BAB XXIX : Nenek dan Cucunya
Putri senang sekali hari ini, ternyata teman-temannya yang di sekolah sangat terbuka dan menerimanya dengan tangan terbuka. Dia merasa sangat diterima dengan baik di lingkungan yang baru, dan dia sangat suka dengan kondisi kelasnya, full aircond dan bersih sekali kelasnya, beda dengan SMPnya di Probolinggo, mejanya banyak coret-coretan, disini sangat bersih dan disiplin.
Guru-gurunya juga sangat membantunya dengan ramah dan baik, membuat dia yang baru masuk tidak merasa seperti anak baru. Teman-teman barunya juga dengan ramah dan meminta nomor ponselnya untuk dimasukan ke grup kelas mereka. Putri juga dengan cekatan bertanya ke guru untuk pelajaran disini, dia tidak ingin ketinggalan.
Dia juga tahu bahwa level persaingan dikelas disini beda dengan di SMP Pionir, dan Papanya sudah mengingatkan untuk jangan dipaksain, yang penting Putri nyaman dan belajar dengan tenang, masalah juara atau tidak, bukan keharusan, tapi dia tetap harus belajar yang rajin.
Dia sempat bertanya ke Pak Tino yang menjemputnya, kenapa Mamanya ngga ikut jemput,padahal tadi Mama janji mau datang ikut jemput dia, malah tidak datang. Kata Pak Tino, kakek dan neneknya datang dari Blora. Pasti Papa dan mamanya Papa yang datang, pikir Putri. Karena selama ini mereka belum bertemu dirinya, semenjak dia datang ke Jakarta, hanya Eyang Putri saja dan Tante Tari yang sudah dia temui.
Foto Putri didepan sekolah dan saat bareng dengan Papa dan para dewan direksi sekolah Cakrawala Bangsa, langsung dia upload di IG nya, termasuk foto dia selfie dengan Papa di mobil, serta fotonya sendiri di depan gerbang sekolah. Langsung aja fotonya dibanjiri oleh komen komen dari teman-temannya di SMP Pionir, termasuk komen dari gurunya Bu Anissah yang mengenal semua dewan direksi dan kepala sekolah.
Semenjak dia pindah ke Jakarta, jumlah followernya memang meningkat pesat, rata-rata temannya di SMP baik sama-sama di kelas 8 maupun kakak kelas dan adik kelasnya, pada minta approval untuk bisa follow IG nya dia. Putri hanya tersenyum menanggapi semua itu. Dia yang dulu dibilang anak haram, ngga punya papa, kini ibarat putri raja yang disanjung banyak orang.
********************
Ruang keluarga di kediaman Eka nampak siang ini hening, suasana hati yang berbeda dari 4 orang yang duduk di sofa besar yang melingkari ruamng keluarga mewah itu. Layar TV raksasa dan lampu kristal yang tergantung diatas sofa, seakan ikut diam dan menjadi saksi momen yang serba tidak menentu disitu.
Ada 3 sofa lebar mengelilingi meja, ditambah dua set sofa personal yang saling menempel. Wulandari duduk di salah satu sofa lebar, Abimanyu duduk di sofa personal, sedangkan Ningrum duduk di sofa lebar bersama Renata, mereka duduk diantara posisi Wulandari dan Abimanyu saling berhadapan diantara mereka berdua
Ningrum sambil tersenyum, dia memegang tangan Renata dan menggenggamnya erat
“ Mamah dan Papa sangat senang akhirnya kalian berdua bisa berkumpul lagi dengan Eka dan kami semua disini....” tuturnya lembut
Abimanyu sendiri hanya terdiam, dia benar-benar dalam dilema yang sangat besar dalam hatinya berkecamuk. Di satu sisi hingga sekarang dia masih belum bisa menerima secara tulus kedatangan Renata dan Putri, namun disisi lain, ada rasa penasaran dan keinginan besar melihat cucunya yang dulu mati-matian dia tolak.
Itu sebabnya dia masih belum bisa larut seperti istrinya yang berkali kali memeluk Renata. Dia masih belum bisa dan mungkin tidak akan bisa menerima sosok Renata, yang dianggap sudah memporak porandakan impiannya dulu, meski hari ini Eka sudah sukses, entah kenapa dia belum melupakan hari kelam itu, dan dia seperti tidak terima dengan kejadian itu.
Dia rasanya ingin melupakan kebenciannya dan berdamai dengan hatinya, tapi masih saja dia seperti tidak bisa menerima cucu pembantu dirumahnya, lalu harus menjadi menantunya, meski sudah ada cucu yang hadir bagi mereka berdua Ningrum, dan status cucu yang dianggapnya liar itu yang juga membuat dia masih sulit menerimanya.
“ Mama dan papa minta maf yah....jika ada kesalahan dulu yang pernah Mama dan Papa lakukan buat kamu, keluarga kamu...terutama buat kamu dan Putri....kami minta maaf...” suara Ningrum yang tadi tenang dan teratur, kini berubah jadi berat dan ada isak tangis disana
“seandainya waktu kita bisa putar, mungkin kita tidak ingin alami masa berat itu di waktu lalu.... “ Ningrum mengahusp airmatanya dengan telapa tangannya “ tapi semua sudah terjadi.... Mama ngga bisa putar waktu itu lagi....”
Renata hanya bisa mematung diam mendengar ucapann Ningrum.
“mama minta maaf ke kamu sekali lagi....sampaikan juga ke Mbak Linda dan Mbok Warsini yah....” bisik Ningrum sambil menahan airmatanya.
Renata membalas dengan anggukan. Dia hanya bisa diam, karena bingung harus bagaimana bersikap, akan beda jika ada Eka disini, pasti Eka yang akan menetralisir dan mendampinginya, saat seperti ini dia bingung kecuali diam dan mengiyakan apa yang disampaikan oleh “mertuanya” ini.
Ningrum memang banyak diam ketika itu, dia hanya mengikuti apa ucapan suaminya, namun kali ini dia yang banyak berbicara, sedangkan Abimanyu yang biasanya garang dan suka memaki orang, termasuk waktu mengusir dirinya dan keluarganya, kini malah diam dan tidak bersuara sedikitpun, mungkin karena kondisi Eka sekarang sosok paling penting saat ini dikeluarga, membuat dia menjaga itu agar anaknya tidak mengambil sikap yang akan merugikan kepentingan keluarga besar
Rangkulan Ningrum kini agak longgar, dia lalu bertanya tentang kondisi Eyangnya dia Warsini, juga bagaimana Putri sekolahnya, kerena ini hari pertama Putri sekolah.
“kita lupakan semua yang sudah lalu.... kita pandang semua kedepannya yah... biar apa yang kita rencanakan semua dalam perkenanan Tuhan....” ujar Ningrum sambil mengusap tangannya Renata.
“selamat siang, aku pulang....” sapa Putri, yang kemudian langkahnya terhenti melihat Eyangnya, Mamanya sedang berbicara dengan dua orang yang tidak dia kenal sebelumnya.
“siang sayang...” balas Renata.
Putri lalu menyalami Eyang Putrinya yang mencium kepalanya, lalu menyalami Mamanya, Renata.
Dan saat hendak menyalami Ningrum, neneknya itu langsung memeluknya dengan erat tanpa suara. Dan suara isak tangisnya terdengar pelan di kupingnya Putri.
“cucu nenek cantik sekali...... cantik banget....” bisik Ningrum sambil memeluk dan menangis pelan memeluk Putri
“ini salim sama kakekmu.....” ujar Ningrum lagi.
Putri lalu menyalami kakeknya Abimanyu. Perasaan Abimanyu semakin tidak menentu melihat Putri. Cucu yang dia sempat usir kini sudah begitu besar, dan memang anak ini mirip sekali dengan Tari di usianya seperti ini, dia benar-benar kali ini dihukum dengan perasaannya sendiri, cucu yang dia tolak dan usir saat masih diperut, ternyata bak pinang dibelah dua dengan anaknya Tari.
“duduk sayang disini.....” pinta Ningrum
Tatapan penuh haru Ningrum ke arah Putri, dibalas dengan senyuman tipis.
“cucu nenek cantik sekali....” puji Ningrum dengan mata berbinar
Dia lalu melirik suaminya “ mirip Tari yah....” yang dibalas anggukan lemah oleh Abimanyu
“gimana sekolahnya sayang?”
“lancar Nek....”
“puji Tuhan.... “
“ganti baju....nenek temenin makan siang yah....” ajak Ningrum.
Putri menganggukan kepalanya.
********************
“hah? Trus?”
“ngga apa2...lagi makan ama mama Ningrum dan Pak Abimanyu...”
“waduh....trus Pak Abimanyu gimana?”
“ngga apa2...diam aja dari datang....”
“awas aja kalo berani reseh ama anak aku...”
“ngga Mas.....Mama dan Papa baik kok.... itu buktinya nemenin Putri makan....”
“yah sudah....ayang beneran khan ngga apa2..?”
“ngga apa2 Mas....” kata Renata meyakinkan Eka....
“oke oke....kalau gimana-gimana aku balik nih...”
“ngga usah Mas.... oke kok....lagi makan tuh mereka berempat sama Yang Ti...
“oke Yang....”
“Mas sudah makan siang?”
“sudah, makan salad ayam sama buah tadi....”
“ya sudah..... Mas lanjut kerjanya yah..
“oke Ayang.... I love you...’
“love you, too Mas.....
Laporan singkat Renata ke Eka terkait kedatangan Abimanyu dan Ningrum yang tanpa pemberitahuan ke Eka, sehingga membuat Eka barusan mengecek ke Renata. Namun dia tidak menceritakan tentang pembicaraannya dengan Tante dan Omnya serta Jesica ke Renata. Biarlah itu dia simpan sendiri sebagai konsumsi keluarga dari pihaknya dia.
********************
Malam harinya sesaat setelah Eka dan Renata makan malam di rumah
“ anakmu rewel yah sekarang....” ujar Renata
“kenapa?”
“nanya, mama mau tidur sama papa lagi...”
“aku bilang iya....”
“katanya, awas yah mama meluk papa lama2...”
Eka tertawa
“aku kasih pengertian aja kalo dia harus tidur sendiri, Papa dan Mama harus tidur bareng, sama seperti orangtua teman-temanya....”
“trus... ?”
“masih manyun dikit....”
Eka tersenyum
“nanti aku samperin dan peluk dia sebelum bobo....”
Renata tersenyum lalu memeluk Eka.
“ kerjaan gimana sayang?”
“baik-baik saja, normal lah Yang....’
Renata sedikit banyak mengerti bagimana kesibukan managerialnya Eka, dia sangat mensyukuri semua apa yang sudah Tuhan beri untuk dirinya dan juga Putri lewat Eka, karena semua perubahan bagi dirinya dan Putri pasti tidak lepas dari campur tangan Yang Punya Hidup.
Selepas dari kamar Putri, bertanya sekolahnya hari ini dan persiapan besok, memeluknya dan berbicara sebentar, tiba-tiba Renata dari kamarnya membawa ponsel Eka
“Mas, ada telp dari dari tante Anin” Renata menyodorkan ponselnya ke Eka.
Eka mencium kepala Putri, lalu keluar dari kamar Putri dan mengangkat telpon dari Anindya, dan berbicara sebentar, pendek, sambil matanya menatap ke arah Renata, lalu menutup ponselnya.
Dia merangkul Renata, lalu
“aku ke rumah Tari sebentar yah..... Ayang tunggu disini yah...’
Renata mengerti, dia hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya
“baik Mas...”
Eka lalu mengajari untuk menaikan dan menurunkan layar TV lewat tombol elektrik jika Renata mau nonton. Tapi Renata mengatakan bahwa dia tidak mau nonton, dia ingin pindahin nomor telpon dari ponsel lamanya ke Iphone terbarunya yang dibeli Eka, sambil menunggu Eka kembali nanti.
Dia lalu turun lewat tangga, tadinya ingin cerita ke Eyang, namun dia mengurungkan niatnya. Dia bertanya ke Ira, kemana papa dan mamanya, kata Ira ke rumah Tari tadi dijemput suaminya Tari. Eka hanya tersenyum, dia semakin mengerti tentang apa yang akan terjadi nanti.