Gill_sexplorer
Guru Semprot
- Daftar
- 2 Jun 2019
- Post
- 571
- Like diterima
- 2.595
Salam hangat kepada para pecinta cerita panas di forum tercinta kita ini, ijinkan nubi menghadirkan potongan2 cerpen yang (semoga) nantinya berkembang terus serinya. Bisa dengan tokoh yang sama, bisa juga tokoh yang berbeda sama sekali, yang jelas, temanya selalu setia pada 'setengah baya' atau MILF. Mengapa judulnya 'cerpen cergam? Karena, selain ceritanya pendek tadi, tiap cerita diberi 1 ilustrasi yang meski jauh dari kata bagus, tapi masih bikinan nubi pribadi, sehingga dinamai juga cergam.
Pendek kata, selamat menikmati
Cerpen 1
Pemulung setengah buta
Minggu siang, sebuah jalanan perumahan ber paving block merah abu-abu, lengang namun pantulan hawa panasnya menyilaukan, karena pohon-pohon di tepi jalan belum ada setahun ditanam.
Hanya rontokan daun-daun ketapang dari luar pagar batas perumahan, yang bertebaran di jalanan paving block yang sepi itu.
Beberapa rumah masih berdinding bata merah, baru diplester pada beberapa bagian, dengan batang-batang bambu yang melintang di antaranya.
Pada bagian paling belakang perumahan terdapat sederet rumah yang sudah asri, rumput sudah ditanami pada halaman depan, nomor rumah berbahan aklirik sudah mejeng dengan mencolok mata, merah terang, namun hanya satu rumah, paling ujung yang terparkir Agya silver di carport yang sudah diatapi spandek.
Pintu rumah terbuka sedikit, di depannya terdapat rak sepatu tiga susun, yang semuanya terulisi sepatu wanita, dari sepatu trainer, sepatu voli merk Mizuno, dan beberapa sepatu mokasin wanita berbahan kulit dan suede.
Di ruang tamu rumah yang pintunya terbuka sedikit itulah, cici Shandy sedang membolak balik album fotonya, bertopang dagu sambil tengkurap di atas karpetnya yang masih bau toko.
Sambil mendengarkan "Chemistry between us" nya Suede dalam headsetnya, cici Shandy membalik halaman demi halaman album foto sekolah SMA nya dulu.
Bongkahan lemak yang sudah mulai lembek di pantat cici Shandy bergoyang luwes, tiap kali ia membalik halaman album foto.
Tentu saja bokong lebarnya sudah tidak sekencang dulu, saat masih rajin ber voli ria di klub voli sekolahnya.
Diliriknya tumpukan dus dan styrofoam di halaman belakang rumahnya sehabis pindahan.
"Mau gua apain ya? Masa dibakar? " Gumamnya sendiri.
"Tukang sampah komplek ini juga seminggu sekali datangnya, yang artinya masih 4 hari lagi.. Pfuh"
Cici Shandy berdiri, menguap sambil ngulet, dalam lingerie hitam jaring halus yang hampir transparan.
Pakai lingerie seksi siang-siang? Oh ya, beberapa jam lalu saat bangun kesiangan, dibacanya pesan di whatsappnya: "jah, VCS an yuk"
"Jah" itu panggilan pacar ABG cungkringnya, Anto , yang tidak lain niatnya hanya menukar statusnya yang berkendara dengan Toyota Fortunernya yang kekar dengan jepitan-jepitan vagina cici Shandy yang juga kekar. Masih ada sisa-sisa kegarangan saat masih rutin men smash bola voli sambil melompat saat SMA dulu.
"Ahhh.. Ahhhhhh... " Desahan cici Shandy di antara suara kecipak di lipatan liang sorganya yang sudah sedikit dower karena keseringan diterobos Fortuner nya Anto yang lain.
Hari minggu itu Anto harus berpuas diri menikmati memek cici Shandy si gajahnya dari seberang webcam.
"Sini peju kamu aku minum, arahin ke mulutku nih.. " cici Shandy mendekatkan mulutnya dengan lidah terjulur, 5 cm dari webcamnya.
Antopun menyiram webcamnya, sehingga yang tadinya masih nampak kontol kemerahan berkilapnya sedang dikocok dengan cepat, sekarang hanya putih buram di layar laptop cici Shandy.
"Yah" Dan chat mereka pun terputus.
Tapi itu sudah 2 jam lalu.
Sekarang, cici Shandy masih mematung, memandangi tumpukan kardus, sesekali lingerie jaring-jaringnya berkibar pelan, membelai puting pink kecoklatannya.
"Barang bekaaaaaaaaas"
"Nah, itu dia.. Eh"
Cici Shandy berlarian ke halaman depan, bongkahan pantat besarnya dan tete kecilnya ikut mengangguk-angguk.
"Ah, bukan dari depan, dari jalanan di belakang komplek.. " Cici Shandy kembali berlari ke dalam rumah, terus ke halaman belakang.
Dari balik dinding batako yang hanya sedada, cici Shandy melirik dengan anggun, rambut keriting buatannya ikut berkibar sedikit, menangkap mata seorang bertumbuh gempal, di belakang gerobak dorongnya.
"Pak! " Lengan putih halus cici Shandy melambai-lambai.
Bapak bertubuh gempal tadi memicingkan matanya, berusaha melihat ke arah suara merdu itu.
Alamak, bapak bertubuh gempal langsung memegangi dadanya.
"Bapak tunggu ya, saya ada banyak kardus bekas! " Cici Shandy lalu menghilang seenaknya, dan belum sempat berkedip, tumpukan kardus tadi sudah pindah duduk ke atas dinding batako belakang rumah cici Shandy.
Gesit ya? Mantan atlit memang gitu.
"Lempar aja bu.. " Kata bapak bertubuh gempal yang tidak lupa mencuri-curi melihat kulit mulus cici Shandy, dan juga ceplakan putingnya. Ups!
Cici Shandy cuek saja melempar dengan hati-hati, entah lupa kalau putingnya sedang terumbar-umbar, atau?
"Makasih ya bu" Bapak bertubuh gempal mengangkat tangannya sebelah, sambil memunguti kardus-kardus yang tersetak di atas rimbunan semak belakang pagar.
"Makasih juga tetenya bu" Gumamnya pelan sambil membungkuk mengikat kardus-kardus tadi dengan tali rafia.
Saat melongok ke atas pagar, tempat tadi bidadari putih mulus bersuara merdu yang nampak pula putingnya tadi, sudah zonk!
"Ah yang penting udah dapat bonus dikit.. " Bapak bertubuh gempal merengut kecewa.
Tapi, tunggu dulu.
Bapak bertubuh gempal tertegun, keningnya berkerut di atas matanya yang putih sebelah.
Dipungutnya pelan, sebuah... Anu, sebuah BH, BH krem berenda, dan.. Bukan cuma satu, tapi dua! Satunya lagi hitam.
Punya siapa lagi, kalau bukan milik bidadari putih mulus bersuara merdu tadi.
Mendadak bapak bertubuh gempal kalap,
Mau dibalikin, kok sayang.
Dengan tergesa-gesa bapak bertubuh gempal mendorong gerobaknya, masih dengan BH tadi di genggamannya.
Beberapa belas meter, ada saung pinggir kebun.
Celingak celinguk, bapak bertubuh gempal nafasnya memburu, mendengus, dihirupnya dalam-dalam aroma BH milik bidadari tadi.
Bau deterjen, habis dicuci.
Hal tersebut tak sedikitpun menyurutkan semangat bapak bertubuh gempal.
Direbahkannya dirinya di atas bangku bambu di dalam saung, celana salam sekedipan mata sudah turun di lutut.
"Hmmm" Mata bapak bertubuh gempal terpejam, tangannya yang sudah sedikit keriput meraih ular-ularan karetnya.
"Hmmmfffff" Dihirupnya dalam-dalam aroma deterjen dari BH cici Shandy yang krem, lantas yang hitam dikocokkannya bersama tangan keriputnya pada ular-ularan karetnya.
"Hmmfff" Semakin diingat-ingatnya tadi siluet cici shandy yang lengan dan bahunya putih mulus, semakin tegang ularnya.
Ularnya meski sudah dimakan usia, namun berkat pemandangan langka tadi yang masih segar dalam ingatannya, membuat kontol bapak bertubuh gempal keras maksimal.
Jadilah meracaunya sendiri "hmmm... Ohhhh.. Lengannya aja putih mulus gitu.. Mmmmm... Gimana memeknya ya? "
"Pak.. Pak..." Suara merdu membuatnya terbelalak kaget.
"Pak, maaf, tadi ada... " Cici Shandy terhenyak, matanya melotot sambil menutup mulut.
Bapak bertubuh gempal berpandang-pandangan dengan cici Shandy,ketegangan mencekam.
Cici Shandy memang sudah tidak setengah telanjang kayak tadi, ada cardigan ungu dipakainya, namun, di baliknya, ya masih jaring-jaring.
Entah apa yang ada di pikiran keduanya, yang jelas, kontol bapak bertubuh gempal masih dibalut BH hitam, keras dan berurat, yang sedang lekat pada tatapan cici Shandy.
"Pinjam ya bu, buat ngocok" Bapak bertubuh gempal memecah keheningan.
Cici Shandy cuma mengangguk pelan.
Pasti ada keheranan dalam benaknya, ular-ularan punya bapak buncit ini kenapa bisa sebesar itu, masih lebih panjang dari punya Anto cungkring yang sixpack itu., lebih keling pula.
Cici Shandy maju, perlahan tapi pasti.
Ritual bapak bertubuh gempal kembali berlanjut, kali ini sambil duduk di tepi bangku bambu.
Bangku bambu berderit pelan, saat cici Shandy gajah yang tambun itu duduk pelan.
"Sini" Bisiknya.
Bapak bertubuh gempal menyadari hal terbaik dalam hidupnya yang akan segera tiba, melepaskan genggamannya pada ular-ularannya.
Dibukanya lebar-lebar kakinya, menyodorkan perut buncit serta ular-ularannya ke hadapan cici Shandy yang matanya masih lekat ke ular-ularan itu.
"Ya bu, ayo.. " Ular-ularan bapak bertubuh gempal mengangguk-angguk.
Tak lama, jari-jari lentik langsing halus cici Shandy menggenggamnya lembut.
Cici shandy walau pantatnya lebar, tapi jarinya lentik langsing bagai penari.
"Mimpi apa aku bu, dikocokin ibu.. "
Mata bapak bertubuh gempal tak berkedip, tak mau hilang sedetikpun pemandangan di depannya sekarang.
Cici Shandy mengocok pelan, menikmati momen yang kalau bisa selama mungkin.
Sesekali cici Shandy matanya menatap mata bapak bertubuh gempal, didapatinya sedang berusaha mengatur nafas, memandangi belahan toketnya, yang meskipun kecil tapi tetap saling bertemu di tengah, bergoyang sedikit tersenggol lengannya yang sedang aktif memainkan ular-ularan yang bukan tandingan milik Anto.
Cardigan ungu sesaat kemudian tergeletak di pojokan ruangan tempat bangku bambu bertemu dinding saung.
Bapak bertubuh gempal menelan ludah, matanya membesar dan bulir-keringat mulai membasahi dahinya.
Belum cukup kulit mulus cici Shandy dipandanginya, butir-butir keringat yang kian membuat kulit cici Shandy tambah glowing, membuatnya menghela nafas dalam-dalam.
Bapak bertubuh gempal memajukan tangannya, agak gemetar, ditatapnya cici Shandy, minta restu.
Cici Shandy hanya mengangguk pelan sambil berkedip manis.
"Mhhhh" Cici Shandy mendengus saat jari-jari bapak bertubuh gempal yang isinya jempol semua, meremas gemas kedua toketnya dari luar lingerie jaring-jaring.
Cici Shandy tangannya merogoh selangkangannya, menyusup ke balik g string hitamnya, yang tak lama diikuti terdangarnya suara ceplak ceplok.
Terjalinlah simbiosis mutualisma, antara dua sosok yang sejatinya tidak mungkin (atau tidak boleh) bertemu, saling memasuki wilayah masing-masing yang paling pribadi.
"Bu.. Bu!... Oouh.. " Bapak bertubuh gempal menopangkan kedua tangannya ke samping, pantatnya terangkat, menegang, otot-otot sekujur tubuhnya kaku, lalu...
"Ahhhhhhhh.. "
Cici Shandy mendapatkan semburan peju tertinggi, yang pernah dilihatnya, sebagian mendarat di paha, bahu dan pipinya.
Pendek kata, selamat menikmati
Cerpen 1
Pemulung setengah buta
Minggu siang, sebuah jalanan perumahan ber paving block merah abu-abu, lengang namun pantulan hawa panasnya menyilaukan, karena pohon-pohon di tepi jalan belum ada setahun ditanam.
Hanya rontokan daun-daun ketapang dari luar pagar batas perumahan, yang bertebaran di jalanan paving block yang sepi itu.
Beberapa rumah masih berdinding bata merah, baru diplester pada beberapa bagian, dengan batang-batang bambu yang melintang di antaranya.
Pada bagian paling belakang perumahan terdapat sederet rumah yang sudah asri, rumput sudah ditanami pada halaman depan, nomor rumah berbahan aklirik sudah mejeng dengan mencolok mata, merah terang, namun hanya satu rumah, paling ujung yang terparkir Agya silver di carport yang sudah diatapi spandek.
Pintu rumah terbuka sedikit, di depannya terdapat rak sepatu tiga susun, yang semuanya terulisi sepatu wanita, dari sepatu trainer, sepatu voli merk Mizuno, dan beberapa sepatu mokasin wanita berbahan kulit dan suede.
Di ruang tamu rumah yang pintunya terbuka sedikit itulah, cici Shandy sedang membolak balik album fotonya, bertopang dagu sambil tengkurap di atas karpetnya yang masih bau toko.
Sambil mendengarkan "Chemistry between us" nya Suede dalam headsetnya, cici Shandy membalik halaman demi halaman album foto sekolah SMA nya dulu.
Bongkahan lemak yang sudah mulai lembek di pantat cici Shandy bergoyang luwes, tiap kali ia membalik halaman album foto.
Tentu saja bokong lebarnya sudah tidak sekencang dulu, saat masih rajin ber voli ria di klub voli sekolahnya.
Diliriknya tumpukan dus dan styrofoam di halaman belakang rumahnya sehabis pindahan.
"Mau gua apain ya? Masa dibakar? " Gumamnya sendiri.
"Tukang sampah komplek ini juga seminggu sekali datangnya, yang artinya masih 4 hari lagi.. Pfuh"
Cici Shandy berdiri, menguap sambil ngulet, dalam lingerie hitam jaring halus yang hampir transparan.
Pakai lingerie seksi siang-siang? Oh ya, beberapa jam lalu saat bangun kesiangan, dibacanya pesan di whatsappnya: "jah, VCS an yuk"
"Jah" itu panggilan pacar ABG cungkringnya, Anto , yang tidak lain niatnya hanya menukar statusnya yang berkendara dengan Toyota Fortunernya yang kekar dengan jepitan-jepitan vagina cici Shandy yang juga kekar. Masih ada sisa-sisa kegarangan saat masih rutin men smash bola voli sambil melompat saat SMA dulu.
"Ahhh.. Ahhhhhh... " Desahan cici Shandy di antara suara kecipak di lipatan liang sorganya yang sudah sedikit dower karena keseringan diterobos Fortuner nya Anto yang lain.
Hari minggu itu Anto harus berpuas diri menikmati memek cici Shandy si gajahnya dari seberang webcam.
"Sini peju kamu aku minum, arahin ke mulutku nih.. " cici Shandy mendekatkan mulutnya dengan lidah terjulur, 5 cm dari webcamnya.
Antopun menyiram webcamnya, sehingga yang tadinya masih nampak kontol kemerahan berkilapnya sedang dikocok dengan cepat, sekarang hanya putih buram di layar laptop cici Shandy.
"Yah" Dan chat mereka pun terputus.
Tapi itu sudah 2 jam lalu.
Sekarang, cici Shandy masih mematung, memandangi tumpukan kardus, sesekali lingerie jaring-jaringnya berkibar pelan, membelai puting pink kecoklatannya.
"Barang bekaaaaaaaaas"
"Nah, itu dia.. Eh"
Cici Shandy berlarian ke halaman depan, bongkahan pantat besarnya dan tete kecilnya ikut mengangguk-angguk.
"Ah, bukan dari depan, dari jalanan di belakang komplek.. " Cici Shandy kembali berlari ke dalam rumah, terus ke halaman belakang.
Dari balik dinding batako yang hanya sedada, cici Shandy melirik dengan anggun, rambut keriting buatannya ikut berkibar sedikit, menangkap mata seorang bertumbuh gempal, di belakang gerobak dorongnya.
"Pak! " Lengan putih halus cici Shandy melambai-lambai.
Bapak bertubuh gempal tadi memicingkan matanya, berusaha melihat ke arah suara merdu itu.
Alamak, bapak bertubuh gempal langsung memegangi dadanya.
"Bapak tunggu ya, saya ada banyak kardus bekas! " Cici Shandy lalu menghilang seenaknya, dan belum sempat berkedip, tumpukan kardus tadi sudah pindah duduk ke atas dinding batako belakang rumah cici Shandy.
Gesit ya? Mantan atlit memang gitu.
"Lempar aja bu.. " Kata bapak bertubuh gempal yang tidak lupa mencuri-curi melihat kulit mulus cici Shandy, dan juga ceplakan putingnya. Ups!
Cici Shandy cuek saja melempar dengan hati-hati, entah lupa kalau putingnya sedang terumbar-umbar, atau?
"Makasih ya bu" Bapak bertubuh gempal mengangkat tangannya sebelah, sambil memunguti kardus-kardus yang tersetak di atas rimbunan semak belakang pagar.
"Makasih juga tetenya bu" Gumamnya pelan sambil membungkuk mengikat kardus-kardus tadi dengan tali rafia.
Saat melongok ke atas pagar, tempat tadi bidadari putih mulus bersuara merdu yang nampak pula putingnya tadi, sudah zonk!
"Ah yang penting udah dapat bonus dikit.. " Bapak bertubuh gempal merengut kecewa.
Tapi, tunggu dulu.
Bapak bertubuh gempal tertegun, keningnya berkerut di atas matanya yang putih sebelah.
Dipungutnya pelan, sebuah... Anu, sebuah BH, BH krem berenda, dan.. Bukan cuma satu, tapi dua! Satunya lagi hitam.
Punya siapa lagi, kalau bukan milik bidadari putih mulus bersuara merdu tadi.
Mendadak bapak bertubuh gempal kalap,
Mau dibalikin, kok sayang.
Dengan tergesa-gesa bapak bertubuh gempal mendorong gerobaknya, masih dengan BH tadi di genggamannya.
Beberapa belas meter, ada saung pinggir kebun.
Celingak celinguk, bapak bertubuh gempal nafasnya memburu, mendengus, dihirupnya dalam-dalam aroma BH milik bidadari tadi.
Bau deterjen, habis dicuci.
Hal tersebut tak sedikitpun menyurutkan semangat bapak bertubuh gempal.
Direbahkannya dirinya di atas bangku bambu di dalam saung, celana salam sekedipan mata sudah turun di lutut.
"Hmmm" Mata bapak bertubuh gempal terpejam, tangannya yang sudah sedikit keriput meraih ular-ularan karetnya.
"Hmmmfffff" Dihirupnya dalam-dalam aroma deterjen dari BH cici Shandy yang krem, lantas yang hitam dikocokkannya bersama tangan keriputnya pada ular-ularan karetnya.
"Hmmfff" Semakin diingat-ingatnya tadi siluet cici shandy yang lengan dan bahunya putih mulus, semakin tegang ularnya.
Ularnya meski sudah dimakan usia, namun berkat pemandangan langka tadi yang masih segar dalam ingatannya, membuat kontol bapak bertubuh gempal keras maksimal.
Jadilah meracaunya sendiri "hmmm... Ohhhh.. Lengannya aja putih mulus gitu.. Mmmmm... Gimana memeknya ya? "
"Pak.. Pak..." Suara merdu membuatnya terbelalak kaget.
"Pak, maaf, tadi ada... " Cici Shandy terhenyak, matanya melotot sambil menutup mulut.
Bapak bertubuh gempal berpandang-pandangan dengan cici Shandy,ketegangan mencekam.
Cici Shandy memang sudah tidak setengah telanjang kayak tadi, ada cardigan ungu dipakainya, namun, di baliknya, ya masih jaring-jaring.
Entah apa yang ada di pikiran keduanya, yang jelas, kontol bapak bertubuh gempal masih dibalut BH hitam, keras dan berurat, yang sedang lekat pada tatapan cici Shandy.
"Pinjam ya bu, buat ngocok" Bapak bertubuh gempal memecah keheningan.
Cici Shandy cuma mengangguk pelan.
Pasti ada keheranan dalam benaknya, ular-ularan punya bapak buncit ini kenapa bisa sebesar itu, masih lebih panjang dari punya Anto cungkring yang sixpack itu., lebih keling pula.
Cici Shandy maju, perlahan tapi pasti.
Ritual bapak bertubuh gempal kembali berlanjut, kali ini sambil duduk di tepi bangku bambu.
Bangku bambu berderit pelan, saat cici Shandy gajah yang tambun itu duduk pelan.
"Sini" Bisiknya.
Bapak bertubuh gempal menyadari hal terbaik dalam hidupnya yang akan segera tiba, melepaskan genggamannya pada ular-ularannya.
Dibukanya lebar-lebar kakinya, menyodorkan perut buncit serta ular-ularannya ke hadapan cici Shandy yang matanya masih lekat ke ular-ularan itu.
"Ya bu, ayo.. " Ular-ularan bapak bertubuh gempal mengangguk-angguk.
Tak lama, jari-jari lentik langsing halus cici Shandy menggenggamnya lembut.
Cici shandy walau pantatnya lebar, tapi jarinya lentik langsing bagai penari.
"Mimpi apa aku bu, dikocokin ibu.. "
Mata bapak bertubuh gempal tak berkedip, tak mau hilang sedetikpun pemandangan di depannya sekarang.
Cici Shandy mengocok pelan, menikmati momen yang kalau bisa selama mungkin.
Sesekali cici Shandy matanya menatap mata bapak bertubuh gempal, didapatinya sedang berusaha mengatur nafas, memandangi belahan toketnya, yang meskipun kecil tapi tetap saling bertemu di tengah, bergoyang sedikit tersenggol lengannya yang sedang aktif memainkan ular-ularan yang bukan tandingan milik Anto.
Cardigan ungu sesaat kemudian tergeletak di pojokan ruangan tempat bangku bambu bertemu dinding saung.
Bapak bertubuh gempal menelan ludah, matanya membesar dan bulir-keringat mulai membasahi dahinya.
Belum cukup kulit mulus cici Shandy dipandanginya, butir-butir keringat yang kian membuat kulit cici Shandy tambah glowing, membuatnya menghela nafas dalam-dalam.
Bapak bertubuh gempal memajukan tangannya, agak gemetar, ditatapnya cici Shandy, minta restu.
Cici Shandy hanya mengangguk pelan sambil berkedip manis.
"Mhhhh" Cici Shandy mendengus saat jari-jari bapak bertubuh gempal yang isinya jempol semua, meremas gemas kedua toketnya dari luar lingerie jaring-jaring.
Cici Shandy tangannya merogoh selangkangannya, menyusup ke balik g string hitamnya, yang tak lama diikuti terdangarnya suara ceplak ceplok.
Terjalinlah simbiosis mutualisma, antara dua sosok yang sejatinya tidak mungkin (atau tidak boleh) bertemu, saling memasuki wilayah masing-masing yang paling pribadi.
"Bu.. Bu!... Oouh.. " Bapak bertubuh gempal menopangkan kedua tangannya ke samping, pantatnya terangkat, menegang, otot-otot sekujur tubuhnya kaku, lalu...
"Ahhhhhhhh.. "
Cici Shandy mendapatkan semburan peju tertinggi, yang pernah dilihatnya, sebagian mendarat di paha, bahu dan pipinya.