana ? Oke nggak tampilan gue ?" tanya Bu Puspa membuyarkan lamunanku. Aku pun hanya bisa mengacungkan dua jempol, tak bisa berkata-kata seolah terkena gendam.

"Yuk berangkat" ajaknya dan menyerahkan kunci mobil kepadaku.

Setelah menekan tombol unlock, aku segera membukakan pintu yang ada di bangku penumpang.

"Silahkan masuk tuan putri..." ucapku mempersilahkan dia untuk masuk.

"Hahahaha apaan sih" tawanya sambil mencubit pipiku.

Singkat cerita kami sampai di PVJ dan segera menuju ke bioskop. Di mall banyak pasangan muda-mudi yang bergandengan tangan dan si perempuan menempelkan tubuhnya ke lengan pasangannya. Tak disangka, Bu Puspa menggamit erat lenganku bak ABG yang baru jadian.

Sedari tadi aku melirik ke arahnya, seolah tahu Bu Puspa pun berbisik lirih di telingaku,"Gapapa, enjoy aja, nostalgia waktu masih muda hehe".

Seolah mendapatkan lampu hijau aku pun merangkul pundaknya yang terbuka, aku pun menjawab dengan slengean, "Iya bu dosen...."

Mendengar jawabanku, ia tertawa dan menyentuh pelan pipiku karena memanggilnya dengan dua kata terlarang di luar kampus, 'bu' dan 'dosen'.

"Ah kamu mah gak asik, masih aja bawa-bawa status di kampus" ujarnya pura-pura merajuk.

"Hehehehe, ya udah deh aku panggil kamu kakak aja deh" sahutku. Ia pun kembali tersenyum.

Sesampainya di bioskop, aku pun menuju antrian panjang untuk memesan tiket sedangkan Bu Puspa mengantri untuk membeli popcorn dan minuman yang dapat dinikmati sambil menonton film. Hari ini memang premiere film Wiro Sableng yang ingin kami tonton. Aku ingat masa kecil ketika bermain bersama teman-teman di kampung, dimana kami sering menirukan jurus Wiro Sableng yang sinetronnya tayang tiap hari Minggu. Indahnya masa kanak-kanak hehehe. Tak begitu lama menunggu di luar, kami segera masuk di studio. Sekitar dua jam kami menonton film hingga tuntas. Kami pun memutuskan makan malam di PVJ.

Kami memutuskan untuk makan steak di sebuah resto. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Saat aku duduk bersama Bu Puspa untuk menunggu pesanan, tiba-tiba seorang waiters tersandung dan menumpahkan kuah steak yang mendidih dan mengenai pahaku. Aku yang tak sempat menghindar pun hanya mengaduh kesakitan. Tak terima dengan kelalaian waiters tersebut, Bu Puspa memanggil manajer resto itu untuk meminta pertanggungjawaban. Dengan penuh penyesalan dan meminta maaf kepadaku akhirnya si manajer memberi kompensasi untuk biaya pengobatan dan mengantarkan makanan yang dipesan ke rumah Bu Puspa.

Untuk mengurangi rasa sakit dan sebagai pertolongan pertama, dengan langkah tertatih-tatih aku menuju kamar mandi dan mengguyurkan luka dengan air yang mengalir melalui selang di toilet duduk. Sekitar dua puluh menit aku membasahi pahaku dengan air. Meskipun tidak benar-benar menyembuhkan, namun rasa sakitnya berkurang. Untuk segera mengobati luka, Bu Puspa mengajakku pulang. Mobil yang disetiri Bu Puspa menuju ke apotek terdekat untuk membeli salep. Kami pun segera menuju Dago Atas, daerah tempat tinggal Bu Puspa.

Aku yang masih meringis kesakitan disuruh melepaskan celana yang kukenakan dan berbaring di kasur.

"Ih kakkk....malu akuu...." kataku saat diperintah oleh Bu Puspa.

"Udah deh, jangan banyak bacot !" tegasnya sambil melotot. Aku pun tak bisa menolak dan mematuhi perintahnya.

Setelah berbaring di kasur dengan celana dalam yang kukenakan, Bu Puspa duduk di sela-sela kakiku dan melumuri lukaku yang melepuh dengan salep. Sebagai laki-laki tulen yang mendapatkan sentuhan dari perempuan secantik dia, penisku tiba-tiba berdiri.

"Wah..... ada yang minta diobatin juga kayaknya" kata Bu Puspa sambil melirik penisku, namun tangannya mengusapkan salep di luka yang tak terlalu lebar. Mendengar perkataan itu, aku hanya tersipu malu.

Setelah selesai mengobati lukaku, ia berbisik ke telingaku, "Just enjoy baby".

Dengan lincah jari-jari lentiknya menurunkan celana dalamku. Jadilah Mufti junior terbebas dari sangkarnya. Penisku yang berukuran 15 cm ini sudah digenggam oleh tangan Bu Puspa. Ia mengocok penisku secara perlahan dan berkata dengan girang, "Ini hukuman buat kamu yang tadi coli di kamar mandi hihihi". Aku pun tak bisa menjawab kata-katanya, hanya lenguhan kenikmatan yang keluar dari mulutku dan hanya bisa memejamkan mata menikmati kocokan pro ini.

Saat aku memejamkan mata, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat tapi agak basah di penisku. Ternyata Bu Puspa kini mengulum penisku naik turun, sambil tangannya mengusap perutku yang lumayan berotot. Aku hanya mendesah merasakan kenikmatan ini. Mungkin ini yang dinamakan bimbingan kenikmatan hehehe. Tak sampai lima menit, aku pun mengerang, "Ahhhhhhh......". Penisku menembakkan isinya dan kini tertampung di mulut dosen pembimbingku tercinta. Agak kaget dengan proses ejakulasiku, ia hampir saja tersedak, namun demikian spermaku di telan bulat-bulat oleh Bu Puspa.

"Ihhh, kalau mau keluar bilang dulu dong" rajuknya setelah menikmati pejuhku.

"Hehehe maaf bu" ucapku.

"Oh, kalau kayak gini tandanya masih perjaka. Baru diemut bentar udah keluar hihihi" ejeknya padaku.

"Iya bu, saya belum pernah diginiin" jawabku malu-malu.

"Impas ya, kamu udah lihat punyaku sebelumnya. Next time we will have fun again” goda Bu Puspa.

"Pake dulu celanamu, makanannya udah dianter tuh" perintahnya kemudian.

Setelah menikmati kejadian tadi, aku segera mengenakan celanaku dan menyusulnya ke meja makan.
Tentu aku menantikan waktu-waktu bimbingan bersamanya.

BERSAMBUNG
________________________________________________________________________________


Sengaja ane update jam segini, supaya suhu-suhu yang beribadah puasa bisa melaksanakannya tanpa godaan hehehehe.
Mohon cendol dawet dan like para suhu sekalian agar ane lebih semangat nulis lanjutannya.
Matur sembah nuwun
:ampun:
 
Terakhir diubah:
Sengaja ane update jam segini, supaya suhu-suhu yang beribadah puasa bisa melaksanakannya tanpa godaan hehehehe.
Mohon cendol dawet dan like para suhu sekalian agar ane lebih semangat nulis lanjutannya.
Matur sembah nuwun
:ampun:

Sungguh toleran ente hu, tapi tetep aja kalau crot jam segini kudu mandi junub wkwk
Cendol dawet buatmu hu @Bantengamuk , nuwun updatenya
 
Habis ini Irma minta bimbingan intensif juga

Tentu, tapi harus lewat makelar (re: Mufti)
Kasihan si Rio, sohib yang ditikung wkwkwk

Sungguh toleran ente hu, tapi tetep aja kalau crot jam segini kudu mandi junub wkwk
Cendol dawet buatmu hu @Bantengamuk , nuwun updatenya

Ndak popo hu, sering mandi bisa menangkal corona
:pandaketawa:

Wah wah pelanggaran pean hu @Bantengamuk , rilis cerbung tapi nggak ngasih kabar.
Gayanya masih sama ya hu, easy reading dan runut alurnya. Lanjoetkann !!!

Wih, Pak Nurhadi baru mampir. Monggo dipenakne hu bimbingane wkwkwk

Beuh pas buka pas update, mantap kali. Ga sabar nunggu kelanjutannya hahaha

Siap hu, simak terus bimbingan Bu Puspa hehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd