Laras Series : Demi Sebuah Tanda Tangan (Part 2)
Mulustrasi
Laras
Meeting yang sebelumnya terasa boring, kini menjadi menarik bagiku. Aku akui secara ide plan launching produk yang ingin dibangun oleh timku, proposal dari Laras menjadi salah satu yang agak mendekati ekspektasi.
Sepanjang meeting, ada beberapa kali presentasi Laras terasa terbata-bata. Mukanya pun memerah seakan menahan malu yang mendalam. Efeknya, sepertinya tim-nya pun jadi gelagapan melihat boss-nya seakan tidak ada keberanian dan wibawa di meeting ini.
Joshua: Ras, lagi sakit kah? Mukanya merah banget. Mau obat apa gitu?
Iqbal: Ibu Laras kalau misal mau di ganti sama timnya buat jelasin gpp kok, all good saya baca dari proposal juga ini soalnya.
Laras: oh enggak kok, aman sehat mas. Saya lanjut ya.
Iqbal: Silakan go ahead.
Tebakanku ternyata benar, Laras sedang dilanda nervous menghadapi orang yang di-anjing2in dia semalam, sekarang berada di depan dia menjadi pemangku keputusan project ini. Sambil ku cek-cek layar laptopku, dan profil Laras di dunia maya, akhirnya bisa kelihatan sekaliber apa pekerjaan dia dan agency-nya. Langsung aku chat Elsa (PA/Sekertarisku), untuk cepat-cepat book restoran yang ada di bawah kantor kami untuk dinner. Rasanya perlu ku gali lebih dalam Laras ini.
J: pak, kira-kira ada feedback dari propose yang di kasih dari agency xxxx ini?
I: Hmmm, pada gak lapar emang ya? gue laper loh asli. Udah jam 6 juga, let’s talk while dinner.
J: Eh serius pak? Cucok deh ah bapak. Yang ikut dinner siapa aja ni?
I: ajak tim inti lo, sama timnya ibu Laras. Elsa si dibawah udah di restorannya.
L: Actually pak, kita sebenarnya udah waktunya…
J: Bisa dong ya mbak Laras, yuk ah…
Turunlah kami semua ke salah satu dinner cafe yang berada di bawah kantorku. Namun sebelum menuju ke meja yang sudah di reserve, aku ditarik terlebih dahulu oleh Elsa.
Elsa: Jarang-jarang lu mo traktir vendor, klo client make sense lah. Lagi laper or apa nih?
Iqbal: lucu wak bosnya
E: Yaelah gue kira kenapa. Tapi lu gak ada issue ntar sama Stephanie?
I: Well, gak ada salahnya kali coba-coba kenalan sama yg lain. Stephanie aman lah, kan dia juga bebasin gue deket sama cewek lain.
E: Oke, dinner ini gak pake cc kantor ya bayarnya. Pake cc elu.
I: tau gue..
Aku sengaja memisahkan kursiku Joshua Elsa dan Laras, dengan staf dan tim Laras. Ya anggap saja untuk lebih mengenal dekat saja. Plus juga sebenarnya intensi ku tetap untuk menguliti proposal dari Laras, sembari mengenal pribadi dia.
Elsa: Jadi Josh, ini vendor ketiga yang meeting today ya?
Joshua: Iya kak, jadi sebenarnya aku sama Laras ini satu geng pilates sama driving golf, kalo setan lewat ya mimican juga eimm. Jadi agency dia dulu handle brand kantor lama aku, so makanya aku tawarin buat mau gak garap brand baru kita. Cause i know her capability is top notch deh.
Iqbal: Oh temen mabok.. Pasti kuat dong lambung ya..
Laras: Ah enggak kok pak, aku normal aja.
J: Hareemmmm!!! Malem aja gue yakin lu langsung ambyar kan pas gue drop di depan kantor. Tapi balik amankan beb? Dapet taxi?
L: Aman kok beb, please jgn bahas kemarin dong ah. Gak enak ada boss lu.
J: Ooppsieee. Gue kunci deh mulut gue.
I: So anyway, what’s your project recently Laras? Eh bu Laras, sorry.
L: It’s okay pak, jadi kita ada project ….
Selama menunggu makanan datang, Laras mencoba menjelaskan agency dan kapabilitas dia dalam menghandle project-project besar dengan nilai per account sudah miliaran, termasuk impact perusahaan pada saat pandemi, serta sedikit mempromosikan perusahaan mereka bahwa mereka capable untuk menghandle permintaan perusahaan kami.
Tepat setelah makanan utama selesai disantap, bukan berarti mereka bisa langsung pulang happy-happy habis ditraktir olehku. Aku langsung bedah semua proposal mereka dan aku kasih beberapa feedback. Untung Laras dan tim langsung sigap mencatat semua feedback, termasuk Laras ikut bertukar pikiran. Tak sadar yang direncanakan makan hanya 1 jam berakhir 3 jam, untung saja belum tutup mall dan restorannya.
J: Si bapak kalo udah ngulitin proposal suka ngadi-ngadi deh. Yang sebelumnya mah baru ngomong udah di bantai, ini malah dinner dulu lalala….
I: Perut keisi boss, otak baru mikir. Harap maklum.
E: Makanya Josh, kan gue bilang klo ampe diajak meeting siap-siap lama sama dia.
L: Tapi pak thank you so much for the feedback, ini kita bisa langsung revisi sama siapin quotation lusa mungkin. Masih masuk timeline-nya?
I: Itu urus aja sm Joshua, saya nanti liat which one yg fit our needed.
E: Anyway pulangnya pada kemana?
J: Aku sama Laras se arah si ke fatmawati, paling kita MRT kali ya. Kalo team lo gimana, ras?
L: Mereka juga MRT sih, tapi pada ke kantor dulu baru nyebar.
I: Saya anter kamu sama Joshua aja gimana? Kebetulan saya mau ke cipete abis ini, mau…. (mikir) ambil velg.
J: Serius pak? Cuss udah yukkk.
Karena dipaksa Joshua, Laras akhirnya bersedia untuk kuantar ke kosannya. Lucunya saat ke parkiran, mungkin Laras lebih kenal dengan mobil yang dipakai semalam saat kami beraksi, sehingga agak reflek dia mendekat ke mobil tersebut. Sedangkan aku rencana membawa mobil ku sendiri, Mercedes-Benz GLB 250, yang terparkir di sebelahnya.
J: Ngantuk ye lu, mobilnya di sebelah malah lu ke situ.
L: Iya nih maaf ya, soalnya kebiasaan familiar sama mobil kantor yang bentukannya sama warnanya sama.
I: Hehehe itu memang mobil kantor kita sih, tp kan mau ganti velg buat mobil sendiri, masa iya pake mobil kantor
J: Pak ini beneran mo ganti velg jam segini? Apa kita gak taxi aja gk enak ntar tokonya tutup lagi
I: Anak mobil kalo modif jam 12 malem tetep gas itu bengkel dibuka gerbangnya.
J: Ya kan mana tau modif mobil paakk. Kalo nanya skincare, fashion, baru tau saya khatam pakk.
I: That’s why gue hire elu kan buat lead the brand. By the way, nanti tunjuk aja ya drop nya dimana.
Sepanjang perjalanan memang suasana agak dingin karena yah memang sepertinya tidak ada yang bisa dibahas sepanjang perjalanan. Tapi kondisi berubah setelah Joshua turun di kostnya, dan ku melanjutkan perjalanan mengantar Laras kembali ke kos-nya
L: Pak Iqbal, emm…
I: Yang terjadi semalam lupain aja. What happened yesterday, Stays there.
L: Saya bisa mundur kok dari project ini kalo pak Iqbal gak nyaman, or saya bisa kembalikan lagi uang yang kemarin saya ambil pak. So sorry it ended up this way.
I: Yaudahlah, kan karena semalam juga gak sempet kenalan. Kalo sekarang udah kenal.
L: Tapi please Joshua jangan tau ya pak, malu saya kalo ketahuan after mabok malah ngerjain bapak..
I: Aman. Berarti emang trigger kamu tuh harus mabok gak sadar dulu ya baru keluar karakter yang semalem?
L: Emm saya maaf gak nyaman lanjutin bahasannya pak, gapapa kan?
Antara dia sudah menanggung malu yang mendalam, atau sedang mencoba jual mahal, aku pun diam dan kembali fokus mengantar dia ke kosannya. Tadinya kupikir mungkin bisa saja dapet jatah lagi, tapi ya mungkin biar saja semua berjalan professional apa adanya.
Sepekan berlalu, final pitch sudah diterima oleh aku dan tim. Seakan jual mahal, angka yang ditawarkan agency Laras terlalu tinggi hampir 2x lipat dari semua kompetitor. Ya aku bilang ke Joshua bahwa sepertinya kita tidak lanjut dengan Laras, dan mungkin continue negosiasi dengan vendor yang tersisa. Tapi 3 hari kemudian, suatu hal yang tak terjadi muncul di hadapanku. Laras secara personal mengajakku bertemu, di sebuah cafe di dalam mall kawasan senayan. Awalnya kupikir kan sudah kutolak proposalnya, bisa jadi ini untuk negosiasi ulang. Yasudah ku iyakan saja.
Benar saja di momen dinner tersebut, terjadi banyak negosiasi yang dilakukan oleh Laras untuk meyakinkan ku bahwa agency mereka yang layak menjalankan project ini. Tapi lagi-lagi ku katakan, bahwa penawaran mereka termasuk yang tidak masuk akal. Sehingga aku memilih untuk dengan vendor yang lebih sesuai. Tetap tidak mau kalah, Laras berani menggaransi jika angka yang akan mereka tawarkan kembali bisa lebih rendah dari semua vendor yang sudah submit ke kami.
L: Mungkin ini offer terakhir yang bisa saya personal kasih ke pak Iqbal (memberikanku kartu ucapan)
I: (kubuka kartu ucapan tersebut, terdapat kunci hotel dari hotel di sebelah mall termasuk nomor kamar) Kamu udah sering kasih ini ya? Well I'm not interested.
L: Baik pak, maaf kalau saya lancang. (kemudian berdiri dan ingin pergi dari meja makan kami dengan wajah sedih) Tapi ini kali pertama, dan saya yakin jadi terakhir, saya akan tawarkan hal ini ke siapapun di hidup saya. Maaf sebelumnya pak..
Sejujurnya agak dilema di kepalaku atas apa yang terjadi tadi. DI satu sisi jika ku iyakan, urusan birahiku terpenuhi dan ada opsi wanita lain untuk mengisi waktu kosongku. Tapi disisi lain, pasti akan membawa efek buruk ke pekerjaanku apabila aku dengan mudah menerima tawaran ini.
Hanya saja, ada sisi di diriku yang merasakan bahwa Laras tadi benar-benar sudah lowest point, sampai harus menawarkan itu, disaat bisa saja dia kabur dari project ini dan mencari project lain. Toh bakal banyak orang yang membutuhkan jasa perusahaan dan agency dia.
Sepanjang menuju parkir mobil, jujur fantasiku malah membayangkan kira-kira service apa yang akan diberikan Laras malam ini padaku. Antara logis dan birahi sedang bertarung ketat di momen tersebut. Namun kali ini, rasanya nafsuku yang memegang kendali penuh.
Menujulah aku ke Hotel tersebut. Sepanjang langkah kaki melewati tunnel yang menghubungkan mall dan hotel tersebut, bahkan sampai diriku sudah berada di lantai kamar tersebut, ada sisi di diriku yang masih berpikir untuk lebih baik pergi saja. Tapi…
Ku-tap akses kunci kamar hotel tersebut. Di depan pandanganku, di dalam kamar yang temaram, ada sosok Laras yang duduk menyilang dan bersandarkan pada kursi panjang. Hanya mengenakan bathrobe, segelas red wine di tangan kanan, sontak kini Laras hadir dengan mode pelacur.
Aku dibuatnya duduk manis di atas kasur yang akan jadi tempat bermain kami malam itu. Secara perlahan, bathrobe yang digunakan sudah ditanggalkan dan tersisa hanya bra dengan g-string merah, yang kontras dengan kulitnya yang kuning langsat.
Tanpa kata
Tanpa suara
Hanya pertemuan dua tubuh
Menari
Membangkitkan birahi
L: I’m yours tonight. Aku tau kamu bakal dateng malam ini.
Bak striptease, pelan-pelan Laras membuka dua pasang pakaian dalam yang masih melekat di tubuhnya. Tak lupa area kontolku yang masih tersembunyi di balik celana kerjaku ia gesek-gesek perlahan, benar-benar seakan menantangku untuk segera menyergapnya.
Sampailah pada momen yang membuat semua logika di kepalaku seakan kabur berkabut. Seusai Laras melepas G-String terakhirnya, Laras merangkak menujuku sampai ketika bibirnya tepat menghadap bongkahan kontolku yang mulai sesak berada di dalam celana. Dibukanya pelan-pelan celanaku, sampai akhirnya ia bisa berdiri tegak dan merasakan kebebasan.
Ciuman-ciuman manis disematkan Laras pada setiap jengkal batang hingga kepala kontolku. Jilatan-jilatan yang menggoda pun tak kalah membuatnya semakin tegak berdiri.
Sadar bahwa aku sudah kepalang nafsu, Laras berdiri dan tanpa aba-aba langsung memasukkan kontolku ke dalam memeknya. Kali ini rasanya jauh lebih gila ketimbang semalam. Ini kali kedua aku berhubungan sex dengan wanita tanpa pengaman, selain bersama Stephanie. Plus saat itu hentakan goyangan Laras begitu lemah lembut, seakan berbanding terbalik dengan apa yang kualami pertama kali bersamanya. Berbahaya sekali.
Jika terlalu lama dalam posisi ini, sudah pasti pertahananku lebih mudah runtuh. Namun entah mengapa kubiarkan diriku terlarut menikmati citra sensualnya Laras yang begitu memancar di setiap goyangannya. Terbukti Laras lebih berani dan lepas dalam melayaniku. Tak hanya memberikan kenikmatan di kontolku, tapi juga beradu manis denganku lewat ciuman-ciuman lembut, termasuk memudahkanku dalam menghisap kedua toketnya yang bergoyang sesuai ritme goyangan yang dilakukannya.
Seiring nafsuku yang semakin membara, pertahananku pun semakin tak tertolong. Kutahan gerakan pinggul Laras untuk berhenti sebentar, dan saat itulah ledakan lahar putih menyembur mengisi setiap ruang-ruang di dalam memeknya yang sesak. Kedua nafas kami beradu, aku masih diam terpaku merasakan gejolak kenikmatan yang dibangun bersama Laras.
Dalam kelemahannya, Laras bergegas pelan ke kamar mandi. Sedangkan aku membersihkan sisa-sisa kenikmatan di kontolku dengan tissue sembari menunggu Laras keluar. Agak lama sebenarnya Laras berada di dalam kamar mandi, yang kusadari saat mendekat ke dalam kamar mandi, kudengar pelan-pelan isak tangis yang turun dari matanya. Hancur rasanya jiwaku melihatnya begitu. Sepertinya aku terlalu jauh memanfaatkan Laras kali ini.
Jadilah kuketuk kamar mandi tersebut, dan dengan cepat Laras menghilangkan bekas air mata-nya. Berganti momen aku di bawah kucuran air hangat, aku mandi sambil memikirkan betapa brengseknya aku malam ini.
Hanya demi sebuah deal, Laras harus melayaniku dengan, mungkin, tersiksa tanpa rasa sama sekali. Semua aksi yang dilakukannya tadi terasa artifisial.
I: Ras, emm kayaknya aku pulang aja deh.. Sorry buat malam ini
L: Gpp kok, aku emang mau kasih ini ke kamu. Aku masih jadi milik kamu sampai besok kita check out.
I: Tapi..
L: Kamu mau lagi sekarang juga ayo.. Aku bisa kok..
I: Tapi gak begini Ras. Aku bajingan cuma manfaatin tubuh kamu biar kamu deal.
L: Bisa kan kamu gak pulang malam ini?
I: Kenapa?
L: Aku belum bisa kasih yang terbaik buat kamu.. kamu bebas perintah aku apa aja malam ini..
I: Oke, aku mau kita ngobrol beneran. aku minta kamu jujur apa adanya.
Ada momen hening tercipta saat aku meminta Laras jujur apa adanya. Kubuat Laras duduk berhadapan denganku, dimana mata kami saling bertemu, dan aku bisa melihat apakah ini kejujuran atau kebohongan yang diciptakan Laras saat ini.
L: Aku harus jujur tentang apa.
I: Kamu terpaksa kan tadi? Aku denger kamu nangis di kamar mandi.
L: Enggak kok, aku nyaman banget tadi. Apa aku ada yang kurang tadi?
I: Jujur Ras. Kenapa kamu tawarin aku ML lagi sama kamu?
L: Karena,,,,, kamu satu-satunya yang bisa selamatkan aku saat ini.
I: Karena project ini?
L: Iya, once aku lost project kamu.. aku dan tim akan dibuang dari perusahaan.
I: Kenapa gak bilang di meeting tadi? Gak nutup kemungkinan aku main2in kamu loh
L: Let it be. Aku tau kamu orang baik gak akan sejahat itu sama aku. Cuma ini yang bisa aku kasih to ensure you still want me. for this project
I: Aku bisa kabur dan bilang kita gak ada apa2. And then batal. Dan karir kamu juga abis.
L: So be it. Aku udah gak ada jalan lain selain ini. Walaupun pada akhirnya ini gagal, at least i try.
I: Kalo aku mangkir?
L: Waktu aku kurang ajar sama kamu, kamu masih dengan sopannya treat aku dengan baik. Aku yakin kamu tetap sama seperti yang aku inget malam itu. Mungkin bukan mangkir tapi ya kita gak bisa jodoh cocok aja.
Dentuman fakta yang meledak di depan mataku saat ini agak membuat logis aku buyar. Ada rasa iba ingin menjadi penyelamat Laras kali ini, toh juga perusaaan agency yang dia pegang cukup professional menghandle project yang kuharapkan. Tapi aku sadar, bisa jadi Laras sedang memperdayaku lewat kebutuhan seksual agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.
Kuputuskan untuk melupakan sejenak ledakan-ledakan kecil di otakku itu. Ku mendekat padanya, memberikan pelukan dari samping. Tak sadar kembali isak tangis turun dari wajahnya saat kepalanya bersandar di pundakku.
Jakarta malam ini
terasa kelam dan kejam
Dan aku menjadi bagian itu
I: Aku mau kita tidur malam ini, soal dokumen aku siap sign LOI (letter of intent), tinggal kamu get back dengan harga final yang aku share. Kalo bisa, aku serahkan ke kamu project ini.
L: Aku bisa kok kalo kamu mau minta lagi?
I: Kalo kamu mancing gini, bener-bener sampe check out kamu aku uji untuk kamu bisa dapetin sign aku.
L: Apapun demi tanda tangan kamu, aku siap lakuin sampai kita check out besok.
(bersambung)
Note penulis:
Terima kasih atas apresiasi suhu-suhu yang komen disini atau di DM, bahkan ada yang sampe DM kasih barbuk habis squirt abis baca story ane. Benar-benar appreciate banget ane bacanya..
Next perjalanan Laras semoga lebih seru, dan lagi dipertimbangkan ada keterlibatan Stephanie lebih dalam di cerita series Laras. Sementara itu ane bertapa mencari ide dulu...
Jangan lupa di cendol dan komen kalo suka ya sama ceritanya, sekaligus dan mohon dukungannya ya suhu-suhu biar ane ada waktu dan inspirasi buat lanjutin ceritanya. 
