Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Consultant in Action

Status
Please reply by conversation.
Chapter 8
---



Adera Aulia Utami



Wanda Dewi Sasmita



Ayu Nindya Phastika

---

“Hai Mas Bayu.. apa kabar? Dera kangen sama Mas Bayu. Maafin Dera seminggu ini ngejauh dari Mas Bayu. Mas Bayu ga salah sama Dera. Dera yang salah karena ga bisa tegas sama hubungan kita. Dera mau bareng terus sama Mas Bayu. Dera ga bisa diem-dieman gini sama Mas Bayu. Nanti kita ngobrol ya Mas..”

Sambil menyetir ke arah rumah sakit, aku mengecek hape ku yang daritadi aku abaikan. Beberapa pesan dari klien sudah kujawab. Pesan terakhir dari Dera akhirnya baru kubuka.

Aku meresapi semua kalimat yang ia tulis pada chat tersebut.

Dera akhirnya memaafkan ku. Dari pesan nya juga tersirat kalau Dera mau mengajak ku ngobrol membahas hubungan kami berdua. Semoga saja kali ini Dera akhirnya mau menerima cinta ku.

Dari pesannya tersampaikan kalau Dera menyadari kalau dia salah karena tidak bisa tegas dengan hubungan kami. Oh Tuhan.. Inikah cara Mu mempersatukan kami? Terima kasih ya Tuhan..

Di bawah chat tersebut ada beberapa chat lagi. Dia mengabari ku terkait kecelakaan yang menimpa Ayu, isi chat nya sepertinya sama seperti yang ia kirimkan ke Mba Wanda.

Handphone sudah kusimpan kembali.

Mode silent yang daritadi masih aktif sejak meeting dengan Pak Broto telah aku matikan. Pantas saja notifikasi dari pesan Dera tidak terdengar di handphone ku. Untung saja Mba Wanda sudah tidak men-silent handphone nya. Kalau tidak, kami tidak tahu kalau Ayu baru saja kecelakaan.

Meskipun tatapan ku masih tertuju ke jalanan mengarah ke rumah sakit, pikiranku sudah terfokus pada apa yang akan ku sampaikan kepada Dera ketika bertemu dia nanti di rumah sakit. Saat ini, bahkan aku sudah sama sekali tidak khawatir dengan Ayu yang baru saja terkena musibah.

Berbeda denganku, Mba Wanda masih menyerocos panik setelah mendapatkan kabar Ayu kecelakaan dari Dera.

“Duh tuh anak kenapa ga ati-ati sih.. Dia kan ngekos disini, nanti kalo dia kenapa kenapa kan kasian ya Bay. Orang tua nya udah dikabarin belom ya itu? Duh kasian nanti mereka panik, nanti kan..”

Mba Wanda terus menyerocos menyalurkan rasa kalut ketika mendengar anak buahnya kecelakaan. Naluri keibuannya muncul apabila ada sesuatu terjadi kepada anak buah nya. Secara personal, kami semua yang ada di bawah Mba Wanda memang sudah dia anggap sebagai adik kandung nya. Dia pun memang kakak yang sangat protektif kepada kami. Tak heran sekarang dia terlihat begitu kalut.

Padahal tidak sampai sejam lalu, dia masih bugil mendesah menikmati penis 'adik' nya. Hehehe..

“Kok kamu malah senyum-senyum gitu sih Bay? Bukannya panik ih kamu mah..” giliranku terkena damprat karena aku tidak menanggapi ocehannya.

“Tenang aja Mba.. kan ada Dera disana, kalo parah pasti Dera ngabarin ke kita kok” dari chat terakhir mengabari kami, Dera memang belum mengirim chat lagi mengabari kondisi Ayu.

Menurutku, berarti kecelakaan yang menimpa Ayu tidak separah yang kami duga sebelumnya. Makanya, Dera tidak memberikan kabar lagi kepada kami. Tapi, menurut Mba Wanda, dengan Dera tidak memberi kabar kepada kami, berarti ada sesuatu yang gawat disana. Duh ribet emang kalau sudah berdebat dengan emak-emak..

“Bentar lagi nyampe kok ini Mba, sabar ya..” ucapku menenangkannya sambil menaruh tanganku di paha nya.

Dia merespon dengan menggenggam tanganku dengan kuat. Telapak tangannya terasa basah karena panik. Aku hanya bisa geleng-geleng melihat wajahnya yang masih saja tegang ingin buru-buru sampai ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, kami langsung menghambur ke arah IGD. Disana, kami diarahkan oleh seorang suster hingga sampai ke ranjang tempat Ayu sedang terkulai lemas.

Aku langsung memperhatikan kondisi Ayu. Pakaian kantor nya masih rapi tanpa ada robek atau noda darah. Ohh.. masih aman berarti. Yang kulihat hanya ada bebatan perban di seputaran engkel kiri nya saja akibat kecelakaan tadi.

“Eh Mba Wanda.. Mas Bayu..” sapa Ayu ketika agak kaget melihat kami datang.

“Kok bisa sih Yu, apa yang dirasa? Ini kenapa kaki mu? Gimana coba cerita?” baru sampai, Mba Wanda langsung mencecar Ayu dengan berbagai pertanyaan. Tangannya tidak diam menggerayangi tubuh Ayu memeriksa tubuhnya memastikan Ayu baik-baik saja. Kami pun duduk disebelah Ayu menunggu dia menceritakan detail kecelakaannya kepada kami.

Menurut Ayu, sepulang kantor tadi dia seperti biasa memesan ojek online dan menunggu di pinggiran jalan depan kantor. Ketika dia akan naik ke atas motor, tiba-tiba ada motor yang lumayan kencang di jalur kiri. Sepertinya, tas punggung Ayu yang lumayan besar itu tersenggol oleh motor tersebut. Karena lumayan kencang, akhirnya Ayu pun terhempas ke arah trotoar. Karena ada beda tinggi antara aspal dengan trotoar depan kantor kami, engkel kiri Ayu berbenturan lumayan keras ke sudut lancip trotoar tersebut. Untungnya ada Dera sedang menunggu kurir makanan disekitar situ, dengan sigap Dera langsung mengantar Ayu ke rumah sakit.

“Duh kok bisa sih tuh orang ngebut-ngebutan. Ga liat apa kalo ada rame orang mau naik ojek online..” Mba Wanda mengomeli pengendara motor yang langsung kabur itu. Ayu hanya meringis mendengar omelan Mba Wanda barusan.

“Terus gimana kaki mu Yu?” aku kemudian menanyai bebatan di kaki nya.

“Gapapa sih Mas, tadi udah di kasih perban sama kata dokter. Katanya ini bengkak biasa aja gara-gara tadi kena bentur lumayan kenceng. Kalo dipake jalan masih sakit sih Mas, katanya paling semingguan baru kempes bengkak nya. Kak Dera tadi maksa aku supaya rontgen juga, katanya sih hasilnya udah keluar dan ga kenapa napa, aman kok Mas” Ayu menjelaskan kondisinya kepada kami berdua. Akhirnya kami bisa lega mendengar kondisi nya yang baik-baik saja.

“Yaudah kamu wfh dulu aja 2 minggu, nanti masuk pas nemenin Bayu ke Banjarmasin aja. Gapapa kan Bay?” Mba Wanda seolah menanyai persetujuan ku, padahal kalau kutolak pasti aku sudah diceramahi habis-habisan olehnya. Aku pun hanya bisa mengangguk membolehkan Ayu wfh 2 minggu.

“Dera kemana Yu?” akhirnya pertanyaan yang daritadi tertahan untuk kutanyakan keluar dari mulutku. Sejak tadi memang Dera belum terlihat batang hidungnya.

“Kak Dera lagi nebus obat Mas. Abis nebus obat, aku baru boleh pulang” jelas Ayu.

“Yaudah aku nyusul Dera dulu ya” aku pun langsung pergi mencari tempat pengambilan obat. Mba Wanda yang mengerti maksudku hanya tersenyum simpul.


---


Setelah berkeliling rumah sakit mencari letak apotek, aku akhirnya menemukan Dera yang sedang terduduk sendirian di bangku besi rumah sakit menunggu obat Ayu selesai disiapkan. Dengan langkah yang mantap, aku menggerakkan kaki ku menuju ke arahnya.

“Obatnya belum kelar Ra?” tanyaku sambil mengambil posisi duduk di sebelah Dera.

“Oh.. eh.. Belom Mas, bentar lagi harusnya” Dera agak gelagapan menjawab pertanyaan ku, sepertinya Dera terkejut dengan kehadiranku.

“Sorry ya, WA elo engga gue bales, gue langsung otw kesini soalnya” aku mencoba basa-basi meminta maaf karena chat nya tadi tidak sempat ku balas sekaligus memecah kekakuan di antara kami berdua.

“Oh iya gapapa” jawabnya pelan sambil mengangguk agak kikuk. Kami pun kembali duduk dalam diam.

“Ra..” aku kembali mencoba mengajaknya ngobrol.

“Kenapa Mas?” akhirnya Dera menjawab ku dengan ramah.

“Gue minta maaf soal yang di Bali.. harusnya gue ga kaya gitu..” ujarku mencoba meminta maaf. Permintaan maaf ku yang entah sudah ke berapa kali setelah kejadian minggu lalu. Respon nya selalu sama, mengangguk dan pergi meninggalkan ku tanpa satu kalimat pun terucap dari mulutnya.

“Hmm.. ga usah minta maaf Mas, kan aku udah chat di WA hehe udah dibaca kan?” akhirnya Dera menjawabku dengan diiringi senyuman nya yang manis. Senyum yang sudah seminggu ini tidak ku peroleh dari Dera-ku.

“Hmm.. Terus… kita mau sampe kapan diem-dieman gini Ra?” meskipun Dera mulai mencair, aku masih tidak berani terlalu frontal untuk bercanda seperti biasa. Aku masih takut kalau nantinya Dera menganggap rasa bersalahku selama ini tidak tulus.

“Mungkin elo bakal sulit percaya lagi sama gue Ra, tapi gue cuma mau bilang kalau yang di Bali itu gue bener-bener khilaf. Gue bakal ngelakuin apa aja biar elo bisa percaya lagi sama gue. Gue pengen kita balik lagi kaya dulu. Gue kangen elo Ra..” meskipun terdengar sangat lemah, aku betul-betul ingin memperbaiki hubungan ku dengan nya.

Sikapnya yang dingin selama seminggu terakhir benar-benar membuatku gila.

Bagaimana pun itu, aku ingin Dera mau memberikanku kesempatan sekali lagi.

Tapp… kurasakan sentuhan tangan Dera yang halus di tanganku.

“Iya.. Mas Bayu udah aku maafin kok.. aku juga ga bisa kaya gini terus sama Mas Bayu. Aku udah anggep yang di Bali itu jadi pelajaran buat aku buat ga ngomong sembarangan. Ternyata.. aku ga siap kalo Mas Bayu sama orang lain..” ucapan nya barusan benar-benar melegakan hatiku.

Rasa bersalah yang selama seminggu ini kupendam, rasa takut kalau Dera benci kepadaku mendadak sirna.

Aku pun balas meremas sentuhan tangan halus Dera dalam genggaman tanganku.

Kami berdua saling bertatapan. Bibir Dera mengembangkan senyum yang begitu manis. Bibir ku pun ikut mengembang melihat pujaan hatiku yang saat ini berada di hadapanku memberikan senyum terbaik nya untuk ku.

Seakan ada magnet di antara kami, tatapan kami terasa begitu lekat. Rasa kangen yang seminggu ini terkubur seakan sudah tak kuasa kami bendung.

Dengan gerakan yang begitu pelan, wajah kami semakin mendekat satu sama lain..

Jantungku semakin berdebar..

Mata Dera mulai terpejam..

Bibir kami sedikit lagi bersentuhan..

“NONA AYU NINDYA PHASTIKA” teriak apoteker betul-betul mengagetkan kami berdua. Dera langsung menarik tubuhnya menjauh dariku dan langsung berdiri secepat kilat.

Shitt… hilang sudah momen indah ciuman pertama kami.

“I.. i.. i.. yaa…” dengan terbata Dera menyahut. Panggilan apoteker menandakan obat untuk Ayu telah selesai disiapkan. Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, Dera melirik ku yang tertegun karena rusak nya momen barusan.

“Siapa suruh nyium aku nya di apotek blweee..” Dera memeletkan lidahnya meledek aku yang berekspresi muram.

Aku hanya bisa memalingkan muka ku sebal. Sambil tertawa kecil, Dera bergegas ke loket pengambilan obat.

Meskipun sedikit kecewa, setidaknya beban di hati ku sudah plong karena Dera sudah mau memaafkan ku. Kalau saja obat itu siap beberapa detik lebih lambat, hampir saja kami mendapatkan first kiss kami. Hihhhh…

Setidaknya, momen barusan merupakan pertanda yang sangat baik untuk hubungan kami berdua. Sebuah lirik sepertinya pas menggambarkan hubungan kami saat ini, what doesn't kill you makes you stronger..

Selesai pengambilan obat, aku dan Dera berjalan beriringan menuju kembali ke ruangan IGD.

Sepanjang lorong rumah sakit, kami bercanda ringan layaknya sedia kala sebelum kebodohan ku di Bali itu terjadi. Sepanjang jalan, aku begitu bahagia memperhatikan seluruh gerak gerik Dera telah kembali normal seakan benar-benar dengan tulus sudah memaafkanku.

Sesampainya di kasur Ayu, Dera tiba-tiba terkejut melihat Mba Wanda sedang mengobrol dengan Ayu di samping kasur nya.

“Loh, Mba Wanda kesini juga?” Dera lumayan heran melihat kehadiran Mba Wanda. Sepertinya sepanjang obrolan ku dengan Dera tadi, aku tidak memberi tahu nya kalau aku kesini bersama dengan Mba Wanda.

“Ya iya dong, kan tadi elo chat ngabarin ke gue. Makanya gue langsung ke sini” Mba Wanda ikutan heran kenapa Dera terlihat bingung.

“Aku kira Mas Bayu aja yang nyusul kesini” jawabnya masih terheran sambil menyerahkan plastik berisikan obat-obatan ke Ayu.

“Engga lah, kan dari siang gue bareng sama si Bayu meeting ke kantor nya Pak Broto” dengan santai nya Mba Wanda menjelaskan.

Aku duduk di samping Dera dengan tidak begitu memperhatikan obrolan mereka berdua. Aku yakin Mba Wanda tidak akan keceplosan dengan kegiatan apa yang kami lakukan sebelum ke rumah sakit barusan. Hehehe..

“Terus Mba Wanda ke apartemen Mas Bayu?”

Deggg…

Pertanyaan Dera sangat mengagetkan kami berdua, kami melirik satu sama lain seakan tidak siap dan terkejut kalau Dera bisa tahu Mba Wanda habis dari apartemen ku.

“Engga lah Ra, ngapain gue ke sarang penyamun, hiii seremmmm... hahahaha” Mba Wanda terbahak sendiri meledek apartemen ku. Aku dan Ayu pun ikut tertawa dengan ledekkan Mba Wanda.

Mba Wanda sepertinya mencoba menyisipkan candaan supaya obrolan kami tidak berkutat kepada topik ini.

Tapi tidak dengan Dera, muka nya malah menunjukkan raut muka tidak senang. Raut muka yang sudah sangat ku kenal. Raut muka Dera ketika dia tahu kalau orang lain telah berbohong kepada nya. Shit.. kenapa perasaan ku mendadak tidak enak ya..

“Hoo.. kayaknya kita baru diem-dieman seminggu ya Mas? Sekarang Mas Bayu kalo meeting sama klien cuma pake jeans sama polos shirt aja ya?” pertanyaan nya kali ini terasa sangat tajam. Pandangan mata nya memicing ke arah ku.

Lebih tepatnya pertanyaan barusan adalah sebuah sindiran. Karena dia tahu aku tidak mungkin pakai setelan ini untuk meeting dengan klien. Dan tidak mungkin juga aku bawa baju ganti kalau ke kantor. Sepertinya Mba Wanda akhirnya sadar dengan arah pertanyaan Dera daritadi.

Checkmate.

Karena terburu-buru mendengar kabar Ayu kecelakaan, aku tadi langsung menyambar jeans yang ada di gantungan baju ku dan dengan asal mengambil polo shirt yang terlipat di dalam lemari ku. Aku bahkan saat ini tidak membawa laptop ku di mobil Mba Wanda. Anjrit.. Kenapa Dera bisa sedetail ini sih???

“Jangan-jangan yang nemenin di Bali kemarin itu Mba Wanda juga Mas? Pantes aja aku ga boleh stay lama-lama” cibiran nya semakin terasa tajam. Dera mencibir ku dengan senyum bibirnya yang begitu sinis.

Oh God.. things going from bad to worse..

Tidak hanya Dera berhasil menduga apa yang kami lakukan tadi sore, dia bahkan berasumsi bahwa wanita yang bersamaku di Bali adalah Mba Wanda.

“Ow.. so sweet” ucapnya sarkas memandang ke arah aku dan Mba Wanda bergantian. Sepertinya Dera langsung mengambil kesimpulannya sendiri. Dera langsung mengambil mengambil tas kantornya dan segera pergi meninggalkan ruang IGD tanpa pamit.

Aku yang langsung beranjak berdiri ingin mengejarnya langsung ditahan oleh Mba Wanda memegangi tangan ku pergi mengejar Dera.

“Jangan dikejar ya Bay, biarin dia nenangin diri dulu.. Nanti gue yang coba ngomong sama dia ya..” ujar Mba Wanda menenangkanku. Mba Wanda sadar kalau aku mengejarnya sekarang, yang ada keadaan malah semakin memburuk. Amarah Dera sudah pasti sangat tidak terkendali.

“Sabar ya Mas..” ucap Ayu yang masih terbaring di kasur dengan tatapan nya iba kepadaku. Mba Wanda hanya bisa memandangi ku dengan khawatir kalau-kalau aku berbuat semakin bodoh. Aku yang akhirnya memahami maksud Mba Wanda cuma bisa menghela nafas panjang terduduk kembali ke kursiku. Aku memejamkan mata berharap seluruh kebodohan ku selama seminggu terakhir ini tidak pernah kulakukan.

Dan terjadi lagi..
Kisah lama yang terulang kembali..

Kau temukan lagi..
Dari cinta rumit yang kau jalani..

Peterpan - Separuh Aku
 
Bimabet
Chapter 8
---



Adera Aulia Utami



Wanda Dewi Sasmita



Ayu Nindya Phastika

---



Sambil menyetir ke arah rumah sakit, aku mengecek hape ku yang daritadi aku abaikan. Beberapa pesan dari klien sudah kujawab. Pesan terakhir dari Dera akhirnya baru kubuka.

Aku meresapi semua kalimat yang ia tulis pada chat tersebut.

Dera akhirnya memaafkan ku. Dari pesan nya juga tersirat kalau Dera mau mengajak ku ngobrol membahas hubungan kami berdua. Semoga saja kali ini Dera akhirnya mau menerima cinta ku.

Dari pesannya tersampaikan kalau Dera menyadari kalau dia salah karena tidak bisa tegas dengan hubungan kami. Oh Tuhan.. Inikah cara Mu mempersatukan kami? Terima kasih ya Tuhan..

Di bawah chat tersebut ada beberapa chat lagi. Dia mengabari ku terkait kecelakaan yang menimpa Ayu, isi chat nya sepertinya sama seperti yang ia kirimkan ke Mba Wanda.

Handphone sudah kusimpan kembali.

Mode silent yang daritadi masih aktif sejak meeting dengan Pak Broto telah aku matikan. Pantas saja notifikasi dari pesan Dera tidak terdengar di handphone ku. Untung saja Mba Wanda sudah tidak men-silent handphone nya. Kalau tidak, kami tidak tahu kalau Ayu baru saja kecelakaan.

Meskipun tatapan ku masih tertuju ke jalanan mengarah ke rumah sakit, pikiranku sudah terfokus pada apa yang akan ku sampaikan kepada Dera ketika bertemu dia nanti di rumah sakit. Saat ini, bahkan aku sudah sama sekali tidak khawatir dengan Ayu yang baru saja terkena musibah.

Berbeda denganku, Mba Wanda masih menyerocos panik setelah mendapatkan kabar Ayu kecelakaan dari Dera.

“Duh tuh anak kenapa ga ati-ati sih.. Dia kan ngekos disini, nanti kalo dia kenapa kenapa kan kasian ya Bay. Orang tua nya udah dikabarin belom ya itu? Duh kasian nanti mereka panik, nanti kan..”

Mba Wanda terus menyerocos menyalurkan rasa kalut ketika mendengar anak buahnya kecelakaan. Naluri keibuannya muncul apabila ada sesuatu terjadi kepada anak buah nya. Secara personal, kami semua yang ada di bawah Mba Wanda memang sudah dia anggap sebagai adik kandung nya. Dia pun memang kakak yang sangat protektif kepada kami. Tak heran sekarang dia terlihat begitu kalut.

Padahal tidak sampai sejam lalu, dia masih bugil mendesah menikmati penis 'adik' nya. Hehehe..

“Kok kamu malah senyum-senyum gitu sih Bay? Bukannya panik ih kamu mah..” giliranku terkena damprat karena aku tidak menanggapi ocehannya.

“Tenang aja Mba.. kan ada Dera disana, kalo parah pasti Dera ngabarin ke kita kok” dari chat terakhir mengabari kami, Dera memang belum mengirim chat lagi mengabari kondisi Ayu.

Menurutku, berarti kecelakaan yang menimpa Ayu tidak separah yang kami duga sebelumnya. Makanya, Dera tidak memberikan kabar lagi kepada kami. Tapi, menurut Mba Wanda, dengan Dera tidak memberi kabar kepada kami, berarti ada sesuatu yang gawat disana. Duh ribet emang kalau sudah berdebat dengan emak-emak..

“Bentar lagi nyampe kok ini Mba, sabar ya..” ucapku menenangkannya sambil menaruh tanganku di paha nya.

Dia merespon dengan menggenggam tanganku dengan kuat. Telapak tangannya terasa basah karena panik. Aku hanya bisa geleng-geleng melihat wajahnya yang masih saja tegang ingin buru-buru sampai ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, kami langsung menghambur ke arah IGD. Disana, kami diarahkan oleh seorang suster hingga sampai ke ranjang tempat Ayu sedang terkulai lemas.

Aku langsung memperhatikan kondisi Ayu. Pakaian kantor nya masih rapi tanpa ada robek atau noda darah. Ohh.. masih aman berarti. Yang kulihat hanya ada bebatan perban di seputaran engkel kiri nya saja akibat kecelakaan tadi.

“Eh Mba Wanda.. Mas Bayu..” sapa Ayu ketika agak kaget melihat kami datang.

“Kok bisa sih Yu, apa yang dirasa? Ini kenapa kaki mu? Gimana coba cerita?” baru sampai, Mba Wanda langsung mencecar Ayu dengan berbagai pertanyaan. Tangannya tidak diam menggerayangi tubuh Ayu memeriksa tubuhnya memastikan Ayu baik-baik saja. Kami pun duduk disebelah Ayu menunggu dia menceritakan detail kecelakaannya kepada kami.

Menurut Ayu, sepulang kantor tadi dia seperti biasa memesan ojek online dan menunggu di pinggiran jalan depan kantor. Ketika dia akan naik ke atas motor, tiba-tiba ada motor yang lumayan kencang di jalur kiri. Sepertinya, tas punggung Ayu yang lumayan besar itu tersenggol oleh motor tersebut. Karena lumayan kencang, akhirnya Ayu pun terhempas ke arah trotoar. Karena ada beda tinggi antara aspal dengan trotoar depan kantor kami, engkel kiri Ayu berbenturan lumayan keras ke sudut lancip trotoar tersebut. Untungnya ada Dera sedang menunggu kurir makanan disekitar situ, dengan sigap Dera langsung mengantar Ayu ke rumah sakit.

“Duh kok bisa sih tuh orang ngebut-ngebutan. Ga liat apa kalo ada rame orang mau naik ojek online..” Mba Wanda mengomeli pengendara motor yang langsung kabur itu. Ayu hanya meringis mendengar omelan Mba Wanda barusan.

“Terus gimana kaki mu Yu?” aku kemudian menanyai bebatan di kaki nya.

“Gapapa sih Mas, tadi udah di kasih perban sama kata dokter. Katanya ini bengkak biasa aja gara-gara tadi kena bentur lumayan kenceng. Kalo dipake jalan masih sakit sih Mas, katanya paling semingguan baru kempes bengkak nya. Kak Dera tadi maksa aku supaya rontgen juga, katanya sih hasilnya udah keluar dan ga kenapa napa, aman kok Mas” Ayu menjelaskan kondisinya kepada kami berdua. Akhirnya kami bisa lega mendengar kondisi nya yang baik-baik saja.

“Yaudah kamu wfh dulu aja 2 minggu, nanti masuk pas nemenin Bayu ke Banjarmasin aja. Gapapa kan Bay?” Mba Wanda seolah menanyai persetujuan ku, padahal kalau kutolak pasti aku sudah diceramahi habis-habisan olehnya. Aku pun hanya bisa mengangguk membolehkan Ayu wfh 2 minggu.

“Dera kemana Yu?” akhirnya pertanyaan yang daritadi tertahan untuk kutanyakan keluar dari mulutku. Sejak tadi memang Dera belum terlihat batang hidungnya.

“Kak Dera lagi nebus obat Mas. Abis nebus obat, aku baru boleh pulang” jelas Ayu.

“Yaudah aku nyusul Dera dulu ya” aku pun langsung pergi mencari tempat pengambilan obat. Mba Wanda yang mengerti maksudku hanya tersenyum simpul.


---


Setelah berkeliling rumah sakit mencari letak apotek, aku akhirnya menemukan Dera yang sedang terduduk sendirian di bangku besi rumah sakit menunggu obat Ayu selesai disiapkan. Dengan langkah yang mantap, aku menggerakkan kaki ku menuju ke arahnya.

“Obatnya belum kelar Ra?” tanyaku sambil mengambil posisi duduk di sebelah Dera.

“Oh.. eh.. Belom Mas, bentar lagi harusnya” Dera agak gelagapan menjawab pertanyaan ku, sepertinya Dera terkejut dengan kehadiranku.

“Sorry ya, WA elo engga gue bales, gue langsung otw kesini soalnya” aku mencoba basa-basi meminta maaf karena chat nya tadi tidak sempat ku balas sekaligus memecah kekakuan di antara kami berdua.

“Oh iya gapapa” jawabnya pelan sambil mengangguk agak kikuk. Kami pun kembali duduk dalam diam.

“Ra..” aku kembali mencoba mengajaknya ngobrol.

“Kenapa Mas?” akhirnya Dera menjawab ku dengan ramah.

“Gue minta maaf soal yang di Bali.. harusnya gue ga kaya gitu..” ujarku mencoba meminta maaf. Permintaan maaf ku yang entah sudah ke berapa kali setelah kejadian minggu lalu. Respon nya selalu sama, mengangguk dan pergi meninggalkan ku tanpa satu kalimat pun terucap dari mulutnya.

“Hmm.. ga usah minta maaf Mas, kan aku udah chat di WA hehe udah dibaca kan?” akhirnya Dera menjawabku dengan diiringi senyuman nya yang manis. Senyum yang sudah seminggu ini tidak ku peroleh dari Dera-ku.

“Hmm.. Terus… kita mau sampe kapan diem-dieman gini Ra?” meskipun Dera mulai mencair, aku masih tidak berani terlalu frontal untuk bercanda seperti biasa. Aku masih takut kalau nantinya Dera menganggap rasa bersalahku selama ini tidak tulus.

“Mungkin elo bakal sulit percaya lagi sama gue Ra, tapi gue cuma mau bilang kalau yang di Bali itu gue bener-bener khilaf. Gue bakal ngelakuin apa aja biar elo bisa percaya lagi sama gue. Gue pengen kita balik lagi kaya dulu. Gue kangen elo Ra..” meskipun terdengar sangat lemah, aku betul-betul ingin memperbaiki hubungan ku dengan nya.

Sikapnya yang dingin selama seminggu terakhir benar-benar membuatku gila.

Bagaimana pun itu, aku ingin Dera mau memberikanku kesempatan sekali lagi.

Tapp… kurasakan sentuhan tangan Dera yang halus di tanganku.

“Iya.. Mas Bayu udah aku maafin kok.. aku juga ga bisa kaya gini terus sama Mas Bayu. Aku udah anggep yang di Bali itu jadi pelajaran buat aku buat ga ngomong sembarangan. Ternyata.. aku ga siap kalo Mas Bayu sama orang lain..” ucapan nya barusan benar-benar melegakan hatiku.

Rasa bersalah yang selama seminggu ini kupendam, rasa takut kalau Dera benci kepadaku mendadak sirna.

Aku pun balas meremas sentuhan tangan halus Dera dalam genggaman tanganku.

Kami berdua saling bertatapan. Bibir Dera mengembangkan senyum yang begitu manis. Bibir ku pun ikut mengembang melihat pujaan hatiku yang saat ini berada di hadapanku memberikan senyum terbaik nya untuk ku.

Seakan ada magnet di antara kami, tatapan kami terasa begitu lekat. Rasa kangen yang seminggu ini terkubur seakan sudah tak kuasa kami bendung.

Dengan gerakan yang begitu pelan, wajah kami semakin mendekat satu sama lain..

Jantungku semakin berdebar..

Mata Dera mulai terpejam..

Bibir kami sedikit lagi bersentuhan..

“NONA AYU NINDYA PHASTIKA” teriak apoteker betul-betul mengagetkan kami berdua. Dera langsung menarik tubuhnya menjauh dariku dan langsung berdiri secepat kilat.

Shitt… hilang sudah momen indah ciuman pertama kami.

“I.. i.. i.. yaa…” dengan terbata Dera menyahut. Panggilan apoteker menandakan obat untuk Ayu telah selesai disiapkan. Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, Dera melirik ku yang tertegun karena rusak nya momen barusan.

“Siapa suruh nyium aku nya di apotek blweee..” Dera memeletkan lidahnya meledek aku yang berekspresi muram.

Aku hanya bisa memalingkan muka ku sebal. Sambil tertawa kecil, Dera bergegas ke loket pengambilan obat.

Meskipun sedikit kecewa, setidaknya beban di hati ku sudah plong karena Dera sudah mau memaafkan ku. Kalau saja obat itu siap beberapa detik lebih lambat, hampir saja kami mendapatkan first kiss kami. Hihhhh…

Setidaknya, momen barusan merupakan pertanda yang sangat baik untuk hubungan kami berdua. Sebuah lirik sepertinya pas menggambarkan hubungan kami saat ini, what doesn't kill you makes you stronger..

Selesai pengambilan obat, aku dan Dera berjalan beriringan menuju kembali ke ruangan IGD.

Sepanjang lorong rumah sakit, kami bercanda ringan layaknya sedia kala sebelum kebodohan ku di Bali itu terjadi. Sepanjang jalan, aku begitu bahagia memperhatikan seluruh gerak gerik Dera telah kembali normal seakan benar-benar dengan tulus sudah memaafkanku.

Sesampainya di kasur Ayu, Dera tiba-tiba terkejut melihat Mba Wanda sedang mengobrol dengan Ayu di samping kasur nya.

“Loh, Mba Wanda kesini juga?” Dera lumayan heran melihat kehadiran Mba Wanda. Sepertinya sepanjang obrolan ku dengan Dera tadi, aku tidak memberi tahu nya kalau aku kesini bersama dengan Mba Wanda.

“Ya iya dong, kan tadi elo chat ngabarin ke gue. Makanya gue langsung ke sini” Mba Wanda ikutan heran kenapa Dera terlihat bingung.

“Aku kira Mas Bayu aja yang nyusul kesini” jawabnya masih terheran sambil menyerahkan plastik berisikan obat-obatan ke Ayu.

“Engga lah, kan dari siang gue bareng sama si Bayu meeting ke kantor nya Pak Broto” dengan santai nya Mba Wanda menjelaskan.

Aku duduk di samping Dera dengan tidak begitu memperhatikan obrolan mereka berdua. Aku yakin Mba Wanda tidak akan keceplosan dengan kegiatan apa yang kami lakukan sebelum ke rumah sakit barusan. Hehehe..

“Terus Mba Wanda ke apartemen Mas Bayu?”

Deggg…

Pertanyaan Dera sangat mengagetkan kami berdua, kami melirik satu sama lain seakan tidak siap dan terkejut kalau Dera bisa tahu Mba Wanda habis dari apartemen ku.

“Engga lah Ra, ngapain gue ke sarang penyamun, hiii seremmmm... hahahaha” Mba Wanda terbahak sendiri meledek apartemen ku. Aku dan Ayu pun ikut tertawa dengan ledekkan Mba Wanda.

Mba Wanda sepertinya mencoba menyisipkan candaan supaya obrolan kami tidak berkutat kepada topik ini.

Tapi tidak dengan Dera, muka nya malah menunjukkan raut muka tidak senang. Raut muka yang sudah sangat ku kenal. Raut muka Dera ketika dia tahu kalau orang lain telah berbohong kepada nya. Shit.. kenapa perasaan ku mendadak tidak enak ya..

“Hoo.. kayaknya kita baru diem-dieman seminggu ya Mas? Sekarang Mas Bayu kalo meeting sama klien cuma pake jeans sama polos shirt aja ya?” pertanyaan nya kali ini terasa sangat tajam. Pandangan mata nya memicing ke arah ku.

Lebih tepatnya pertanyaan barusan adalah sebuah sindiran. Karena dia tahu aku tidak mungkin pakai setelan ini untuk meeting dengan klien. Dan tidak mungkin juga aku bawa baju ganti kalau ke kantor. Sepertinya Mba Wanda akhirnya sadar dengan arah pertanyaan Dera daritadi.

Checkmate.

Karena terburu-buru mendengar kabar Ayu kecelakaan, aku tadi langsung menyambar jeans yang ada di gantungan baju ku dan dengan asal mengambil polo shirt yang terlipat di dalam lemari ku. Aku bahkan saat ini tidak membawa laptop ku di mobil Mba Wanda. Anjrit.. Kenapa Dera bisa sedetail ini sih???

“Jangan-jangan yang nemenin di Bali kemarin itu Mba Wanda juga Mas? Pantes aja aku ga boleh stay lama-lama” cibiran nya semakin terasa tajam. Dera mencibir ku dengan senyum bibirnya yang begitu sinis.

Oh God.. things going from bad to worse..

Tidak hanya Dera berhasil menduga apa yang kami lakukan tadi sore, dia bahkan berasumsi bahwa wanita yang bersamaku di Bali adalah Mba Wanda.

“Ow.. so sweet” ucapnya sarkas memandang ke arah aku dan Mba Wanda bergantian. Sepertinya Dera langsung mengambil kesimpulannya sendiri. Dera langsung mengambil mengambil tas kantornya dan segera pergi meninggalkan ruang IGD tanpa pamit.

Aku yang langsung beranjak berdiri ingin mengejarnya langsung ditahan oleh Mba Wanda memegangi tangan ku pergi mengejar Dera.

“Jangan dikejar ya Bay, biarin dia nenangin diri dulu.. Nanti gue yang coba ngomong sama dia ya..” ujar Mba Wanda menenangkanku. Mba Wanda sadar kalau aku mengejarnya sekarang, yang ada keadaan malah semakin memburuk. Amarah Dera sudah pasti sangat tidak terkendali.

“Sabar ya Mas..” ucap Ayu yang masih terbaring di kasur dengan tatapan nya iba kepadaku. Mba Wanda hanya bisa memandangi ku dengan khawatir kalau-kalau aku berbuat semakin bodoh. Aku yang akhirnya memahami maksud Mba Wanda cuma bisa menghela nafas panjang terduduk kembali ke kursiku. Aku memejamkan mata berharap seluruh kebodohan ku selama seminggu terakhir ini tidak pernah kulakukan.

Dan terjadi lagi..
Kisah lama yang terulang kembali..

Kau temukan lagi..
Dari cinta rumit yang kau jalani..

Peterpan - Separuh Aku
Sabar bro, ;):cool: wanita always right, man in the left (Liat aja toilet posisinya dimana) hahaha
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd