Part 3
Senyum dan keramahan cia membuat orang ingin mengenalnya lebih dalam. Begitu juga ray menjadi ingin menghetahui lebih dalam..Shanty menjawab dengan terbuka apa yang ray tanyakan tentang cia, seolah bukan rahasia yang harus di tutupi tentang cia.
Di tambah untuk saat ini hati cia belum terbuka, mungkin itu yang di lakukan andri. Ray pun terkejut kalau cia mempunyai bakat menyanyi dan ikut bergabung dalam vocal grub kampus. Dan tentunya membuat banyak mahasiswa lainnya mengaguminya.
Sedikit terbesit ray untuk bergabung kedalam grub vocal, tapi ia sangat ragu dengan suaranya sendiri. karena saat ia mandi di kamar mandi kak rani selalu berteriak untuk berhenti bernyanyi,
Sore ini ray pulang sore, parkiran sudah sangat lengang sampai ia dapat melihat sepedanya dari kejahuan yang sudah berpindah menempel dengan pohon.
“di pindahin lagi, besok gak lagi-lagi dah parkir berjajar sama motor” ray langsung mengayun sepedanya keluar kampus.
“
itu si cia kan??, tapi mungkin lagi tunggu si andri” terlihat cia menunggu di bahu jalan sambil kepalanya melirik kesana kesini seperti menunggu sesuatu.
“hei.. lagi tunggu siapa cia?” sapa ray yang tadi tak berniat mengahmpirinya, tetapi ayunan kakinya mengayuh sepeda mendekati dirinya.
“hei.. “ lambaikan kecil khasnya saat menyapa atau pun pamit.
“lagi tunggu taksi, mau pulang.hehe” senyumnya mengembang seperti biasanya.
“ouhh, emang tinggal dimana?” lanjutnya dengan hati berdebar berniat untuk mengajak pulang. Ray tak terlalu berharap cia mau di antar pulang.
“di perumahan oscar, tau?” siapa tak kenal perumahan itu yang paling besar daripada perumah lainnya. Tempat para orang kaya tinggal disana, ray teringat kalau mama papanya tak jauh dari perumahan itu.
“ouhh, searah kalau gitu, mau bareng?” ucapnya keluar begitu saja dari mulutnya membuat ray langsung menggaruk kepalanya.
“oh ya?? Gpp?” Tanya pelan sambil menatap ray.
“hee??” gumam ray terkejut mendengarnya.
“ Hehe, tapi cuman naik sepeda” gumamnya lagi sambil terus menggaruk-garuk kepalanya.
“ya aku juga tahu kalau kamu bawa sepeda kali, terus jadi gak di tebengin?” tanyanya membuat ray tersenyum lebar karena tak percaya cia menerima ajakannya.
“ia, ayooo..“ nafas ray keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya.saat cia naik ke atas sepedanya dan memegang pundaknya. Seperti aliran listrik menyengat ke seluruh tubuhnya.
“fuhhh,” hela nafas panjangnya langusung mengayun sepedanya menelusuri jalan,
“kamu tinggal dimana emang ray?” ray sedikit menoleh kearah cia yang merasa tak risih di bonceng dengan sepeda.
“ouhh udah kelewat tadi hehe, tpi gpp mau ke warung mau bantuin papa mama hehe”
“ouh ya? Warung apa?”
“jual makanan gitu” jawabnya sekenanya karena kegugupannya keluar, baru kali ini berbincang lebar dengan cia, berbeda dengan di chatting. Ray selalu tak berani membuka pembicaraan.
“ouhh gitu haha,” tawanya terdengar tanpa beban, sepeda pun mengayun masuk ke perumahan yang isinya pasti rumah bertingkat dan mobil mewah terpakir begitu saja di depan rumah tanpa takut hilang.
“lurus terus nanti mentok belok kiri, nah gak jauh ketemu taman dah gak jauh dehh” tunjuknya, ray mengangguk mengikuti arahannya setelah beberapa security perumahan mencoba mecegah masuk, tetapi tak jadi saat cia melambaikan tanganya.
“stooooooooppppppppp” di tepuknya bahu ray, berhenti pas di rumah yang sangat besar. Mungkin halamannya aja sebesar rumahnya, atau sebanding dengan garasi rumah cia decak kagum ray melihat rumah cia.
“thanks ya, buat tebengannya” senyumnya di ikuti lambainya, larinya pelan masuk kedalam rumah. Nafas lega ray dan seperti mimpi ia membonceng cia. Ray langsung mengayun sepedanya ke arah warung makan.
“lohh ray, kok masih sore udah kesini?” tanya mama yang masih beres-beres tenda bersama papa.
“hehe kebetulan lewat ma, jadi mampir aja” ray langsung sigap membantu mengeluarkan bangku-bangku plastik dan juga meja lipat dari gerobak di samping toko.
“minum dulu, kayak semangat banget hari ini kamu, di kampus banyak cewek cantik ya?? ” ledek mama sambil memberikan air dingin.
“abis nganter someone ya…” bisik kak rani tiba-tiba dari sampingnya. Memotong pembicaraan mamanya.
“buhhhhhhhh” semburan air langsung keluar dari mulut ray mendengar ucapan kak rani.
“tuh kan bener kan ma!!!” tawanya dengan tatapan serius.
“enak aja, sok tau, tumben kak rani kesini masih sore??” ray mencoba mengalihkan pembicaraan, karena bagaimana bisa kak rani mengetahui ia baru saja mengantar cia. Atau hanya sekedar menerka. Mama melangkah pergi mempersiapkan lainnya.
“eitz, mulai sekarang rani yang cantik ini sudah di tunjuk langsung untuk menangani pembuatan jus hohoho” ucapnya sambil menyibakkan rambutnya.
“preeeeeeeet”
“serius tanya aja papa, tuh tuh tuh ya kan paa?” papa hanya menanggapinya dengan tersenyum.
“tuh gak liat si papa senyum, itu tandanya iaaaa!!” lanjutnya menyilangkan tangannya.
“preeet ah, dah mau bantu si mama bawa yang lain.” Ia pun pergi meninggalkan kak rani, daripada kak rani menanyakan hal yang membuatnya grogi atau bahkan menanyai tentnag cia.
Di lain sisi ray senang kak rani tidak malu dengan kemampuannya yang tidak bisa memasak, tetapi jago dalam membuat minuman.
***
Sebuah mobil sedan mewah berhenti parkir di samping warung, tak lama dua orang pasangan suami istri masuk dan memesan makanan.
“makan di sini apa bungkus?” tanya mama yang langsung memberikan nota kecil, dan langsung berdiri terdiam,
“sudah lama ya gak bertemu lin,” ucap pria itu tersenyum, memanggil nama mama.
“ray cuci piring dulu sana” pinta papa sambil berjalan menuju kedua orang tua itu. ray pun sesekali menatapnya seolah pernah melihatnya tapi entah dimana.
Ray sesekali mengintip dan tak terdengar jelas mereka membicarakan apa. yang jelas mereka sudah saling kenal.
“ray tolong kasih ke meja yang tadi, pesen kwetiaw gorengnya di bungkus” papa memberi bungkusan, raut wajah papa berbeda setelah bertemu dua orang itu. Terlihat sedikit terkejut.
“oh ia, bisa pesan antar gak?” tanyanya sebelum ia meninggalkan mejanya.
“bisa, kok.” Jawab mama sambil merbesihkan meja makannya, dan ekpresi wajahnya tak berbeda dengan papa.
“oh oke, nomornya masih yang lama??” tanyanya, mama pun langsung mengangguk pelan.
“ma, itu siapa? Kok ray ngerasa pernah liat yah” rasa penasarannya sudah tak tertahankan.
“langganan yang dulu di RS, pasti kamu pernah liat. Langganan pas di RS kan banyak” senyum mama sambil mengelus rambutnya, ray kembali teringat rasa bersalahnya saat di RS waktu dulu.
“ouh hhee, iah juga ya. Tapi jarang-jarang orang kayak gitu mampir ke warung makan kayak gini” bisiknya ke mamanya.
“ya namanya juga lapar, mau makan dimana pun jadi.” Senyum mama membawa piring kotor,
“bener juga sih,” pikiran itu kembali membuat ray kembali merasa tak enak hati, kalau bukan kesalahannya mungkin papa dan mamanya tak harus membuka warung makan di pinggir jalan seperti ini.
Dan juga ray sedikit senang ternyata masakan papa dan mamanya tak gampang di lupakan begitu saja.
***
Ray mengayuh sepedanya agak cepat karena ia telat bangun, di tambah ada kelas di pagi hari. Dari kejahuan terdengar beberapa motor dan melewati ray langsung menghadang ray tepat hampir di depan kampus.
Satu orang membuka helm nya, ray terkejut ternyata andri yang menghadangnya, perasaan campur aduk karena entah kenapa ia bisa berurusan dengan andri.
“lo yang namanya ray?” tanyanya sambil menaikan satu kakinya di roda depan sepedanya.
“ia” anggukan pelan sambil menarik nafasnya dalam-dalam.
“gue mau bilang ke lo, jangan deket-deket lagi sama fellycia, atau lo bakal beurusan lagi sama gue ngerti?” wajahnya mendekat dan menatap tajam.
“dan satu lagi, orang kayak lo gak pantes deket-deket sama dia” senyum liciknya sambil menepuk-nepuk pundaknya. Ucapan mengancamnya berhasil membuat ray gemetar secara tak langsung.
Andri langsung memacu motornya, “
gilaa, parahh” gumamnya dengan nafas lega karena baru pertama kali ia terancam seperti ini.
“oiii..ray ”tepukan di bahunya kembali membuat ray terkejut.
“haaa, gila kaget gue, gue kiraaa” ucapnya tertahan.
“lo kira siapa?? cia?” tawa shanty yang tertawa melihat ray yang terkejut.
“ngakk, ngak kok” jawabnya menggelengkan kepalanya.
“napa lo di hadang si andri??” rasa penasaran shanty sampai ray bisa berurusan dengannya.
“ituuu,” ray tak bisa berbohong karena shanty melihatnya, sambil mendorong sepeda ray memberitahukan soal kemarin mengantar cia kerumahnya menggunakan sepeda.
“wahh, seriuss???. Gue gak nyangka loh.” shanty sepertinya terkejut mendengar cerita dari ray.
“kenapa emang?” rasa penasaran di tambah bingung kenapa shanty sangat terkejut.
“hehehe gpp, yukkk cepetann udah mau telattt” shanty langsung berlari kecil meninggalkan ray, ia seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa di kasih tau kepadanya.
“oii rayyy, ” tergur edo yang melihat ray berjalan pelan dengan pikiran yang menerawang soal kejadian tadi.
“haaa? Ha?” wajahnya terlihat kebingungan,
“busett dah, pagi-pagi udah bengong lo, nanti jadi ikutan grub vocal kampus?”
“ohh itu, gak tau belum tentu masuk gue kesitu apa lagi suara gue pas-pasan,” ray mencoba menyembunyikan alasannya ia ikut vocal grub.
“wahh jangan-jangan lo mau deketin cia yaa,, ketauaaannnnnnnnnn!!!” senyum lebar edo dengan tampang meledek.
“ah rese lo do, mana bisa masuk, lo sendiri ngapain? Mau masuk juga situ soalnya shanty juga mau masuk?? Haa?” balas ray meledek edo karena tau ia berusaha mencoba mendekati shanty, yang kini berusaha menganggalinya lewat dirinya.
“dah dah, mendingan jangan bahas ah, gue emang gak ada bakat nyanyi, tapi nge-band,” jawabnya sambil mengayunkan kedua tanganya seolah sedang beramin drum,
“makanya, kalau mau info shanty lagi jangan ledekin gue” ray langsung berjalan melewatinya.
“becanda gue rayyy, yahhhhhhh”
“bodoooooooo” teriak panjangnya sambil terus berjalan.
Masih dalam pikirannya untuk ikut dalam vocal grub kampus, keraguannya terus berkecamuk seharian untuk bisa mengambil putusan walau suaranya terdengar bagus dan kembali itu menurut dirinya bukan orang lain..
***
Malam ini ray agak sibuk mengantar pesanan, “buat siapa lagi ma?”
“anterin aja nih alamatnya”
“perumahan Oscar, orang yang kemarin ma?” angguknya pelan sambil memberikan 3 bungkus makanan.
“oke berang-berang bawa tongkat… berangkattttt” ucapnya langsung melangkah pergi,
Kaki ray mengayun sepeda dengan cepat membawa pesanan mengarah ke perumahan Oscar, raut wajahnya begitu senang saat melewati jalan yang mengarah ke arah rumah cia.
“haa? Ini gak salah??” matanya melirik ke atas-kebawah karena terkejut orang yang memesannya dimana cia tinggal,
“jangan-jangan yang kemarin minta no telp si mama, orang tua nya cia” senyum kecilnya begitu senang karena mungkin keramahannya mungkin turun dari kedua orangntuanya.
Ray pun langsung menekan bel dan berharap cia yang membuka gerbangnya. Ray seperti tak sabar.
Suara pintu gerbang yang terbuka dikit demi sedikit, terlihat kaki seorang wanita membuat ray sangat berdebar.
“ya?” tanya wanita yang setengah baya. Membuat ray tertegun sebentar. Karena wanita ini tak mirip sama sekali dengan orang ia temui kemarin,
“ini, pesanan makannya” anggukan ray langsung memberikan pesannya.
“Biiiiii, udah dateng pesanannya?” terdengae suara dari dalam rumah,
“ia pakk, udah… permisi” ia pun langsung menutup kembali pintunya, tawa ray kecil saat tau wanita tadi asisten rumah tangga.
“oh ia ini, duitnya. Katanya bapak ambil aja kembaliannya” tangannya menjulur dari lubang pintu.
“iiah makasih”
“
ahhh kenapa gue berharap si cia yang buka.. ray rayy “ gumamnya sambil mengayun sepedanya cepat seolah tak ingin memikirkan kejadian memalukan tadi.
Bersambung...