Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Cerita Sebuah Perjalanan

di tunggu pokoke updatenya ...om.. gan..huu
 
Lanjut....

***


Umi berjalan mendekat menghampiriku. Suara jangkrik lamat terdengar dari balik pepohonan, seakan menjadi pengiring setiap langkahnya. Tak mau kalah, jutaan bintang berkelip indah di atas langit Kota Gandrung, menambah syahdu suasana.

Semerbak harum aroma wewangian sabun mandi seketika menyergap indera penciuman.

"Assalamualaikum." Umi mengucapkan salam.

"Waalaikumussalam."

Umi menarik sebuah kursi di sebelahku kemudian mendudukinya.

"Belum tidur pak?"
"Belum bu, gak tau nih malah hilang kantuk saya." Jawabku sambil memandangnya.

"Ooh," Ia menjawab singkat.

Masih terasa kecanggungan di awal percakapan kami.

"Ibu sendiri gak tidur?" Aku balik bertanya.

"Sama pak, belum ngantuk juga."

Ah....ikut-ikutan," aku berkata lirih.

"Apa pak? Tanyanya sambil menolehkan wajah ke arahku seakan hendak meyakinkan kalimat yang baru saja didengarnya.

"Ah gak apa-apa...." jawabku sambil tertawa cuek.

"Iiih apaan sih.....enggak koq, gak ikut-ikutan. Emang belum ngantuk juga," jawabnya sambil sedikit merajuk.

"Tuh kan emang udah denger dari tadi, pura-pura aja," jawabku asal.

"Ih dasar nyebelin....." Ia memasang tampang merajuk sembari memalingkan muka lalu tertawa geli.

Aku tertawa melihat tingkahnya.

Suasana sudah mulai mencair.

"Suami sudah tidur?"
"Sudah, tuh udah ngorok." Jawabnya.
"Pantes kamu belum tidur, keberisikan ya?"

Ia hanya tersenyum.

Aku sudah mulai berani memanggilnya dengan sebutan kamu. Tampaknya ia juga tak keberatan.

Umi lalu terdiam sambil memandang kosong lampu taman. Keheningan tercipta sekian detik.

Aku perhatikan wajahnya, kulitnya halus dan bibirnya tipis namun merekah indah. Di lengannya berhias bulu-bulu halus. Cukup banyak, kontras dengan warna kulitnya yang putih terang.

Kalo kata orang, wanita yang memiliki banyak bulu halus, katanya sih nafsuan. Tapi gak tau deh bener, atau enggak, namanya juga mitos.

"Ada apa sih pak, koq ngeliatin saya terus?" Tanyanya, seperti tersadar bahwa sedari tadi aku terus memandanginya.

"Siapa yang ngeliatin kamu Ke Ge-eR an deh." Jawabku ngeles tapi sambil tertawa.

"Iiiihhh......Dasssaarrrr nyebelin banget sih bapak yang satu ini," kali ini ia berusaha mencubit pinggangku.

Aku tertawa sambil mencoba berkelit dari serangan cubitannya.

Wah cukup berani juga ibu ini sudah main cubit-cubitan saja.

Bisa dikondisikan nih.

Baidewei, tolong jangan panggil aku bapak, donk. Emang aku udah setua itu apa?

"Lho, emang udah tua." Jawabnya asal , sepertinya membalas dendam atas candaanku tadi.

"Trus panggil apa donk?" Tanyanya lagi.

"Ya, panggil nama aja."
"Panggil Mas atau Abang juga boleh."
"Atau gimana kalo kamu panggil aku SAY aja biar mesra. Tapi tolong pastikan SAY nya bukan SAY...ton ya." jawabku sambil tertawa.

Umi tergelak mendengar kelakarku, tangannya menutup mulutnya. Tubuhnya berguncang mengikuti irama tawanya, begitu juga dadanya.

Tunggu.....DADA nya!??
Lho koq bisa?
Dia gak pake BeHa?

Sekilas kuperhatikan area dadanya, ia memang tak mengenakan bra. Dengan cetakan puting yang mencuat tergambar jelas dari balik piyamanya.

Berani juga ia tak memakai bra dan hijab di depan aku yang bukan mahram-nya. Makin horny aku malah jadinya.

Aku mengulurkan tangan mengajaknya bersalaman.

"Ivan." Aku menyebutkan nama panggilanku.
"Ivan Mahendra kepanjangannya"

Ia pun menyambut tanganku seraya menyebutkan namanya.

"Anida Handayani, panggil saya Nida saja pak.

"Tuh kan 'PAK' lagi," aku protes

"Eehh iya 'MAS', Hehe."

Aku masih menggenggam tangannya, mencoba merasakan permukaan kulit tangannya yang halus dan jemarinya yang lentik.

Kemudian ia menarik tangannya, tersadar kalau aku masih menggenggam tangannya. Nida tersenyum malu-malu.

Aku terus memandangi wajahnya sambil tersenyum, Aku terbiasa menggoda wanita walau hanya dengan tatapan, Nida tampak malu-malu, pipinya bersemu merah.

"Oh iya, saya mau ngucapin terima kasih sama Mas Ivan karena sudah mau menolong kami sekeluarga."
"Bahkan Mas Ivan sudah menyelamatkan hidup saya di hutan tadi. Kalo tidak ada mas Ivan, saya gak tau nasib saya gimana?"

Aku mendengarnya sambil tersenyum. Ku tatap matanya dalam-dalam.

"Sama-sama Nida. Kebetulan saja aku berada pada waktu dan tempat yang tepat." Jawabku sedikit berfilosofis.

"Justru aku yang merasa sangat beruntung bisa mengenal kamu dan bisa menikmati malam ini bersama kamu di tempat ini."

Aku berkata itu sambil kutarik tangannya perlahan, kugenggam kedua telapak tangannya dan kutepuk-tepuk pelan.

Kucoba melancarkan rayuan mautku, yang biasanya jarang gagal.

Iseng-iseng berhadiah pikirku. Bodo amat, bini orang-bini orang deh. Hehe

Nida melirik ke arahku, tersipu malu, Kemudian menundukkan kepalanya sambil tersenyum manis.

Aku agak ngeri-ngeri juga sih ngeliat senyumnya yang manis. Takut diabetes.

Kedua telapak tangannya masih dalam genggamanku. Tidak ada penolakan, tidak ditarik juga, masih tetap nyaman dalam posisinya. Kurasakan jemari tangannya sedikit bergerak, mungkin meredakan suasana hatinya.

"Kena!" Batinku melonjak.

Aku sedikit mencondongkan wajahku ke arah wajahnya. Nafasnya mulai tertahan, Kedua Matanya perlahan terpejam dan bibirnya sedikit terbuka.

Sebagai laki-laki sejati Tentu saja aku sudah tau apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Kukecup bibirnya, pelan saja, mencoba merasakan sensasi bertemunya bibir kami. Mencicipi setiap milimeter bibir merahnya yang merekah.

Sambil tetap menggenggam tangannya erat kami berciuman di bawah Purnama. Nida pasrah, nafasnya mulai tersengal, kepalanya agak dimiringkan dan ada sedikit perlawanan dari bibirnya, membalas kecupanku.

Namun sedetik kemudian tampaknya ruang kesadarannya telah kembali, ia membuka matanya dan menarik kepalanya cepat, melepaskan bibirnya dari kecupanku. Dipalingkan wajahnya ke samping tak berani memandang mataku yang tetap menatapnya lembut.

"Sudah mas jangan diteruskan, kita gak boleh begini. Ini salah mas."

Dari kata-katanya, tampak ia menyesali apa yang baru saja terjadi.

Nida bangkit berdiri, bersiap melangkah kembali ke kamarnya, meninggalkanku.

Aku yang tak pernah terbiasa menerima suatu penolakan, tak mau kehilangan momen ini.

Seperti seekor Singa yang lapar, tak mau mangsanya lepas begitu saja, setidaknya untuk malam ini. Aku mulai bereaksi.

Masih dengan posisi duduk, ku raih pergelangan tangannya cepat dan menahannya untuk tidak pergi.

"Tolong Jangan pergi!" Ucapku lembut namun tegas.

Sesaat gerakannya terhenti. Perlahan aku bangkit berdiri, kurengkuh pinggangnya, kuputar tubuhnya sehingga kini ia berbalik menghadapku. Tangan kiriku yang menggenggam tangan kanannya kukatupkan di dadaku. Posisi kami saling berhimpitan seperti orang yang berdansa.

"Jangan pergi." Ku ulangi permintaanku dengan sangat lembut, nyaris berbisik.

Tubuhnya melunak, matanya sedikit sendu, mulutnya terbuka ingin mengatakan sesuatu.

"Jangan Ma......mmmhhfff."

Belum juga Nida menyelesaikan kalimatnya, bibirku sudah mendarat kembali mencium bibirnya. Aku tetap menjaga agar serangan bibirku tidak agresif, tetap lembut namun mematikan.

Sempat ada penolakan dari tubuhnya yang sedikit meronta namun lemah saja. Terus ku lumat bibirnya dengan lembut sambil mataku tetap menatap matanya tajam, mencoba menembus kedalaman relung jiwanya.

Punggungnya ku usap perlahan meredakan ketegangan. Untuk meyakinkan padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Paling tidak untuk saat ini.

Nida mulai tenang, tubuhnya sepenuhnya pasrah dalam dekapanku. Ia mulai membalas kecupanku, seperti sebelumnya.

Lidah kami sudah mulai bersilaturahmi ke rongga mulut masing-masing. Irama kecapan lidah kerap terdengar mengiringi kecupan kami.

Ketika tubuh mulai menghangat, kegundahan hati seakan tersapu. Dua jiwa terasa melayang ke awang, ditingkahi suara alam yang makin membisu.

Malam ini tampaknya akan menjadi malam yang panjang....


Don't stray
Don't ever go away
I should be much too smart for this
You know it gets the better of me

Sometimes
When you and I collide
I fall into an ocean of you
Pull me out in time
Don't let me drown
Let me down
I say it's all because of you

And here I go
Losing my control
I'm practicing your name
So I can say it
To your face it doesn't
Seem right
To look you in the eye
Let all the things
You mean to me
Come tumbling out my mouth
Indeed it's time
Tell you why
I say it's
Infinitely true

Say you'll stay
Don't come and go
Like you do
Sway my way
Yeah I need to know
All about you

(Sway - Bic Runga)


Bersambung
==========
 
Terakhir diubah:
gile...pinter banget mainin ceritany nih.....
bikin makin penasaran....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd