Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
—Season 2—

Chapter 5:
Lusty Trance (1)






"Nadia, aku tidak yakin kalau dempulannya akan bertahan saat kita buat video, nanti." Maria terus liatin pergelangan tangan kiriku, yang sedang dia genggam dengan dua tangan. "Must be hard for you, ya, sampai dua kali begini."

Aku cuma senyum saat merespon Maria. Kutatap pergelangan tangan kiriku. Bekas luka jahitannya sudah ketutup foundation, dan Maria ngelakuinnya dengan cukup rapi. Tapi aku emang ragu, kalau ini ga akan kehapus, sih. Maka, aku tanya ke Maria, "Ada yang bisa aku pake untuk nutupin ini, ga, Kak?"

"Ada, tapi aku tak yakin cocok dengan kostum... oh, atau kamu mau pakai armband?"

"Ada warna putih?"

"Ada, sebentar." Maria buru-buru ke kamarnya, lalu kembali setelah beberapa menit. "Ini, pakai saja," katanya, sambil kasih aku sebuah armband elastis. Kupakai aja armband putih itu di pergelangan tangan kiriku. Oke, masalah selesai.

Maria pun kembali lanjutin make up wajahnya. Tadinya sempat tertunda, karena aku minta tolong Maria untuk mendempul bekas luka di tangan kiriku. Setelah wajahnya selesai dirias, Maria juga kasih touch up pada wajahku. Saat aku bercermin, aku sempat bengong. Mengagumi riasan natural look yang Maria aplikasikan di wajahku. Aku cantik banget.

Aku mau nengok ke Fah, ah. Mau pamer—ok, dia langsung angkat dua jempol tangannya, plus dua jempol kaki juga. Quick, as always.

Sebelum sesi photoshoot dimulai, Maria kasih tau beberapa hal saat briefing. Pertama, sesi ini akan terdiri dari pemotretan sebanyak sepuluh pose dan video dengan durasi lima belas menit. Kedua, temanya adalah sensual massage; dengan Maria sebagai terapis dan aku sebagai pasiennya. Ketiga, aku dan Maria akan pakai media gel berbahan dasar air sebagai pelumas, jadi aku harus coba pakai gelnya dulu untuk tau apakah aku alergi atau engga. Keempat, saat sesi rekam video berlangsung, Fah ga boleh menginterupsi. Ga boleh bersuara juga. Tapi dia tetap boleh nonton, kok.

Nah, ini yang paling penting. Terakhir, pembagian pendapatan dari jual konten akan diatur dengan rasio 35% untukku, dan 65% untuk Maria. Karena kontennya ada di akun Maria, jadi penjualan konten akan masuk ke akun dia. Setelah ditransfer ke Paypal dan dicairkan ke akun bank lokal, maka Maria akan langsung transfer ke aku. Komisiku sendiri berlaku selama kontennya tayang, jadi bisa banget kalau dikemudian hari aku masih menerima fee dari Maria.

"Kalau kamu sudah mengerti, kamu bisa tanda tangan di surat kontrak ini, Nadia," Maria pun kasih aku secarik kertas dan sebuah pulpen, "Di bawah kanan, ya, sebagai pihak kedua."

Tanpa pikir panjang, aku bubuhkan tanda tanganku di kertas. Seharusnya sih aku memang baca isi kontraknya dulu, tapi kepalaku terlalu pusing untuk baca huruf-huruf yang kecil itu. Sambil serahin kertas kontraknya ke Maria, aku pun berkata, "Cuma Kak Maria yang jadi terapisnya, kan? Aku ga akan disuruh pijet-pijet juga, kan?"

"Iya, cerewet. Kok kamu khawatir begitu? Fun fact, aku betulan bisa pijat, lho. Dua tahun pengalaman part time di spa."

"Eh, kok aku baru tau, Kak? Itu waktu kuliah juga?"

Maria mengangguk mantap. Dia percaya diri banget. "Early semester, Nadia. Hidup aku susah waktu awal kuliah. Jadi harus part time. Tapi dari situ, aku belajar pijat terapi sampai lumayan jago, lho. Semoga muscle memory-nya belum lupa."

"Nah, kalo aku keenakan terus ketiduran, gimana?"

"Kutoyor kepalamu. Mau?"

Aku spontan menggeleng. Katingku ini galak, nih. "Jadi, kapan kita bisa mulai, Kak?"

"Kamu say something dulu ke pacarmu, Nadia. Habis ini kita harus fokus ke konten, soalnya."

Oke, kalau begitu. Aku pun nyamperin Fah, yang masih asik duduk di sofa sambil makan cokelat batangan. Karena masih pusing banget, aku jalannya jadi agak sempoyongan. Pas udah di depannya, kupeluk dia, lalu kulumat bibirnya. Lidahku pun berupaya mencuri cokelat yang ada di mulutnya. Mmm... dapet. Setelahnya, aku kecup ringan bibirnya, sebelum kusudahi ciumanku. "Aku kerja dulu, ya, Sayang," ucapku, mesra.

Sumpah, ya, aku ngerasa keren banget saat bilang begitu ke dia. Dea nih boss, umur sembilan belas udah punya kerjaan!

"Deaaaa... fokus, heh! Jangan tipsy-tipsy banget, dong! Masa akunya dicium di depan temen kamu? Kan ga enak," bisik Fah, yang menyatakan protesnya.

"Ih, why not? Kan kamu pacar aku. Udah, ya. I love you, Fah!"

Aku samperin lagi Maria, yang lagi mengatur posisi beberapa tripod. Sebuah kamera DSLR bermerk tersemat kencang pada salah satu tripod, sementara tripod lainnya dipasangi lampu untuk pencahayaan dan mikrofon. Setelah beres, Maria minta aku duduk di matras karet yang sudah disiapin, yang dikelilingi ragam tripod.

"Kamu perkenalan diri dulu, sambil hadap ke kamera, ya," kata Maria, "Ga ada scriptnya, jadi pintar-pintar kamu saja."

Di kondisi normal, aku pasti akan canggung banget untuk ngelakuin apa yang Maria intruksikan. Aku ga terbiasa di depan kamera. Apalagi kalau harus monolog perkenalan diri, pasti ga akan lancar. Tapi sekarang aku cukup pede, kok. Aku yakin aku bisa ngelakuin ini. Aku merasa hebat dan penuh semangat, soalnya.

Meski aku yakin sudah ga berada dalam fase mania, tapi efek obat yang Fah kasih ga secepat itu bisa meredam gangguan bipolarku. Kayaknya, sekarang aku berada di fase hipomania; yang tingkatannya lebih rendah dari fase mania. Gejalanya mirip, tapi lebih bisa aku toleransi karena intensitasnya lebih rendah. Untuk orang yang diklasifikasikan sebagai pengidap bipolar tipe 1, sebenarnya akan jarang untuk sampai ke fase hipomania. Mungkin ini sebagian efek dari obatnya, yang, meski belum bekerja sepenuhnya, tapi seenggaknya manjur dalam menekan bipolarku. Makanya aku bisa merasa sepede ini, tanpa harus lepas kendali kayak orang gila.

Maka, aku lakuin apa yang Maria suruh. Kuambil nafas panjang, hembuskan perlahan, lalu menatap penuh percaya diri ke arah kamera. "Halo, semuanya—"

Tiba-tiba, Maria memotong. "Sorry, Nadia. I forgot to tell you to do it in English."

Fuuuuuuck! Rasa pede yang sudah aku kumpulin pun buyar gitu aja. Fokusku juga terpecah jadinya. Aku langsung melotot ke Maria, dan direspon dia dengan angkat bahu. Nyebelin!

"Okay," aku berdehem singkat, "Aku ulang, ya. I got this." Kembali aku tarik nafas panjang, hembuskan perlahan, lalu kuremas-remas kepalaku, bikin rambutku jadi agak acak-acakan. Dengan sorot mata yang sayu, kutatap kamera. "Hello—let's cut this crappy intro. I'm not good with that. All I know best is to make use of my body to please all of your fetishes, fantasies, or even desires. You'll figure how it works; you spend lots of money to me, and I'll make you jerk your cock off 'till you can't do it anymore for the rest of the day. Sounds fair enough, right?

"I accept any request, except the bizzare ones such as peeing, scat, etc. Or, if the number is promising, I'll reconsider it and even willing to be your personal slut. I expect a lot from you, so please don't let me down, 'kay? LewDea here, much love!"

"...Aaand, cut!" Maria acungin jempol ke aku. "LewDea?"

"My username. Has it already been taken?"

"Aku tak tahu, Nadia. Coba aku cek dulu," Maria buka HP-nya, fokus sebentar ke layar, lalu nengok ke aku lagi, "No one use it. You can come up with the name."

"Great! Eh, Kak, ini lagi rehat dulu, kan?" Setelah Maria mengangguk, aku tanya dia lagi, "Kalo gitu, aku ke pacarku dulu, ya. Mau minta tolong—"

"Aku lagi bikin, sedikit lagi akun kamu udah ready! Kamu bisa lanjut, Yang!" potong Fah, setengah teriak ke aku.

SIGAP BANGET, WOY! Setelah bilang terima kasih ke Fah, kutatap Maria. Alisku mengangkat beberapa kali. "Pacarku hebat, kan?"

"Pamer saja kerjaanmu." Maria pun ngelakuin sedikit perenggangan. "Yuk, kita mulai photoshootnya."


———


Di atas matras, aku diarahin Maria untuk ngelakuin beragam pose. Untuk lima pose pertama, aku harus ambil ulang foto berkali-kali per satu pose. Kayaknya udah puluhan kali take ulang, deh. Tapi setelahnya, aku mulai beradaptasi dan jadi lebih lancar dan sadar kamera.

Pose-pose yang Maria arahin ini rata-rata vulgar, loh. Ada pose dimana aku harus angkat tangan, lalu lipat ke belakang, sementara punggungku condong ke depan sehingga toketku jadi membusung banget, apalagi aku juga jadi pamer ketek. Untung banget abis waxing kemarin, jadi pede aja pas diminta pamer ketekku yang mulus. Lalu, ada pose lain dimana aku duduk bersila, tapi kedua lenganku menjepit toketku, jadi belahannya keliatan padat banget.

Lalu, aku diminta untuk berpose bebas. Maria ga lagi arahin poseku. Awalnya, aku kebingungan. Mana aku tau pose yang kubuat keliatannya kayak apa di kamera. Ga ada bayangan sama sekali. Tapi sebuah pencerahan mampir ke kepalaku. Suara-suara menyebalkan di kepalaku memberi tips. Iya, suara-suara yang biasanya nyuruh bunuh diri itu kini kasih aku saran aku harus berpose kayak gimana. Tumben banget, kan?

Kata 'mereka', aku harus ngebayangin pose yang sensual, yang bikin orang-orang yang ngeliat jadi terangsang. Ga usah munafik, tujuan gravure itu bukan seni, tapi untuk jadi bahan masturbasi. Seni itu cuma alibinya aja, biar keliatan lebih etis. Pencerahan itu pun kasih aku ide. Terbayang banyak pose yang bisa aku tunjukin ke Maria.

Maka, aku pun posisiin diriku seperti orang yang lagi ngelakuin doggy sex. Pantatku naik ke atas, sementara punggungku turun hingga membentuk liukan. Maria potret aku dari samping, dan minta wajahku menghadap ke kamera. Sambil menatap lensa dengan pandangan sayu, kugigit bibir bawahku, dan bikin ekspresi yang sebinal mungkin.

Lalu ada pose dimana aku meremas kedua toketku sambil tetesin liur ke belahannya. Ada juga yang akunya duduk mengangkang, dengan satu tangan menggesek memekku dari luar celana dalam, sambil gigit satu jari. Atau ada pose close up dimana aku membuat ekspresi ahegao (mata dibuat menjuling ke atas, bibir membuka, serta lidah menjulur maksimal) sambil menarik bra kemben yang kupakai, sehingga belahan toketku lebih jelas terekspos.

Setelah pose yang terakhir aku lakuin, Maria menatap ke layar kameranya, sambil geleng-geleng kepala. "Memang dasar kerudung dusta," katanya, sambil bersiul senang.

Setelah dirasa cukup, Maria menyetop sesi pemotretan. Kali ini, aku diminta untuk istirahat dulu, sementara dia mengganti kamera dan menambah satu kamera lagi yang diletakkan di posisi berbeda. Saat aku tanya kenapa dia harus ganti kamera, Maria bilang kalau dia memang membedakan peruntukan kamera untuk foto dan video. Katanya, biar ga ribet sortir file saat edit-edit, nanti. Biar praktis aja modal jutaan. Ckckck.

Saat istirahat, aku kembali samperin Fah. Aku duduk di pangkuannya, dengan posisi saling berhadapan. Kuciumi pipi dan bibirnya dengan ganas, karena sejujurnya, aku horny banget sekarang. Pose-pose yang aku lakuin tadi bikin aku horny, dan pelampiasan terbaik adalah Fah.

"Tadi aku udah lulus jadi bahan masturb, ga, Yang?" tanyaku, disela kecupan pipiku padanya.

"Dea, ih, jangan kayak gini. Ga enak sama temen kamuuuu, beneraaaan!" Dasar munafik. Mulutnya protes, tapi badannya diem aja saat aku ciumin muka dan lehernya.

"Oh, don't mind me. You can do... whatever you please," timpal Maria. Dia masih sibuk utak-atik tripod, tuh.

"Denger, kan?" Aku deketin wajahku ke kuping Fah. "Aku horny banget, Yang. Kamu berani ngentot di sini, ga? Aku aja yang gerak, kamu diem aja. Gimana?"

"Tapi ini di rumah orang, Dea. Ga sopan, tau," balas Fah, sama berbisiknya denganku.

"Tapi aku horny banget. Sumpah. Aku ga bisa fokus kalo begini." Posisi dudukku bergeser hingga menindih selangkangan Fah. Aku pun menggoyangkan pinggulku, bergerak ringan untuk gesekin kontol Fah. Meski masih sembunyi di balik hotpant, tapi kontolnya sudah terasa keras saat bergesekan dengan memekku. "Tuh... kamu juga udah keras, gitu. Please?"

"Enggaaaaaaa! Pulangnya aja, ya? Aku janji, deh, akan habis-habisan ngentotin kamunya. But not here, ya, not in front of your friend—"

"You guys done?" Maria tiba-tiba memotong, "Karena persiapannya sudah hampir selesai."

"We're almost done, Kak. Wait, ya!" seruku ke Maria.

"Tuh, kan. Udah sana, balik lagi ke studio," balas Fah, mukanya panik banget.

Tapi aku ga peduli. Tangan-tanganku bergerak cepat menyingkap hotpant Fah, keluarin kontolnya yang besar, berurat, dan menegang sempurna dari balik celana. Disaat Fah berusaha masukin kontolnya lagi, aku sudah menyibak celana dalam yang kupakai, lalu arahin kontol Fah ke lubang memekku yang sudah basah banget. Dengan cepat, aku bergerak maju ke depan, bikin kontol pacarku ini langsung masuk sepenuhnya ke memekku.

"Dea, Dea, Dea... itu masuk, itu... aaahhhh..."

"All I need... is one fine thrust to the... mmmhhh... deepest part of my pussy, Yanghhh."

Badanku menegang saat kontol Fah masuk hingga menyentuh bibir rahimku. Kepalaku sampai mendongak saking keenakan dimasukin kontol Fah. Setelah biarin kontolnya di dalem untuk nikmatin remasan-remasan dinding memekku, perlahan aku angkat pinggulku. Pelan-pelan, kontol Fah pun keluar.

"Sisanya... nanti... ya? Aku lanjut kerja dulu," kataku, lalu kulumat bibirnya yang membuka.

Sebelum aku turun dari pangkuannya, Fah buru-buru pakai kaus oversize-nya untuk tutupin kontolnya. Sementara aku langsung melenggang ke Maria, sambil tersenyum lebar ke arahnya. Kakak tingkatku ini cuma bisa geleng-geleng kepala saat liat kelakuan liarku. "Di kampus kamu tak begini, lho, Nadia," komentarnya, sambil berdecak kagum.

Aku ketawa aja saat merespon Maria. "There's so much more I can do than that," balasku, sambil menjulurkan lidah.


———


Ada briefing singkat sebelum aku mulai proses syuting. Karena temanya adalah sensual massage, jadi aku harus rebahan di matras karet yang Maria sediakan di studio. Aku juga ga boleh keberatan dipijat Maria, dan akan sangat mungkin kalau selama sesi pijat, Maria akan menyentuh bagian-bagian sensitifku, baik sengaja maupun engga. Oh, tentu saja aku ga keberatan. Selain dapat pijatan gratis, aku juga berkesempatan dipegang-pegang sama cewek tulen yang seksi.

Saat syuting dimulai, aku pun tengkurap di matras. Ga ada bajuku yang dilepas, dan Maria juga ga sebut aku akan lepas bra kemben dan celana dalamku, sih. Setelah aku tengkurap, Maria mulai berlutut di sisiku, lalu membaluri punggung atasku dengan gel. Uuuuh... dingin juga gelnya.

Deket-deketan dengan Maria bikin aku deg-degan! Buat yang lupa, aku udah pernah punya pengalaman ngelesbi sebelumnya. You know with who. Tapi bukan berarti karena udah lama ga deketan sama cewek, akunya jadi lupa sensasinya. Bibit-bibit lesbian yang sempat terkubur dan kering, malah tumbuh subur tiap kali wangi aroma tubuhnya tercium olehku.

Apalagi saat telapak tangan Maria menyentuh kulitku. Duh, sensasinya bikin merinding. Mukaku sampai terasa panas, karena tegang akibat disentuh lagi sama cewek setelah sekian lama. Maria pun mulai memijat punggung atasku. Jari-jarinya menekan urat dan otot, mengurutnya lalu dilepaskan perlahan. Gilaaaaaaa, pijatannya enak banget!

Sekilas, Maria berbisik ke aku, "Badan kamu tak pernah dipijat, ya? Kaku sekali, Nadia. Seperti gelonggongan kayu."

Aku ingin menjawab, tapi aku ingat kalau mikrofonnya sedang menyala. Aku takut omonganku kedengeran. Jadinya, aku senyum-senyum aja.

Maria memijat punggungku selama beberapa menit. Aku menikmati sekali tiap pijatannya, dan merasa badanku jadi lebih rileks. Beneran jago loh dia. Keren banget seniorku ini. Sekarang, pijatan Maria mulai bergeser ke tengah punggung. Bra kemben yang kupakai ga mengurangi rasa enak yang tangan-tangan Maria berikan. Senyumku jadi makin lebar karenanya.

Kemudian, tangan Maria bergeser lagi. Kali ini terpusat di punggung bawahku. Oooohhh... semua kekakuan dan pegal-pegal di bagian itu jadi terurai. Makin terbuailah aku sekarang. Aku pasrah aja menerima pijatannya.

Saat badanku semakin rileks, Maria ganti pusat pijatannya lagi. Malah, aku agak kaget saat berbarengan dengan tangannya yang bergeser ke punggung atas, dia juga nempelin bagian depan badannya ke punggungku. Aku bisa rasain toket besarnya. Padat, kencang, tapi kenyal... menggesek punggung bawahku... hingga ke atas.

Maria mengulang gerakan itu selama beberapa kali. Punggungnya nyaman banget tiap kali bergesekan dengan toketnya. Uuhh... jangan berhenti, ya. Tapi yang kuharap ga terjadi. Maria berhenti gesekin toketnya di punggungku, hanya untuk dia beralih ke... pantatku? Ahhh... sekarang gantian pantatku yang dia pijat. Diurut perlahan dari bawah ke atas. Diulang lagi. Kadang disertai remasan pelan.

"Mmmhhh..."

Aku segera rapatkan mulutku agar ga ada lebih banyak rintihan yang keluar. Ih, kontrol dong, Dea! Masa gitu aja ngerasa keenakan?

Maria terus memijat pantatku. Dia tarik celana dalamku ke dalam lipatan pantat, sehingga kini ada lebih banyak area yang terekspos. Dia baluri lebih banyak gel ke pantatku, lalu kembali dia remas-remas ringan. Di titik ini, tanganku sudah mulai mengepal karena menahan rangsangan.

Setelahnya, Maria kembali memijat dan mengurut pantatku. Jari-jari dan telapak tangannya menjamah seluruh bagian itu, dan beberapa kali, jempolnya sempat menyerempet mampir ke bagian selangkanganku. Apalagi saat dia beralih memijat pangkal pahaku, jempolnya makin sering nyerempet. Ada rasa geli, tapi gregetan juga saat Maria ngelakuin itu. Aku jadi berharap jempolnya bisa mampir lebih jauh.

Saat dia makin intens memijat pahaku, jari-jari nakalnya semakin sering menjamah labia majora-ku. Bahkan bagian terluar dari memekku pun sensitif, tau! Aku berkali-kali merasa geli campur enak karenanya. Desahan dan rintihan pelanku pun ga bisa terkontrol lagi. Sementara pinggulku jadi bereaksi tiap kali Maria menyentuh sisi sensitifku.

Lama-lama, Maria ga ngelakuinnya secara sembunyi-sembunyi lagi. Dia menindihku, dan nempelin kedua toketnya di punggung bawahku. Sementara tangan kanannya dia fungsikan untuk menjepit labia majora-ku, dan sesekali menyingkap celana dalamku untuk menyentuh labia minora. Desahanku makin jadi, dan aku beneran kesulitan untuk terus merapatkan bibirku.

"Aa... ahhh, mmmhhh... Kak... tangannya..."

"Tak apa, Nadia. Just give in," bisiknya. Sentuhan-sentuhan jemarinya pada pinggir memekku pun makin intens.

Maria terus maju-mundurin badannya di punggungku, sementara sekarang jari-jarinya berada di celana dalamku, menggesek memekku dari luar. Tentu yang begini aja tuh berasa banget sentuhannya. Apalagi ditambah sensasi gesekan toketnya pada punggungku, kombinasi rangsangan ini bikin aku melayang-layang.

"K-kak... Kak... aku... aku basah banget, kayaknya... aaahh... mmff... geli, geli banget... oohhh..."

Tiba-tiba Maria berhenti. Aku yang sempat terlena, kini berusaha menggapai akal sehatku lagi. Sisa-sisa desahan masih lirih terdengar, tapi coba aku kendaliin. Lalu, dia minta aku untuk berbalik dari posisi tengkurap. Bagai sedang dihipnotis, aku nurutin permintaannya begitu aja.

Setelah aku rebahan, Maria mulai olesin gel ke bagian perut dan dadaku. Di bagian perut, dia cuma meraba-raba aja. Tangannya justru lebih aktif saat berada di dadaku. Dia memijat bagian toketku yang ga tertutup kemben. Diurut perlahan, dipijat lagi, kemudian diremas-remas.

Entah kenapa, aku merasa enak banget saat Maria ngelakuin rangsangan ke toketku. Padahal bagian tersensitif dari toketku, puting, ga dimainin. Tapi rangsangan yang dia lakuin sekarang bikin badanku gelisah dan menggelinjang. Nafasku jadi memburu, bikin dadaku keliatan banget pergerakan turun-naiknya.

Sampai akhirnya, Maria merangsang seluruh bagian toketku. Kiri dan kanan, secara bersamaan pakai kedua tangannya. Toketku diremas, dipijat dan diurut secara bergantian. Aku makin menggelinjang. Desahanku jadi ga karuan. Apalagi dia juga sengaja pakai telapak tangannya untuk menggesek putingku sambil meremasi toketku. Aku ga tahan lagi. Rasa gelinya bahkan sampai ke memekku. Gawat, kalau ini diterusin, bisa-bisa aku...

"Aahhh, ahhh, aahhh... Kak, Kaaaak... auhhh... ngghhh... haaa... aaahhhhh—"

Kurapatkan mulutku saat orgasmeku datang. Gila, aku bisa orgasme bahkan hanya dengan dirangsang toketnya! Badanku menggelinjang dan menggelepar ga terkendali. Kedua tanganku mencengkeram sisi matras, dan kedua kakiku bergantian bergerak seperti mengayuh pedal.

Maria ngebiarin aku menikmati orgasmeku. Dia elus-elus toketku, sambil minta aku untuk atur nafas. Setelah lebih tenang, aku pun bangkit dan merangkul Maria. Didorong nafsu yang masih meninggi, aku cium bibirnya. Di kecupan pertama aku dapat bibirnya, tapi selanjutnya Maria menghindar. Jadi aku cuma dapat pipinya saja.

Aku ga peduli lagi kalau sekarang aku sedang direkam. Mataku sayu sekali, menatap Maria dengan penuh nafsu. Wajahku kubenamkan di lehernya, lalu berbisik ke dia, "Kak, aku horny banget. Beneran. Please. Have sex with me. Diapain aja aku pasrah. Pake aku, please, please... I want to have sex so bad, Kak."

"But I'm not really into girl, Nadia. Kamu kan juga bisa have sex dengan pacarmu," balas Maria, sama berbisiknya.

"Bullshit! Aku tau, kok, tiap kali kita ngobrol, Kak Maria selalu liatin badan aku, kan? Kalo ada bajuku yang terbuka, mata Kak Maria sering curi-curi pandang. Emang aku ga ngeh, apa?"

"Pacarmu gimana?"

"She'll understand."

Maria pun larut dalam bingungnya. Dia udah ga mengelak lagi saat aku kecupi pinggir bibirnya. "Mmhh... Nadia, kamu buat aku bingung. Aku sudah lama tidak ngelesbi."

"Then you just need to give in. Pleaseee, memek aku gatel banget... minta dijamah, Kak!"

Dia pun tatap mataku. Mencari kesungguhan dalam sorot mataku. "Can I?"

"I'm all yours! Use me as you please," balasku, sambil terus menciumi lehernya.

Maria tampak berpikir sebentar. Lalu, dia pun kecup pipiku. Habis itu, dia beralih ke kupingku. Menggigit kecil daun kupingku, lalu berbisik, "Aku boleh minta sesuatu?"

"Say it."

Suara bisikannya pun semakin pelan. Setelah Maria selesai bicara, aku tersenyum lebar padanya. Aku mengangguk sekali sebagai tanda setuju, lalu kuraih wajahnya, sambil wajahku maju. Bibir kami pun saling bersentuhan, lalu saling melumat ringan, dilanjut pagutan-pagutan liar dan lidah basah yang saling bermain liur.

Sesaat, kutarik wajahku dari Maria, untuk menengok ke Fah. Dia masih duduk di sofa, dengan kedua paha merapat dan wajah meringis. Tatapan mata Fah juga sama sayunya denganku. Kayaknya dia juga horny saat nyaksiin adegan pijat-memijat tadi.

Tanpa bersuara, aku mengangkat tanganku. Aku tunjukkin tanganku yang setengah mengepal sedang turun-naik di udara, ke Fah. Memberi kode padanya; kalau dia memang horny, dia boleh masturbasi sambil ngeliatin aku. Setelah kuberi tanda, Fah gigit bibirnya, lalu menyingkap kausnya. Ternyata kontolnya masih belum dia masukin dari tadi saat aku tinggalin dia.

Fah pun mulai mengocok kontolnya sendiri, sesaat sebelum aku kembali beralih ke Maria. Kembali melumat bibirnya, untuk berciuman ganas dan penuh nafsu, sambil saling menggesek toket masing-masing ke satu sama lain.






Nympherotica♡♡
 
I love it LewDhea.....
Awesome!
 
hi queen, just read all of ur Dea's S1 stories
NOW MY DICK IS SO CONFUSED YAOWOH!!! :((:((:((:((

dea ini lho, badung iya, religius iya, lonte iya, penyayang orang terdekat iya, pinter iya, care iya, apa lg lah itu pokoknya yg iya2laaaaaaaaaahhh :D:D:D
i read from the start when Dea dicekokin obat sange sama si jumaidi (lupa namanya siapa, itulah pokoknya gak penting si bapak2 sangar itu), ngews sama temennya yang cewe bebatang, nge lesbi sama laras sama si bu siska (ANEH BANGET SI BU SISKA INI ASLI WKWKWK, TAPI DOI HOT BGT), ngews sama tukang somay, sampe konflik sama si bangsat freddy merkurie (eeeeeeeeeeeeooooo!!!)


ampe gw baca2 terakhir.... klo kata meme tuh "well that escalate quickly"
tau2 semua berubah aja gitu, bapak emaknya dea yg tewas kecelakaan, dea nya kena masalah sama si vokalis queen satu itu, ampe2 dia cabut dari sekolah padahal udah tinggal bentar lg lulus.... bangsat emang si fred!! :bata::bata::bata:


and the stories... all of it (untuk S1 ya)
ITS A FUCKING GOLD!!!
GILA YA NIH ORANG.... ENTAH I DUNNO YOU BUT YOUR PLACE MUST BE IN A FAMOUS WEBSITE THAT POST A GOLDEN STORYLINE!!!
dari plot nya, dialognya yg bener2 menarik (gw paling suka hampir semua dialognya dea, pen gw cubit tuh pipi bocil, JOROK BENER OMONGANNYA MASIH SMA JUGA!!! BUT EXTREMELY CUTE AND SLUTTY AT THE SAME TIME), penggunaan pyramid of plot nya, sampe ke character development nya yg gila2an


ill continue w/ your S2 and ill wait
gila sih udah siap dan penasaran bgt gw sama si dea nanti gimana lg keadaannya :ampun::ampun:udah tobat atau makin bandel tuh bocil
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd