Aku dilahirkan di sebuah desa
yang memiliki tradisi yang sangat
unik terutama untuk urusan
mendidik anak tentang sek.
Desaku adalah sebuah desa yang
agak terpencil. Untuk mencapai jalan aspal saja kami harus
meretas semak belukar kurang
lebih 30 kilometer dan hanya
dapat ditempuh dengan berjalan
kaki. Kalau dibelahan lain negeri
tercinta ini ada tradisi menyuguhkan istri untuk
tamunya (terutama orang
terhormat daerahnya cari sendiri ya ada sungguh) kalau di
desaku hampir dapat dikatakan
treesome tapi dalam batas
hubungan keluarga. Begini
ceritanya: Ayahku adalah anak kedua dari
tiga saudara yang semuanya
laki-laki sedangkan aku anak
tunggal dikeluargaku, meskipun
aku tumbuh di desa tetapi
sebagai anak tunggal aku tidak pernah kekurangan bahkan
kalau hanya gizi keluargaku
sangat berlebih. Sehingga aku
tumbuh sebagai anak yang
cukupbongsor. Walau umurku baru empat belas tahun tinggi
badanku sudah lebih tinggi dari
ayahku dan di desaku anak-anak
seumurku rata-rata baru
disunat mungkin karena jauh dari
Puskesmas dan tenaga kesehatan. Uwak (Pak de Jawa) mempunyai
anak dua orang semua cewek
dan pamanku mempunyai anak
satu orang juga cewek. Ketika
itu aku baru tamat SD dan
seperti tradisi di desa kami aku akan di sunat, saat itu umur
ayahku kira-kira 40 tahunan
tentunya pamanku lebih muda
lagi. Istri paman yang biasa aku
panggil bibi Irah adalah wanita
asal sedesa sebagaimana wanita desa yang kegiatannya sehari-
hari kesawah bibi Irah ini
mempunyai badan yang bagus
singset dengan perut yang
kencang dan badan yang benar-
benar seksi meskipun kulitnya agak kecoklatan namun masih
ayu di usianya yang masih 30
tahunan.
Sebagaimana biasa bila dalam
satu keluarga ada yang
mengadakan pesta maka semua kerabat kumpul membantu
apalagi bila ada pesta. Waktu aku
sunat maka keluarga Uwak dan
paman semua kumpul dirumah
kami dan setelah pesta usai baru
satu persatu mereka pulang. Menurut tradisi desa kami jika
ada anak laki-laki sunat maka
yang mengurus segala
kebutuhan dan merawat harus
istri pamannya, maka akupun
harus diurus istri pamanku. Karena rumah kami cuma
berjarak kurang lebih 50
meteran maka untuk
memudahkan tugas bibi Irah aku
diboyong ke rumah paman.
Akupun tidak merasa canggung
ketika bibi memandikan atau
memberikan obat sulfanilamid ke
luka bekas sunatku. Sampai
suatu ketika pada hari ke tujuh
aku sunat lukaku benar-benar sembuh dan burungku sudah
nampak gagah dengan topi baja
yang mengkilat. Karena merasa
sudah sehat aku bermaksud
mandi sendiri dan kamar mandi
kami cuma terbuat dari bambu yang dianyam namun untuk
sumur dan bak mandi sudah di
semen.
Ndo, (aku biasa dipanggil LONDO alias Belanda karena aku tinggi
dan rambuntuku kemerahan)
kamu belum boleh mandi sendiri
lho., tegur bibi ketika aku mengambil handuk dan
peralatanku mandi pada sore
hari ketujuh. Memang kenapa bik? Ihh pemali belum selasai masa pengasuhan bibi nanti kita kena
tulah, jawab bibi. Jadi bi Ya kamu masih harus dimandiin bibi, kemudian bergegas bibi menghampiriku serta mengajakku
masuk bilik mandi.
Sebagai wanita desa bibi biasa
hanya mengenakan kemben dari
kain, dan sore itu seperti biasa
bibi mengenakan kemben yang menutupi dadanya hingga lutut,
kalau selama saya masih belum
sembuh saya dimandikan sambil
duduk di kursi kayu sekarang
saya berdiri dan seperti biasa
akupun tanpa canggung ketika harus telanjang didepan bibiku.
Pelahan bibi mulai menyiramkan
air ke tubuhku yang telanjang
dan dengan sendirinya badannya
yang masih terbungkus kainpun
ikut basah, dan seperti biasa bibi mulai menyabuni badanku sambil
sesekali posisinya merapat bila
menyabun bagian belakang
badanku tanpa sengaja dadanya
yang suda basah kadang
menempel di badanku, ada perasaan yang berdesir ketika
payudaranya yang tidak terlalu
besar menempel di dadaku
terasa masih kenyal hangat dan
lembut, tanpa terasa burungku
perlahan mulai tegang. Begitu bibi membungkuk untuk menyabuni
badanku yang bawah ia langsung
teriak.
Ahhh Kamu sudah dewasa Ndo.., serunya sampil dia memegang burungku dan di
usapnya pelan-pelan, aku
menjadi kaget karena serasa
seluruh tubuhku bergetar dan
aku hanya bisa mendesis karena
tidak tahan merasakan nikmatnya burungku ditangan
bibiku.
Bibi lalu berjongkok dihadapanku
denga posisi wajahnya pas di
depan selangkanganku bahkan
mulutnya persis didepan burungku. Tangan kirinya masih
mengusap-usap dan dan tangan
kanannya meremas-remas buah
zakarku. Sambil komat-kamit
entah apa yang dilakukan
kemudian dia meniup burungku, kemudian mulutnya didekatkan
kepenisku dan dia mulai menjilati
kepala penisku. Lidahnya
berputar-putar dikepala
burungku. Aku mendesis
merasakan nikmat dan kegelian yang membuat batang penisku
semakin tegang. Ohh Biiiiiiik , desahku tertahan secara reflek tanganku
memegang kepal bibiku yang
berambut panjang hingga
ikatannya terlepas maka
tergerailah rambut bibiku yang
panjang sampai ke pinggul, posisi duduknya yang jongkok
membuat kemben bibi kendor
dan melorot sehingga
tersembulah payudaranya yang
kencang mengkilap terkena air
sabun dan tiba-tiba bibi mulai memasukkan burungku
kemulutnya. Mulutnya penuh
sesak oleh kepala burungku yang
membesar pada ujung topi
bajanya. Burungku dikeluar
masukan di mulut bibi sungguh nikmat yang baru pertama kali
ini aku rasakan.
Aku dibuatnya seolah-olah
terbang keawang-awang dan
tanpa dapat kutahan kepala
burungku serasa mau meledak secara reflek kudorong kepala
bibiku menjauh tapi justru bibi
memasukkan semua burungku
kedalam mulutnya dan Crot crot crot bibi sari semakin cepat mengocok dan mengulum
burungku. Dengan menjerit
panjang, aku tumpahkan semua
cairan dari burungku ke dalam
mulut bibi.
Ohh , ke..na..pa ku ini aku ini bi , tanyaku pada bibi. Bibi tersenyum ke arahku
dengan tanpa rasa jijik
sedikitpun dia menjilati dan
menelan sisa-sisa cairanku yang
keluar.
Itu tandanya kamu sudah dewasa Ndo yang kau keluarkan tadi namanya pejuh
(sperma), jelas bibiku sambil berdiri disampingku sudah tanpa
selembar kainpun.
Kenapa bibi telan?, tanyaku bengong.
Itu syarat Ndo Nanti malam bibi akan berikan yang lebih enak
lagi, tambahnya sambil memelukku demi dipeluk wanita
telanjang dan dadanya yang
kenyal hangat dan halus
menempel dikulit dadaku
burungku lansung bangkit lagi
dan tepat menyentuh bawah perut bibiku.
Waah anakku benar-benar sudah menjadi pria yang
jantan, kata bibiku sambil tangannya menggenggam
burungku. Kemudian bibi
menyelesaikan acara memandikan
aku terus memandikan dirinya
dan setelah itu aku disuruhnya
memakai sarung sedang bibi keluar dari kamar mandi masih
memakai kainnya yang basah.
Didepan pintu kami ketemu
paman, tapi paman hanya
mengernyitkan alisnya.
Sudah kok pak anak kita sudah menunjukan kedewasaannya, kata bibi kepada paman.
Oh ya kalo begitu nanti malam bapak mulai keladang aja ya
bun, jawab paman. Tapi bapak harus ajari anak kita dulu baru berangkat. Ya nanti bapak yang ajari ya Ndo, kata paman padaku. Aku sendiri cuma bengong tak
tahu pembicaraan mereka tapi
yang jelas burungku masih
berdiri kencang dibawah kain
sarungku.
yang memiliki tradisi yang sangat
unik terutama untuk urusan
mendidik anak tentang sek.
Desaku adalah sebuah desa yang
agak terpencil. Untuk mencapai jalan aspal saja kami harus
meretas semak belukar kurang
lebih 30 kilometer dan hanya
dapat ditempuh dengan berjalan
kaki. Kalau dibelahan lain negeri
tercinta ini ada tradisi menyuguhkan istri untuk
tamunya (terutama orang
terhormat daerahnya cari sendiri ya ada sungguh) kalau di
desaku hampir dapat dikatakan
treesome tapi dalam batas
hubungan keluarga. Begini
ceritanya: Ayahku adalah anak kedua dari
tiga saudara yang semuanya
laki-laki sedangkan aku anak
tunggal dikeluargaku, meskipun
aku tumbuh di desa tetapi
sebagai anak tunggal aku tidak pernah kekurangan bahkan
kalau hanya gizi keluargaku
sangat berlebih. Sehingga aku
tumbuh sebagai anak yang
cukupbongsor. Walau umurku baru empat belas tahun tinggi
badanku sudah lebih tinggi dari
ayahku dan di desaku anak-anak
seumurku rata-rata baru
disunat mungkin karena jauh dari
Puskesmas dan tenaga kesehatan. Uwak (Pak de Jawa) mempunyai
anak dua orang semua cewek
dan pamanku mempunyai anak
satu orang juga cewek. Ketika
itu aku baru tamat SD dan
seperti tradisi di desa kami aku akan di sunat, saat itu umur
ayahku kira-kira 40 tahunan
tentunya pamanku lebih muda
lagi. Istri paman yang biasa aku
panggil bibi Irah adalah wanita
asal sedesa sebagaimana wanita desa yang kegiatannya sehari-
hari kesawah bibi Irah ini
mempunyai badan yang bagus
singset dengan perut yang
kencang dan badan yang benar-
benar seksi meskipun kulitnya agak kecoklatan namun masih
ayu di usianya yang masih 30
tahunan.
Sebagaimana biasa bila dalam
satu keluarga ada yang
mengadakan pesta maka semua kerabat kumpul membantu
apalagi bila ada pesta. Waktu aku
sunat maka keluarga Uwak dan
paman semua kumpul dirumah
kami dan setelah pesta usai baru
satu persatu mereka pulang. Menurut tradisi desa kami jika
ada anak laki-laki sunat maka
yang mengurus segala
kebutuhan dan merawat harus
istri pamannya, maka akupun
harus diurus istri pamanku. Karena rumah kami cuma
berjarak kurang lebih 50
meteran maka untuk
memudahkan tugas bibi Irah aku
diboyong ke rumah paman.
Akupun tidak merasa canggung
ketika bibi memandikan atau
memberikan obat sulfanilamid ke
luka bekas sunatku. Sampai
suatu ketika pada hari ke tujuh
aku sunat lukaku benar-benar sembuh dan burungku sudah
nampak gagah dengan topi baja
yang mengkilat. Karena merasa
sudah sehat aku bermaksud
mandi sendiri dan kamar mandi
kami cuma terbuat dari bambu yang dianyam namun untuk
sumur dan bak mandi sudah di
semen.
Ndo, (aku biasa dipanggil LONDO alias Belanda karena aku tinggi
dan rambuntuku kemerahan)
kamu belum boleh mandi sendiri
lho., tegur bibi ketika aku mengambil handuk dan
peralatanku mandi pada sore
hari ketujuh. Memang kenapa bik? Ihh pemali belum selasai masa pengasuhan bibi nanti kita kena
tulah, jawab bibi. Jadi bi Ya kamu masih harus dimandiin bibi, kemudian bergegas bibi menghampiriku serta mengajakku
masuk bilik mandi.
Sebagai wanita desa bibi biasa
hanya mengenakan kemben dari
kain, dan sore itu seperti biasa
bibi mengenakan kemben yang menutupi dadanya hingga lutut,
kalau selama saya masih belum
sembuh saya dimandikan sambil
duduk di kursi kayu sekarang
saya berdiri dan seperti biasa
akupun tanpa canggung ketika harus telanjang didepan bibiku.
Pelahan bibi mulai menyiramkan
air ke tubuhku yang telanjang
dan dengan sendirinya badannya
yang masih terbungkus kainpun
ikut basah, dan seperti biasa bibi mulai menyabuni badanku sambil
sesekali posisinya merapat bila
menyabun bagian belakang
badanku tanpa sengaja dadanya
yang suda basah kadang
menempel di badanku, ada perasaan yang berdesir ketika
payudaranya yang tidak terlalu
besar menempel di dadaku
terasa masih kenyal hangat dan
lembut, tanpa terasa burungku
perlahan mulai tegang. Begitu bibi membungkuk untuk menyabuni
badanku yang bawah ia langsung
teriak.
Ahhh Kamu sudah dewasa Ndo.., serunya sampil dia memegang burungku dan di
usapnya pelan-pelan, aku
menjadi kaget karena serasa
seluruh tubuhku bergetar dan
aku hanya bisa mendesis karena
tidak tahan merasakan nikmatnya burungku ditangan
bibiku.
Bibi lalu berjongkok dihadapanku
denga posisi wajahnya pas di
depan selangkanganku bahkan
mulutnya persis didepan burungku. Tangan kirinya masih
mengusap-usap dan dan tangan
kanannya meremas-remas buah
zakarku. Sambil komat-kamit
entah apa yang dilakukan
kemudian dia meniup burungku, kemudian mulutnya didekatkan
kepenisku dan dia mulai menjilati
kepala penisku. Lidahnya
berputar-putar dikepala
burungku. Aku mendesis
merasakan nikmat dan kegelian yang membuat batang penisku
semakin tegang. Ohh Biiiiiiik , desahku tertahan secara reflek tanganku
memegang kepal bibiku yang
berambut panjang hingga
ikatannya terlepas maka
tergerailah rambut bibiku yang
panjang sampai ke pinggul, posisi duduknya yang jongkok
membuat kemben bibi kendor
dan melorot sehingga
tersembulah payudaranya yang
kencang mengkilap terkena air
sabun dan tiba-tiba bibi mulai memasukkan burungku
kemulutnya. Mulutnya penuh
sesak oleh kepala burungku yang
membesar pada ujung topi
bajanya. Burungku dikeluar
masukan di mulut bibi sungguh nikmat yang baru pertama kali
ini aku rasakan.
Aku dibuatnya seolah-olah
terbang keawang-awang dan
tanpa dapat kutahan kepala
burungku serasa mau meledak secara reflek kudorong kepala
bibiku menjauh tapi justru bibi
memasukkan semua burungku
kedalam mulutnya dan Crot crot crot bibi sari semakin cepat mengocok dan mengulum
burungku. Dengan menjerit
panjang, aku tumpahkan semua
cairan dari burungku ke dalam
mulut bibi.
Ohh , ke..na..pa ku ini aku ini bi , tanyaku pada bibi. Bibi tersenyum ke arahku
dengan tanpa rasa jijik
sedikitpun dia menjilati dan
menelan sisa-sisa cairanku yang
keluar.
Itu tandanya kamu sudah dewasa Ndo yang kau keluarkan tadi namanya pejuh
(sperma), jelas bibiku sambil berdiri disampingku sudah tanpa
selembar kainpun.
Kenapa bibi telan?, tanyaku bengong.
Itu syarat Ndo Nanti malam bibi akan berikan yang lebih enak
lagi, tambahnya sambil memelukku demi dipeluk wanita
telanjang dan dadanya yang
kenyal hangat dan halus
menempel dikulit dadaku
burungku lansung bangkit lagi
dan tepat menyentuh bawah perut bibiku.
Waah anakku benar-benar sudah menjadi pria yang
jantan, kata bibiku sambil tangannya menggenggam
burungku. Kemudian bibi
menyelesaikan acara memandikan
aku terus memandikan dirinya
dan setelah itu aku disuruhnya
memakai sarung sedang bibi keluar dari kamar mandi masih
memakai kainnya yang basah.
Didepan pintu kami ketemu
paman, tapi paman hanya
mengernyitkan alisnya.
Sudah kok pak anak kita sudah menunjukan kedewasaannya, kata bibi kepada paman.
Oh ya kalo begitu nanti malam bapak mulai keladang aja ya
bun, jawab paman. Tapi bapak harus ajari anak kita dulu baru berangkat. Ya nanti bapak yang ajari ya Ndo, kata paman padaku. Aku sendiri cuma bengong tak
tahu pembicaraan mereka tapi
yang jelas burungku masih
berdiri kencang dibawah kain
sarungku.