BAB VII : MOVE AWAY
Suasana tegang dan terasa sedikit mencekam bagi 3 orang wanita yang sedang duduk di ruang tamu rumah besar kuno milik keluarga Sri Wulandari, dan ikut duduk disana ialah Sri Wulandari, Ningrum, dan bapak Kapolsek, Abimanyu dan juga ada 2 orang petugas polsek berjaga diluar rumahnya.
Warsini, Yulinda dan anaknya Renata, hanya bisa duduk diam dan pucat pasi, mereka bingung dan seperti menunggu apa vonis yang akan dijatuhkan untuk mereka, karena keteledoran dan kesalahan yang mereka sudah lakukan.
Mungkin factor ekonomi dan juga strata social yang mememisahkan, membuat pertemuan ini seperti pertemuan formal antara majikan dan pembantunya…..
“ saya minta dengan segera, agar segera pergi dari kota ini…” ultimatum dari Abimanyu bagaikan gelegar petir di saing bolong.
Semua yang ada disitu terkejut mendengarnya….
“Mbok minta maaf sebesar besarnya Den bagus…. “ sambil terisak Warsini menangis..” tapi jika disuruh pergi kita mau pergi kemana…?”
“bukan urusan saya…” tegas Abimanyu
“kita ngga ada tempat lain Den Bagus..”
“sudah saya bilang bukan urusan saya, Mbok…!!” bentak Abimanyu lagi….
Yulinda terdiam, dia yang selama ini hanya sibuk mengurus warung nasinya memang lalai dan gagal menjaga anaknya….
“kamu jangan terlalu begitu dong, Bi…” tegur Sri ibunya
“keterlaluan gimana Bu?? Mereka ini sudah membalas air susu dengan tuba ke keluarga kita, lalu Ibu bilang saya keterlaluan??”
Kasar sengatan kata-kata Abimanyu
“ mau taruh dimana muka saya? Saya menghadap Kapolda, minta waktu seperti pengemis untuk bertemu Gubernur Akpol, agar anak bisa dibantu masuk….. lalu kemudian gagal total karena perempuan ini…”
Semua diam, bertiga wanita lusuh dan sederhana hanya bisa menangis dan tertunduk
“saya kasih waktu 3 hari kalian sudah harus pindah…”
Kata-kata dari Abimanyu ibarat paku yang dihajar dengan palu, dan membuat hati mereka benar-benar pilu dan kaget….
“jika tidak, saya perintahkan anak buah saya untuk bongkar rumah kalian, toh itu juga bukan rumah kalian…”
Semua hening ketakutan, mereka tahu ancaman komandan ini bukanlah main main
“warung kamu juga ilegal berdirinya…. Jadi sekalian akan saya bongkar jika kamu tidak pindah dalam 3 hari…”
Ancamnya ke Yulinda
“ dan kamu Renata, perbuatan kamu ini sungguh saya tidak bisa maafkan….ibu saya terlalu baik dan memanjakan kamu, dan kamu balas itu dengan jahatnya…” kini ucapannya tajam ke Renata
“jika kamu mau gugurkan, kamu bisa bilang ke istri saya, nanti kita biayai… tapi jika tidak, itu terserah kamu…”
Lanjutnya lagi
“Lagipula, itu bukan cucuku….sampai kapanpun aku tidak akan mengakui jika anak di perut kamu itu adalah cucuku…”
Bagaikan petir kembali menggelegar…dada Renata bagai ditusuk sembilu mendengarnya….
Sri langsung bangun dari kursinya dan masuk ke dalam lagi….
Abimanyu tidak memperdulikannya
“seharusnya kamu saya penjarakan, karena sudah menodai anak dibawah umur….” Bentak Abi lagi “Eka usianya baru 18 tahun dan masih bisa dikategorikan dibawah umur, dan kamu bisa dikenakan pidana perlindungan anak..”
Renata dibuat gemetar dan pucat… dia bagaikan ingin mati saja mendengar ultimatum di siang hari ini… sudah dibentak dan dimarahi, lalu diancam dan bahkan hendak dipenjarakan, dan lebih sadis lagi mereka harus pindah dari kota ini, dan tidak tahu hendak kemana perginya….
Rasa sakit dan kecewa yang dipendam oleh Renata sungguh luar biasa. Dalam posisi lagi mengandung, dihina dan bahkan harus diusir, dan lebih sakit lagi ialah bagaimana dia melihat orangtuanya diperlakukan seperti bukan manusia oleh Bapaknya Eka.
“kita ini hanya orang kecil, Nak…” ujar neneknya sambil bercucuran airmata saat mereka dipermalukan dan diusir dari rumah Ibu Sri. Mereka hanya disuruh datang untuk dihina, dimaki maki, bahkan Renata harus mendapat ancaman pidana.
Dia sungguh malu dan merasa sangat tersayat, dia seakan tidak mampu berpikir jernih lagi, malu dan kecewa, tapi bagaimanapun dia yang dianggap paling bersalah. Jika tidak membiarkan Eka masuk ke area yang bukan atau belum seharusnya dia masuk, mungkin hal ini tidak akan terjadi.
Renata hanya bisa menangis tersedu sedu, dia meminta maaf dengan penuh penyesalan ke Ibunya, dan neneknya, atas musibah ini. Masih terngiang di telinga ucapan bengis “mertuanya” bahwa akan memenjarakan dirinya, dan tidak mengakui anak yang di perutnya sebagai cucunya.
“dami Allah, Nek….ini anak Eka, ngga ada laki-laki lain yang nyentuh Menik, Cuma Eka….” Sambil menangis di sudut kamar.
Neneknya dan ibunya hanya bisa terdiam, meski marah dan kecewa dengan Renata, mereka tidak ingin menghukum cucu dan anak mereka satu-satunya itu, mereka lebih fokus dengan bagaimana memulai hidup baru lagi, karena mereka sadar bahwa ancaman Abimanyu bukanlah gertak sambal, kelakuan dia selama memimpin kepolisian di beberapa sector dan wilayah, sudah sangat terkenal.
“besok kita harus berbenah, Yul” ujar Warsini ke anaknya “ Bapakmu besok juga datang, kita harus segera pindah dan cari tempat lain…”
“Tapi kemana Bu?”
“nanti besok kita lihat, tergantung bapakmu…”
Renata hanya terdiam, dia bingung, kalut dan sudah mendekati depresi. Eka sendiri tidak datang menemuinya semenjak pulang dari Semarang, mungkin dia juga depresi, karena pasti dia habis dihajar oleh bapaknya. Renata bingung, kini dia sadar bahwa bencana seperti ini memang tidak mudah dilalui, apalagi dengan kondisi seperti sekarang….
Hanya airmata dan tangis yang menemaninya, Renata benar-benar hilang semangat hidupnya. Jika mereka pergi, lalu bagaimana Eka mencarinya? Bagaimana dia bisa melewati hari-hari tanpa Eka? Renata kembali menangis. Di tengah kehamilan dan raas mual serta perih yang harus dia lalui, sakit hati dan kecewa dengan kondisi ini lebih membuatnya tertekan.
Dia hanya bisa menangis dan diam, Ibu dan neneknya mulai berkemas kemas, dia sendiri masih menangis dan menangis, neneknya kasihan melihat dia, dan tidak memaksa ataupun memarahinya. Ibunya juga mulai berkemas di warungnya untuk bersiap pergi.
Malamnya….
Renata kaget ada ketokan di jendela kamarnya, dia tidur di kamar belakang, dan kebetulan rumah di kampong tidak berdempetan seperti rumah-rumah di kota, jadi jendelanya masih ada halaman kecil, sehingga orang bisa masuk hingga samping kamarnya.
Dia terbangun sesaat….
“yang…. Aku ini….” Terdengar suara….
Renata segera membuka jendelanya, dan sosok yang dia rindukan ternyata muncul di jendela itu….
Segera dia memeluk laki-laki itu, airmatanya tumpah dan dan tangisannya pecah melihat Eka, pria itupun demikian, tangisannya juga tumpah sambil memeluk wanita yang dia cintai itu…..
“maafin aku Yang…..” tangis Eka terdengar…..
Renata tidak mampu berbicara lebih banyak lagi selain menangis….airmatanya seperti habis terkuras dalam 2 hari ini karena masalah ini……
Renata lalu membuka pintu dapurnya, dan meminta Eka masuk dari belakang, dan mereka langsung berpelukan erat. Kesedihan, amarah dan juga rasa takut bercampur jadi satu….Eka benar-benar menyesali semua yang sudah dia lakukan.
“kalo aku ngga maksa, mungkin ngga begini Yang…” ujarnya dia sambil berurai air mata
“ngga Mas….aku yang harusnya menahan kamu…” sambil membelai wajah kekasihnya
Kembali lagi mereka hanya bisa bertangisan dan saling berpelukan, Renata membelai wajah Eka yang terlihat jelas lebam dan bekas pukulan ayahnya masih membekas di sudut bibir dan matanya. Belum lagi badannya yang memar memar.
“ini dipukul?” tanya Renata sambil menahan isak tangis
Eka hanya tersenyum pahit
“mendengar papah bentak Ayang, jauh lebih sakit…” dia membelai dan memeluk Renata.
Eka hanya bisa terdiam saat mendengar cerita bahwa mereka diusir dari kota ini, harus keluar kota dan menghilang, karena Abimanyu tidak segan-segan untuk membongkar rumah dan warung mereka jika masih disini.
Mendengar suara didapur belakang malam hari, Nenek dan Ibunya Renata pun terbangun, dan betapa kagetnya mereka melihat ada Eka disitu, mereka tidak menyangka jika Eka akan senekat itu datang ke rumah mereka, malam hari dan ditengah ancaman dan pengawasan ketat dari ayahnya.
“Mas….aduh mohon maaf, sebaiknya pulang deh….Mbok takut jika ketahuan…” Cemas dan ketakutan dari wajah Warsini.
“Menik, kok kamu bolehin sih?” bisik Ibunya ke Renata
Eka dan Renata bingung dibuatnya….
“saya minta maaf Bu, Mbok…” ujar Eka
Mereka kebingungan saling berpandangan
“mas segera balik deh, nanti ayah Mas tau ada disini, kita bisa kena marah lebih besar lagi…” ujar Yulinda
Eka hanya terdiam….
Dia lalu memeluk Renata, tanpa mempedulikan ada nenek dan ibunya disitu
Renata pun kembali hanya bisa menangis….
“mas, jaga diri baik-baik, kelak nanti Mas sudah selesai kuliah, aku selalu tunggu Mas…. “ Renata menatap wajah Eka dengan tatapan sendu dan sedih
“aku selalu sayang ama Ayang…..aku janji akan cari Ayang…aku bersumpah…” Jawab Eka
Renata hanya bisa menganggukan kepalanya
“aku sudah berdosa, aku ngga mau lagi nambah dosa dengan membuang anak ini….” Sambil mengusap perutnya. “ dia anak kita, mas…. Aku akan jaga dia selalu…”
Eka memeluk erat Renata…. Dia menangis seperti anak kecil. Sejak masih bayi dia selalu bersama dengan Renata, hanya terpisah beberapa tahun karena dia ikut ayahnya tugas, tapi semenjak SMP hingga sekarang, nyaris tidak pernah dia berpisah dengan Renata, dan kali ini dia harus menerima kenyataan pahit itu, berpisah dengan kekasihnya, dan tujuan awalnya untuk jadi perwira polisi, kini harus buyar dengan kejadian ini.