pujasejagat
Semprot Lover
- Daftar
- 29 Jun 2015
- Post
- 277
- Like diterima
- 1.124
Halo selamat pagi agan2 sekalian, kembali nubie ingin berbagi cerita dari om jakongsu, penulis idola ane, semoga agan2 sekalian tidak bosan dengan cerita dari om jakongsu, oke agan2 langsung saja.
Copas/Repost
Dia Mengajak 3some
By Jakongsu
Apakah mungkin persahabatan antara pria dan wanita bisa sangat akrab tanpa sex. Itulah kalimat yang aku lontarkan ke Vera, ketika kami mulai menjalin persahabatan. Kami berdua sudah cukup dewasa. Aku sudah memiliki 2 anak , sedang Vera meski sudah menjadi dosen, tetapi masih menunggu waktu yang tepat untuk menikah.
Aku mengenal Vera dalam suatu work shop. Kami cepat akrab karena mungkin chemistrynya cocok. Vera tidak terlalu cantik, tubuhnya cenderung agak gemuk untuk gadis berusia 24 tahun. Aku senang ngobrol dengan dia ketika waktu break.Kelihatannya dia cukup nyambung.
Awalnya aku tidak berpikir untuk memikat Vera menjadi sahabatku, kebetulan saja diantara peserta seminar hanya dia yang rasanya cocok diajak ngobrol. Jadilah kami akrab dalam 4 hari work shop itu.
Naluriku mengisyaratkan bahwa Vera terlihat tertarik untuk lebih akrab dengan ku. Oleh karena itu setelah work shop usai, kami masih menjalin komunikasi. Dia sering menelepon ke HP ku. Karena aku bekerja sampai malam, dia juga sering mengajak ngobrol melalui telepon di kantorku.
Aku penasaran, sehingga menawarkan untuk suatu hari kami jalan berdua, entah kemana, pokoknya jalan saja. Dia setuju dan titik pertemuan sudah ditentukan.
Aku menggandeng Vera masuk ke mobil lalu menjalankannya. Aku tidak tahu mau jalan kemana, dia pun tidak bisa menyarankan harus kemana. Aku akhirnya memutuskan masuk ke jalan Tol dan mobil mengarah ke Bogor. Tapi kuingat Bogor adalah kota macet, sehingga aku mengarahkan ke Ciawi menuju Sukabumi.
Jalan tak tentu arah sambil mengobrol berpindah-pindah topik. Aku tidak biasa jalan begini dengan cewek, biasanya cewek yang kuajak masuk kemobilku langsung aku arahkan ke motel. Untuk cewek yang satu ini, aku tidak berani begitu. Terus terang aku segan. Untuk memulai percakapan yang “keliru” saja rasanya agak malu.
Sampai dia kuantar pulang tidak ada kejadian yang mengesankan. Dalam perjalanan gak tentu arah itulah aku melontarkan “ Mungkinkah pria dan wanita bersahabat tanpa sex”. Menurut Vera , mungkin saja. Sedangkan saya merasa tidak mungkin, tapi tidak aku ungkapkan ke dia.
Setelah jalan pertama itu, kami makin intensif bertelepon ria. Dari nada bicaranya aku membaca dia ingin aku mengarahkan agar berbicara kepada masalah yang intim, seperti bercumbu, berciuman.
Sampai suatu saat dalam telepon aku menantang, apakah mau jika aku mencium bibir. Jawabnya, siapa takut. Jawaban itu adalah satu tantangan yang harus aku jawab. Kami berjanji lagi untuk bertemu kedua kali. Kali ini aku menentukan tempat pertemuannya. Aku memilih satu pusat perbelanjaan yang memiliki tempat parkir di basement. Aku sudah merencanakan ketika dia masuk ke mobil aku akan langsung menyerang.
Namun Vera menolak, karena dia takut terlihat oleh satpam. Dia menyarankan agar aku mencari tempat yang lebih aman.
Otakku langsung berpikir motel. Tapi terus terang aku tidak berani mengutarakan untuk menuju Motel. Jadinya aku keluar dan berputar-putar. Sampai akhirnya aku tanya apakah dia benar mau aku cium. Dia kembali menjawab “ siapa takut”.
Lalu aku minta izinnya untuk menuju suatu tempat yang lebih aman. Vera menanya, dimana itu. Aku tercekat tidak berani mengatakan, “motel”. Aku hanya berkata, ya kita carilah.
Sambil berkata begitu aku mengarahkan kendaraan menuju motel yang biasa aku pakai.
Ketika masuk gerbang motel, Vera diam saja ketika kuajak bicara. Aku makin khawatir, bahwa dia merasa tersinggung dan marah. Tapi apa boleh buat, mobil sudah masuk halaman motel maka aku tuntaskan langsung masuk ke motel.
Vera masih diam saja, meski dia menurut ketika aku ajak turun masuk ke kamar. Di dalam kamar mukanya terlihat marah dan mengatakan. “ Emangnya ga cewek apan di bawa kemari,” katanya.
Aku berkilah, bahwa tempat inilah yang paling aman untuk bercium. Ku katakan, jika Vera tidak bersedia, ya aku tidak akan melakukan apa pun, termasuk menyentuh. Aku hanya ingin istirahat tidur saja. Ya kupikir paling tidak ada gunanya aku menyewa motel, minimal untuk istirahat tidur. Daripada baru masuk dan sudah bayar lalu keluar lagi.
Aku dan Vera duduk di sofa berdampingan. Setelah dia marah, aku diam saja. “Apa boleh buat,” begitu batinku berkata.
Ada sekitar setengah jam kami saling membisu dan tidak melakukan apa-apa, kecuali aku minum soft drink.
Tiba-tiba Vera menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Tentu saja kusambut dengan memeluknya. Aku langsung berkesimpulan, “ Semua marahnya tadi kelihatannya hanya sandiwara, paling tidak untuk menjaga gengsinya agar tidak terlihat cewek murahan,”
Dia membenamkan mukanya di dadaku. Aku mulai menciumi rambutnya, keningnya lalu akhirnya bibirnya. Ternyata ciumanku ditanggapi dengan ganas. “ Ah sial tadi pakai sandiwara segala macam.” Batinku.
Aku terus menyerang ciuman ke leher, ke kuping kembali ke bibir. Cumbuan di sofa terasa kurang leluasa. Vera kubopong ke tempat tidur dia kuhempaskan. Aku kembali menyerangnya. Tanganku mulai gerayangan meremas teteknya mulai dari luar sampai akhirnya menjamah ke dalam. Puas bermain dengan tetek dan menghisapnya, tanganku mencari sasaran baru ke selangkangannya. Vera menggunakan rok, namun ketika aku raba, dibalik roknya dia mengenakan celana pendek yang ketat. Tadinya aku berpikir langsung akan menemukan celana dalam.
Perjuangan membuka celana pendek ketat itu bukan gampang, pikirku. Aku harus mampu melenakan sedemikian rupa sampai dia tidak merasa aku memelorotkan celana pendeknya. Cukup lama perjuanganku sampai bisa berhasil meloloskan celana pendek itu.
Berikutnya adalah perjuangan membuka celana dalam. Vera berusaha mempertahankan celana dalamnya untuk tidak aku pelorotkan. Berbagai cara aku coba tetap gagal. Kelihatanya dia serius mempertahankan celana dalamnya. Aku tidak kehabisan akal. Celah celana dalamnya masih bisa dikuakkan. Dari situlah jari-jariku beroperasi menggelitik memeknya yang sudah basah berlendir. Entah dia sadari atau tidak, aku sudah mendekatkan mulutku ke memeknya. Melalui celah celana dalam itulah lidahku menjulur langsung menggelitik itilnya. Vera langsung melenguh dan berteriak tertahan. Aku terus menyerang itilnya. Aku tidak perduli dengan bau pesing di lipatan memeknya. Aku hanya fokus untuk menundukkan Vera melalui serangan lidahku ke clitorisnya. Dia terus menggelinjang-gelinjang menahan kenikmatan yang menjalar melalui clitorisnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme dengan berteriak sekuat nya. Aku sempat terkejut dengan reaksi orgasme Vera yang demikian ekspresif. Tapi aku diam saja. Cembungan memeknya berdenyut-denyut. Dalam keadaan begitu aku berusaha melepas celana dalamnya. Kali ini tidak ada perlawanan. Aku berhasil kemudian menelanjangi sepenuhnya.
Lanjut di bawah gan...
Copas/Repost
Dia Mengajak 3some
By Jakongsu
Apakah mungkin persahabatan antara pria dan wanita bisa sangat akrab tanpa sex. Itulah kalimat yang aku lontarkan ke Vera, ketika kami mulai menjalin persahabatan. Kami berdua sudah cukup dewasa. Aku sudah memiliki 2 anak , sedang Vera meski sudah menjadi dosen, tetapi masih menunggu waktu yang tepat untuk menikah.
Aku mengenal Vera dalam suatu work shop. Kami cepat akrab karena mungkin chemistrynya cocok. Vera tidak terlalu cantik, tubuhnya cenderung agak gemuk untuk gadis berusia 24 tahun. Aku senang ngobrol dengan dia ketika waktu break.Kelihatannya dia cukup nyambung.
Awalnya aku tidak berpikir untuk memikat Vera menjadi sahabatku, kebetulan saja diantara peserta seminar hanya dia yang rasanya cocok diajak ngobrol. Jadilah kami akrab dalam 4 hari work shop itu.
Naluriku mengisyaratkan bahwa Vera terlihat tertarik untuk lebih akrab dengan ku. Oleh karena itu setelah work shop usai, kami masih menjalin komunikasi. Dia sering menelepon ke HP ku. Karena aku bekerja sampai malam, dia juga sering mengajak ngobrol melalui telepon di kantorku.
Aku penasaran, sehingga menawarkan untuk suatu hari kami jalan berdua, entah kemana, pokoknya jalan saja. Dia setuju dan titik pertemuan sudah ditentukan.
Aku menggandeng Vera masuk ke mobil lalu menjalankannya. Aku tidak tahu mau jalan kemana, dia pun tidak bisa menyarankan harus kemana. Aku akhirnya memutuskan masuk ke jalan Tol dan mobil mengarah ke Bogor. Tapi kuingat Bogor adalah kota macet, sehingga aku mengarahkan ke Ciawi menuju Sukabumi.
Jalan tak tentu arah sambil mengobrol berpindah-pindah topik. Aku tidak biasa jalan begini dengan cewek, biasanya cewek yang kuajak masuk kemobilku langsung aku arahkan ke motel. Untuk cewek yang satu ini, aku tidak berani begitu. Terus terang aku segan. Untuk memulai percakapan yang “keliru” saja rasanya agak malu.
Sampai dia kuantar pulang tidak ada kejadian yang mengesankan. Dalam perjalanan gak tentu arah itulah aku melontarkan “ Mungkinkah pria dan wanita bersahabat tanpa sex”. Menurut Vera , mungkin saja. Sedangkan saya merasa tidak mungkin, tapi tidak aku ungkapkan ke dia.
Setelah jalan pertama itu, kami makin intensif bertelepon ria. Dari nada bicaranya aku membaca dia ingin aku mengarahkan agar berbicara kepada masalah yang intim, seperti bercumbu, berciuman.
Sampai suatu saat dalam telepon aku menantang, apakah mau jika aku mencium bibir. Jawabnya, siapa takut. Jawaban itu adalah satu tantangan yang harus aku jawab. Kami berjanji lagi untuk bertemu kedua kali. Kali ini aku menentukan tempat pertemuannya. Aku memilih satu pusat perbelanjaan yang memiliki tempat parkir di basement. Aku sudah merencanakan ketika dia masuk ke mobil aku akan langsung menyerang.
Namun Vera menolak, karena dia takut terlihat oleh satpam. Dia menyarankan agar aku mencari tempat yang lebih aman.
Otakku langsung berpikir motel. Tapi terus terang aku tidak berani mengutarakan untuk menuju Motel. Jadinya aku keluar dan berputar-putar. Sampai akhirnya aku tanya apakah dia benar mau aku cium. Dia kembali menjawab “ siapa takut”.
Lalu aku minta izinnya untuk menuju suatu tempat yang lebih aman. Vera menanya, dimana itu. Aku tercekat tidak berani mengatakan, “motel”. Aku hanya berkata, ya kita carilah.
Sambil berkata begitu aku mengarahkan kendaraan menuju motel yang biasa aku pakai.
Ketika masuk gerbang motel, Vera diam saja ketika kuajak bicara. Aku makin khawatir, bahwa dia merasa tersinggung dan marah. Tapi apa boleh buat, mobil sudah masuk halaman motel maka aku tuntaskan langsung masuk ke motel.
Vera masih diam saja, meski dia menurut ketika aku ajak turun masuk ke kamar. Di dalam kamar mukanya terlihat marah dan mengatakan. “ Emangnya ga cewek apan di bawa kemari,” katanya.
Aku berkilah, bahwa tempat inilah yang paling aman untuk bercium. Ku katakan, jika Vera tidak bersedia, ya aku tidak akan melakukan apa pun, termasuk menyentuh. Aku hanya ingin istirahat tidur saja. Ya kupikir paling tidak ada gunanya aku menyewa motel, minimal untuk istirahat tidur. Daripada baru masuk dan sudah bayar lalu keluar lagi.
Aku dan Vera duduk di sofa berdampingan. Setelah dia marah, aku diam saja. “Apa boleh buat,” begitu batinku berkata.
Ada sekitar setengah jam kami saling membisu dan tidak melakukan apa-apa, kecuali aku minum soft drink.
Tiba-tiba Vera menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Tentu saja kusambut dengan memeluknya. Aku langsung berkesimpulan, “ Semua marahnya tadi kelihatannya hanya sandiwara, paling tidak untuk menjaga gengsinya agar tidak terlihat cewek murahan,”
Dia membenamkan mukanya di dadaku. Aku mulai menciumi rambutnya, keningnya lalu akhirnya bibirnya. Ternyata ciumanku ditanggapi dengan ganas. “ Ah sial tadi pakai sandiwara segala macam.” Batinku.
Aku terus menyerang ciuman ke leher, ke kuping kembali ke bibir. Cumbuan di sofa terasa kurang leluasa. Vera kubopong ke tempat tidur dia kuhempaskan. Aku kembali menyerangnya. Tanganku mulai gerayangan meremas teteknya mulai dari luar sampai akhirnya menjamah ke dalam. Puas bermain dengan tetek dan menghisapnya, tanganku mencari sasaran baru ke selangkangannya. Vera menggunakan rok, namun ketika aku raba, dibalik roknya dia mengenakan celana pendek yang ketat. Tadinya aku berpikir langsung akan menemukan celana dalam.
Perjuangan membuka celana pendek ketat itu bukan gampang, pikirku. Aku harus mampu melenakan sedemikian rupa sampai dia tidak merasa aku memelorotkan celana pendeknya. Cukup lama perjuanganku sampai bisa berhasil meloloskan celana pendek itu.
Berikutnya adalah perjuangan membuka celana dalam. Vera berusaha mempertahankan celana dalamnya untuk tidak aku pelorotkan. Berbagai cara aku coba tetap gagal. Kelihatanya dia serius mempertahankan celana dalamnya. Aku tidak kehabisan akal. Celah celana dalamnya masih bisa dikuakkan. Dari situlah jari-jariku beroperasi menggelitik memeknya yang sudah basah berlendir. Entah dia sadari atau tidak, aku sudah mendekatkan mulutku ke memeknya. Melalui celah celana dalam itulah lidahku menjulur langsung menggelitik itilnya. Vera langsung melenguh dan berteriak tertahan. Aku terus menyerang itilnya. Aku tidak perduli dengan bau pesing di lipatan memeknya. Aku hanya fokus untuk menundukkan Vera melalui serangan lidahku ke clitorisnya. Dia terus menggelinjang-gelinjang menahan kenikmatan yang menjalar melalui clitorisnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme dengan berteriak sekuat nya. Aku sempat terkejut dengan reaksi orgasme Vera yang demikian ekspresif. Tapi aku diam saja. Cembungan memeknya berdenyut-denyut. Dalam keadaan begitu aku berusaha melepas celana dalamnya. Kali ini tidak ada perlawanan. Aku berhasil kemudian menelanjangi sepenuhnya.
Lanjut di bawah gan...