Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Bimabet
Dea oh Dea, smoga cepet laku ya ma fah
 
Chapter 16 — My Significant Other






"De, makasih banyak banget buat hari ini. Lu bener-bener malaikat penolong gua, sumpah! Ga akan gua lupain budi baik lu. Kalo ada yang bisa gua bantu, bilang aja! Pasti gua sanggupin."

Ini sudah kesekian kalinya Laras muji aku, dan aku harap ini yang terakhir. Soalnya konten pujiannya mulai cringe, nih. Gatel kuping aku tuh dengerinnya!

"Kamu bisa bantu aku dengan berenti ngomong." Aku melirik ke ibu-ibu ojol di depan pagar, yang masih dengan sabarnya nungguin Laras. Yang ditunggu malah ngedrama mulu di teras. "Heh, kasian itu ibunya nungguin terus!"

"Ih, galak banget. Tapi ga apa-apa, Dea kan baik." Laras peluk aku, erat. Dadaku langsung sesak, karena tetekku harus berhimpitan dengan tetek Laras yang ga kalah gede dengan punyaku. "Sampe ketemu Senin, yaaaa!"

"Bacot. Pulang sana, biar aku bisa cepet-cepet me time."

Laras langsung lari ke pagar, tapi baru beberapa langkah, dia berhenti, balik badan lalu ngeliatin aku. Sambil senyum jahil, dia bilang, "Kalo sendirian... nanti ditemenin setan, loh."

"LARAAAAAAAAS! GA LUCU BANGET, YA!"

Laras kembali ngacir, dan berhasil menghindari lemparan sandalku. Lincah juga dia. Lalu, setelah naik di jok belakang, dia pun dibawa pergi si ibu ojol, menjauh dari rumahku. Ninggalin aku yang mulai mikir macam-macam soal hantu-hantuan saat ini, karena cuma ada aku sendirian di rumah.

Sekilas, aku tersenyum. Ada rasa lega saat melepas Laras pulang dengan diantar ibu ojol. Entah kenapa, kekhawatiranku berkurang drastis saat tau kalau ojol yang kami pesan ternyata dapatnya ibu-ibu. Di malam hari begini, aku pikir akan lebih aman kalau Laras pulang dengan diantar sesama perempuan.

Selepas Laras pergi, aku pun menggembok pagar, lalu masuk ke dalam rumah. Ku kunci pintu, dan setelahnya, aku masuk kamar. Setelah semua orang pergi dan suasana kembali sepi, pikiran-pikiran acak yang selama ini berisik, kembali bermain-main di kepalaku. Ku dengarkan salah satunya; tentang citra diri.

Selama ini, aku ga begitu peduli dengan citra diriku. Maksudku, aku selama ini lurus-lurus saja dalam menjalani hidup (beberapa hari belakangan ga masuk hitungan). Hidupku hanya berisi hal-hal yang berada pada kadar 'seperlunya'. Berteman seperlunya, main sebutuhnya, makan secukupnya, berdandan sewajarnya, dan belajar sebisanya. Kalau pun dalam belajar, aku jadi cepat menangkap pelajaran dan selalu berada dalam peringkat teratas, ya mau gimana lagi? Memang dapatnya segitu.

Selain dikenal pintar, aku ga punya spesialisasi lain. Ada sih, beberapa yang bilang kalau aku cantik dan lucu. Tapi aku pikir itu cuma faktor segmentasi saja. Kayak... memang ada orang-orang yang punya ketertarikan lebih terhadap cewek berkacamata yang pakai jilbab, kan?

Put that aside, aku bahkan kalah telak jika dibandingin dengan cewek-cewek populer di sekolahku. Mereka cantik warisan keturunan yang digabung dengan perawatan, body goals, rambut salon, lengkap dengan pernak-pernik aksesoris bermerk. Apa aku iri? Engga. Karena aku ga punya ketertarikan untuk jadi pusat perhatian. Atau, seperti itu yang aku yakini selama ini.

Tapi, kali ini aku penasaran... seperti apa sebenarnya citra diriku di mata orang lain? Apa memang aku sealim dan sepolos itu, makanya Laras kaget setengah mampus saat tau kalau aku juga bisa jadi liar? Jika aku merubah citraku, apa reaksi orang lain akan sama seperti reaksi Laras? Apa dengan merubah citraku, aku bisa jadi pusat perhatian?

Sepertinya, aku tertarik untuk mencari tau, dan dalam sekejap, otakku memproses sebuah ide untuk membantuku mewujudkannya.


———


Ah, hari Senin. Minggu-minggu lalu, aku masih mengutuk akan eksistensi hari Senin yang datangnya cepat sehingga bikin hari liburku ga berasa. Bukan berarti hari liburku diisi dengan kesibukan. Tapi bahkan meski pun cuma rebahan, aku merasa 2 x 24 jam hari liburku ga cukup untuk puasin dahagaku akan gegoleran di tempat tidur.

But fear not, my fellow readers! Becauseth from today onward, I shall maketh sure that it will be differenth! Aku bersemangat banget, nih, ke sekolah. Semoga pengorbanan hari Minggu yang ku isi untuk merealisasikan ideku akan membuahkan hasil. Apa hasilnya? Mari, kita cari tau sekarang juga.

"Pagi, Dea...."

Salah seorang teman sekelasku berakhir bengong saat menyapaku di koridor sekolah. Aku cuma balas sapaannya dengan senyum, lalu terus berjalan menuju kelas. Di sepanjang koridor juga, aku menyadari kalau banyak pasang mata lain yang perhatiin aku. Tipe yang merhatiinnya tuh sampai ikutin kemana pun aku gerak, loh.

Oh, ini rasanya jadi pusat perhatian? Lumayan, lumayan...

"Pagi, semuanya!" sapaku pada para penghuni kelasku saat aku baru tiba di ambang pintu.

Kebetulan, sekarang yang ada di kelas cuma para cowok aja, dan aku ga tau kemana para ceweknya. Saat perhatian mereka tertuju ke aku, reaksi mereka sama persis dengan reaksi temanku yang menyapa di koridor tadi. Bengong lama, sambil terus ngeliatin aku jalan ke mejaku.

"Anjing, Dea! Lu toge amat, ternyata!" pekik salah satu cowok. Dia memang terkenal bermulut kasar, sih. Tapi aku yakin, kata-katanya tadi bermakna pujian.

"Deaaaa, lu kenapaaaa?! Abis libur kok jadi ngetat, sih?!" teriak yang lain.

Banyak komentar senada yang ditujukan ke aku dari cowok-cowok lain. Aku sih ga merespon berlebihan, cuma kasih senyum sama penjelasan tipis-tipis aja. "Darurat, nih. Jemuran aku ga ada yang kering, jadi aku akalin pake seragam SMP, cuma ganti logo OSIS di saku aja," balasku.

Iya, yang ku pakai sekarang ini seragamku saat SMP. Relevan dengan penjelasanku ke mereka, aku ganti logo OSIS seragamku biar jadi seragam SMA. Biar apa? Biar ketat saat dipakai, karena seragamku yang biasanya ku pakai sekarang terlalu longgar dan ga sesuai dengan tujuanku saat ini. Tapi alasan awal aku beli seragam baru saat baru masuk SMA adalah, karena seragamku yang lama memang sudah mulai mengetat, dan (tadinya) aku ga nyaman memakai baju yang ngeliatin lekuk tubuh. Jadi aku ganti. Apalagi saat seragam ini dipakai lagi sekarang, makin ketat saja di badanku. Lekukan pada dada besarku yang membusung, pada pinggang yang meliuk, dan pinggulku yang semok jadi keliatan jelas. Apalagi aku cuma pakai jilbab pendek, yang otomatis ga menutup sampai ke bagian dada. Makin keliatan jelaslah cetakan bra hitam yang ku pakai, serta kancing-kancing di bagian dada yang keliatan banget kesulitan untuk bertahan pada kaitannya.

"Lu ngapain pake seragam ngetat, si, Dea? Bikin orang pengen ke kamar mandi aja, ah!"

Aku pun senyum tengil. Mereka ga siap untuk menerima tampilan seragam ketatku. "Yaudahlah, aku pake hoodie aja! Pada ga jelas!" balasku, pura-pura kesal, sambil pakai hoodie yang dari tadi ku sampirkan di tas ransel.

"EH, JANGAAAAAAAAN!" teriak mereka, serempak. Terlambat, hoodienya sudah tuntas ku pakai.

Dari sekian banyak cowok di kelas yang jadi caper padaku pagi ini, aku perhatiin cuma Freddy (si nomor dua) yang sikapnya beda. Alih-alih buat interaksi langsung, dia mah cuma diem sambil sesekali curi-curi pandang ke aku. Kan kalau begini, akunya yang jadi gemes. Aku jadi mikir, apa godain dia aja nanti pas jam istirahat, ya?

Lalu, bel tanda jam pelajaran pertama pun berbunyi. Setelah semua murid masuk kelas, ga lama ada Bu Siska yang masuk. Eh... kan hari ini ga ada pelajaran Biologi? Kok ada Bu Siska, sih?

"Buat yang penasaran kenapa ada Ibu, ga usah panik. Ini memang jam pelajaran Bahasa Indonesia, kok. Bu Ningsih ga masuk, jadi Ibu diminta untuk isi jam pelajarannya," ucap Bu Siska. Lalu, dia ngelirik ke aku. Alisnya langsung naik sebelah. Dia pun bertanya, "Kamu ngapain masih pake jaket saat jam pelajaran, Dea? Kamu sakit?"

"Engga, Bu," kataku, sambil menggeleng. "Seragam aku terlalu ketat, kata yang lain. Makanya aku tutup pake hoodie."

"Kok bisa ketat? Kamu sengaja kecilin?"

Lalu, aku ceritain saja ke Bu Siska soal seragamku. Bu Siska pun mengangguk-angguk mengerti. Mungkin salah satu faktor Bu Siska mudah ngerti, adalah karena beliau juga pakai seragam dinas yang ketat banget di bagian dada. Bedanya denganku, Bu Siska kayaknya sudah ga bisa lagi mengupayakan soal keketatan seragamnya. Saat di hotel, beliau cerita kalau dirinya susah untuk pakai baju apa pun karena ukuran teteknya yang gede banget itu. Jadi untuk baju paling longgar pun, akan selalu mengetat di bagian dada. Apalagi seragam guru, coba?

Jam pelajaran Bahasa Indonesia, dan pelajaran lain setelahnya sudah aku lalui. Aku sadar, saat Bu Siska mengajar sebagai guru pengganti, beliau sering curi-curi pandang ke aku. Ini bikin aku senyum-senyum, apalagi saat aku dikirimi pesan di WA sama beliau. Isinya, meminta aku untuk ke toilet sepi di lantai dua saat mendekati akhir jam pelajaran keempat. Awww, senyumku jadi makin lebar.

Saat jam pelajaran keempat mau habis, aku izin ke guru yang mengajar untuk pergi ke toilet yang Bu Siska maksud. Setelah sampai, aku mencari-cari Bu Siska, tapi ga ketemu. Pas aku balik badan mau keluar, tiba-tiba aku ditarik oleh seseorang, ke bilik toilet. Belum sempat aku mempelajari keadaan, aku sudah dicium ganas sama Bu Siska, sambil tangannya cekatan kunci pintu bilik.

"Mmmhhh... I miss you so fucking much it drives me crazy, Dea," bisik Bu Siska saat lepasin pagutan bibirnya, "Ga ngeliat kamu dua hari, jadi pangling karena kamu keliatan makin cantik, deh."

"Ah, perasaan Ibu aja, mungkin... aku biasa aja—mmhhh..."

Bu Siska ga ngebiarin aku selesein omonganku, karena bibirnya kembali aktif melumat bibirku. Ga ada satu bagian bibirku pun yang terlewat dari lumatan bibirnya. Ga butuh waktu lama untukku menyesuaikan diri, dan kami sudah saling berbalas melumat bibir sambil tukeran liur.

"Eh, Ibu penasaran sama seragam kamu. Mau liat dong, seketat apa," ucapnya, setelah puas melumat bibirku.

Ga banyak omong, aku langsung mengangkat hoodie sampai ke leher, bikin seragamku jadi nampak jelas. Bu Siska sampai bengong dan ngiler saat ngeliat seragam yang ku pakai. Katanya, "Ini sih kayak cuma nempel di badan aja. Ketat banget. Cocok, seksi banget keliatannya. Kamu pegangin jaketnya biar ga turun, ya."

"Emang Ibu mau ap...."

Tangan Bu Siska cekatan banget saat mempreteli kancing seragamku. Tanpa sempat protes, sudah ada empat kancing yang lepas, bikin seragamku membuka dan pamerin sepasang tetekku yang masih dibungkus bra. Ga izin ke aku, Bu Siska langsung benamin mukanya ke belahan tetekku, sambil dia remas-remas kedua tetekku. Aku spontan sedikit melenguh, karena akhir-akhir ini bagian dadaku memang jadi lebih sensitif.

"Dea... Ibu jadi ga tahan. Pulang nanti, ke hotel, yuk?" tanya Bu Siska, sambil terus mainin tetekku.

"Ehh... ga bisa, Buuu... aku pulang bareng Larasss... nanti, uhhhh..."

"Yahhh... terus gimana, dong? Ibu kangen banget sama kamu, tapi waktunya ga ada terus. Ibu malah sampe uring-uringan di rumah—"

Ku lumat bibirnya dengan ganas dan liar. Aku bahkan menjulurkan lidah, mengajak lidah Bu Siska untuk saling membelit. Saat Bu Siska ngomong tadi, bikin aku gemas, dan aku ga tahan untuk ga cium beliau. Saat Bu Siska membalas lumatan bibirku, aku meraih rok panjangnya. Aku tarik hingga tersingkap ke atas, lalu setelah naik sampai sepaha, aku pun meraih selangkangannya. Ku raba celana dalam Bu Siska. Uuuhh... sudah lembap dan basah. Makanya, ku sibak celana dalam Bu Siska dari samping, lalu jari-jariku langsung sibuk mencari klitorisnya.

"Mmmhhh... Deaaaa... kamu ngapainnnn?"

Segera aku berbisik di kupingnya, "Mainin memek Ibu. Boleh, kan? Ibu kan juga mainin tetek aku."

"Haaahhh... kan Ibu... masih ada jam ngajar, Deaaa... nanti kalo celananya basah... aaahhh, uuuhhh... Ibu jadi ga nyaman ngajarnya..."

Aku ga gubris dia. Ku lumat lagi saja bibirnya biar ga berisik. Memang dia pikir kalau dia ciumin bibir aku, terus mainin tetek aku, akunya ga basah, gitu? Oh, iya, ketemu juga clitnya. Sudah agak bengkak, kayaknya Bu Siska sudah lumayan terangsang, deh. Makanya, aku mainin saja. Ku gesek-gesek lembut, dengan gerakan yang variatif. Kadang ku gesek maju-mundur, kadang bikin gerakan berputar, dan sesekali ku pelintir bagian itu. Ini bikin Bu Siska mendesah ga karuan, yang untungnya suaranya tertahan akibat ku lumat bibirnya.

Sejujurnya, aku agak sesak kalau harus berhimpitan dengan Bu Siska di posisi saling berhadapan gini. Tetek Bu Siska yang ga cuma gede banget, tapi juga kencang ini tuh sampai nekan dada aku, bikin aku susah napas. Tapi namanya juga lagi larut dalam birahi, hal-hal kayak gini ga akan jadi masalah.

"Hhhaaahh... hhaaahh... Deaaa... aahh, ahhh... geli, Dea. Bbbeneraaannn... stoppp dulu, nanti Ibu ga kuattt..."

Bodo amat, sih, Bu. Mau Ibu suruh aku berhenti pun, aku ga akan dengerin. Memek Ibu sudah basah banget, masa iya ga aku mainin? Lagipula, sudah bener kok mulutnya aku sumpal pakai mulutku, kenapa harus lepasin diri sih, Bu? Sini, aku lumat lagi bibirnya. Mmmhh...

Setelah memek Bu Siska semakin basah, aku segera gesekin jari telunjuk dan tengahku ke pangkal lubang memeknya. Kayaknya Bu Siska tau apa yang mau aku lakuin. Dia berkali-kali gelengin kepala sambil kasih tatapan mengiba, tapi ga aku gubris. Cuma butuh sekali dorongan, dan dua jari aku pun masuk sepenuhnya ke dalam memek Bu Siska. Lalu, aku pakai telapak tanganku untuk menempel di clitnya, jadi ketika aku mulai gesekin memek Bu Siska pakai jari, clitnya pun ikut kegesek.

"Mmmm... mmmhhh... Dddeeaaa... Ibu... Ibu... ahahh... ahhh... gga... tahannnn..."

Bu Siska makin blingsatan saat dua jariku yang sedang bereksplorasi di dalam memeknya, mulai nemuin g-spotnya. Ga sia-sia aku baca artikel di internet. Artikelnya bilang, kalau biasanya g-spot perempuan ada di sepuluh sentimeter dari bibir vagina. Ciri-cirinya adalah bagian dinding vagina yang bertekstur bergerinjal. Kalau bagian itu distimulasi, perempuan akan mengalami rasa nikmat yang dahsyat. Digabung dengan stimulasi pada klitoris, rasa nikmatnya akan naik berkali-kali lipat.

Aku sudah coba sendiri kalau lagi masturbasi. Jadi, aku rekomen sekali ngelakuin ini kalau lagi self service atau lagi melayani pasangan, ya.

Maka, gabungan rangsangan pada g-spot dan klitorisnya bikin Bu Siska lupa diri. Dia lumat bibirku dengan ganas, hingga ga peduli kalau kadang kacamata kami saling beradu. Dia juga sampai jilatin pipi, dagu, dan hidungku, sambil pinggulnya ikutan goyang mengiringi gerakan tanganku.

"Dea, Ibu mau keluar, Ibu mau keluar, Ibu mau... ahhh, ahhh... Ibu mauuuu..."

Bu Siska mengambil keputusan tepat dengan langsung melumat bibirku ketika orgasmenya datang. Meski badannya gemetaran, tapi cuma desahan tertahan lirih yang keluar dari mulut tersumpalnya. Sementara di bagian selangkangannya, aku merasa tanganku yang masih berada di memeknya jadi basah banget. Apalagi saat aku tarik tanganku, cairan yang melumuri tanganku jadi bercipratan ke lantai.

"Haahh... Dea... celana dalem Ibu... aahhh... haahhh..." Bu Siska pelan-pelan duduk di toilet, sambil menahan bagian atas tubuhnya pakai kedua tangan, karena ku lihat lututnya masih gemetaran. Kemudian, dia susah payah melepas celana dalamnya, lalu nunjukin ke aku. "Gara-gara kamu, nih... mmmhh... jadi ga bisa dipake," katanya.

Wah... celana dalam Bu Siska basah banget saat aku raba. Ini sih sudah lepek. Tadinya aku mau bodo amat aja, tapi kasihan juga kalau Bu Siska datang ke kelas-kelas lain tanpa pakai celana dalam di balik roknya. Gimana pun juga, Bu Siska itu guru, yang martabatnya harus terjaga—kecuali kalau lagi sama aku. Ehe.

Jadi, aku nawarin Bu Siska sebuah solusi. "Ibu mau pake celana dalem aku, ga? Kayaknya punyaku masih sedikit basahnya."

Untuk sesaat, Bu Siska melongo saat mendengar ideku. Cukup lama, sampai akhirnya dia ingat untuk menutup mulutnya yang membuka. "Kamu beneran nawarin Ibu untuk pake celana dalem bekas kamu?" tanyanya, setengah ga percaya.

"Ibu ga mau, ya? Karena jijik, ya?"

"Eh, ga gitu!" Bu Siska langsung menggeleng cepat. "Ibu sih seneng banget, beneran! Tapi masalahnya, kamu nanti gimana? Masa ga pake celana dalem?"

"Ya ga apa-apa, Bu. Kan ini bukan kali pertama aku ke sekolah ga pake daleman." Aku pun menyingkap rok seragamku ke atas, lalu pamerin celana dalam thong hitamku ke Bu Siska. "Kalo Ibu mau, aku lepas nih celana dalemku."

"Astaga... dia ke sekolah pake thong, dong." Bu Siska pun mengusap wajah frustasinya. Lalu, setelah satu hembusan napas panjang, dia ngomong lagi, "Ibu mau! Mana, siniin celana dalem kamu."

Dan... begitulah. Aku lepas celana dalamku, kasih ke Bu Siska, dan dia langsung pakai di depanku. Kelihatan agak sempit, karena pinggul Bu Siska lebih besar dariku, tapi justru jadi lebih seksi, karena celana dalam sempit itu bikin kumpulan lemak mungil yang bersarang di pinggulnya jadi mencuat akibat tertekan tali celana dalam. Bu Siska juga kelihatan agak gemetar saat bagian selangkangan celana dalamku menyentuh dan menempel di memeknya. "Rasanya kayak sentuhan memek secara ga langsung," katanya.

"Bu, aku mau celana dalem Ibu, ya?" pintaku, sambil menjulurkan tangan terbuka kepadanya.

"Eh, buat apaan?"

"Buat bahan masturb, Bu. Ibu juga boleh jadiin celana dalemku buat bahan masturb Ibu, kalo mau," jawabku, sambil masih menagih ke dia.

Agak malu-malu, Bu Siska kasih celana dalamnya. Langsung saja aku simpan di kantong hoodie. Setelah transaksi celana dalam selesai, kebetulan banget bel tanda istirahat berbunyi. Bu Siska yang panik karena takut ketahuan murid-murid, segera ajak aku keluar dari bilik. Tapi sebelum pintu membuka, aku cium bibirnya. Ku beri lumatan kecil, serta lidah yang mengantar liur masuk ke mulutnya.

"I love you, Bu." Ku lumat sekali lagi bibirnya, sebelum keluar dari bilik.

Bu Siska ga menjawab. Dia pilih cepat-cepat keluar dari toilet tanpa nengok ke aku. Muka merah meronanya menunduk malu. Tapi ga berapa lama, ada bunyi notifikasi di HP ku yang ada di saku. Saat ku baca pesan WA yang baru masuk, aku senyum-senyum sambil tersipu. Isi pesannya adalah, Bu Siska ajak aku pacaran.

Wah... kalau ajakan ini aku iyakan, apa ini berarti aku sudah resmi gabung ke grup pelangi?


———


Sebagai anak rumahan, dengan latar belakang keluarga yang ketat soal beragama, tentu saja aku ga pernah mengalami yang namanya pacaran. Bukan berarti aku ga laku, ada juga kok beberapa cowok yang nembak aku, tapi selalu aku tolak karena aku ga mau menjalin hubungan. Takutnya, nanti malah jadi jembatan untuk mendekati zina. Eh... aku ga pacaran pun, malah sudah zina duluan. Kalau dari awal aku tahu takdirnya akan jadi begini, mending ku terima saja cowok-cowok itu dulu. Anggap saja untuk ngumpulin pengalaman.

Tapi konyol juga, ya. Kalau aku mau dengan ajakan Bu Siska, berarti pengalaman pacaran pertamaku adalah dengan sesama cewek. Uuhhh... kibaran bendera pelangi di benakku jadi makin berkibar-kibar.

Sebentar, deh. Aku harus merunut pros dan cons-nya dulu. Oke, dari cons-nya: hubungan romantis antara guru dan murid saja masih banyak yang bilang tabu, apalagi guru dan muridnya sama-sama cewek? Itu satu. Yang kedua, BU SISKA SUDAH PUNYA SUAMI, YA, DEA! Ketiga... otomatis dengan segala hal terlarang ini, akan mempersempit ruang gerak kami berdua, dan ini akan sangat berdampak ke faktor emosional kami saat menjalani hubungan. Sementara pros-nya... jadi bisa makin bebas macam-macam sama Bu Siska. That single factor alone, can make me drooling...

Oh, I'm really drooling right now.

"Buat jawaban pertanyaan tadi: aku mau!" seruku di telepon, saat koneksinya baru tersambung ke Bu Siska.

"Mau... apa, nih?" Sejenak, dari seberang sana cuma ada hening, lalu ga lama terdengar suara teriakan heboh. "EH, MAU YANG ITU DI WA TADI, YA? KAMU SERIUS?!"

"SERIUS! AYO KITA PACARAN!" seruku, ga kalah heboh.

Sambungan telepon kami langsung diputus Bu Siska. Aku langsung liat ke layar HP, karena sekarang begitu banyak chat masuk yang dikirim Bu Siska. Isi kontennya cuma emoji hati dan bibir, dalam jumlah yang banyak banget dan dikirim berkali-kali.

Oh, ternyata ini yang namanya love-bombing. Haha.

Ternyata, suaraku saat menelepon didengar seisi kelas. Seluruh penghuni kelas pun diam, sambil ngeliat ke aku dengan pandangan seakan ga percaya. Aku jadinya kebingungan, dong. Salahku apa sampai diliatin begini?

"LU PACARAN SAMA SIAPA, DEAAAAA?!"

"DUNIA UDAH MAU KIAMAT, KALO DEA YANG BIASANYA ALIM SAMPE MAU PACARAN!"

"Anjir... Dea akhirnya pacaran..."

Segudang komentar heboh pun terus berkicauan di sisa jam istirahat. Beberapa ada yang maksa aku untuk kasih tau aku pacaran dengan siapa, tapi aku bilang rahasia. Ini berarti, suara Bu Siska di seberang telepon tadi ga kedengaran, kan?

Satu menit sebelum bel tanda masuk jam pelajaran kelima berbunyi, HP ku masih berisik oleh notifikasi dari chat Bu Siska, yang ternyata masih heboh kirim emoji, ucapan mesra, dan nanya soal mau ngehabisin waktu berdua di hotel mana.

Maka, aku jawab saja, sebelum aku fokus pada pelajaran selanjutnya. Ku baca lagi dalam hati, tentang apa yang aku baru ketik, "Mau coba suasana baru? Nanti sore kalau aku udah di rumah, Siska ke rumah, yaaaa. I miss you! Let's have lots of fun in my bed!"

And... send. Oh, this is gonna be watery... and fun.






Nympherotica♡
 
Terakhir diubah:
Mulai tumbuh sudah tanduk setannya, berani ketat dan menggoda mencari mangsa ni cewek alim.
 
Njirrrrr.... transaksi celana dalam. Above and beyond imaji nya. Good job suhu.. @nympherotica .

Lanjutin ampe tamat ya hu. Kalo kagak celana dalem nya gw jadiin product recall...

Hak.. hak.. hak...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd