Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[ Cerita Rasa ] MAMA

Part III

***

Karena hujan lebat. Andre, istri dan anaknya terjebak di rumah Lestari sejak jam 4 sore.

Untung saja hujan berhenti saat malam.

Vani akan pergi, istri Andre itu berpakaian rapi, cantik sekali malam ini. Dia mengambil kunci mobil di atas meja kaca di ruang tengah. Berpesan kepada Andre kalau dia akan langsung pulang ke rumah mereka nanti malam.

"Mah.. titip Delfina ya," Vina menghampiri Lestari yang sedang bermain dengan Delfina.

Sebelum pergi, Vani sempat mendaratkan kecupan sayang di pipi sang anak. Kecupan Vani malah membuat sang anak menangis. Semakin besar, Delfina semakin rewel kalau ditinggal mamanya.

Vani tergesa meninggalkan rumah. Ada hal mendesak sehingga tega meninggalkan Delfina. Toh ada Mama. Pikirnya.

Lestari memang mahir menenangkan Delfina. Tidak berapa lama anak itu terdiam dan kembali bermain.

Sepeninggalan Vani, Lestari kemudian mandi dan meminta Andre menjaga Delfina.

Lestari muncul 30 menit kemudian. Dia mengenakan pakaian tidur, kemeja dan celana longgar warna abu dengan garis garis biru. Dia mengeringkan rambut dengan hair drier sambil bercermin.

Giliran Andre mandi berikutnya. Setelah selesai dia berjalan menuju sofa mengenakan kaos Polo dan celana pendek.

Andre menyadari kalau sang mertua berdandan tipis. Lestari menawan sekali malam ini. Rambutnya sudah kering dan terikat rapi. Aroma parfum lembut memambukan membelai hidung Andre.

"Loh.. Delfina kok udah bobo?"

Andre heran mendapati Delfina tidur di sofa dengan tangan menggengam dot berisi susu. Delfina bermain seharian, mungkin anak itu kelelahan sampai tertidur.

"Mama bobo-in Fina di kamar atas aja ya," ujar Lestari.

Lestari dengan telaten memindahkan tubuh Delfina yang masih tertidur ke pangkuan. Kemudian membopong sang cucu, dia menaiki tangga menuju lantai dua. Berjalan pelan karena bobot Delfina dalam gendongan tangannya tidak ringan.

"Mah... tunggu.. !"

Andre memanggil, sang mertua menoleh. Langkah Lestari terhenti di pertengahan anak tangga yang lantainya lebih luas.

Tap Tap

Andre menyusul menaiki tangga dan lelaki itu berhenti di dekat Lestari.

"Kenapa Ndre..?" tanya Lestari dengan wajah keheranan saat menyadari raut wajah Andre seperti menahan senyum.

"Mama cantik sekali malam ini.."

"Ih... kirain ada penting apa." Bagaimanapun juga wajah Lestari merona dipuji sang menantu.

Wanita itu hendak melanjutkan langkah menaiki tangga, tapi meresa heran saat Andre tidak tampak dari oleh pandanganya.

Anehnya sang menantu berjongkok di depan Lestari. Tidak terjangkau pandangan Lestari karena terhalangi Delfina yang ada dalam gendongan.

Eh! Mau ngapain?

Lestari kaget saat merasakan sesuatu merayap menyusuri celana tidur yang dia kenakan, kemudian berhenti di pinggangnya.

Andre?

Ternyata itu ulah jahil sang menantu. Tangan lelaki itu menyusuri paha, kemudian meraih pinggang dan menggenggam pinggir celana Lestari. Menghentak hingga molor kemudian meluncur turun.

"Heyy..."

Lestari terpekik saat merasakan angin dingin berhembus di pahanya yang telanjang karena Andre. Perempuan itu berusaha menaikan celana, tetapi tidak mampu karena kedua tangan dipakai menahan sang cucu dalam gendongan.

Lestari kesusahan bergerak karena ujung celana tersangkut di lutut. Dia hendak menggunakan satu tangan menaikan celana tetapi takut gerakan yang tiba-tiba akan membangunkan Delfina.

Andre berdiri, ngakak melihat kondisi sang mertua.

"Andre..Enggak lucu!! Naikin celana mama!" Jerit Lestari tertahan, dia tidak mau suaranya terlalu keras karena takut Delfina bangun.

Tidak ingin terjatuh. Lestari mundur, dengan celana melorot di lutut mengeser tubuh memepet tembok untuk menjaga keseimbangan.

Andre nyengir, membuat Lesatri kesal dan mengulang perintah.

"Cepet naikin celana mama!"

"Oke Ma.." Andre membungkuk.

Bukannya menaikan celana, dia malah menjulurkan tangan ke selangkangan sang mertua.

"Andree!!.. ih!"

Lestari memekik kecil saat Andre meremas gundukan vagina yang terbungkus celana dalam.

Andre kemudian menempelkan wajah di paha Lestari dan mengendus celana dalamnya.

Andre kalem saat beraksi. Dia Mendorong paha Lesatri lebih mengangkang. Lestari tidak berkutik, si cucu dalam gendongan melumpuhkannya. Dan perlakuan Andre membuat jantungnya berdebar keras. Dia terangsang.

Andre nakal. Celana dalam Lestari dengan gerakan kilat dipelorotkan sampai ke lutut. Vagina Lestari terpampang di depan wajah Andre.

Andre menyusuri kulit paha Lestari dengan ciuman. Berhenti saat sampai di bibir vagina sang mertua. Lelaki itu menjulurkan lidah. Mulai menjilat.

Lestari memekik.

Andre nakal. Andre liar. Vagina Lestari jadi sasaran, bibir mengecup, lidah menjilat. Jari tangan kadang ikut ambil bagian. Menyeruak keluar masuk memberi tusukan.

Kenakalan Andre di situasi tidak terduga membuat Lestari menyerah. Lestari tidak berdaya. Dia pasrah. Dia menikmati.

Andre memberi servis lebih dengan remasan dan belaian di sekujur paha dan bokong Lestari. Sementara, lidah semakin nakal mengexplore selangkangan.

Tubuh Lestari bergetar menikmati sensasi bertubi-tubi. Lututnya goyah. Tetapi tekad kuat untuk menjaga Delfina membuat dia berdiri sekokoh mungkin di anak tangga. Untung saja, dia bisa bersandar di tembok.

"Akhhh... Ndre... "

"Mama gak kuat ... Lutut mama pegel! Please berhenti dulu bentar!"

"Andree... tolong..."

Nada serius Lestari membuat Andre mendongak. Menatap mata sayu sang mertua yang manahan nafsu.

"Pegangin Delfina bentar. Mama gak kuat!"

Andre berdiri dengan senyum penuh kemenangan. Lelaki itu ganti memngendong Delfina.

Lestari mengatur nafas yang tersengal. Dia menatap Andre denga tatapan jengkel.

"Kamu terlalu. Jangan ulangi. Kalo mama dan Delfina jatuh gimana?"

"Haha.. Delfina pasti aman kok dalam gendongan strong women."

Lestari mencibir, "Aman kalo enggak dinakalin kamu."

Andre tertawa.

Lestari membungkuk, Andre pikir sang mertua akan menaikan celananya yang melorot karena kenakalan Andre, tetapi ternyata tidak.

"Aoukkkkh... "

Andre memekik kaget saat merasakan tangan sang mertua meremas penisnya yang mengembung terbungkus celana. Andre tidak menduga Lestari berniat membalas dendam kepadanya.

"Giliran kamu yang gendong Delfina. Jangan sampe dia bangun!" Lestari mengerling nakal.

Set set set

Tangan Lestari bergerak cepat dan mahir. Celana Andre berhasil dilepas dalam hitungan detik, Penis Andre terbebas dari kurangan. Mengacung tegak.

"Akhhh...."

Andre memekik saat merasakan penisnya dicengkeram. Kemudian diusap jari halus Lestari. Nikmat sekali. Luar biasa.

Andre tidak dapat melihat dengan leluasa kenakalan sang mertua karena tubuh Delfina dalam gendongan menghalanginya. Dia hanya melihat Lestari bersimpuh di depan kakinya, kepala bergerak di antara selangkang Andre.

Tentu saja sang mertua akan memberikan sesuatu yang special kepadanya. Andre dapat merasakan, dia dapat menikmati.

Lestari membelai. Mengocok. Memijit.

Maah!
Nikmat!

Sekarang Andre yang harus berjuang menahan nikmat yang menyerbu setiap sarafnya. Berusaha tetap berdiri tegar menjaga buah hati yang tertidur dalam gendongan. Memberi kebebasan kepada sang mertua untuk menjajah penisnya.

Mama!

Andre bersandar di tembok, memejamkan mata kuat-kuat.
Dia menahan efek yang ditimbulkan oleh kenakalan Lestari.

Sang mertua binal. Lestari liar.
Lidah basah dan hangat menyusuri seluruh permukaan penis Andre, bahkan sampai di kedua testisnya.

"ouuhh"

Tubuh Andre bergetar. Penis Andre masuk ke rongga mulut Lestari. Tertelan cukup dalam. Kepala Lestari mundur, kemudian maju. Maju mundur. Mundur maju. Menghisap. Menyedot.

Luar biasa nikmat. Andre megap-megap.

"Mah... Andre... ahhh"

Biasanya dalam blow job, si lelaki akan pegang kendali. Setidaknya bisa mengatur tempo. Menjambak rambut sang wanita. Atau meraba-raba kesana kemari.

Tapi tidak dengan kondisi Andre sekarang. Kedua tangan Andre sudah lumpuh karena mengendong Delfina. Dia hanya berusaha menjaga agar lututnya tidak goyah. Agar tubuh tidak rubuh.

Permainan bukan dalam kendalinya Andre, dia terlalu percaya pada taka tiki sehingga tidak menyadari ada potensi counter attack dari Lestari.

Tadi, Andre yang memulai semua serangan. Dia yang nakal duluan. Tapi sekarang dia kena serangan balik Lestari.

Gegen pressing Lestari di penis Andre membuat Andre kelabakan. Begitu rapat, begitu cepat, tempo tinggi. Tidak ada celah lagi bagi Andre untuk melawan balik. Kombinasi kocokan, belaian dan sedotan meberikan sensasi nikmat tanpa henti. Tidak ada waktu bagi Andre untuk mengambil kendali permainan lagi.

"Arrrghhhh.... "

Penis Andre berkedut keras. Nafas lelaki itu tersengal. Dia tidak tahan dan benar-benar akan muncrat.

Lestari tahu itu. Dia merasakan batang berurat dalam genggamannya sudah berkedut hebat. Siap menembak. Lestari menyeringai senang. Dia adalah pengatur tempo. Dia yang memegang kendali untuk akan mentukan hasil akhir.

Plop

Penis Andre keluar dari mulut sang mertua. Tinggal tangan Lestari yang mengocok dengan tempo cepet.

Andre meraung. Dia akan membuat satu tembakan terakhir, tembakan keras, tapi tidak terarah.

Maaaah... Arrrgghh

Shoot off target!

Lestari sengaja menghindar, dia tidak ingin mulut, wajah, atau tubuhnya jadi sasaran.

Sperma Andre muncrat berhamburan di anak tangga.

Nafas lelaki itu naik turun mata terpejam kuat. Untung saja dia masih bisa mempertahankan Delfina dalam gendongan.

Dia puas. Super puas. Andrenalinnya benar-benar terpacu. Dia merasakan kenikmatan luar biasa.

"Cape? Pegel?"

Saat Andre membuka mata, dia melihat senyum simpul menghias wajah manis sang mertua. Pakaian Lestari sudah rapi kemudian perempuan itu mengambil Delfina dari gendongan Andre.

" Mama bobokan Delfina," bisik Lestari. "Kamu ada tugas lain."

"Kamu harus ngepel sebelum semut mengerubungi tangga,"

Lestari melalui kerlingan mata, menunjukan sperma Andre yang berceceran.

Andre tersenyum, malu.

Satu kali, terasa bernoda.
Dua kali, mengulang rasa.
Berkali kali, jadi terbiasa.

Apakah mereka mulai terbiasa dengan dosa? Hingga lupa kalau itu adalah dosa?

***

Beberapa hari kemudian.

Malam itu Andre masih di rumah Lestari, Bibik menelpon Andre, dia mengatakan kalau Vani belum pulang. Andre mencoba menghubungi istrinya tetapi hp Vani tidak aktif.

Sampai tengah malam Vani tanpa kabar. Andre gelisah kemudian menyampaikan pada Lestari. Mama mertuanya juga tidak tahu dimana sang anak. Mereka mencari di kampus tapi tidak ada. Berusaha menghubungi kenalan mereka. Hasilnya nihil.

Vani diculik, Vani kecelakaan. Itu kemungkinan sangat kecil, kota ini aman, kota ini update.

Lestari gelisah, dia resah.
Bayangan negatif menghantui kepalanya. Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi pada Vani.

Kemungkinan pertama,
Vani bertemu sing brengsek itu!

Kemungkinan kedua membuat Lestari berkeringat dingin.

Kemungkinan itu adalah Vani kabur karena mengetahui perselingkuhan Lestari dengan Andre.

~

Tadi siang sebelum Vani hilang tanpa kabar.

Hari ini memang hari sial Vani. Mobilnya rusak, dia naik taksi online ke kampus. Sampai kampus dosen tidak ada. Dia memutuskan mampir ke rumah mamanya naik taksi.

Mendorong pagar, membuka pintu depan, masuk ruangan, taruh tas, lepas sepatu.

Tidak perlu ijin atau memanggil mamanya. Toh itu rumah dia juga.

Lantai satu sepi. Vani lapar, dia mengecek isi dapur. Kosong. Tumben mama belum masak, pikirnya.

Dia kemudian naik ke lantai dua. Suara aneh mengusik telinganya. Seperti suara orang ngobrol, tapi bisik-bisik.

"Papa pulang? Masa enggak ngabarin aku?"

Vani penasaran, dia mengintip dari celah pintu yang tidak begitu tertutup rapat.

Astaga! Vani hampir memekik. Detak jantung menghentak dada dengan keras.

Dia melihat tubuh mamanya telanjang bulat, menungging, disodok dari belakang oleh seorang lelaki. Jelas bukan papa.

Mama selingkuh? Tidak mungkin!

Vani memperhatikan dengan seksama tubuh lelaki yang menampar bokong mamanya. Lelaki itu dalam posisi membelakangi Vani. Hanya terlihat bagian belakang tubuh.

Bukan papa! Tapi..

Astaga!

Wajah Vani pucat pasi seperti mayat. Dia mengenal lelaki itu, bahkan sangat kenal.

Mas Andre! Tidak mungkin!

Kepala Vani pening. Bumi serasa berputar cepat. Gelap!Jiwa Vani terasa ditarik paksa dari tubuhnya. Dia hampir kehilangan kendali.

Mama dan mas Andre bercinta!

Vani memejamkan mata kuat berharap semua hanya mimpi, tapi pemandangan itu nyata.

Vani berusaha menguasai diri meskipun deru nafas pendek berat.

Jijik! Muak!

Apa yang mesti kulakukan?

Telapak tangan Vani mengepal. Dia ingin masuk ke dalam ruangan itu. Melabrak mereka berdua. Melumat hancur tubuh mama dan suaminya.

Tapi ada sesuatu yang berat menahan kakinya. Dia tidak bisa melangkah maju.

Air mata mengembang di wajah Vani. Wanita itu hanya bisa melangkah mundur sampai ujung tangga. Pelan tanpa suara, dia memutar tubuh.

Vani keluar dari rumah itu dengan air mata berderai. Tidak sadar kakinya melangkah sampai jauh meninggalkan komplek perumahan dengan perasaan hancur lebur.

Jijik. Marah. Benci.

Mama Bohong! Mama pendusta. Orang yang begitu dia percaya, mengkhiantinya.

Vani ingin berteriak. Menceritakan semuanya kepada dunia. Menyebarkan kepada seisi bumi tentang kebejatan Mama dan suaminya.

Tapi dia tidak mampu. Dia hanya bisa menangis.

Mama. Andre. Aku benci kalian!

Kemana aku harus mengadu sekarang?

Hanya satu orang yang akan dia tuju. Vani merasa hanya orang itu yang bisa menenangkan hatinya saat ini.

Beberapa jam kemudian.

Vani duduk di sofa, dalam pelukan erat seorang lelaki berkacamata berumur enam puluh tahunan. Tangis Vani tumpah ruah.

~~
~~

Flasback
Beberapa tahun lalu

Surprise.

Lestari tidak mampu menahan senyum membayangkan betapa bahagianya Vani saat mendapat kejutan ulang tahun yang ke tujuh belas. Sweet seventeen.

Dua hari lagi adalah ulang tahun Putri kesayangannya. Dia dan Jon sudah mempersiapkan segala untuk membuat kejutan.

Sang Mama sampai tega berbohong, "Vani, maafin mama ya. Kali ini mama enggak bisa ngerayain ulang tahun bareng kamu. Tapi Mama dan Papa janji, apapun yang kamu mau, akan kami belikan asal kami mampu. "

"Iya, ga papa kok Ma," jawab gadis berpakaian putih abu itu.

Mereka berpura-pura bepergian ke luar kota satu minggu. Padahal mereka tidak pergi, hanya mpersiapkan kejutan untuk sang Putri sampai rela menyewa penginapan terdekat.

Malam hari ulang tahun Vani pun tiba. Lestari membawa kue ulang tahun bersama Jonathan, berjalan mengendap menuju rumah mereka. Dia tidak ingin anaknya tahu kalau mereka ada di rumah.

Rumah mewah itu gelap. Hanya beberapa lampu saja yang menyala.

Lestari merasakan sukacita yang luar biasa. Dia tidak sabar melihat senyum anak tersayangnya saat mendapat kejutan darinya.

Jantung berdebar saat melalui ruangan demi ruangan. Ada sebuah kamar dengan lampu menyala, itu adalah kamar Vani.

Ini saatnya mama melihat,

Senyum ceria Vani.
Tawa sukacita Vani.
Air mata bahagia sang anak.

Kebanggan sebagai ibu, tergambar jelas di wajah Lestari.

Tapi tidak semua khayalan bisa jadi kenyataan.

Suara-suara aneh yang keluar dari kamar Vani, membuat raut gembira di wajah Lestari menyusut.

Vani enggak sendiri? Sama siapa dia?

Lestari menoleh ke arah sang suami. Jonathan memberi isyarat kalau dia tidak tahu-menahu.

Mungkin dia sama temennya. Lestari mencoba berpikir positif, meskipun ada desir keraguan di hatinya.

Semakin dekat, suara itu semakin jelas. Pintu kamar Vani setengah terbuka. Agak remang di dalam kamar tetapi Lestari dapat melihat adegan yang terjadi. Cukup jelas. Cukup mampu untuk membuat lantai yang dipijak terasa jebol.

Vani telanjang bulat, kakinya mengangkang. Di selangkangannya menempel kepala manusia lain yang menyembul dari selimut. Mencium kemaluan gadis itu.

Lestari tercekat. Mata terbelalak lebar. Tubuh bergetar. Nyala api lilin di atas kue ulang tahun bergoyang.

Bluuuggg

Kue ulang tahun jatuh dari gengaman Lestari.

Kedua orang yang telanjang di tempat tidur tersentak kaget. Nyali mereka ciut melihat Lestari yang menampakan wajah garang seperti singga hendak menerkam mangsa.

"Mama.."

"Tante..."

"Diandra....?!

Mata Lestari melotot menyadari siapa yang telanjang bulat dengan anaknya.

"Brengsek kamu... dasar perempuam jalang!" Lestari memekik. Dia shock

Lestari hendak melompat mengamuk menerjang ranjang, tetapi kakinya berat. Tubuhnya seperti ditindih batu super besar. Hanya selangkah saja dia berpindah. Kemudian semua terasa gelap. Perempuan itu limbung, terhuyung jatuh kemudian tidak sadarkan diri.

Lestari terbangun di rumah sakit keesokan harinya. Dia masih berharap semua hanya mimpi. Tetapi itu nyata. Kenyataan pahit yang harus dia terima sebagai seorang ibu.

Betapa memalukan semuanya.
Betapa susah hal itu diterima.

Anak tersayangku, anaku satu-satunya. Harapanku... Dia... suka sesama jenis! Lesbian.

Lestari menutup wajah dengan telapak tangan. Dia terisak. Menangis sejadi-jadinya. Jonathan mendekat dan memeluk sang istri.

Mama... kamu harus kuat.

***

Perselingkuhan Andre dan Lestari sudah sampai ke telinga lelaki tua berkaca mata. Saat tangis Vani reda dan sang gadis mulai lebih tenang. Lelaki berkacamata itu berucap.

"Ini salahku, salah Papa. Bukan mama."

Vani tidak menyahut. Jonathan kemudian menceritakan suatu rahasia yang Vani tidak tahu. Tentang sakit jantung yang papanya derita cukup lama.

"Papa tidak diperbolehkan bercinta. Itu saran dokter agar papa bisa hidup lebih lama. Sejak itu Mama dan papa tidak pernah bercinta."

Vani kaget, dia mendongak menatap mata sang ayah.

"Papa ingin cerai, tapi mamamu tidak mau. Dia memilih bertahan. Itu demi kamu Vani. Dia tidak ingin hidup kamu hancur karena percerain."

Vani terhenyak mendengarnya. Terlalu banyak rahasia keluarga yang tidak dia tahu. Apa karena dia terlalu cuek, apa karena dia tidak perduli?

"Awalnya mama baik-baik saja. Dia sangat bangga. Dia bahagia punya kamu. Tapi saat kamu ketahuan dengan Diandra, mama kehilangan kontrol."

Sang ayah mengusap mata yang bekaca-kaca.

"Saat itu, papa tahu mama kamu hampir tidak mampu menjalani hidup. Papa menawarkan perceraian lagi. Tapi lagi-lagi mama menolak. Kamu selalu menjadi alasannya. Dia yakin kamu berubah. Dia yakin kamu bisa menjadi wanita normal."

Vani terdiam, ingatan tentang kejadian masa lalu kemudian terbayang. Bagaimana mama selalu memanjakan Vani. Menuruti hampir semua kemauan Vani. Kecuali yang berhubungan dengan lelaki. Dia melarang Vani pacaran sebelum lulus SMA.

Nasib sang mama begitu malang, tapi dia benar-benar strong women. Tanpa hubungan seksual lebih dari 7 tahun. Lestari sangat kuat. Jonathan tau kalau sang istri masih muda, masih perlu pelampiasan birahi, tetapi kondisi fisik Jonathan yang lemah, tidak boleh memacu Andrenalin terlalu tinggi, membuat dia tidak bisa memenuhi satu kewajiban penting sebagai suami. Dia sengaja memilih pekerjaan jauh dari rumah, karena dia sudah tidak bisa bekerja berat. Dia ingin menyembunyikan itu dari Vani.

"Dulu papa pernah punya ide gila. Papa mengijinkan mama kamu selingkuh. Saat itu. Mama kamu shock dan mengangap papa orang gila."

Vani kaget.

"Otak papa buntu. Papa tidak bisa berpikir jernih. Papa tidak punya pilihan." Jon menarik nafas lembut.

"Papa tau mama kamu setia. Sampai kamu bawa Andre masuk ke kehidupan kita."

Vani terdiam. Dia kembali menyelam ke masa silam. Saat dia pertama kali memperkenalkan Andre kepada mamanya. Saat itu, dia tidak begitu kenal lelaki itu. Tentu saja karena dia baru kenal Andre selama beberapa hari.

Lestari bahagia. Dia senang anaknya membawa lelaki ke rumah. Ada harapan kalau Vani akan berubah. Ada sinar cerah di mata sang Ibu.

"Kamu sudah dewasa. Semua keputusan ada di tanganmu Vani. Kamu tau yang terbaik buat kamu."

Vani bingung dengan ucapan sang ayah. Dia balik melontarkan tanya, "Papa akan cerai dengan Mama?"

"Papa tidak akan cerai kalau mama tidak minta. Papa berhutang banyak dengan Mama."

Vani tidak terima keputusan papanya.

"Tapi Pa, mama berselingkuh dengan Andre. Suamiku. Andre dan mama tega membohongi kita. Mereka bohong. Mereka dusta."

Ucapan Vani yang penuh api amarah, membuat Jonathan bangkit dan memperbaiki posisi duduk supaya lebih tegak.

"Bukankah kedatangan Andre di keluarga kita, awalnya dari kebohongan juga? Kita yang memulainya? Kita yang membohongi mereka lebih dulu?"

Ucapan sang papa pelan, tetapi penuh ketegasan. Vani kembali ditarik bayang-bayang masa lalu.

~~~~

Flashback kejadian beberapa tahun lalu..

Malam itu, hujan turun deras. Vani memeluk erat seorang lelaki berkacamata yang duduk di sofa. Umur lelaki itu jauh lebih tua, 3 kali umur Vani.

"Vani, Mama kamu ingin kamu punya pacar. Pacar laki, bukan perempuan," ujar sang ayah.

"Tapi pa,.. aku belum siap,"

"Papa minta, bawa aja lelaki yang bisa kamu percaya ke rumah. Enggak usah pacaran. Pacar boongan juga enggak apa-apa. Kenalkan dia dengan mama, buat mama senang. Kamu enggak ingin mama marah terus-menerus kan? "

"Iya Pa, tapi itu berat buat Vani."

"Jangan kecewakan mama, itu aja pesan Papa. Mau kan Vani?"

Meski bimbang. Vani mengangukan kepala.

"Janji?" ujar sang lelaki.

"Janji jari kelingking!" sahut Vani sambil menghias wajah dengan senyum, dia membelitkan kelingking dengan kelingking papanya.

"I love you.."

"I love you too.." Vani mendaratkan kecupan.

"Ya udah, sekarang kamu tidur."

"Oke pah,"

Sekilas, Vani melihat sesosok bayangan berdiri di dekat pintu.

"Mama..!"

Apakah mama mendengar pembicaraan rahasia ayah dan anak?

~

Beberapa hari kemudian, saat malam sebelum pergantian tahun.

Pijar kembang api menghias langit malam. Suara terompet kelewatan batas, memekankan telingga.

Di rooftop hotel yang menghadap laut, empat gadis remaja duduk sambil menikmati wine.

"Ide papamu oke juga." Perempuan berambut sebahu benama Diandra memeluk pinggang Vani dengan mesra.

"Oke apanya? Dia nyuruh aku nyari pria? Itu gila!"

"Kalau ide itu bikin kita bisa tetep dekat, kenapa enggak dicoba aja, sayang?"

"Hah!! Trus hubungan kita...? Gimana kalau aku diminta nikah?"

"Hanya pernikahan, tidak masalah kan. Kita juga bisa bebas keluar setelah itu. Yang penting, suamimu bisa diatur."

"Gimana kalau aku hamil? Punya anak?"

"Tunda dulu. Kasih alasan mau kuliah dan karir. Bisa kan?"

Vani bimbang.

"Emang ada lelaki yang gampang diatur kaya gitu?"

Wanita lain ikut nimbrung, dia ber-dress warna gelap dengan potongan dada rendah.

"Emilia, kamu ingat si Vampir kan?"

Dia bertanya pada temannya yang sedari tadi asik menatap langit malam yang dihias pijar api.

"Si Vampir? "

Diandra dan Vani heran mendengar nama itu.

"Andre, nama aselinya. Udah berumur sih. Jarang keluar. Tapi oke juga kok."

"Gimana? Setuju?"

If we never try
How will we know?

***

Masa sekarang

Lima hari kemudian, setelah Vani kabur meninggalkan rumah, meninggalkan Mama, Andre dan sang buah hati. Dia merasa hatinya kosong. Kesepian tanpa mereka.

Angin pantai membelai wajah Ibu muda itu. Ada sedikit kesejukan menyentuh hatinya yang masih gundah.

Vani harus berani menerima kenyataan. Mama dan Andre selingkuh.

Haruskah dia bercerai? Haruskah dia menjauh?
Tapiii... gimana dengan Delfina?

Seandainya dia belum bicara denga sang papa. Mungkin dia akan gegabah ambil keputusan. Tetapi sekarang dia berusaha menimbang baik-baik setiap keputusan yang diambil.

Mungkin ini hukuman baginya. Dialah yang membawa Andre ke kehidupan mamanya. Semua demi Diandra, perempuan yang mamanya sebut si brengsek.

Lesbian! Penyuka sesama jenis. Tentu saja Mama sakit hati. Anak tunggalnya. Buah hati satu-satunya menyukai sesama perempuan. Kenyataan itu pasti membuat perasaan sang Mama hancur.

Mungkin rasa sakitnya saat ini, sama dengan rasa sakit yang mama rasakan saat melihat aku bermesraan dengan Diandra. Ini adalah hukuman.

Vani menangis terisak. Kenangan kembali mengisi kepalanya. Bagaimana sang mama berusaha melindunginya, meski dia tahu kalau hati sang mama hancur lebur.

Mamanya rela pindah ke kota lain. Meninggalkan tanah tercinta, rumah, dan pekerjaan yang begitu mamanya cintai. Semua demi dia, demi anaknya. Demi Vani.

Vani tau mamanya sering menangis saat Vani dengan kasar menolak lelaki yang hendak dikenalkan padanya. Dia tahu mamanya pedih, tetapi Vani juga merasa punya hak menolak.

Waktu itu, Vani merasa dirinya paling benar, keputusan atas kehidupan pribadinya, dia yang menentukan.

Mamanya sering berbohong di hadapan keluarga besar saat anggota keluarga menanyakan tentang pacar Vani. Mama selalu membela. Mama selalu menjaga rahasia Vani. Tidak ingin orang selain dia dan suaminya tahu kalau Vani memiliki orientasi seksual tidak normal.

Demi memenuhi ego. Demi memenuhi hasrat pribadi. Vani membuat keputusan gegabah yang berefek besar bagi hidupnya sekarang.

Dia membuat pria polos masuk dalam kehidupannya yang kacau.

Andre si Vampir. Tidak ada rasa tertarik dan simpati sama sekali saat Vani pertama kali dikenalkan dengan lelaki itu. Andre hanyalah alat untuk mencapai tujuannya. Merengkuh kebebasannya.

Andre, lelaki satu-satunya yang pernah diajak bersetubuh. Persetubuhan yang awalnya tidak pernah dia inginkan tapi harus dia relakan terjadi. Agar kebohongan terhadap mamanya bisa lebih sempurna.

Nikah.
Hamil.
Melahirkan.
Anak-anak.

Dulu, Vani benci kata itu.

Vani ingat bagaimana dia stress ketika tahu dirinya hamil. Dia mengamuk. Dia ingin mengugurkan kandungan. Kesengsaraan terbayang nyata di kepalanya. Sembilan bulan kedepan, kebebasannya akan direnggut. Perutnya akan membesar dan dia tidak akan bisa pergi kemana pun.

Saat itu, dia mengetahui kalau Andre bukanlah lelaki polos dan penurut seperti yang dia pikir. Andre lelaki keras dan berprinsip. Andre berhasil mengagalkan keinginan Vani untuk mengugurkan kandungan. Andre mampu membuat dia bertahan selama 9 bulan. Sampai Delfina lahir. Andre berhasil menaklukan kesombongan Vani.

Delfina, buah hatinya dengan Andre. Karya tidak ternilai harganya yang diberikan Yang Maha Kuasa kepadanya.

Andre sekarang mengkhianatinya.

Kenapa ini terjadi saat benih cinta Vani kepada Andre mulai tumbuh dan mekar?

*

Lewat Jonathan. Andre dan Lestari tahu kalau hubungan cinta terlarang mereka sudah ketahuan oleh Vani.

Malu, bersalah, takut, semua rasa itu menghantui mereka.

Seminggu kemudian, di dalam ruangan keluarga. Andre, Vani, Lestari dan Jonathan berkumpul.

Tidak banyak kata diantara mereka terucap. Tegang, kaku, mencekam.

Jonathan mengajak Andre keluar ruangan menjauh dari mereka.

Akhirnya Vani memeluk mama nya. Tangis mereka pecah. Air mata banjir. Diiringi ribuan kata maaf. Janji demi janji terlontar dari bibir keduanya.

"Mama berdosa. Sangat berdosa."

"Ma ... maafin Vani. Ini semua salah Vani."

Aku ingin mama tetap di rumah!
Aku ingin Davina tetap bersamaku!
Aku ingin Andre ada buat aku!

Vani tidak ingin mereka pergi dari hidupnya.
Aku maafin mama. Aku maafin mas Andre. Kita harus terus bersama.

Benarkah keputusan Vani?

Rasa cinta mengalahkan rasa bencinya.


*

Di kursi taman di halaman rumah.

Jonathan menyalakan rokok, padahal dia sudah mendapat peringatan dari dokter kalau dia tidak boleh merokok. Itu bisa menjadi pemicu hal yang tidak diinginkan.

Andre sudah tahu penyakit sang Papa mertua, dia sudah tahu dari dulu. Jonathan sudah memberitahunya bahkan sebelum Delfina lahir. Masalah seksual dengan Lestari, sang menantu juga sudah tau dari Jonathan.

Andre tahu kalau Jonathan sudah tidak bisa bekerja normal. Hanya sebagai pengajar bukan pekerja lapangan. Dia tahu kalau lelaki itu hanya berusaha menikmati hidup, sengaja mencari kesunyian dan menjauh dari keluarga agar tidak terlalu menjadi beban. Bahkan, dia tahu kalau sang ayah mertua sering masuk rumah sakit.

Andre dan Jonathan begitu kompak merahasiakan kepada Vina dan Lestari.

"Papa bisa mati kapan aja," ujar Jonathan, "Saat itu terjadi, tanggung jawabmu bagi keluarga ini makin besar."

Andre tidak menyahut, dia ikut menyalakan rokok. Menyedot dengan kuat kemudian menghembuskan dengan nikmat.

"Jaga mereka. Jangan sampai mereka cerai berai. Bisakan?" Lelaki tua itu menatap lekat wajah Andre.

"Andre janji pa.." sahut sang menantu.

"Kamu lelaki. Kamu pengambil keputusan. Kamu harus siap dengan resiko!" Kata-katanya terputus saat menyedot rokok.

"Lebih baik brengsek daripada munafik!" lanjut Jonathan sambil terkekeh.


**
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd