Teaser Episode 2
Satu menit berlalu sebelum akhirnya dia mencabut penisnya dari vaginaku yang penuh sperma. Saat dia menarik penis gemuknya dengan perlahan, entah mengapa tak ada lagi kenikmatan yang kurasakan. Hanya perih yang muncul, baik perih di hati maupun perih di vaginaku ini.
Ouucchhhsss.... aku mendesis nyeri.
Begitu ujung penisnya tercabut, sebagian lendir putih di vaginaku meluber keluar. Mengalir pelan menuju belahan pantatku. Udara di kamar ini mulai terasa dingin dan menekan dadaku yang masih tersengal ngos-ngosan.
Kuangkat tubuh yang remuk ini agar bisa bangkit. Susahnya setengah mati karena semua ototku tampaknya lelah. Kulihat dia di ujung kasur sedang mengelap keringat di wajahnya dengan kemeja putih. Terakhir kali kulihat kemeja itu adalah sejam yang lalu, saat aku masih perawan.
Mendadak sepercik listrik seperti mengalir meyetrum vaginaku. Sisa-sisa orgasme kembali menyerangku. Kali ini aku bisa menahannya, kupaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi meski dengan terhuyung-huyung.
Di bawah pancuran aku langsung membuka keran dan membiarkan air dingin menghujani kepalaku. Kucabut gagang shower dan kuarahkan ke selangkangan. Aku langsung mencuci daerah kewanitaanku, menguras benih kental yang kini tak terasa hangat lagi.
Mendadak terdengar suara keran wastafel dibuka. Aku langsung menoleh dan melihat sosoknya sedang membasuh wajahnya dengan air. Dia menatapku dari pantulan cermin lalu enengok ke belakang, ke arahku yang masih telanjang di bawah pancuran.
Saat dia mendekat, aku langsung teringat ucapannya yang ingin menyetubuhiku hingga pagi. Tanpa bicara, tangannya merebut gagang shower dari genggamanku dan mengembalikannya ke tempatnya semula. Setelahnya, dia mendekapku. Aku langsung menangis di dadanya. Derasnya pancuran shower memang berhasil menyembunyikan air mataku. Tapi suara tangisanku mengalahkan berisiknya percikan air shower yang menghantam lantai kamar mandi.
Aku pasrah.
Jika dia mau menikmati tubuhku di bawah shower ini, aku pasrah.
Jika dia mau membanjiri rahimku dengan benihnya lagi, aku pasrah.
Jika dia mau langsung pergi besok pagi, aku pasrah.
Aku pasrah. Karena aku sudah sangat lelah hingga tak berdaya. Aku berharap bisa segera pingsan agar tak perlu lagi merekam kejadian mengerikan ini ke dalam ingatan.
Di tengah tangisku, tiba-tiba tangannya yang dari tadi berada di punggungku kini bergerak turun.
Sayang.... dia memanggil sambil meremas bongkahan pantatku.
Aku bergidik ngeri.
Ronde kedua?