Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dinding Dosa

Status
Please reply by conversation.
Wah ni cerita bener bikin penasaran.. pov orang ketiganya juga bagus. Tapi kalo diselingi. Pov masing masing orang pertama lebih keren deh.. tapi jangan sering" pov orang pertamanya..
 
nice thread
 
"Mbak kok mau-maunya di bantu dia."

"Tadi hanya kebetulan saja." Jawab Dewi, sembari menjemur pakaiannya yang belum selesai.

Angin pagi yang berhembus kencang tampak menerbangkan kerudungnya, sehingga rambutnya tampak malu-malu mengintip dari kerudung yang ia kenakan saat ini.

Bahkan angin nakal itu tak hanya sekedar menggoda Dewi, ia juga menggoda temannya, sehingga Tiara tampak sibuk menahan roknya yang tertiup angin. Melihat Tiara yang kerepotan, Dewi tersenyum simpul.

Padahal saat ini mereka hanya berdua, tapi Tiara seakan sangat takut kalau betis mulusnya tersingkap oleh angin yang nakal.

"Itu cuman modusnya aja Mbak, apa lagi sekarang Mbak cuman pake handuk, pasti matanya tadi jelalatan!" Protes Tiara, semenjak Pak Sobri meninggalkan mereka, Tiara terus-terusan mengomel di hadapan Dewi.

Sementara itu Dewi hanya menanggapinya dengan senyuman kecil.

Dia tau apa yang terjadi barusan dengan Pak Sobri memang subuah kesalahan besar, apa lagi sebelum Pak Sobri meninggalkan mereka, Dewi baru tersadar kalau kakinya terbuka lebar, dan itu artinya pria tua itu barusan telah melihat memeknya, yang seharusnya hanya di lihat oleh Suaminya.

Mengingat kejadian barusan, membuat wajah Dewi merona merah, ia malu sekaligus bangga karena bisa menarik perhatian pria tua tersebut. Astafirullah... Dewi menggelengkan kepalanya, seharusnya dia malu dan marah karena seseorang telah melihat barang berharganya.

Tapi apa semua itu salah Pak Sobri? Tidak juga, Dewi tak menyalahkan sepenuhnya kepada Pak Sobri, karena ia merasa dirinyapun juga salah.

Tidak hanya dirinya, semua penghuni kospun salah, karena sebagai pria normal sudah sewajarnya kalau Pak Sobri suka mencuri pandang kearah mereka yang notabanenya seorang perempuan, walaupun mereka seorang Ahkwat, tapi tetap saja terkadang penampilan mereka juga mengundang birahi. Bukankah yang tertutup itu lebih menantang? Pikir Dewi di dalam hatinya.

Apa lagi Pak Sobri di sini di kelilingi Akhwat yang cantik-cantik.

"Huh... akhirnya selesai juga." Ujar Dewi lega.

"Habis ini ada lagi gak yang mau di kerjakan?" Tanya Tiara, sembari mengusap dahinya yang berkeringat.

Tampak terlihat begitu jelas, kalau sang Ahkwat kelelahan, tapi walaupun wajahnya di banjiri peluh, ia masih terlihat cantik dengan lesung pipi di kedua pipinya yang tembem.

"Udah selesai semuanya." Jelas Dewi.

Tiarapun tersenyum. "Alhamdulillah..." Ujar Tiara senang karena telah membantu tetangga kamarnya. "Kalau gitu ayo kita turun." Ajak Tiara, Dewi mengangguk, lalu mengikuti Tiara dari belakang menuruni anak tangga.

"Terimakasi ya Uhkti." Ujar Dewi.

"Afwan Mbak, lain kali kalau butuh bantuan bilang saja Mbak, pasti saya bantu." Lagi sang Akhwat mengukir senyuman di bibirnya.

***

Dilain tempat tampak seorang pria sedang menikmati kain segitiga berwarna biru yang ada di tangannya, sementara tangannya yang lain tampak sibuk mengocok kontolnya yang kehitaman dengan ukuran diatas normal.

Bayangan Dewi dan memeknya yang terbuka barusan, membuat Pak Sobri sangat terangsang dan ingin sekali menikmati tubuh sang Akhwat.

Andai saja akal sehatnya tak berjalan, mungkin ia akan memperkosa Dewi seperti yang ada di film atau di cerita-cerita bokep yang biasanya ia lihat, tapi Pak Sobri tak cukup gila untuk melakukannya, apa lagi ia juga kurang suka dengan kekerasan, walaupun ia mampu.

Pak Sobri lebih suka menaklukan mangsanya dengan strategi, dari pada dengan cara frontal, biasa kebanyakan yang orang lakukan.

"Aaahk.. aku keluar Mbak Dewi." Pekiknya.

Croootss... Crooottss... Crooottss....

Tampak spermanya keluar begitu banyak membasahi lantai kamarnya.

"Aku harus mendapatkannya." Gumamnya pelan.

***

Semenjak kejadian hari itu, Pak Sobri semakin gencar mendekati Dewi dengan perhatian-perhatian kecilnya, tak jarang ia sengaja mengajak Dewi mengobrol berdua.

Mengeluarkan sisi kebapakkannya, dengan nasehat-nasehat bijaknya.

Awalnya Dewi merasa risih, tapi lama-kelamaan Dewipun merasa nyaman berada di dekat Pak Sobri yang menurutnya sangat baik. Apa lagi ia sendiri merasa kesepian, dengan adanya Pak Sobri, ia sedikit merasa terhibur.

Dan semakin lama penilaian buruk tentang Pak Sobri luntur dengan perlahan.

Tin... tin... tin...

Umahat tersebut menghentikan langkahnya ketika mendengar suara klakson di belakangnya, kemudian sebuah motor metik berhenti tepat di sampingnya. Sang pemilik motor segera membuka kaca helmnya, sehingga Dewi cepat menyadari siapa pemilik motor tersebut.

"Bapak!" Seru Dewi.

"Assalamualaikum!" Sapa Pak Sobri.

Dewi buru-buru menyadari kehilafannya. "Maaf, waalaikum salam Pak." Jawab Dewi malu, seharusnya ialah yang memulai mengucapkan salam kepada Pak Sobri. Sejenak pria itu tersenyum penuh wibawa.

"Mau kemana Nak Dewi? Pulang?" Tanya Pak Sobri sembari merenyitkan dahinya.

Saat ini jam di tangannya sudah menunjukan pukul 12 malam, mengingat Dewi seorang perempuan, tentu sangatlah berbahaya bagi Dewi menunggu angkot selarut ini, apa lagi cuaca malam ini tak begitu mendukung.

"Iya Pak! Ini lagi nunggu angkot." Jawab Dewi.

Ia baru saja pulang bekerja, dan hari ini sialnya ia harus pulang lebih akhir karena ada yang harus ia kerjakan lebih dulu. Dewi sedikit menyesal, karena sebelumnya ia di tawarkan sahabatnya untuk mengantarnya pulang.

Tapi ia menolak karena takut merepotkan sahabatnya, alhasil sekarang ia harus menunggu angkot seorang diri.

"Kalau begitu ikut Bapak saja, kalau nunggu angkot nantinya kelamaan." Tawar Pak Sobri.

"Gak usah Pak, saya nunggu angkot saja."

"Udah ayo naik, bahaya malam-malam gini kamu nunggu angkot sendirian, bahaya nanti kalau ada orang jahat gimana?" Ajak Pak Sobri agak memaksa sang Akhwat.

Sepertinya Pak Sobri lupa, kalau dirinya juga bukanlah orang yang baik.

Setelah ia pikir-pikir, akhirnya Dewi setuju menerima tawaran Pak Sobri. "Benar ni Pak gak merepotkan?" Tanya Dewi lagi.

"Iya, Bapak gak merasa di repotkan."

"Ya sudah kalau begitu." Jawab Dewi.

Ia segera duduk di jok motor Pak Sobri dengan gaya menyamping. Lalu dengan perlahan sepeda motor yang ia tumpangi berjalan melintasi jalan beraspal menuju Wisma Muslimah.

Langit yang gelap, dengan hembusan angin yang kencang mengantarkan perjalanan mereka berdua. Dan tanpa sang Ahkwat sadari, saat ini sang Syetan sedang tertawa bahagia, sementara sang malaikat tampak bersedih melepas kepergian Dewi bersama seorang pria.

Gadis alim tersebut tampak kesulitan ketika angin kencang menerjang tubuhnya, beberapa kali ia berusaha menahan roknya yang tertiup angin kencang, dan tak lama kemudian hal yang ia takutkanpun terjadi ketika langit menumpahkan air matanya dengan perlahan hingga membasahi tubuh mereka.

Hujan yang awalnya turun rintik-rintik kini semakin deras, membuat mereka berdua khawatir dengan derasnya hujan yang mulai mengganggu penglihatan Pak Sobri.

"Kita berhenti dulu ya." Ujar Pak Sobri menyerah melawan alam.

"Iya Pak." Jawab Dewi pasrah.

Sebenarnya Dewi ingin sekali cepat tiba di kamar kostsannya, karena saat ini ia punya firasat buruk.

Dengan perlahan Pak Sobri membelokan motornya menuju salah satu kios warung manisan yang berada di pinggir jalan, kios tersebut tampak sepi dan sepertinya sudah lama di tinggalkan oleh sang pemilik warung.

Mereka berdua berdiri dengan posisi berdampingan, sehingga lengan mereka berkali-kali sempat bersentuhan.

Sementara hujan turun semakin deras, di iringi angin yang semakin kencang, hingga membut Dewi menggigil, Pak Sobri yang melihat Dewi kedinginan, buru-buru membuka jaketnya, lalu mengenakannya di pundak Dewi.

Ketika ia memakaikan jaket tersebut, jemarin Pak Sobri sempat menyentuh pundak Dewi.

"Eh..." Kaget Dewi.

"Pakailah, sepertinya Nak Dewi kedinginan." Ujar Pak Sobri diiringi dengan senyuman.

Dewi hendak melepaskan jaket Pak Sobri, tapi di tahan Pak Sobri. "Bagaimana dengan Bapak?" Ujar Dewi tak enak hati.

"Gini-gini Bapak mantan kopasus, sudah biasa hidup di hutan. Cuaca seperti ini tak ada artinya bagi Bapak." Ujar Pak Sobri, di iringi dengan guyonan ringan.

Sang Akhwat tertawa ringan. "Bapak bisa saja." Jawab Dewi. "Kalau nanti Bapak sakit, jangan salahkan Dewi lo Pak." Lanjut Dewi berkelakar.

"Hahaha..." Pak Sobri terkekeh ringan.

Waktu terus berjalan, dan hujan turun semakin deras di iringi dengan angin yang semakin kencang, mau tak mau Dewi semakin menggigil walaupun kini ia telah mengenakan jaket, tapi tetap saja cuaca malam ini begitu dingin.

Suasana malam semakin mencekam, tatkalah suara petir menggelegar diatas.

Kilatan-kilatan yang mengerikan menghiasi langit yang hitam, seakan langit sedang menghukum para syetan yang sedang menggoda manusia.

Duaaaaarrr...

"Aaaahkk..." Dewi memekik takut.

Pak Sobri segera merangkul pundak Dewi menenangkan sang Ahkwat yang ketakutan. Bukannya menjauh, Dewi malah reflek memeluk tubuh kekar Pak Sobri.

Pria tua itu tentu terkejut dengan refleknya Dewi memeluk dirinya, tapi secapat itu juga Pak Sobri sadar, kalau ini adalah saat yang tepat untuk mengambil hati sang Ahkwat, entah kenapa, sekarang ia ingin sekali berterimakasi terhadap hujan yang membuatnya terpojok.

"Jangan takut Bapak ada di sini." Dengan perlahan ia mengusap pundak Dewi.

Sang Akhwat malah semakin erat memeluk pinggang Pak Sobri. "Jangan tinggalkan saya Pak." Mohon Dewi tanpa sadar.

"Bapak tidak akan meninggalkanmu." Pak Sobri tersenyum menyeringai.

Sisi jahatnya mulai keluar, sepertinya ada satu syetan yang lolos dari hukuman langit, dan ia sekarang sedang menuntun manusia hina tersebut untuk melakukan sebuah dosa besar.

Atas arahan syetan terkutuk, Pak Sobri mengambil kesempatan dengan mengelus punggung Dewi dari balik jacket yang ia kenakan.

Dewi yang belum sadar akan bahaya yang menantinya, malah menikmati pelukan Pak Sobri, rasa nyaman yang di berikan pria tua tersebut, membuat sang Ahkwat merasa terlindungi, sehingga ia semakin mendekati lumpur dosa yang siap menelannya.

Kemudian suara deritan pintu di belakang mereka mengagetkan Dewi, sehingga ia sempat tersadar akan kehilafannya. Buru-buru Dewi melepaskan pelukannya, dan menundukkan wajahnya. Tapi Pak Sobri tak kehabisan akal.

"Maaf Pak!" Ujar Dewi kikuk.

Dia meraih tangan Dewi yang mulus. "Ayo masuk, terlalu lama di sini kita bisa masuk angin." Ajak Pak Sobri, sebelum Dewi menepis tangannya.

Aneh... walaupun ia merasa bahaya begitu dekat dengannya, Dewi malah ikut masuk kedalam kios warung tersebut. Ruangan itu memang tak begitu besar tapi cukup untuk mereka berdua.

Tubuh Dewi bergetar tatkalah Pak Sobri merangkul pinggangnya, dan sadar atau tidak, ia sedang di giring Pak Sobri menuju dosa besar.

Di tengah kegelapan, Dewi dapat melihat ketika Pak Sobri munutup dan mengunci pintu warung tersebut dari dalam. Dewi menggelengkan kepalanya, kekhawatirannya sepertinya akan menjadi kenyataan, dengan perlahan Dewi berjalan mundur.

Insting Dewi mengatakan untuk segera menghindari sosok pria tua yang ada di hadapannya saat ini, tapi langkah Dewi terhenti ketika tubuhnya menubruk dinding kayu. Ia benar-benar merasa terpojok, sementara sang srigala sudah bersiap memangsanya.

Berbeda dengan Pak Sobri yang tampak sumringah dengan keadaan saat ini.

Pak Sobri berjalan mendekati Dewi yang telah terpojok, ia tau kalau janda alim itu sedang ketakutan, dan ia tau cara mengatasinya.

"Jangan takut!" Ujar Pak Sobri.

Tangan kasarnya yang besar membelai wajah Dewi yang memucat.

Siapa sangkah, sapuan ringan di wajahnya membuat Dewi bergairah, ia membayangkan bagaimana rasanya kalau ia di perkosa oleh Pak Sobri di sini, mengingat kontol Pak Sobri yang perna ia lihat seminggu yang lalu.

Buru-buru Dewi mengusir bayangan kotornya, ia seorang wanita soleha, ia tak boleh muda tergoda oleh bujukan syetan.

"Lebih baik kita menunggu di luar Pak." Ajak Dewi.

Dewi memalingkan wajahnya, ketika ia merasakan sentuhan hangat jemari Pak Sobri di bibirnya. Jujur saja gadis alim ini sedang gunda. Ia ingin sekali mencaci maki atau mendorong tubuh pria tua yang ada di hadapannya.

Tapi tubuhnya yang merindukan belaian dengan tegas menolak perintah otaknya, dan membiarkan pria yang ada di hadapannya terus menggodanya.

"Di luar terlalu dingin, mendingan di sini lebih hangatkan!" Ujar Pak Sobri, dengan jarak yang begitu dekat ia dapat mengendus aroma tubuh Dewi yang menggairahkan.

"Tapi Pak... Ehhmpp..." Ucapan Dewi terputus tatkalah bibir Pak Sobri melumat bibirnya.

Dewi berusaha menghindar, tapi tubuhnya yang terjepit antara tubuh kekar Pak Sobri dan dinding kayu yang ada di belakangnya membuatnya tak bisa bergerak dengan leluasa.

Pak Sobri yang sangat berpengalaman dengan mudahnya melumpukan kedua tangan Dewi. Dia mengangkat kedua tangan Dewi dan menahannya diatas kepala Dewi dengan satu tangan. Sementara bibirnya semakin rakus melumat bibir merah Dewi yang agak basah.

Eehmmppss... Sleeepss... Slleessp... Sleeppss... Hhmmpp... Eehmmpp... Sleeppss...

Ternyata apa yang ia bayangkan selama ini memang benar, mencumbu wanita sealim Dewi memang begitu nikmat, jauh lebih nikmat di bandingkan dengan pelacur.

Sementara itu Dewi yang nyaris kehabisan nafas mulai membalas pagutan Pak Sobri.

Wanita alim tersebut dapat merasakan getaran-getaran nikmat dari pergulatan bibir mereka sekarang.

"Aahkk..." Dewi mendesah lirih ketika bibir mereka berdua terlepas.

Pak Sobri tersenyum. "Maafkan Bapak ya Nak, Bapak sudah tidak tahan lagi, dan Bapak yakin kamu juga merasakan yang sama." Ujarnya sembari memeluk tubuh Dewi.

Wanita alim tersebut berusaha meronta, tapi rontahannya begitu lemah.

"Tenanglah Nak Dewi, saya tidak akan menyakitimu." Pak Sobri menatap dalam mata Dewi yang bening.

Dewi menggelengkan kepalanya. "Jangan Pak ini dosa besar." Lirih Dewi, tapi tanpa sang ahkwat sadari, Pak Sobri baru saja melepas jacket yang melekat di tubuh Dewi.

Kembali Pak Sobri melumat bibir seksi Dewi, sembari tangannya meremas pelan pantat Dewi, memberi rangsangan-rangsangan kecil di tengah suasana malam yang mencekam, lalu dengan gerakan yang sangat perlahan ia membuka resleting rok yang di kenakan Dewi.

Dewi yang mulai terbakar birahi tak menyadari kalau satu persatu pakaiannya kini tergeletak tak berdaya di lantai. Bahkan tanpa sadar ia mulai membalas pagutan Pak Sobri yang perlahan tapi mematikan itu.

Masih dalam lumatan bibir panasnya, Pak Sobri merangkul leher Dewi, membenamkan wajah sang Umahat kedalam dadanya.

"Ini memang dosa besar, tapi biarlah dosa ini menjadi saksi ikatan terlarang kita." Bisik Pak Sobri sembari mulai membuka satu persatu kancing kemeja kerja yang di kenakan Dewi.

Dewi mencoba menahan pergelangan tangan lelaki tua itu. "Jangan Pak! Saya mohon." Melas Dewi, tapi ia tak melakukan apapun ketika Pak Sobri mempreteli kancing kemejanya, hingga kemejanya terbuka menampakan sepasang gunung kembar miliknya yang masi terbungkus rapi.

Lalu dengan perlahan Pak Sobri membimbing Dewi tiduran di lantai.

Mata tuanya tampak begitu kagum dengan keindahan tubuh Dewi, beberapa kali ia tampak meneguk air liurnya yang terasa begitu hambar.

Jemari keriput Pak Sobri dengan perlahan membelai payudarahnya. "Indah sekali!" Gumam Pak Sobri takjub, membuat wajah cantik sang akhwat merona merah.

"Jangan di lihat Pak, saya malu." Pinta Dewi malu, dia berusaha menutupi payudarahnya dari tatapan liar Pak Sobri.

Pak Sobri tersenyum, lalu dia mengecup mesrah kening Dewi, membuat hati Dewi berbunga. "Buka ya Nak, Bapak ingin melihat tetekmu." Goda Pak Sobri gemas.

Dewi menggeleng pelan ketika tangannya di singkirkan, dan kemudian dengan perlahan ia melihat penutup payudarahnyapun juga di singkirkan, hingga kini ia bertelanjang dada, memamerkan payudarahnya yang besar.

Kepala Dewi mendongak keatas dengan mata setengah tertutup. "Ouhk... Tuhaaan..." Rintih Dewi ketika Pak Sobri meremas teteknya.

Sudah lama sekali seseorang tak menyentuh payudarahnya, dan kini seorang pria yang bukan mahromnya sedang menjamah payudarahnya yang ranum, yang seharusnya hanya ia berikan kepada Suaminya.

Tubuhnya bagaikan tersengat ribuan vol, ketika puttingnya ikut dimainkan.

"Aahkk... Jangan Pak!"

Mata bening Dewi merem melek keenakan, merasakan permainan tangan Pak Sobri diatas payudarahnya yang indah.

Sementara Pak Sobri semakin bersemangat mencumbuh mangsangnya, bibir tebalnya tak henti-hentinya mencium, mengecup kening, mata, pipi, hidung, dagu, hingga bibir sang wanita berjilbab tersebut yang tampak kewalahan.

Bukannya segera sadar atas dosa yang sedang ia lakukan, sang Ahkwat malah semakin menikmati cumbuan pria tua itu.

"Bapak boleh nyusu ya Nak?" Pinta Pak Sobri.

Dewi tak menjawab, tapi sebagai gantinya ia mendekap kepala Pak Sobri, ketika pria tua itu mulai mencomot payudarahnya, menghisap puttingnya bagaikan seorang bayi yang menyusu kepada Ibu kandungnya.

Sluupss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuppss.... Sluuppss...

Tangan kanan Pak Sobri turun kebawah, lalu membelai paha mulus sang Ahkwat yang selama ini selalu terlindung di balik pakaian kurungnya.

"Oohkk Bapaaak... Ini Dosa." Pekik Dewi keenakan.

Wanita tersebut mulai kehilangan jati dirinya seorang akhwat, ia sangat menikmati setiap cumbuan yang di lakukan Pak Sobri. Bahkan, ia mengangkat pantatnya ketika Pak Sobri berusaha membuka pelindung terakhirnya.

Tanpa merasa kesulitan Pak Sobri berhasil membuka celana dalamnya.

"Di sini sangat basah sekali!" Bisik Pak Sobri sembari mengelus-elus bukit venus milik Dewi yang di tumbuhi rumput liar.

Dewi menggigit bibirnya. "Jangan sentuh itu?" Elak Dewi, padahal ia sudah sangat terangsang.

"Itu apa manis?" Goda Pak Sobri.

Pinggangnya menelikung saat merasakan sesuatu menerobos memeknya. "Oohkk... vaginaku jangan di tusuk, kumohoon..." Pekik Dewi keenakan merasakan jemari keriput milik Pak Sobri berada di dalam memeknya.

"Vagina?" Tanya Pak Sobri pura-pura tak mengerti. "Ini namanya memek sayang, ayo ucapkan dengan benar." Perintah Pak Sobri.

Dewi menggelengkan kepalanya, ia sudah tak kuat lagi menahan sisi liar di dalam dirinya. "Iyaaa memek, Aahkk... Aahkk... Bapaaak..." Erang manja Dewi menggelegar, di iringi suara petir dari langit yang mengutuk perbuatan mereka.

Dengan keahliannya, Pak Sobri mengorek-ngorek liang surga Dewi hingga cairan pelumas memeknya keluar semakin banyak.

Sembari mencolok-colok memek Dewi, dia kembali mencium dan menjilati payudarah Dewi secara bergantian, menyapu keringat yang keluar dari pori-pori tubuh Dewi.

Lalu ciumannya semakin turun menuju perut rata Dewi, kedua kakinya di rentangkan hingga memeknya yang berwarna coklat muda terkuak.

"Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan selama ini." Ujar Pak Sobri sembari melemparkan senyumannya kearah Dewi.

Mulut Dewi berde 'O' ketika tiba-tiba Pak Sobri menjilati memek Dewi, memainkan clitoris Dewi dengan lidahnya.

Lidah itu begitu nakal, ia menusuk-nusul lobang memek Dewi yang menjanjikan sejuta kenikmatan.

"Bapak saya mau pipis!" Pekik Dewi.

Ia merasa ada sebuah dorongan dahsyat dari dalam memeknya yang memekar.

Dan tak lama kemudian, lidah Pak Sobri terasa di jepit oleh memek Dewi, lalu dengan perlahan tampak cairan bening keluar dari dalam memek Dewi yang terasa sepat di lidah Pak Sobri.

Tanpa merasa jijik Pak Sobri meminum cairan memek Dewi.

Seeeerr... Seeerr... Seeerrr... Seeerr....

Pak Sobri mengangkat wajahnya, menatap Dewi yang baru saja mendapatkan orgasmenya. Wanita alim itu tampak tak berani menatap mata Pak Sobri yang sedang memandangnya puas karena berhasil menaklukannya.

Selagi sang Umahat tersebut sedang menikmati sisa orgasmenya, Pak Sobri membuka pakaiannya hingga telanjang bulat, memamerkan kontolnya yang besar dan berotot.

Dewi tampak begitu takjub dengan ukuran kontol Pak Sobri yang besar.

Dia menindih tubuh Dewi, lalu memposisikan kontolnya kearah memek Dewi. Dengan perlahan kontol itu mulai memasuki sarangnya yang sempit dan sangat menjepit.

"Sakiiiitt... Aahkkk..." Rintih Dewi.

Dengan penuh perhatian Pak Sobri membelai wajah cantik Dewi. "Tahan ya Nak, memekmu sempit sekali." Ujar Pak Sobri.

"Jangaaan Pak, Aahkk ini zinaaa." Mohon Dewi.

Sementara sang kontol telah masuk setengahnya, menikmati jepitan memek Dewi.

Harus Dewi akui, kontol Pak Sobri rasanya begitu nikmat jauh lebih nikmat ketimbang milik Suaminya terdahulu. Tapi harga dirinya sebagai seorang muslimah meminta dirinya tetap memberi penolakan walaupun dirinya menyukainya.

Semakin lama kontol itu semakin dalam masuk jauh kedalam memeknya, hingga Dewi dapat merasakan kepala kontol itu mengenai rahimnya.

"Ouughkk..." Pekik mereka bersamaan.

Dengan perlahan Pak Sobri mulai memompa memek Dewi, sembari menatap wajah Dewi yang memerah akibat terbakar birahi. Sungguh wanita alim itu terlihat sangat menggairahkan dengan jilbab yang masih tersisa di tubuhnya, membuatnya semakin terlihat nakal, dan menggemaskan.

Dengan mengerang nikmat, setiap kali kontol Pak Sobri menghentak memeknya.

"Aaahkk... Paak...!" Erang Dewi.

Tanpa sadar Dewi melingkarkan kakinya di pinggal Pak Sobri. "Sepertinya Nak Dewi menyukai kontol Bapak, rasanya enakkan?" Komentar Pak Sobri sembari memainkan payudarah Dewi.

"Tidak Pak!" Elak Dewi.

"Bapak yakin nanti juga kamu ketagihan." Lanjut Pak Sobri, dia semakin cepat memompa memek Dewi yang sempit.

Sang janda hanya diam, tapi di dalam hati ia membenarkan ucapan Pak Sobri, kontol Pak Sobri sangat perkasa, siapapun wanitanya pasti ketagihan menerima sodokan kontol Pak Sobri.

Dewi memberanikan diri menatap mata Pak Sobri yang tajam dan menusuk.

Sementara pinggulnya ikut bergoyang menyambut kontol Pak Sobri di dalam memeknya. Sadar akan kepasrahan korbannya, membuat Pak Sobri semakin bersemangat, ia melumat kembali bibir seksi Dewi.

Ploookkss.... Ploookss.... Ploookkss... Plookkss... Ploookksssss... Ploookksss...

Semakin lama Pak Sobri semakin cepat menyodok memek Dewi, sementara hujan diam-diam mulai mereda, menyisakan angin yang bertiup sepoi-sepoi, seolah-olah ikut menari bahagia bersama mereka berdua.

Lima menit kemudian tubuh keduanya bergetar hebat, menandakan akan berakhirnya hubungan terlarang antara mereka berdua.

"Paaaak... aku keluaaar...."

"Saya jugaaa Nak."

"AAAAGHHKKKKKK....." Pekik mereka bersamaan.

***
 
Aduh :konak:

Mantap om ceritanya pelan tapi joss pertahankan saya suka prosesnya pelan tapi detail

Tapi part 2 masih ada lanjutannya tidak masih nanggung nih
Hehehe
:jempol:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd