Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Bimabet
Diibaa...dimanakah kau berada...rindu aku ingin jumpaa ...meski lewat nada
 
PART XLII



CINTA DI PUSARAN BIMBANG



Ulfa melipat mukenahnya, lalu bangun dari sujudnya, dan kemudian menarik sajadahnya dan menggulungnya lalu meletakkan di tempat dia menyimpan perlengkapan sholatnya. Meski di rumahnya sekarang sudah ada mushola sendiri, tapi Ulfa lebih suka sholat dan sujud di kamarnya sendiri, dia merasa lebih nyaman dan lebih dekat dengan Allah jika sudah sujud dan sendiri di kamarnya.

Perjalanan panjangnya dia melewati semua badai hidup, ditinggal pergi oleh suaminya Yusuf 8 tahun silam, lalu tidak lama kemudian menantunya Nafia juga menyusul pergi di saat dia mulai sayang dan jatuh hati dengan kebaikan sang menantu, namun Allah berkehendak lain dan akhirnya dia kembali berduka.

Sholat kali ini dia merasa sangat perih di hatinya. Bagaikan sebuah kedamaian yang pergi dari lubuk hatinya, karena impian dia untuk melihat suasana berbeda dengan kehidupan anaknya, kini malah rasa ingin menunggu saat indah itu bagaikan sebuah onggokan awan yang beriringan lalu tersapu oleh angin, menghilang dari pandangannya

Aslan adalah anak kebanggaannya.

Linda pun sama sebetulnya

Namun Aslan sangatlah berbeda dengan adiknya. Laki-laki adalah lambang kebanggaan bagi keluarganya. Semua yang mereka bisa nikmati saat ini adalah berkat kerja keras Aslan. Rumah sederhana yang kini sudah berubah menjadi hunian mewah, garasinya yang dulu hanya ada Daihatsu Xenia, kini dibongkar habis agar dua mobil dan dua motor bisa masuk, termasuk mengganti Daihatsu Xenia dengan Rocky sesuai kebutuhan Linda.

Perabotannya yang dulu seadanya, kini semua jadi perabotan berkelas, karena tekad Aslan yang selalu ingin yang terbaik untuk ibunya dan adiknya.

“ngga apa-apa Mama ngga bisa nyetir, asal dirumah ada mobil Mamah “ ujarnya saat membelikan Wuling Almaz untuk dirinya tahun lalu.

Kamu kebanggaan mama, Nak, orangtua mana yang tidak bangga punya anak hebat seperti kamu? Bisik Ulfa sambil mulai meneteskan air-matanya

Foto mereka bertiga terpampang besar di kamarnya, foto yang diambil ketika Linda wisuda S1 Hubungan Internasional di UI.

“ngga apa-apa abangnya DO, tapi adiknya alumni UI” demikian ujar Aslan ketika itu.

Dia ingat bagaimana Linda menangis sambil memeluk Aslan, sosok kakak yang sangat dia banggakan dan selalu dia sebut sebagai kepingan hidupnya, karena pengorbanan Aslan untuk dirinya sampai bisa kuliah dan lulus.

Rasanya Ulfa pun jadi galau kalau anaknya yang dia cintai dan banggaan, namun malah seperti jadi sekoci penyelamat saja bagi banyak orang.

Kamu berhak bahagia anakku, kamu berhak untuk memilih yang terbaik, bisik hatinya lagi.

Entah kenapa dia seperti tidak rela dengan kebersamaan Aslan dengan Adiba.

Banyak yang berubah memang dari Adiba, dia sudah lebih dewasa, kesombongannya juga sudah banyak berkurang dibanding kondisi dia dulunya. Hubungan mereka juga semenjak Aslan diterima oleh keluarga Jafar sudah jauh membaik. Apalagi anak-anaknya sudah seperti cucu sendiri, terutama Arvind. Bahkan namanya dia di pasar sering dipanggil orang-orang neneknya Arvind, saking populernya anak itu di pasar.

Ulfa menilai Aslan harus banyak berhitung jika memang ingin bersama Adiba.

Pertama usia mereka yang terbentang perbedaan yang jauh

Lalu gaya Adiba yang cenderung suka menguasai, bagi Ulfa dia tidak ingin anaknya yang dia cintai lalu ditekan oleh wanita.

Dan status Adiba seabgai janda, mungkin itu bisa saja dia tepis. Namun statusnya sebagai kakak ipar, lalu Aslan naik ranjang? Apa kata orang-orang? Apa tidak ada wanita lain?

Rani yang cantik dan sangat lembut di mata Ulfa, seperti mengingatkan dengan impian dia tentang menantu idaman. Cantik, sangat sayang dan penuh hormat dengan dirinya, keluarganya pun jelas, dan dia lebih sepadan karena usianya dibawah Aslan, dan tidak ada gantungan apa-apa yang dibawa, sehingga lebih mudah bagi Aslan sebetulnya.

Sayangnya sepertinya impian Ulfa tentang Rani sudah harus dikubur dalam-dalam.

Melihat tingkah dan isyarat yang Aslan tunjukkan belakangan ini, sepertinya dia punya rencana yang berbeda, rencana yang rasanya Ulfa berat untuk bersepakat dengan apa yang ingin anaknya jalani

Suara ketokan di pintunya menyadarkan Ulfa.

Dia segera menghapus air-matanya

“yah.... “ sahutnya

Lalu muncullah wajah yang dia rindukan

“mah...” Aslan muncul di depan pintu kamarnya, mencium tangan Ulfa, lalu memeluk ibunya

“eh, abang sudah makan?”

“sudah Ma....”

“oh.....”

“sholat?”

“sudah juga.....”

Ulfa tertawa, rumah kecilnya yang sudah disulap sedemikian mewah oleh anaknya pun rasanya sudah jadi tempat yang asing untuk anaknya sendiri

“trus.....” guman Ulfa pelan

“eh..... mau bicara sama Mama sih.....” ujar Aslan pelan

Melihat wajah memelas anaknya, tak urung Ulfa pun luruh. Meski hatinya masih tetap bertanya tanya sesuatu hal yang dia sendiri meyakini bahwa yang akan dibicarakan oleh anaknya juga tidak jauh dari kekuatiran terbesarnya sendiri.

“mau bicara apa?” Ibunya kini duduk di tepian tempat tidur

Aslan terdiam sesaat

“Bang....” tegur Ulfa mengingatkan

Aslan terlihat agak gelisah dan bingung

“hmmmm, boleh kita bahas dirumah sebelah Ma?”

Ulfa semakin berdebar dadanya, dia makin yakin ini ada sesuatu yang urgent sampai Aslan datang, meminta waktunya bicara, meski dia selama ini bisa saja bicara dengan ibunya kapan dia mau, dan yang paling membuat dia kaget ialah permintaan bicara dengan ibunya, tapi bukan di sini, melainkan dirumah sebelah

“lho, ada apa? Sampai harus bahasnya dirumah sebelah?”

Aslan kembali diam

“ngga apa-apa, Ma... disebelah aja yah....” dia membujuk ibunya

Ulfa melihat ada perasaan yang galau di mata sang anak

“ mama ngga ngerti deh.....”

“yah makanya, kita ke sebelah aja, biar abang jelasin di sana.....”

Rasa tidak percaya mendengar kata-kata anaknya. Ini rumahnya dia sendiri, lalu kenapa harus ke rumah sebelah? Yang sudah bukan lagi sebenarnya ada ikatan apa-apa semenjak Nafia berpulang? Apa kamu sadar dengan ucapan kamu, Nak? Tanya Ulfa dalam hati

“oke, mama siap-siap dulu.....”akhirnya sag ibu mengalah

Aslan menganggukkan kepalanya

“ade ngga usah diajak kan?”

Masih terdiam

“terserah Mama....”

Ulfa menghela nafasnya

“mama aja, biar dia disini...”

“baik Ma....”

Ulfa lalu bersiap untuk berbenah sesaat, lalu dia setelah rapih, mengenakan hijabnya, dan kemudian keluar ke ruangan tamu, dimana Aslan sudah menunggu di sana.

“ayo Bang....”

Aslan menganggukkan kepalanya

“ade, Mama sama Abang ke sebelah dulu yah.....”

“ya Ma.....” balasan teriakan Linda dari lantai II

Setibanya di rumahnya Jafar, feeling Ulfa memang betul. Dan benar saja, setiba di rumah sebelah, di ruangan tengah sudah duduk menunggu Adiba, yang segera menyalaminya dan mencium tangannya, lalu Anissah yang juga sudah ada disana, dan Jafar tidak lama kemudian ikut bergabung.

Suasana yang seharusnya biasa akrab dan cair, kali ini terlihat kaku sekali diantara mereka

Semua diam dan membisu, sampai akhirnya Ulfa mencoba memecahkan suasana yang terlihat tegang dengan menanyakan dimana cucu-cucunya

“pada diatas Ma, sudah disuruh tidur lebih cepat....” Adiba memang semenjak mulai berdamai, dia pun ikut memanggil Ulfa dengan panggilan Mama, buka Tante lagi

“oh, biasa sore udah dirumah...”

“ada ayahnya, Fa....” ujar Anissah yang memang memanggil nama karena Ulfa usianya di-bawah usia Jafar dan Anissah

Lalu

“ayo Bang... katanya ada yang mau diomongin...?” tanya Ulfa

Pertanyaan Ulfa sekaligus memunculkan senyuman yang kecut di wajah Aslan. Dia terlihat sangat gugup dan sedikit bingung, sementara Adiba yang duduk di-sampingnya menganggukan kepalanya ke Aslan, seperti memberi semangat dengan senyumannya.

Sebaliknya Jafar hanya bisa berdiam menunggu apa yang akan disampaikan oleh Aslan dan Adiba, meski dia udah tahu apa yang akan dibahas, bahkan di hati kecilnya pun seperti bisa menerka apa yang akan terjadi nanti.

Semua sudah punya dugaan dan pikiran masing-masing, yang dibutuhkan saat ini hanyalah penegasan serta apa sikap dari Ulfa.

“assalamualaikum semuanya....” sapa Aslan aklhirnya

“wa alaikumsalam....”

Terlihat formil dan gagap sekali bahasa Aslan saat membuka percakapannya.

Sedangkan Ulfa sudah bisa membaca arah pembicaraan. Duduknya Aslan disamping Adiba seperti memberi petunjuk yang jelas kepada Ulfa. Dan meski masih ada keraguan serta rasa keyakinan yang coba dia bangun bahwa ketakutannya hanyalah perasaan dia saja, namun melihat apa yang ada di depannya dia bisa merasakan bahwa firasat dia benar adanya.

“maaf Ma, Abah dan juga Umi.......”

Aslan agak terdiam sesaat

“hari ini abang minta maaf sekali lagi.....”

Lehernya seperti tercekat untuk bicara

“ada apa Bang.... abang anak yang hebat, kebanggaan Mama.... apa yang salah sampai harus minta maaf?” tanya Ulfa

Jafar dan Anissah hanya bisa berdiam diri

“gini Ma......”

Tarikan nafas Aslan terasa berat

“abang mau minta ijin ke Mama, Abah dan Umi.... kalau abang mau menikah dengan Diba.....”

Meski sudah menduga, namun kata-kata yang keluar dari mulut Aslan secara tidak langsung menghantam semua isi dada dan kepalanya. Ulfa terlihat sangat kaget mendengar semua ketakutannya yang semenjak belakangan ini hadir coba dia tepikan, akhirnya malam ini dia harus dengar secara langsung kebenarannya dari mulut anaknya sendiri.

Aslan tertunduk, Jafar juga diam, Anissah apalagi.

“ini abang serius?” tanya Ulfa agak gagap

Aslan menganggukkan kepalanya

“serius, Ma.....”

Ulfa menghembuskan nafasnya agak kencang menerima kabar seperti ini

“trus?”

Aslan terdiam sesaat, Adiba juga hanya menunduk

“yah, abang minta restu Mama..... restu Abah dan juga Umi.....”

Ulfa terdiam dan hanya bisa termenung, airmata nya mulai menggenangi pelupuk matanya. Anak kebanggaannya kembali membuat kejutan yang dia tidak sangka, meski sudah duga, namun ini jalan yang dia tidak inginkan terjadi kembali di diri anaknya

“mama kaget lho.....” agak getir suara Ulfa

Lalu

“bang Jafar gimana?”

Jafar hanya terdiam

“Mpok Nisa?”

Diam juga

Lalu Jafar buka suara

“yah, kami serahkan ke Aslan dan Adiba saja.....”

Ulfa kaget melihat ucapan Jafar. Dia tahu memang Aslan sudah jadi seperti anak sendiri bagi mereka, namun skenario agar Aslan dan Adiba untuk bersama tidak pernah ada pembahasan sebelumnya, bahkan dalam angan sepintas pun tidak terlintas di kepala Ulfa selama ini

“kenapa Bang?”

Aslan mengangkat wajahnya sedikit

“kenapa apanya, Ma?” pelan suaranya

“kenapa harus Diba?” suara Ulfa terdengar bergetar

Aslan terdiam

“mama tidak melihat dan tidak pernah tahu jika kalian ada hubungan sebelumnya.....” selidik Ulfa sambil airmatanya mulai menetes.

“mama selama ini yakin dan percaya hubungan kalian tulus seperti kakak dan adik, dan anak-anak itu sebagai perekat saja......” mata setengah abad lebih itu mulai meneteskan airmata

“atau ada hal lain yang terjadi di belakang mama?”

Aslan terdiam

“maaf yah Bang Jafar, Mpok Nisa, saya jujur bingung dan kaget mendengar ini.....” Ulfa bicara dengan suara bergetar ke arah Jafar dan Anissah yang hanya bisa terdiam.

“yah, makanya abang mau bicara terbuka dengan Mama, juga sama Abah dan Umi....” suara Aslan masih rendah juga

“bukan itu masalahnya Bang.....” pecah juga tangisan Ulfa.

Anissah dan Jafar tertunduk. Aslan juga sama, bingung harus bicara apa. Adiba lebih serba salah lagi, karena baru kali ini dia merasakan namanya berhadapan dengan calon mertua dan meminta restu dari sang mertua.

Tekanan terbesar yang kini harus dia rasakan akhirnya mampir juga ke hatinya, dia bingung melihat Ulfa menangis, Aslan pun hanya tertunduk

Jafar dan Anissah hanya bisa berdiam. Mereka pun merasakan bahwa ada kesalahan mereka disitu, terlalu membebani Aslan sehingga tanpa mereka sadari jika hubungan Aslan dengan Adiba akhirnya bergulir dan meski itu yang mereka inginkan, namun caranya dan restu Ulfa yang belum didapat, tetap saja jadi beban tersendiri bagi mereka.

“mungkin....... “ agak terbata kata-kata Ulfa.. “mungkin jika Fia masih ada... ngga akan ada situasi seperti ini....”

Lalu

“kenapa harus dengan Adiba, bang?” tanya dia sambal menatap ke anaknya.

“kenapa dengan Diba yang harusnya jadi kakak kamu?” suara Ulfa kali ini agak tegas, dia seperti tidak peduli dia sedang duduk di ruang tamu mana

“kenapa?”

Aslan terdiam

“kasih tau mama?”

“kasih tahu Mama, untuk bisa menerima semua permintaan kamu......” kini agak tinggi nada Ulfa

“kasih tahu Mama, Bang.....”

Aslan terdiam dan tertunduk

“kita ini sudah seperti satu rumah, sudah seperti sekeluarga sendiri.... lalu kamu mau kasih kejutan seperti ini ke mama?” tajam suara Ulfa

“kasih tahu mama apa alasannya?”

Bertubi tubi pertanyaan Ulfa membuat Aslan bingung

“apa ini sudah direncanakan? Apa baru mau direncanakan?”

Ulfa makin kencang menekan karena Aslan masih diam

“atau Bang Jafar dan Mpok Nissa juga baru tahu? Apa sudah tahu?” cecarnya lagi

Anissah terdiam sesaat

“ngga Fa, kita juga baru tahu rencana mereka......” agak rendah suara Anissah

“terus? Pendapat Mpok bagaimana?”

“yah, kami berdua abah serahin ke anak kami ini semuanya, mereka sudah besar....” pelan suara Anissah

Hati Ulfa bagaikan tersedak mendengarnya. Beda banget rasanya penerimaan mereka saat ini dengan waktu beberapa tahun yang lalu dia dan Aslan meminta Nafia, bagaimana sombongnya Anissah dan Jafar menolaknya saat itu, bahkan hinaan dan cibiran mereka akan Aslan, masih terngiang di telinga Ulfa. Lalu sekarang karena sudah merasakan bagaimana hebatnya menantunya, maka saat tindakan menantunya hendak naik ranjang pun sepertinya restu itu bagaikan hadir tanpa ditanya lebih lanjut lagi.

Ulfa tersenyum sinis

“ saya ingat waktu meminta Nafia 4 tahun lalu di tempat ini......”

Suara pelan Ulfa bagaikan mengingatkan mereka semua

“kadang saya pikir, kepergian Fia terlalu cepat bagi Aslan.... sampai bertahun tahun dia menyendiri dan kelihatan sulit menerima wanita lain.......”

“lalu Adiba hadir......”

Ulfa menghapus air-matanya

“mama tanya sekarang, apa abang benar cinta sama Adiba?” cecar Ulfa

Aslan terdiam

“bang, mama tanya.....”

Aslan menganggukkan kepalanya setelah berdiam sesaat

“atau ada sebab lain? Yang kami orangtua tidak tahu?”

Sakit hatinya dan kekecewaannya sebagai orangtua membuat Ulfa jadi sedikit rewel dan meradang ke dua orang ini

“ jangan bilang kalau ada sebab lain?” dia seperti sedang mencermati wajah Adiba dan Aslan

Aslan masih diam

“Mbak Diba, ada sebab lain?”

Adiba yang terdiam hanya menggelengkan kepala.

“kalian ini ngga ada angin ngga ada hujan, tidak terlihat sedang menjalin hubungan, tahu-tahu datang minta orangtua ijinkan kalian menikah?”

Melihat kedua wajah bingung itu, Ulfa semakin gusar

“Diba sedang tidak hamil kan?” todongan tajam dari Ulfa bagaikan petir menyambar, semua mereka tersentak

“bilang kalo mama salah, Bang?”

Semua terdiam dan bingung

“Diba, kita sama-sama wanita, dan sama-sama sudah jadi ibu, sekarang jawab pertanyaan mama, jika Diba anggap aku ini ibu dan mama kamu.....” sorotan itu ke Adiba kini

Adiba bingung, tangannya menjadi dingin, dia melirik sesaat ke Aslan yang hanya menunduk

“Diba.....?”

Akhirnya, anggukan kepala Adiba pun muncul

Ketakutan terbesar seorang ibu yang selama ini dibicarakan orang-orang, akhirnya harus dia hadapi secara langsung saat ini.

Anak kebanggaannya ternyata menghamili wanita lain

Airmatanya pun tumpah ruah seiring dengan kencangnya tangisannya.

Dia bagaikan terhempas gelombang kencang.

Impian dia untuk melihat anaknya menikah dengan sebuah acara megah dan dengan wanita yang dia cintai, dan direstuinya sebagai menantu, segera bagaikan istana pasir di tepi pantai yang rata dihantam gelombang lautan.

Tangisannya kini semain kencang

Aslan pun bingung, matanya ikut berkaca kaca

Adiba pun sama

Jafar dan Anissah hanya bisa dia dan tidak mampu berkata kata lagi.

Rasanya sakit hati, merasa tidak dihargai, dan juga merasa Aslan dan Adiba sudah terlalu jauh melangkah, membuat Ulfa hanya bisa menangis. Sebagai orangtua tunggal untuk anaknya, anaknya yang sudah membuat dia bangga, namun anaknya juga yang akhirnya melukai hatinya dia sendiri, dengan bertindak diluar batas.

“apa yang ada di kepala kamu, Aslan......” jerit Ulfa

“ kok kamu sampai tega melukai kepercayaan kami semua.....”

Melihat Ulfa menangis dan menyalahkan Aslan

“maaf Ma, Diba yang salah.... Diba yang gagal jaga diri.....” pelan suara Adiba

“ngga Ma... abang yang salah.... abang yang sudah terlalu jauh melangkah....” Aslan menimpali

Melihat mereka berdua saling membela diri, Ulfa semakin kencang tangisannya

“ya Allah, apa coba ini semua..... apa cobaan buat hambaMu ini....” keluh Ulfa dalam tangisnya

Aslan pun jadi bingung dan merasa sangat bersalah

“ma, abang minta maaf....”

Dia mencoba memegang tangan ibunya, dan memeluk Ulfa.

“ngga Bang... ngga apa=apa....” dia seperti menolak anaknya yang ingin memeluknya

“sudah sudah.....”dia agak mendorong dad anaknya

Namun tetap saja tangisannya tidak bisa dia hentikan.

Anissah hanya bisa mengusap sudut matanya. Jafar yang begitu perkasa dan garang, kali ini hanya diam dan membisu. Dia berdua suami istri bingung harus berbuat apa. Entah kenapa meski anak mereka yang hamil, tapi justru mereka yang merasa bersalah.

Situasi ini seperti mengingatkan saat Ulfa dan Aslan datang meminta Nafia waktu itu, bedanya saat itu Jafar dan Anissah yang begitu dominan mendikte.

Kali ini, Ulfa memang tidak mendikte mereka, namun tangisannya dan semua pertanyaan yang dia lontarkan bagaikan sodokan di dada Jafar dan Annisah

“apa yang di kepala kamu, Bang?”

Diam Aslan mendengar kata-kata Ulfa

Tangisan Ulfa sedikit mereda kini

“kamu kok tiba-tiba jadi orang yang egois, Bang?”

Pertanyaan Ulfa kembali menampar hati Aslan

“Kalau sudah seperti ini, untuk apalagi kamu minta restu ibumu?” memelas suara sang ibunda ke anaknya, wajahnya penuh airmata kesedihan

“ngga mungkin juga mama bilang ngga kan?”

Aslan hanya terdiam kembali

Ulfa menghapus air-matanya dengan telapak tangannya

“mungkin impian mama yang salah.... mungkin Fia juga salah terlalu cepat ninggalin kamu... tapi kamu harus tanggungjawab atas perbuatan kamu, dan juga Adiba.....” suara itu berubah sedikit agak lirih

Semua terdiam dan hening seketika

“ yang mama sayangkan ialah......” suara yang sudah mulai tenang itu kembali bergolak dengan tangis

“ kalau sudah sama Diba, kenapa juga kamu dekati Rani, Bang?’ tatapan berlinangan airmata itu kini menatap penuh tanya ke anaknya

“anak sebaik itu kamu kecewakan?? Apa salah dia, Bang?”

Aslan hanya terpekur menatap meja di depannya

“orangtuanya sampai telepon Mama, minta mama main kesana.....”

“Rani juga demikian.....”

“lalu orang-orang sebaik itu, lalu kamu kecewakan begitu saja?”

Aslan masih menunduk, Adiba sampai kasihan melihat kekasihnya itu seperti diserang oleh ibunya atas keputusan yang dia buat, meski keputusan itu hadir karena kesaahany sendiri.

“kalo kamu mau jalan dengan Diba, lalu kenapa juga masih kamu pertahankan hubungan dengan Rani?”

Aslan mencoba menyanggah

“ngga gitu Ma.....”

“udah Bang.... Mama kecewa, Bang Yahya dan Fitri juga sama.... kamu bahkan menghilang begitu saja tanpa kasih penjelasan ke mereka.....”

Aslan kini terpojok

“ mereka selalu ada di saat kamu dalam posisi terjepit.... tapi apa ini balasan kamu ke mereka? Mama ngga pernah ajarin kamu seperti itu.....”

Tangis Ulfa kembali berderai

“ apa karena semua yang sekarang Mama dan ade kamu, nikmati hasil usaha kamu? Sehingga mama ngga dianggap sama sekali?”

Ulfa bagaikan mencurahkan semua isi hatinya ke anaknya, kekecewaan dan kekesalannya dia selama ini semua dia tumpahkan, tanpa dia pedulikan ada Jafar, Anissah dan juga Adiba disitu.

“ngga gitulah Ma.....” Aslan membantah

“iya, tapi gitu kenyataannya, Bang....”

Aslan terdiam, dia enggan membantah mamanya

“ maaf yah Bang, Mpok.....” terbata suara Ulfa

“ kalau sudah begini, bukan restu saya lagi yang diinginkan Aslan.... ini ijin yang dia butuhkan.....”

Masih terisak suara wanita itu

“malah bukan ijin, tapi memberitahukan ke saya, bahwa dia akan nikahin Adiba.....”

Hati Aslan bercampur aduk rasanya

“ngga demikian Mama.... abang cuma.....”

“Cuma apa? Mau bilang Diba sudah hamil dan kamu mau nikah kan?”

Ulfa semakin emosi

“sekarang Mama tanya, jika suatu saat adik kamu Linda, dibuat seperti itu sama Kevin?” tanya Ulfa tajam

“apa yang akan kamu lakukan sebagai abang?”

Aslan termangu mendengarnya

“mama yakin, besok nya Kevin sudah di ICU dihajar sama kamu.....”

Aslan masih bengong

“kalo kamu ngga mau adik perempuan kamu disakiti, lalu kenapa kamu tega menyakiti hati wanita lain?” sembur Ulfa lagi

Diam Aslan, suasana hening

Adiba sendiri sebenarnya ingin membantah calon mertuanya ini, dia merasa Aslan bukan satu-satunya sosok yang harus disalahkan dalam hal ini. Namun dia memilih diam, karena dia mencoba menghargai Aslan didepan ibunya, dan didepan abah dan umi, sehingga dia memilih tidak banyak bicara, lagipula dia sadar bahwa ini juga kesalahan dia yang gagal menjaga dirinya

Ulfa lalu berdiri

“Mama rasa, ngga ada yang perlu diomongin lagi......”

Sambil menatap Aslan yang masih tertunduk

“ngga Mama restui, kamu juga pasti nekad dan jalan terus kan......” ujarnya lagi “ seperti waktu kamu maksa untuk nikah dengan Fia.....”

Lalu dia melanjutkan lagi

“yang pasti, mama harus cari alasan yang tepat jika ditanya keluarga Mama, keluarga almahum papa kamu, dan bahkan oleh tetangga nanti, kenapa kamu harus naik ranjang dengan menikahi ipar kamu sendiri.....” ucapan Ulfa setengah menyindir anaknya, dan juga Adiba

“ma, ngga begitu....” bantah Aslna

“sudah....” tegasnya lagi

“semua keputusan silahkan kamu ambil sendiri, jangan tanya persetujuan Mama.... karena mama ngga tahu harus setuju atau menerima, atau menangisi keputusan kamu......”

Dingin wajah Ulfa

“tanggungjawab lah dengan apa yang sudah kamu kerjakan.....”

Dia berdiri dan berjalan keluar

“mohon maaf Bang Jafar dan Mpok Nissa, saya tidak mampu berpikir lagi saat ini.... “

Jafar dan Anissah juga hanya bisa terdiam

“ saya pamit dulu, Assalamulaikum....”

Ulfa segera keluar dari pintu rumah mewah itu, kembali ke rumahnya dengan ribuan pilu dan kecewa yang dia bawa. Meski dia sudah menduga akan ada kejutan seperti ini di malam hari ini, namun tetap saja pengakuan Aslan, anak kesayangannya membuat hatinya bagaikan tersayat oleh tajamnya sebuah belati perobek rasa.

Airmatanya menetes tanpa henti, sampai dia masuk ke rumah, tanpa dia pedulikan lagi melihat Linda yang sedang sibuk di teleponnya sambal duduk di sofa menunggu dia pulang, yang hanya bisa terheran heran melihat Ulfa datang sambil menangis, lalu masuk dengan sedikit membanting pintu kamarnya.

Sementara itu di rumah sebelah, semua mereka berempat hanya bisa terdiam, airmata di pipi kedua wanita yang duduk berhadapan masih belum kering. Jafar yang biasanya congkak dan angkuh, kini tidak berdaya dengan semua kata-kata yang dia dengar dari mulut Ulfa.

Aslan sendiri hanya bisa terdiam. Semua kata-kata ibunya memang membuat hatinya porak poranda. Dia maklum dengan kemarahan ibunya, kekecewaan ibunya. Namun dia tidak mampu menjawab dan membantahnya, karena dia tahu kesalahan terbesar ada di pilihannya dia. Jika dia tegas dari awal, mungkin tidak akan serumit ini urusannya.

Sedangkan Adiba hanya bisa mematung

Dia merangkul Aslan yang masih bengong dan tertunduk. Dia sadar pria itu dalam kondisi tersudut dari semua arah menentang apa yang dia hendak capai. Selain Mama, keluarga besarnya juga pasti demikian, belum lagi dari kantornya nanti, pasti akan datang serangan bertubi tubi nantinya saat mereka tahu bukan wnaita yag mereka harapkan jadi dengan bossnya.

Namun entah kenapa dibalik itu, Adiba seperti menemukan kekuatan yang dia rasakan itu muncul dalam dirinya. Dia harus bisa menempatkan diri sebagai pendamping Aslan saat ini. Dia tahu Aslan butuh dukungannya, Aslan butuh dia selalu disamping dan memastikan dia tidak ingin membebani Aslan, namun dia ingin Aslan tahu bahwa saat dia butuh tangan, dia butuh mata, dan dia butuh kaki, maka Adiba akan jalan dan jadi apapun bersamanya

“kalian sabar yah..... bawa dalam sholat, agar semuanya jalannya lurus.....” ujar Anissah

“wajar Ulfa marah, jangan dibantah.... nanti sudah reda tetap kalian berdua minta maaf.....” saran Jafar kali ini bijak

Aslan hanya menganggukan kepalanya lemas. Rengkuhan Adiba sedikit menenangkannya.

Namun Aslan sadar, mamanya Ulfa kali ini berbeda dengan sikapnya saat dia meminta Ulfa datang untuk pernikahannya dengan Nafia. Bahasa tubuh dan kata-kata yang terlihat dari sikapnya yang penuh kepedihan dan sakit hati, membuat Aslan seperti diberi peringatan bahwa restunya ke Nafia, belum tentu akan diberikan juga saat dia ingin menggantikan sosok Nafia, dengan sosok Adiba, meski mereka berdua kakak beradik, namun Ulfa pasti punya pertimbangan sendiri.

Dan sikap serta cara Ulfa merespon tadi, bisa dilihat sebagai bentuk ketidaksetujuannya dari sisi seorang Ibu. Gamangnya Aslan kali ini memang berbeda saat dia dengan kuatnya bertekad menikahi Nafia beberapa tahun lalu, kali ini dia bagaikan diuji oleh kerasnya hati sang ibunda, disaat dia mulai menemukan makna hidup dalam dirinya saat bersama Adiba.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd