Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUDHE ANAH JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA. BUDI HARTAWAN (The Series 3)

Wokkeh agan2, karena banyak yang gak sabaran nunggu apdet cerita ini budi, ay langcrotken lagi nih kisah petualangan kontol budi, memek ibu budi dan nafsu ngewek dosen budi ya :coli:
Selamat membacroooottttt:tegang:

LOGI 3 Bagian 3
PERSELINGKUHAN HESTI

NAH, PARA PEMBACA, SETELAH “BERKELANA” DUA KALI (DITULIS OLEH DUA ORANG LAIN YANG KINI ADALAH PARTNER SEX KU), PENULISAN CERITA INI KEMBALI LAGI PADA “PEMILIK” ASLINYA YAITU AKU SENDIRI. NAMUN BEGITU, MESKI YANG MENJADI MASTER FRAME ADALAH TULISANKU, KATA-KATA BATIN MAUPUN PIKIRAN-PIKIRAN TANTE HESTI DAN BU SISKA TETAP AKAN AKU TULISKAN JUGA UNTUK MEMBUAT WARNA TULISAN INI BEDA DAN LEBIH HIDUP. TANDA (#) ADALAH PIKIRAN DAN KATA HATI BU SISKA SEMENTARA TANTE HESTI KUBERI TANDA (*).




Jum’at pagi itu, aku hanya setengah hari ke kampus. Siang dan sore itu memang terasa agak berbeda hari ini. Mungkin karena akan ada kejadian istimewa yang akan kualami sebagai pengalaman baru makanya gairah jadi lebih dari hari-hari biasanya. Saat itu, usiaku baru 19 tahun. Usia yang tak sebanding dengan pengalaman hidup yang kualami. Bayangkan, di usia sedini ini, aku sudah pernah bersetubuh dengan tiga orang wanita cantik. Satu orang kuanggap ‘istriku’, satunya lagi bahkan ibu angkatku, dan yang terakhir dan paling seru adalah dosenku yang sekaligus sahabat terdekat Bu Siska, ibu angkatku.

Kukatakan paling seru karena Bu Hesti (atau Tante Hesti), dosenku itu ternyata punya libido yang lebih heboh lagi dibanding ibu angkatku. Sejak pertama kali berhubungan badan denganku ia sudah tak malu-malu memintaku untuk melayaninya hampir tiga kali sehari. Tak mengenal tempat, Bu Hesti malah pernah dua kali memintaku menyetubuhinya di ruang dosen yang saat itu kebetulan sedang sepi. Lalu di toilet kampus ketika aku baru saja hendak menuju tempat parkir. Dan yang seingatku paling seru adalah sehari sebelum kami melakukan ‘pesta bertiga’.

Sesuai kesepakatan kami (lebih tepat ultimatumku pada Bu Hesti), dia hari ini akan mengatakan ide gilanya (main bertiga) pada ibu angkatku itu. Aku dimintanya menunggu di suatu tempat (hotel) di kawasan menteng dekat rumah untuk bertemu dan melihat bagaimana hasil ‘loby’ Bu Hesti terhadap Bu Siska. Dengan bersemangat, aku yang sedari pagi memang terus memikirkan hal itu jadi tegang seharian. Tak sabar rasanya ingin segera mengetahui apakah ibu angkatku itu akan setuju atau tidak dengan ide Bu Hesti. Meski tak seratus persen yakin, aku sangat berharap ibu menyetujuinya. Bayangan-bayangan vulgar dua tubuh perempuan paruhbaya yang keduanya montok dan bahenol itu tergambar jelas di benakku, bagaimana jika dua tubuh bugil itu ‘tersaji’ dan menggoda gelora api birahiku. Ah! Aku benar-benar menginginkannya segera! Ya, segera! Aku ingin memakan keduanya mentah mentah! Memasukkan kontolku di kedua memek yang sama-sama nikmat itu bergiliran, memompa keras kelaminku pada kewanitaaan mereka, mengantarkan gelora api seksual mereka ke puncak dengan teriakan sejadi-jadinya, hempasan sekeras-kerasnya, genjotan secepat-cepatnya dan hujaman sedalam-dalamnya, aaah!!!
 
Aku memasuki kamar hotel yang telah di booking sebelumnya oleh Bu Hesti, siang jam 12.30pm. Badanku menghempas dan telentang di kasur empuk itu. Telanjang sudah, tanpa CD dan tanpa selimut. Kubiarkan dinginnya aircon menerpa seluruh pori-pori kulitku, karena sebentar lagi, seorang perempuan -yang kurang dari empat hari ini mulai mengisi ‘jadwal ngentotku’ di sela-sela aktivitas seksual keseharian dengan Bu Siska- akan datang dan kuyakin membawa berita baik tentang rencana ‘2v1 Fuck’ yang kuimpikan sejak Bu Hesti mengatakannya.

‘ting tooong…,’ bel pintu berbunyi, aku melompat ke arah pintu dan langsung mengintip melalui lubang kecil disana. Oy oy! Perempuan paruhbaya bertubuh sintal dan bersusu montok ini datang juga rupanya. Berpakaian terusan biru motif bunga tanpa lengan, mempertontonkan ‘sisa’ putihnya kulit dan kemontokan buah dada nya tak mampu sembunyi dibalik baju feminim itu. Uuuh, ia sangat tahu seleraku rupanya, terusan berkancing depan dengan dada rendah dan pinggiran berenda itu seperti memacu adrenalin kelelakianku untuk tak sabar menunggu tanganku yang membuka pintu. Dan begitu ia masuk, aku cepat menutup pintu dan dengan gerakan yang ia tak sangka-sangka, kudekap dari belakang. Langsung menyingkap gaunnya yang begitu menggoda. Tangan kananku mendekap erat pinggangnya dari belakang, yang kiri menyingkap bawahan gaun itu dan langsung menyambar tepian celana dalamnya, kucopot dengan paksa hingga pemiliknya gelagapan seperti tak siap. Tapi begitu wajah manis mirip artis Camelia Malik itu sedikit menoleh kebelakang, aku langsung menerkam bibir sensualnya. Keciplak-nya pun jadi memicu birahi untuk segera ‘memperkosa’ ibu dosen binal nan nikmat pepeknya ini!

Bu Hesti memang tak lagi sempat berkata-kata, ini kali pertama sejak affair kami, aku ‘memperkosanya’. Dan akhirnya, meski kelihatan sedikit meronta-ronta seakan menolak, ia pasrah juga saat kubaringkan terlentang pasrah dengan pakaian yang masih melekat tapi awut-awutan itu. Kakinya mengangkang dan menjuntai di pinggiran tempat tidur, setengah dari kancing depan dada gaun terusan itu terlepas dengan cup BH yang kutarik kebawah, menunjukkan eksistensi kemolekan buah dadanya, di pinggiran puting kiri susu itu bahkan masih tampak sisa kenyotan mulutku saat pertama ngentotin ibu dosen ini.

Kuangkat keatas kakinya tinggi-tinggi, kukangkangi kiri kanan lebar, menunjukkan jelas rekahan vagina yang lebih senang aku sebut PEPEK merah itu, menggoda sekali. Dan buah zakar, pelir atau kontolku mengacung keras dan bersiap masuk menerobos pintu lunak yang rupanya telah basah.

“sudah basah ya, tante? Cepat banget basahnya?” itu kata-kataku yang baru pertama keluar sejak ia memasuki pintu kamar, aku memang memanggilnya TANTE, in stead of Bu Hesti. Ia yang minta begitu utk membedakan panggilannya dengan ibu angkatku. Aku juga senang, karena menurutku, kata TANTE mengandung konotasi BINAL yang tak kalah heboh dengan NGENTOTIN IBU ! dan bukannya mengeluh atas perlakuanku, ia malah semakin gila menggesek-gesekkan kepala penisku di pintu vaginanya yang sudah ‘siap coblos’ itu.

“hhhh…saaay…dari tadi juga tante basaaaaah mikirin kamu, ayyooohh aahhh, vaginaku minta dimasukin segeraa aaahh…!!!!” jeritnya sambil mendesah-desah mengiringi tarian kepala penisku yang masih saja hanya sekedar menggelitik clitoris diatas bibir memeknya.

(*)anjing! Setan! Monyet! Cepat setubuhi aku! Kalau tidak, awas ya. Akan kudekap pinggangmu dengan kedua kakiku yang melingkar ini. Setan! Anak kurang ajar, kalau kau terus mengucel itilku begini, aku bisa keluar duluan….
 
Terakhir diubah:
Lengkap sudah pemandangan penuh sensasi ini, Bu Hesti -dosen akuntansi paruhbaya itu- kini seperti gadis perawan yang binal, mengemis untuk segera kusetubuhi, tak peduli terusan biru berbunga, panjang dan berenda itu masih melekat di badannya, bahkan sepatu putih berhak tinggi itu belum terlepas dari kedua kakinya. Kedua betisnya terpegang tanganku kiri kanan, pahanya otomatis membuka lebar celah pangkal dimana barang nikmat berbulu lebat itu merekah dan betul-betul siap menerima sang tamu besar nan panjang yang hampir setiap hari selama minggu ini mengunjunginya dengan teratur.

Segera saja aku menyudahi permainan kepala penisku yang menggesek dan menggelitik bibir memeknya, kupasang tepat menempel di mulut liangnya dan dengan penuh tenaga, sekali dorong kuhabiskan membenamkannya amblas hingga tak tersisa.

“Oooooohhhhhhh!!!! Yessssss!!!! Aaaaahhhh!!!!” jerit perempuan seusia ibuku itu dengan keras pula, seolah melepas ketidaksabarannya menanti. Penisku mentok membentur dasar liang vagina yang telah pernah empat kali dilalui jabang bayi. Tetap nikmat dan menjepit, senut-senut di dalam sana, aku menarik hingga kira-kira setengah….

“Uuuffff…..nnggg…,” bibir sensual Bu Hesti mengepit keras, seiring denyut vaginanya yang seakan menyedot kembali batang penisku yang hendak lanjut keluar.

“masukkan lagi saaaayyyaaangg…aaaahhhhh,” desahnya saat aku menunggu sejenak sambil memandangi tubuh bongsor dosen akuntansi ini. Tanganku meraih buah dada yang sedari tadi ‘menganggur’ di sela belahan depan gaunnya yang terkoyak.

“remeeesss…susu tanteeee….Buuudddiiihhh ooohhhh,”

“tante belum cerita bagaimana hasil ngomong dengan ibu…,” aku berkata sambil menghentikan gerakan turun naik di atas pangkal pahanya, membuat Bu Hesti cukup senewen.

“ayo goy ang dulu saay…nanti ibu ceritaiiinn…uuufff tanggungg niiiihh,” ia mencoba menggoyang pinggulnya kesamping. Mungkin berharap aku akan terpengaruh dan lanjut menggenjot atas bawah. Tapi kudiamkan saja, sengaja kupermainkan kenikmatan yang dialaminya.

“ooouuhhh, jahaaatt kamuuuhhh,” ia menampar dadaku pelan, menunjukkan kekesalannya karena tak mampu menaikkan pinggulnya untuk memasukkan penisku yang hanya menancap sampai kepala. Tentu Bu Hesti tak mampu, tubuhnya terlalu berat untuk mengangkat dengan posisi begitu.

“OK, sayang! Huuuh…Tante mau cerita, tapi please, goyang dooong, Tante ngga tahan kalau kamu diam begitu,”

“deal! Akan saya goyang perlahan dan tante cerita…., hmmmm…sssshh,”

“ibumu mauuu saaayyy…..hhhhhh yesss..ooouuuhhhhh,”

“ooohh yaaahhh? Apaaah katanyaaah?”

“diaa bilaaangg kamuuuhh pastiiihh sangguuupp….,”

“ngga risiih?” aku bertanya

“ooouuhhh…ssshhh risiiih jugaaahhh…,”

“nah trus?” aku berhenti sejenak sampai ia merengek minta diteruskan.

“hhhhh….makanyaaahhh bertahaaapp…ooouuhh goyang saaayyy ooouuff,”

“bertahap gimana?” aku diam lagi

“hhhh..jangan berhenti ddoooong, ssshhh maksuudnyaahh kalian main duluan, nantiih tante bergabung setelah kalian main setengah ronde, biar ngga cangguuungg….hhhhh yaaah ooh yaaahhh ooohhh yaaahhh,”

“maksudnya hhhh tante gabung belakangan gituuuhhh ?? aaahhh…..”

“iyaaahh saayyy…tunggu kalian setengah ronde permainan dan tante datang langsung gabuuungg….sssshhhh,”

“kenaaapaaah…nggaa seekaaaliiiaan ajaahh langsuuung gituuhh?” kupercepat genjotan akibat membayangkan bagaimana nanti aku bermain dengan dua wanita paruhbaya yang jelita ini.

“tantee siiih mauuhh ajaaahh…taaapiii kaan iiibumuu yang mintaa, oouuhhh genjoot lebih keras lagiiihhh buuudd….ooohhh..yesss..tante ntarrr lagiiihh niihhh,” ujar Bu Hesti terengah-engah mencoba mengimbangi hempasan di pangkal pahanya. Sebentar lagi ia rupanya akan orgasme. Aku sudah hapal benar ‘tingkah’ dan ‘kebiasaan’ perempuan paruhbaya dan kelaminnya saat mereka menjelang orgasme. Kucoba mengatur permainanku agar ia lebih lama lagi. Aku memperlambat gerakan dan menjulurkan lenganku kebalik punggungnya, langsung memeluk dan mencium, dengan mesra.

“jangan keluar dulu tante, Budi mau tante lebih lama karena hari ini tante kelihatan cantik sekali,” aku mencoba merayu untuk mengalihkan perhatiannya.

“ouuuufff… ooohhh… kamuuhh bilang… tantee cantiiikk? Hhhh… aaaauuuhhh... cantik mana sama oouuhhh ibuu kamuuu uuuuhhhh? Hooohhhh…ssshhhhh,”

“sama-sama cantik, tante sayang…, saya suka sekali penampilan dan tingkah genit tante seperti ini,”

“bisaa ajaaah kamuuuhh saaayy..oouuhhh nikmatnyaah goyangan kamuuuuhhh… tante bisa gilaa kalau nggak main sehari aja sama kamu… oooouuhhh... yesss... yesss... yesss,”

Aku berhasil juga membuatnya bertahan lebih lama, dengan gaya yang romantis itu tadi, yang tentu saja mengalihkan perhatian dan membuat ia GR dengan pujian-pujianku. Saat ini aku memang ingin kami mencapai klimaks bersama-sama, oleh sebab itulah saat penisku merasakan gejala klimaks di dinding vagina Bu Hesti, aku langsung berhenti bergoyang. Hasilnya, sudah 30 menit permainan, ia belum keluar juga, aku pun berusaha untuk mencapai klimaks yang segera. Setiap gesekan dinding penisku dan vaginanya, sangat kuresapi sehingga beberapa saat setelah kira-kira 45 menit persetubuhan itu berjalan aku mulai merasakannya.

“oooouuuhhh... tanteeeeehhh… keluar sama-sama yuuukk say…,”

“uuuhh... yesss… ayo sayaang… tanteeh juga sudaah nggaa sangguuup lagiiihh oouuuhhhh… ooohhh… yessss... yesss… yesss… yesss… aaaauuuhhh… nikmatnyah oou uuhhhh… hhhhh… budiiiihhhh… buuuuudiii... budiiii… budiii... yesss!!! yes!!! Tekan sayang, tekan sayaaaang…,” desahannya berubah jeritan, aku juga semakin mempercepat naik turun, kini menghempas keras pinggang kami.

“Yes tante! Tante! Tante! Tante! Ooouuuhhhh… goyang sayang oouuhh!!!”

“Peeeluukkk tanteeehhh aaaoouuuhhh... sayaaang peluk tante, peluk tante oouuhhhh!!”

Akhirnya ia melepas juga, menyembur didalam sana, dari lubuk rahimnya keluar cairan hangat menerpa kepala penisku.

“oooouuuhhh... yeeess... tante, tanteeeeeee oooooohhhhhhh!!!!” aku melepas juga beberapa detik setelah Bu Hesti orgasme. 1,2,3,4,6,7,9 kali semburan spermaku di dalam liang vaginanya. Penuh! Sampai beberapa tetes keluar dari kemaluan Bu Hesti. Lama kami saling mendekap erat sekali, aku menindih sambil memeluk kuat tubuh bagian atasnya, benar-benar lezat tubuh dosenku ini, kedua payudaranya tergencet dadaku. Bibirnya kubekap dengan bibirku, kusedot lidah Bu Hesti, kutelan liurnya hampir tak bersisa. Bu Hesti juga dengan antusias menyedot lidahku. Luar biasa permainan ini!

“mmmmhhhh… nikmatnya saaay… tante puas sekali…,”

“saya juga tante, tante tadi hebat!” pujiku

“hebat gimana say?”

“bisa lama begitu, saya puas sekali,”

“Ah, itu karena kamu yang ngajari tante. Mulanya sejak tadi tante sudah hampir sampai tapi karena kamu ajak ngobrol jadi tante bisa bertahan lama,”

“pokoknya tante luar biasa, nanti kalau main bertiga tante juga harus mengatur biar bisa lama seperti tadi,”

“akan tante coba, tapi biasanya tante ngga bisa kontrol, kalau sudah terasa geli sedikit aja, pasti tante langsung genjot trus keluar…,” akunya polos. Kucium pipinya dengan mesra, Bu Hesti membalas sampai beberapa menit setelah itu ia minta istirahat dulu karena seharian tadi ia sudah “kerja keras” merayu Bu Siska supaya mau main bertiga....

Bersambung....
 
Mantul lah pokoke. Makasih sudah disambung ceritanya dan masih bersambung :beer:
 
Anjaaay...
Ane baca sambil nunggu abang nasgor masak, jadi ngaceng ga karuan.
Mana sebelah ane emak2 bahenol lg..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd