Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Disappear?

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Super duper giga mega tera update , makasih suhu :ampun: , buat next update semangatbya suhu don :semangat: seperti biasa cerita disimpan buat saat senggang nanti malam :Peace:
 
Waahh...super updet ny hu setelah lama dlm penantian nongol jg updet ny.

Kok kepikiran salma it anggota ny monalisa yak?
 
Ada apa gerangan.............?????????
Arta dan Arya. Akankah terjadi puncak konflik dari kisah ini ?
Mari kita tunggu update.
 
mungkinkah...salma anak buah monalisa...yg ada niat jahat ke arlena...
 
Mohon maafnya terlambat lama...

untuk typo, belum bisa diperbaiki sekarang.

saran dan kritik, diharapkan...

terima kasih masih mau menunggu nubie update :)

:ngupil:

:ngacir:
mantap hu.... bisa nyambung ke arta... hmmm jd pengen baca bu dosen lg...:berat::berat::berat::berat::berat::aduh:
 
koplaaaaaaaak....
Brrrrm... crek...

“Woi curut” teriak Samo dari dalam kontrakan

“Dasar Gajah duduk, ndak usah teriak-teriak! Kampret!” ucapku

Aku turun dari motor, menghampiri mereka. menyapa mereka satu persatu, Samo-Lisa yang duduk bersebelahan dan juga Justi-Linda, dengan Linda yang lengket sekali. Aku berdiri dihadapan mereka dengan kedua tangan berpinggang.

“Dasar... tidak punya perasaan” ucapku

“Lha? Kita itu punya Ar, makanya kita punya pasangan” jawab Justi

“Hadeeeeeh... maksudku, lha mbok jangan mesra-mesraan gitu. Terus aku sama siapa?” jawabku

Mereka sontak tertawa keras. Kutepuk jidatku.

“Makanya, jomblo jangan dipelihara” ucap Samo

“Lho? Memangnya jomblo bisa dipelihara ya? mosok to? (Masa sih?)” sela Justi

“Hadeeeh... mbak Lind...”

“Ya Ar”

“Boleh aku pinjam Justi sebentar, mau aku bawa ke dapur”

“Ke dapur?”

“Iya, mau aku ceplok kepalanya. Dari dulu penasaran isinya, mungkin saja bisa jadi campuran mi instan”

“Kepala bisa diceplok Ar?” sela Justi

“JUSTII!!!!!!” teriak aku dan Samo.

Kami berdua langsung menyeretnya. Samo memeluk Justi dengan kuat sedangkan aku mengapit kepalanya dengan lenganku. Ku ucek-ucek kepalanya dengan kasar. Teriakan-teriakan minta tolong dari Justi malah ditertawakan oleh Lisa dan Linda. Rasanya aku kembali lagi, kembali lagi ke masa bahagia kami.

Tiga Gelas kopi dan dua bungkus rokok, menemani kami berlima. Mengobrol tentang hal-hal yang kami lalui. Kadang juga bercerita tentang masa SMA kami berdua. Tentunya menceritakan hal-hal yang lucu. Bernostalgia sejenak dengan mereka cukup membuatku senang, ya, sejenak. Karena setelahnya mereka kembali menghilang bersama dua mobil di depan kontrakan.

Sepi. Dingin. Sudah saatnya aku kembali bersama kesendirianku. Rebah di atas kasur, melepas lelah. Aku tersenyum, mengingat mereka berdua yang baru saja datang. Bersyukur mereka masih mengingatku. Semoga saja selamanya.

Kriiiiiing jreng jreng jreng...

“Halo”

“Senengnya baru ketemu sama temen lama”

“Kok tahu?”

“Apa sih yang gak aku tahu Arta sayang?”

“Iya Ainun tahu semuanyaaaaa”

“Hi hi hi...”

Tawanya yang rian menemaniku malam ini. walau kadang sedikit terganggu dengan pesan yang masuk, kadang dari Winda, Desy kadang juga Ana dan Ani. Mereka yang mewarnai hari-hariku selama liburan ini. ya, hingga liburan selesai.

.
.
.

Awal Semester lima...

“Haduh kampret, kenapa ini Varitem malah mogok seperti ini?” bathinku

Motorku tiba-tiba saja mogok, dan aku tidak tahu kenapa bisa mogok. Bingung juga mau berangkat kuliah dengan apa? Memang belum ada kuliah di hari awal, biasanya juga bagi-bagi jadwal. Belum benar-benar aktif. Tapi ya tetap saja ada rasa khawatir. Hufth, Mau bagaimana lagi, mau tidak mau Varitem memang harus didorong. Lha wong berapa kali aku nyalakan manual saja tetap tidak bisa.

Pelan aku mulai mendorong Varitem. Dari kejauhan, di perempatan gang. Seorang wanita berdiri dengan wajah yang gelisah. Semakin dekat semakin aku bisa melihat wajah gelisahnya. Entah kenapa wajahnya tampak begitu sangat gelisah.

“Nun... eh, Bu RT”

“Sudah jalan dulu, aku temani jalan. Aku juga mau ke warung” ucapnya.

Tanpa membalasnya aku mulai mendorong lagi motorku. Dia berjalan di sebelahku. Aneh sekali wajahnya hari ini. berbeda.

“Kenapa?”

“Hati-hati”

“Eh, Ada apa to?”

“Sudah pokoknya hati-hati, perasaanku gak enak”

Aku menghentikan langkahku. Di tetap berjalan, sesaat kemudian sadar kalau aku berhenti dan mengamatinya dari belakang. Setengah menoleh, lalu membalikan tubuhnya, dia kemudian mendekatiku. Dari wajahnya tampak sedikit linglung.

“Mimpi buruk?” tanyaku dia mengangguk

“Mimpi apa?”

“Mimpi buruk itu tidak boleh diceritakan, cukup disimpan. Kamu gak boleh tahu, pokoknya kamu harus hati-hati titik”

“Khawatir banget?” sedikit aku bercanda dan tersenyum kepadanya

“Huh! Kamu itu, aku itu khawatir sama kamu, malah ngak bercanda”

“Iya, khawatir, kok khawatir banget?”

Pipinya tiba-tiba saja menggelembung. Satu langkah maju dan mencubit lenganku. Aku tidak bisa mengelak, karena kedua tangan memegang stang motor. Sakit juga cubitannya.

“Nah, gitu senyum”

“Huh!”

“Sudah tenang, tidak akan terjadi apa-apa”

“Janji?” sembari mengulurkan jari kelingking kanannya. Hah, ribet sekali sama cewek itu. ku sandarkan motor ke pahaku, dan satu tangan meraih kelingkingnya.

“Iya, janji”

Dia kembali tersenyum tapi senyumnya tak bisa memperlihatkan rasa khawatir dari dalam dirinya. Kami kemudian melangkah bersama. Aku terus memandang kedepan namun sudut mataku masih bisa menangkap bayang tatapan gelisahnya. Sebenarnya aku sendiri ingin tahu apa mimpinya. Tapi sudahlah, daripada pas diceritakan malah menambah pikiranku. Lebih baik aku mengobrol hal lain saja.

Ainun, menemaniku hingga keluar dari gang. Kami berpisah, dia ke arah toko dan aku masih mendorong mencari bengkel terdekat. Sebentar aku melihat ke arahnya, melihat tubuh wanita yang anggun. Sempat melamun ketika aku melihatnya, dan ketika tersadar dia sudah menghilang dari pandanganku. Kembali aku mendorong motorku. Kurang lebih seperempat jam, aku menemukan bengkel. Setelah dicek, motor harus ditinggal.

“Gini saja mas, mas tinggal dimana?” tanya teknisi bengkel

“Di kompleks gemah ripah loh jinawi mas” jawabku

“Dah, tinggal saja. Ambil nanti sore atau besok gak masalah mas.”

“Benar mas ditinggal?”

“Kenapa? gak percaya mas? Tuh liat, kenal gak sama motor itu?” tunjuknya kesalah satu motor

“Itu motor Pak Arif, tetangga kamu. sudah biasa orang kompleks kamu ninggal motor disini. aku jamin aman, dan setelah dibenerin dijamin lancar jaya mengudara”

“Siaaaap!”

Setelah perbincangan dengan teknisi, aku bertukar nomor hape dengan pemilik bengkel. Aku kemudian berangkat dengan menggunakan Bis menuju ke kampus. Dan benar, sesampainya dikampus, banyak mahasiswa yang masih tongkrong-tongkrong. Isyarat mereka tidak ada kuliah hari ini. Ditambah lagi ada kegiatan untuk mahasiswa baru.

Aku kemudian menju ke kantin. Mereka semua sudah ada disana. berkumpul dengan mereka sejenak. Dan kemudian kembali pulang. ya memang karena tidak ada kuliah saja. sikap Winda yang manja kepadaku, sudah biasa dimata mereka. Desy? dia bersikap biasa saja dan tidak ada yang curiga kepadanya, yang masih dicurigai itu si Winda. Dini dan Dina masih saja memandangku seakan aku ‘memelet’ Winda. Hadeeeeh...

Obrolan kami harus berakhir ketika semua memutuskan untuk pulang. Mereka semua terlebih dahulu meninggalkan aku karena aku beralasan mampir ke perpustakaan, menghindari Desy dan Winda. Pasti kalau aku bilang motorku di bengkel mereka akan mengantarku. Percaya diri sekali aku, tapi hanya memastikan saja. Menjelang siang setelah aku yakin semua pulang, aku menyusul mereka semua. Aku berjalan menuju Halte dekat dengan Kampus.

“Ah, sial rokokku habis”

Toleh kanan, toleh kiri. Sepi. Daripada kehabisan rokok bisa bikin pusing, aku memutuskan untuk mencari warung. Baru saja berjalan sebentar dari kejauhan aku menemukan sebuah warung rokok. Untungnya ada warung, fyuh aman.

“Pak Dunhill putih 20 pak” ucapku bersamaan dengan seseorang. Aku menoleh ke arahnya. aku tersenyum sembari sedikit mengangguk.

“Suka Dunhill juga mas?” tanyanya setelah pak penjual memberi kami rokok

“Iya mas, kalau yang lain ndak begitu suka aku mas, he he” jawabku, sembari membayar

Dia menatapku, melihatku kemudian tersenyum. Usianya mungkin tidak terpaut jauh dariku. Masih muda, mungkin juga dia masih kuliah. tapi kalau kuliah, semester-semester akhir. Bisa jadi.

Dudu asli wong kene mas? (Bukan asli orang sini mas?)” tanyanya membuatku sedikit terkejut

“Eh, lho masnya, kok tahu?...”

“Logatmu itu lho mas” aku balas dengan tawa cengengesanku. Pintar juga pemuda ini.

“Sibuk ndak mas? Kalau ndak sibuk, ngobrol-ngobrol dulu saja mas. Nemani aku mas, mumpung ketemu temen satu daerah” aku mengangguk. Benar juga apa yang dia katakan.

“Pak, kopi botolnya dua” lanjutnya kepada bapak penjual warung. Dia kemudian mengajakku duduk disamping warung. Di sodorkan satu botol kopi instan kepadaku.

“Lha masnya kesini ngurus apa?” tanyaku, sembari duduk dan membuka botol kopi.

“Biasa masalah cinta mas ha ha ha... oiyo, masa ngobrol belum tahu nama, kenalan dulu lah, namanya masnya siapa? Aslinya mana mas?”

“Arta Mas, lengkapnya Arta Byantara Aghastya aslinya daerah tengah mas, agak ketimur Mas”

“Wuih lengkap banget mas, hampir mirip namaku sama nama kamu mas. Byantara Aghastya, Prajurit Pelindung ya? ha ha ha” aku sedikit terkejut ketika dia tahu arti namaku.

“Asalmu lumayan jauh mas sama aku, kalau aku tengah tapi agak keselatan”

“Owh tengah keselatan to.” Dia kemudian mengangguk

“eh mas...kok masnya tahu arti namaku? Masnya pinter iwk

“Ya tahu saja Mas, sering baca jadinya tahu mas”

“Oiyo, Lha masnya namanya siapa? Malah keasyikan ngobrol”

“Ha ha ha oiyo ya, Arya mas, karena tadi masnya lengkap, aku juga lengkap. Arya Mahesa Wicaksana. Itu lengkapnya mas, biar sama”

“Kuliah?” lanjutnya. Aku mengangguk.

“Lha masnya kuliah juga?”

“Sudah mau lulus mas”

“Walah kalau begitu, panggil saya Arta saja mas, lha wong saya ini masih semester lima he he he”

Tuo aku berarti (Tua saya berarti) ha ha ha”

Kami kemudian mengobrol. Aku kemudian menceritakan kalau aku kuliah disini. Hanya sebatas itu, dan tak disangka jurusanku sama dengan Mas Arya. dengan ditemani sebotol kopi instan, dia mulai bercerita kenapa dia bisa ke ibu kota. Dari ceritanya dia ingin membuka usaha, dan ini sedang menunggu Pak dhenya. Pak dhenya itu namanya, Andi. Dia sedang berusaha membuka usaha alat dan bahan kimia.

“Wuih, pengusaha mas?”

“Bukan juga, baru mau buka usaha”

“Tetep saja mas namanya pengusaha, walau masih calon. Oiyo mas, tadi mas Arta cerita karena cinta? Maksudnya mas?”

“Iya, kalau bukan cinta, aku ndak bakal kesini. Ini semua karena cinta, cintaaaa. Begitulah Cinta itu ha ha ha”

“Cinta?”

“Iya, untuk menghidupi orang yang kita cintai mas. Kalau kita sudah yakin dan hendak memilikinya, kita kan juga harus punya pegangan untuk menghidupi cinta itu. haaaaashh...”

“Kalau aku ceritakan panjang mas ceritanya, dia dosen, S2 lagi. Lha aku itu Cuma S1, tapi ya modal nekat” dia kemudian memandangku. Kami saling berpandangan. Sekalipun dia dalam keadaan biasa, aku bisa merasakan sesuatu di matanya.

“Ar, Arta. Kamu punya mata yang kuat...” ucapnya tiba-tiba membuatku terkejut.

“Tapi kelihatannya cerita cintamu akan rumit, lebih rumit dariku tapi cerita hidupmu juga bakalan rumit. Tapi semua itu tergantung kamu, hanya kamu yang bisa menentukan.” lanjutnya

“Eh, mak-maksudnya?”

“Ha ha ha, jangan serius gitu to, santai saja tapi aku yakin kamu bisa melaluinya. Tapi tergantung kamu, dan cinta ha ha ha... cintaaaaa cinta, kampret ha ha ha” benar apa yang Mas Arya katakan, aku terlalu serius. Padahal kemarin baru saja ngomong sama Burhan, kalau hidup jangan dibawa terlalu serius.

Aku memandang Mas Arya yang tertawa. Kelihatannya dia memang kebingungan tapi dia menghadapinya dengan tenang. Bahkan tawanya mencoba menutupi kebingungannya. Aku salut dia mencoba mempertahankannya. Cinta? Aku juga selama ini belum tahu, mungkin da tahu maksud dari cinta.

“Mas, sebenarnya cinta itu apa to mas?”

“Weleh... ha ha ha...” tawanya keras sekali. Kemudian dia terdiam, menghisap dunhill baru lagi.

“Cinta itu... ah, banyak Ar, banyak sekali definisi cinta. Dulu aku mendefinisikan dengan banyak kalimat, tapi intinya cuma satu...”

“Cuma satu?” dia mengangguk. Pandangannya menatap langit atas, dengan semburan asap Dunhill.

“Cinta itu omong kosong”

“Eh...” aku terkejut ketika mendengarnya

“Ya, Cinta itu omong kosong maka dari itu kita semua berhak mengisinya dengan kata-kata kita sendiri. Definisikan sendiri arti Cinta Ar, karena setiap manusia memiliki Arti sendiri untuk cinta itu.”

“Kadang cinta itu membuat kamu heran, ada yang tersakiti tapi tetap bertahan. Ada yang bahagia tapi akhirnya harus pergi, dan yang ditinggal tetap berharap. Banyak sebenarnya. Ya semua itu alasannya Cuma satu, Cinta.”

Kata-katanya menghadirkan kembali bayangan masa lalu...

oOo

“Cinta itu apa?”

“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya itu?”


“Teman-temanku membicarakan itu semua”

“Benar kamu ingin tahu?”

“Iya, karena aku tidak pernah tahu itu...”

“Baiklah, cinta adalah omong kosong...”

“Omong kosong? Teman-temanku bilang cinta itu indah, cinta itu ada diantara laki-laki dan perempuan. eh... kenapa malah tersenyum?”

“Cinta itu omong kosong maka dari itu carilah arti cinta untukmu sendiri. karena setiap manusia memiliki arti dari kata Cinta yang berbeda-beda. Cinta bukan hanya antara lelaki dan perempuan, tapi dengan sahabat, keluarga, bahkan antara orang tua dan anak ada yang namanya cinta.. carilah, suatu saat kamu akan melihat kenapa seseorang terus bertahan, seseorang terus berharap kepada seseorang yang lain, itu karena satu... cinta”

“Jadilah manusia yang memiliki cinta, agar kamu bisa merasakan persaanmu. Jadilah lelaki penuh dengan cinta ya sayang.”


oOo

Plak!

“Halah malah ngalamun”

“Eh, anu mas tidak hanya saja ada yang pernah mengatakan hal yang hampir sama dengan kata-kata mas Arya” dia memandangku.

“Cari arti kata cintamu sendiri, Ar. Cari... Cinta itu bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, kamu dengan sahabatmu pasti ada cinta, kamu dengan keluargamu juga ada. luas... sangat luas.”

“Selama kamu mencari kamu harus memilikinya sebelumnya. Dan aku yakin Ar, kamu sudah memilikinya, ada di dalam diri kamu, hanya kamu belum tahu arti kata cinta dalam diri kamu”

Aku menunduk ketika mendengarkan kata-kata mas Arya. Benar-benar mirip sekali dengan kata-kata... Mungkin dia mengirimkan pesan itu melalui Mas Arta. Bisa jadi. Lelaki yang disampingku saat ini, bisa jadi mengalami hal yang lebih hebat dari yang aku alami.

Sesaat kemudian kami mulai berbincang kembali. Dia menceritakan sahabat-sahabatnya, geng koplak, itu nama geng-nya. Dari cerita-cerita yang dia ceritakan sebenarnya hampir sama, sama denganku. Punya kumpulan yang urakan, tapi tetap pada jalan.

Selang beberapa saat, dia mendapat telepon.

“Ar, aku haru menemui pak dhe-ku. kalau kita berjumpa lagi, aku harap kita berada dalam keadaan yang lebih baik dari sekarang”

“Eh, iya mas, terima kasih untuk nasihat-nasihatnya”

“Halah, omongan orang tongkrong itu ha ha ha”

“Oiyo, ini nomerku Ar. kalau mau main ke tempatku, kabari aku ya” lanjutnya sembari memberikan sebuah kartu kepadaku

“Iya mas...” jawabku sembari menyimpan kartu yang baru saja dia berikan.

Kami kemudian berpisah. Aku melihatnya lari dengan penuh semangat. Aku rasa dia sudah melewati sebuah rintangan terberat dalam hidupnya. Tapi aku, aku baru saja memulainya. Baru saja.

Setelah dia menghilang, aku berbalik dan kemudian melangkah menuju halte. Dalam langkah, pikiranku sedikit tenang. Setiap kata-kata yang dia katakan kepadaku sama dengan yang aku dengar dulu.

“Maaf Mas” tiba ada seseorang lelaki, berbaju hitam dan kekar. Menyadarkan aku dari lamunanku ketika berjalan menuju halte. Aku berhenti dan berbalik.

“Iya mas, ada apa?” tanyaku

“Ini, jalan Mawar Kusuma itu dimana ya? ini saya dikasih peta tapi bingung”

“Waduh saya tidak tahu, saya bukan asli sini”

“Oh, ya tapi coba masnya lihat dulu, mungkin saja masnya tahu..”

“Ya, coba tak lihatnya dulu mas”

Aneh ketika aku melihat peta ini. sepertinya tidak ada...

BUGH....!!!

Gelap... semuanya menjadi gelap...
:pantat::pantat:
 
wah ada Arya ternyata
Kakek Wicak bkn yg ngomong kaya gitu ke Arta ?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd