Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Fallen Angel: Dewi Ratna Azzahra

vaniarosa

Semprot Baru
Daftar
20 Aug 2016
Post
43
Like diterima
166
Bimabet
Update chapter 2 page 2
Update chapter 3 page 3
Update chapter 3 bagian II page 4


***********************


Dewi & Bayu Fixed Illustration​


"Sayang, kamu itu kenapa sih? Coba hitung deh cuma berapa kali kita ngelakuin 'itu'?" Keluh Dewi menahan kesal. Ia merangkak menghampiri suaminya yang tengah terbaring diatas ranjang. Berharap tindakannya ini dapat mengundang birahi suaminya.

"Ga. Aku cuma.." Fajar memandang Dewi dengan tatapan yang sulit diartikan, ia dengan sengaja menggantungkan kalimatnya. Membuat Dewi terpaksa bertanya,

"Cuma apa?" Tanya Dewi menuntut jawaban. Hembusan napas sebal terhembus dari celah di bibirnya.

"Ah.. udahlah lebih baik kita tidur aja sekarang."

"Sayang~" desah Dewi yang langsung mengapit lengan suaminya dengan lingkaran tangannya. Ia menaruh kepalanya bersandar di bahu Fajar. Dewi tak ingin malam ini ia habiskan tanpa melakukan apapun. Ia benar-benar tak habis pikir. Mengapa suaminya ini jarang meminta jatah darinya. Apa suaminya lebih senang 'jajan' diluar?

'Ah dia ga mungkin macem-macem diluar.' Tepisnya ketika prasangka buruk mulai menggerayangi kepalanya.

"Sayang? Jangan diem aja dong. Hufh."

"Aku mau tidur, Dewi. Aku capek." Balas suaminya culas. Sang suami mengatupkan matanya. Tampak jelas ia sudah tidak ingin lagi diusik oleh Dewi.

Dewi akhirnya menyerah. Ia melepaskan lingkaran tangannya. Beranjak duduk ditepian ranjang. Dewi melirik suaminya sekilas dengan pandangan kecewa. Uh, menggodanya pun percuma, Dewi tak tahu cara seperti apalagi yang harus ia gunakan agar Fajar takhluk pada kemauannya. Dewi mengambil segelas air di atas laci samping ranjangnya. Meneguknya terburu-buru.

Sayang, air yang hanya berisi seperempat gelas itu tak mampu mengusir sekelumit gelisah dihatinya. Setelah membungkus tubuhnya dengan jubah tidur, Dewi bergerak meninggalkan kamar megahnya menuju dapur sambil mengenggam gelas tadi ditangannya.

Tiba di ruangan dapur, Dewi segera mencari saklar lampu yang padam agar memudahkan penglihatannya dalam melihat. Dewi menekan tombol dispenser yang langsung mengucurkan air mineral ke dalam gelasnya. Ia kembali membasahi kerongkongannya dengan air. Sampai..

"Nyonya?"

"Hahh?! Duh Bayu kamu ngagetin aja!" Debaran jantung Dewi berpacu cepat mendapati pembantunya tiba-tiba melenggang masuk ruangan. Ia mengira pria berusia 30 tahunan yang merangkap sebagai pembantu di rumah ini adalah penyusup.

"Maaf nyonya. Kenapa nyonya ke dapur malem-malem begini? Saya kira ada maling masuk tadi." Bayu berbicara sesopan mungkin. Badannya malah secara sengaja ia tekukan. Merendahkan dirinya dihadapan majikannya.

"Minum." Ujar Dewi singkat. Tangannya kembali mengarahkan ujung gelasnya menyentuh bibir mungilnya.

"Mau saya buatkan sesuatu, nyonya?" Tawar Bayu.

Dewi memandang pembantunya selama beberapa jenak. Ia tengah menimbang-nimbang tawaran itu, memikirkan perintah apa yang harus ia berikan pada pembantunya untuk menyenangkan hatinya. Menurutnya air mineral saja tidak cukup efektif mengusir gelisah di hatinya. Ia butuh sesuatu yang lain.

"Berikan aku segelas susu."

"Baik, nyonya."

Disaat Bayu mulai menyibukkan dirinya di pantry. Dewi menarik salah satu kursi meja makan dan mendaratkan bokongnya disana. Memandang lesu jemari-jemari kecilnya yang tergeletak diatas meja makan. Kepalanya masih digerayangi sekelumit pikiran. Seperti, masihkah menjadi hal yang wajar ketika suaminya selama ini tidak berniat menjamah tubuhnya?

"Ini nyonya. Adalagi yang bisa saya bantu?" Bayu meletakkan gelas susu permintaan Dewi dihadapan wanita bertubuh sintal itu.

"Temani aku aja disini."

"Baik Nyonya." Bayu mengangguk patuh, entah nyonyanya melihat atau tidak. Ia berdiri mematung tepat disamping belakang majikannya.

"Aku gak ngerti..." Sahut Dewi setelah meneguk susunya beberapa kali.

"Kenapa Nyonya?"

"Ga. Aku cuma ga ngerti sama sikap suamiku akhir-akhir ini. Dia berubah, bay." Ungkap Dewi sambil memainkan gelas susunya.

"Berubah?" Tanya Bayu retoris.

"Iya berubah. Dia jadi..." Seketika Dewi ingat bahwa lawan bicaranya adalah seorang pria. Ia tidak bisa berkata kalau suaminya kehilangan gairah bercintanya.

"Sebentar bay, kamu kan sering nyupirin dia. Kamu tahu ga sih sebenernya dia diluar ngapain aja?" Memutar badannya. Dewi menatap tajam pembantunya itu.

"E-eh? Kurang tahu saya, Nyonya." Jawab Bayu gugup.

Dewi menyipitkan matanya. Ia mulai memendam rasa curiga pada pembantunya itu. Jelas pria itu menyembunyikan sesuatu darinya. Sorot mata keraguan yang terpancar dari manik mata Bayu, membuat Dewi yakin sesuatu telah terjadi.

"Bayu." Geram Dewi. "Cepat katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Nyonya sungguh. Aku tidak t-"

"Jangan bohong, Bay. Aku tahu kamu udah ngabdiin hidup kamu buat ngurusin aku sejak dulu . Tapi please, aku pengen tahu apa yang sebenarnya terjadi sama pernikahan aku." Pinta Dewi menyela sangkalan Bayu. Ia menarik satu lagi kursi disampingnya.

"Duduk dan ceritakan." Perintah Dewi ketus. Ia tidak ingin memberi Bayu kesempatan untuk berkelit. Bagaimanapun ia butuh jawaban atas perubahan sikap Fajar. Ia sudah lama merasakan firasat yang buruk.

Dewi sudah pasrah jika Bayu memberinya kabar buruk yang menyesakkan dada. Sebisa mungkin ia akan berlapang dada.

Bayu akhirnya pasrah menuruti perintah Dewi, ia mulai membuka mulutnya menanggapi perkara ini,

"Jadi.."

'

'

'

Lantunan musik radio tergaung pelan di indra pendengaranku. Menjadi satu-satunya hiburanku disaat aku menantikan kedatangan majikanku. Jemariku bergerak mengetuk-ngetuk kemudi mobil seiring dengan iringan lagunya.

Bosan, pandanganku beralih kearah gedung hotel berbintang yang dikunjungi majikanku. Sebenarnya dalam rangka apa majikanku mengunjungi tempat seperti ini? Aku bertanya-tanya.

Uh, sejujurnya aku sama sekali tidak berminat mengantar majikanku kesini. Aku lebih suka berada di rumah dengan tugas yang menumpuk sebagai pembantu daripada mengantar majikan priaku datang kemari sebagai supir. Dewi Ratna Azzahra adalah satu-satunya alasan mengapa aku setia menjadi seorang pembantu selama 10 tahun.

Rambut pirangnya, tekstur wajahnya, dan lekuk tubuhnya benar-benar menggoda hasrat birahiku. Aku tak pernah mampu membendung hasrat tak tertahanku itu setiap kali aku berhadapan dengan dirinya. Aku melampiaskannya dengan bermasturbasi dikamarku.

Menyedihkan memang, wanita pujaanku itu kini justru menikahi pria lain.

Tiba-tiba suara pintu mobil yang terbuka menyentakkanku dari lamunan. Reflek aku langsung memutar kepalaku, melihat siapa yang datang. Mataku melotot melihat majikanku berangsur masuk ke mobil bersama seorang wanita seksi.

"Ayo Bay, jalan." Titah majikan priaku tak lama setelah ia masuk.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku melihat majikan priaku tak ragu lagi memagut wanita seksi disampingnya. Ia bahkan berani menggerayangi tubuh wanitanya, meremas-remas dada sang wanita yang masih terbalut gaunnya. Ia sama sekali tak menghiraukan kehadiranku disini.

Tahu aku mematung diposisiku tanpa berbuat apapun, majikanku melepas ciumannya. Teguran meluncur dari mulutnya,

"Tunggu apalagi Bay!? Ayo cepat jalan!" Bentaknya emosi.

"Supir baru, jar?" Celetuk wanita seksi disampingnya. Tatapannya memandang remeh diriku. Ia membenarkan tali gaunnya ke posisi yang benar setelah buah dadanya diremas-remas oleh Fajar.

"Bukan, dia itu pelayan setianya si Dewi."

"Oh si gadis kampung yang bahkan meminum wine saja tidak bisa itu ya?" Ledek wanita itu yang langsung disambut dengan tawa membahana Fajar. Fajar mengelus-elus bahu wanitanya gemas.

"Iya, istri kampunganku itu lebih suka minum susu ketimbang minum wine." Tukas Fajar ikut mencemooh.

"Kenapa sih kamu ga ceraiin istri kamu aja?" Wanita itu mulai bergelung manja merangkul lengan Fajar. Berusaha menghasut Fajar dari apa yang kulihat.

"Sabarlah sedikit Echa. Aku masih butuhin uang dan perusahaannya dia. Tapi nanti aku bakal kasih kamu hadiah buat kesabaran kamu selama ini."

"Apa apa?" Tanya perempuan bernama Echa itu antusias.

"Nih pembantu kayanya suka sama Dewi. Kenapa ga kita suruh entot aja sekalian?" Kalimat pelecehan itu terlontar dari mulut Fajar. Aku tertegun mendengarnya, mereka sudah kelewatan! Ingin aku hajar muka tampan pria dibelakangku itu. Tapi mendengar kalimat tidak senonoh itu malah membuatku terangsang. Pikiranku mulai berfantasi ria. Memikirkan bagaimana lekuk tubuh Dewi yang telanjang tanpa dibalut sehelai kain pun. Apa benar majikan priaku akan mengizinkanku melakukannya?

"Ide bagus itu! Tapi apa kamu tega ngelakuinnya?"

"Demi kamu apa sih yang enggak, sayang. Heh Bay, malem ini lo bakal ngasih obat perangsang ke setiap minuman yang bakal lo kasih ke Dewi. Lo bikin si Dewi terangsang sampai dia rela lo setubuhin. Itu kalau lo masih pengen kerja di gue. Kalau enggak, gue bakal bikin alibi yang ngejelekin nama lo didepan Dewi." Ancam Fajar padaku.

Aku hanya diam saja tak menanggapi. Bingung harus bagaimana aku merespon perkataannya. Yang jelas, kontolku telah sepenuhnya ereksi. Mengacung tertahan dibalik celana jeansku. Sepanjang perjalanan, mereka terus bergumul tidak jelas membicarakan keburukan Dewi. Aku tidak mengerti kenapa majikan priaku begitu memihak wanita bernama Echa itu.

Kami menuju toko obat. Membeli beraneka ragam obat untuk berhubungan intim. Seperti halnya obat perangsang wanita, obat kuat, dan obat bius. Aku sendiri tidak percaya. Majikan priaku sungguh-sungguh akan melakukannya. Apa ia masih waras? Merelakan semua ini demi wanita yang dari kemolekan tubuh dan kecantikannya saja tidak bisa dibandingkan dengan Dewi? Aku khawatir, jangan-jangan wanita itu mengguna-gunai Fajar.

Sore itu, aku yang sudah dibekali berbagai macam obat diperintahkan untuk pulang ke rumah dan mulai mempersiapkan rencana iblis Fajar menghancurkan istrinya. Tanganku bergetar saat melarutkan obat itu di gelas air mineral Dewi. Meskipun aku merasa sedikit tak tega, tapi nafsu sudah berada diujung kepalaku. Bagai mimpi menjadi kenyataan. Aku sudah sangat ingin melampiaskan nafsuku yang tertahan selama bertahun-tahun.

Masa bodoh jika majikan priaku memang sudah kehilangan akal sehatnya. Yang penting malam ini atau kapanpun majikanku perintahkan. Aku akan selalu bersedia menyetubuhi Dewi. Tak sabar lagi aku melakukannya.

Sore itu, sesaat setelah aku sampai di rumah, --sementara majikan priaku masih berada diluar. Aku mulai memberi segelas air putih berisi obat perangsang secara berangsur-angsur. Dewi sama sekali tidak menyimpan rasa curiga, ia bahkan melampar senyum manisnya setiap kali aku memberinya gelas air.

"Kenapa pulangnya ga bareng Fajar, Bay?" Tanyanya dengan menyiratkan sedikit nada khawatir.

"Dia masih ada urusan kantor, Nyonya. Mungkin nanti malem baru pulang." Dustaku berbohong.

"Oh begitu hh yasudah kalau begituh."

Entah benar atau tidak. Napas yang terhembus dari Dewi mulai terdengar berat setelah ia meminum gelas kedua. Pertanda bahwa obat perangsang yang kuberi mulai bereaksi. Aku terpana mendengarnya. Semakin tidak sabar menunggu kedatangan majikan priaku dan memulai ritual mengotori Dewi.

Saat aku selesai mengunting tanaman dan memutar tubuhku untuk beranjak pergi. Aku terkejut. Tampak jelas sekali Dewi tengah mengamati tubuhku sambil satu tangannya bersandar ditembok. Napasnya terengah-engah. Tatapannya itu, seolah-olah ia sedang menelanjangiku. Ia langsung memalingkan mukanya ketika sadar aku menatap balik dirinya.

Ingin aku melahap tubuhnya seketika itu juga. Tapi aku harus menunggu izin majikan priaku jika ingin selamat. Aku langsung mengambil langkah canggung menuju dapur. Semoga dia pun tidak sadar kalau dirinya baru saja dicekoki obat-obat perangsang.

Jantungku berdegup kencang usai mengalami pengalaman menebarkan itu. Aku menyandarkan tubuhku ke belakang pintu dapur. Berusaha mengatur ritme napasku. Uh hampir saja aku kehilangan kendaliku.

Aku mengutuk kepergian majikan priaku yang terlalu lama meninggalkan kami berdua disini. Ia membuatku tersiksa dengan penis yang terus menegang. Membuang napas resah. Aku memutuskan menyibuki diriku di dapur agar pikiranku kembali jernih sampai majikan priaku pulang. Memasak makan malam.

Bagiku kegiatan seperti memasak mempunyai daya tarik tersendiri. Minatku terhadap kegiatan itu bahkan sampai menghasilkan berbagai macam makanan enak. Dewi sering kali memuji hasil masakanku. Ia paling lahap dalam menyantap makanan-makanan itu.

Benar saja, selama aku memasak. Perlahan-lahan penisku mulai lemas. Pikiranku tidak lagi dikabuti asap birahi.

Beberapa jam aku berkutat didapur dan melayani Dewi hingga pukul 8 malam. Akhirnya suara deru mesin mobil datang melipur kegelisahanku. Tak ayal, hatiku seperti ingin meledak-ledak kegirangan.

Fajar memarkirkan mobilnya dengan mulus ke dalam garasi. Kepulangannya langsung disambut hangat oleh Dewi. Dewi mengecup suaminya sekilas sebelum ia mengiring Fajar berangsur memasuki rumah dengan lingkaran tangan di lengan lelaki itu. Dewi memang mencintai suaminya sepenuh hati. Setiap kali Dewi menunjukkan rasa cintanya pada Fajar, membuat hatiku tersulut api cemburu.

Aku benci melihat mereka pamer kemesraan dihadapanku. Tapi apa dayaku? Aku hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Aku tidak memiliki hak untuk bersikap posesif terhadap pasangan muda itu.

Berjam-jam lamanya aku dibiarkan terbengkalai tanpa kepastian. Sudah hampir tengah malam. Tapi tidak ada tanda-tanda majikan priaku akan melancarkan aksinya. Apa perkataannya hanya sebatas angan-angan belaka. Pikiranku mulai diselimuti rasa kecewa.

Namun kemudian, lampu dapur tiba-tiba menyala. Apakah itu pertanda bagiku? Dengan penuh harapan, aku langsung melangkahkan kakiku kesana. Rasa bahagia membuncah dihati ketika aku melihat sosok Dewi sedang mengambil segelas air.

"Nyonya?"

"Hahh?! Duh Bayu kamu ngagetin aja!"

Uh tidak ada yang lebih menyenangkan didunia ini daripada mendengar tutur lembut Dewi. Suaranya secara instan mengobati kekalutanku. Apalagi malam ini, ia memintaku mendengarkan curahan hatinya, keluhannya tentang suaminya yang berubah sikap. Aku mulai merasa bersalah, karena aku senang ketika ia menderita seperti ini.

"Jadi..." aku menggantungkan kalimatku. Tatapan mataku melewati Dewi, menatap Fajar yang datang mengendap-endap di belakang istrinya.

"Hmphh!"

Dalam satu gerakan, Fajar membekap mulut istrinya dan mengunci pergerakan wanita itu. Ia membekali tangannya dengan sapu tangan yang berlumur obat bius. Kursi kayu yang Dewi singgahi spontan terjatuh. Dewi mencoba menarik-narik tangan Fajar, tapi perjuangannya tak membuahkan hasil apapun. Tenaga mereka sangatlah kontras bila dibandingkan.

Aku membantu Fajar memegangi kedua kaki Dewi agar tak berontak. Wanita itu tidak lama memberi perlawanan. Hanya berlangsung beberapa detik sampai akhirnya kesadaran Dewi berhasil kami lumpuhkan. Dewi terjatuh lemas dalam dekapanku.

"Bawa dia ke kamar dan ikat dia."

"Baik, Tuan." Aku membopong tubuh ramping Dewi dengan gaya bridal ke kamar utama. Entah berapa banyak dosis obat bius yang diberikan Fajar sampai gadis ini benar-benar terkulai lemas saat aku mengangkutnya.

Menelentangkan tubuh Dewi diatas ranjang kebesarannya. Aku mulai melucuti pakaian wanita itu. Mulai dari jubah tidurnya. Dan...

Ternyata Dewi hanya mengenakan lingerie dibalik jas tidurnya. Aku melirik Fajar yang sedang bersila tangan melihat pekerjaanku. Menunggu tanggapannya soal lingerie ini. Ia hanya mengendikkan bahunya, pertanda persolan lingerie ini ia serahkan seutuhnya padaku.

Aku meneguk ludahku. Memandang Dewi yang hanya mengenakan lingerie tipis berwarna merah berbahan sutra membuat nafsuku tak mampu lagi kubendung. Buah dadanya menampak jelas. Tanganku sudah gatal menyentuh aset berharga milik Dewi. Tapi Fajar langsung menegurku.

"Jangan sentuh dia dulu. Kamu lepasin dulu baju kamu sekarang."

"Se-sekarang?" Tanyaku tergagap.

"Iya sekarang bego. Kamu mau entotin dia atau enggak sih?" Balas Fajar dengan ketus.

Dengan perasaan gugup, aku mulai membuka seluruh pakaianku hingga polos. Setelahnya Fajar menyuruhku menyandarkan tubuh ditiang pembatas ranjang bersebrangan dengan Dewi. Aku menuruti setiap perintah pemberiannya karena takut jika sampai 'kencan'ku malam ini dibatalkan. Termasuk ketika ia memborgol kedua tanganku.

"Dewi, bangun sayang." Tangan Fajar menepuk-nepuk pipi Dewi. Berharap wanita itu segera bangun dari bunga tidurnya.

Dan ya, dia berhasil.

"Uh." Dewi melenguh. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, menghilangkan pandangan kabur setelah beberapa waktu lalu jatuh pingsan. Tangannya berusaha bergerak-gerak. Seperti ingin menyentuh kepalanya, tapi tidak bisa.

"Hah?!" Dewi melotot melihatku telanjang bulat didepannya. Pandangannya tidak bisa lepas dariku. Kulit wajahnya perlahan-lahan memucat. Apalagi setelah sadar ia hanya membungkus tubuhnya dengan lingirie merah transparan.

"Apa-apaan ini?!" Pekiknya tak terima. Tangan dan kakinya bergerak-gerak ganas.

"Ssh, ssh tenang sayang tenang. Kamu gak perlu berontak kaya gitu." Bisik Fajar.

"Sa-Sayang?" Ucap Dewi pilu. Ia menatap nanar suaminya. Tidak mengerti mengapa suaminya membiarkannya dalam kondisi seperti ini.

"Tolongin aku sayang kumohon!" Katanya memelas.

Fajar tertawa keras mendengar permintaan Dewi. Jelas disini dialah pelakunya. Dia lah yang membuat Dewi seperti ini. Ironis, mendengar Dewi meminta tolong pada sosok yang berniat melukainya.

"Kau terlalu naïve, sayang. Kau berada disana atas seizinku. Didepanmu, suami masa depanmu berada disana atas seizinku juga." Cibir Fajar.

"Suami masa depan? Apa maksudmu? Aku tidak pernah berniat menduakanmu!"

"Ya. Tapi mulai sekarang pria didepanmu itu adalah suamimu. Orang yang paling kau cinta. Kau tidak rela jika kau kehilangan dirinya. Kau akan mengabdikan seluruh hidupmu hanya untuknya."

"Fajar.. jelaskan-padaku-apa-maksudmu?" Dewi menggeram penuh intonasi penekanan pada kalimatnya. Giginya bergemelutukan tanda bahwa amarah mulai berkecamuk dalam diri Dewi.

"Kau mencintai pembantumu. Lebih dari kau mencintaiku. Kau telah melakukan hubungan haram. Karena kau terlalu mencintainya. Karena kau takut kehilangannya. Karena.."

"Fajar!" Jerit Dewi frustasi memotong kalimat Fajar. Tapi suaminya itu tidak mengindahkan segala ungkapan amarah Dewi.

"...Karena itu kau menikahiku, untuk menutupi hubungan kalian dari keluargamu. Sekarang ayah ibumu sudah meninggal, jadi kau mulai terang-terangan menunjukkan rasa cintamu pada pembantumu." Setelah jeda pengambilan napas. Fajar kembali melanjutkan,

"Sebagai bukti cintamu, kau harus mengakui berapa kali kau berhubungan intim selama pernikahan kita berlangsung pada cinta sejatimu. Jika tidak, kau akan terluka Dewi." Jelas Fajar sembari mencabut sabuk kulitnya.

"Aku tidak akan mengakui apa yang tidak kuperbua--Argghh!"

Plak!

"Katakan sejujurnya Dewi." Paksa Fajar setelah ia menaruh ponselnya diatas meja lampu. Lampu kamera menyala terang, mengarah langsung menyorot Dewi. Fajar sedang merekamnya. Setiap adegan-adegan penyiksaan itu direkam secara apik.

"Sampai matipun aku tidak akan mengakuinya, untuk apa kau lakukan ini?!"

Plak!

"Arghhhh!"

"Hentikan kumohon!"

Plakk!

"Akkhh!"

Erangan demi erangan terlontar dari mulut Dewi. Dewi mengiba, memohon ampun pada suaminya. Tapi Fajar tidak menggubrisnya. Ia terus menghantam perut mulus Dewi dan pahanya dengan sabetan sabuknya. Berkali-kali hingga bekas-bekas kemerahan tercipta.

"Katakan sejujurnya! Kamu mau mati ya?!" Desak Fajar yang mulai kehilangan kesabarannya. Ia menguatkan intensitas pukulannya.

Plak!

"Akhh.. hiks.. hiks.. ampun, ampun."

Fajar menarik paksa dagu wanita itu. Memaksa Dewi mendongkakan kepalanya kearah Fajar. Mata sembab Dewi menyulitkan dirinya memandang dengan jelas. Ia tidak bisa menyeka bulir-bulir air mata di pelupuk matanya karena ada ikatan di pergelangan tangan.

"Kalau kau mau mengakhiri penyiksaan ini. Katakan pada suami didepanmu itu berapa kali kau bercinta denganku?" Fajar melepas cengkraman tangannya dengan kasar. Menghempaskan kepala Dewi agar kembali terarah padaku. Isak tangis gadis itu semakin kencang terdengar.

Plakkk!

"Aku tidak memerintahkanmu untuk menangis, bego!"

Setelah beberapa sabetan. Tangis Dewi mulai meredam. Ia mulai memandang lurus diriku dengan segenap kekuatannya. Mulutnya berbisik parau,

"T-Tiga kali..."

"Kenapa dalam satu tahun pernikahan kita kau hanya melakukan tiga kali hubungan intim?" Tanya Fajar tanpa jeda.

"Karena Fajar selalu menola--"

"Ssh bukan begitu caranya!" Desis Fajar. Ia langsung menghampiri istrinya. Mendekatkan mulutnya tepat disamping daun kuping Dewi. Membisiki sesuatu. Seperti memberi arahan, materi itu membuat wajah Dewi semakin menampakkan raut pilu.

"Karena aku mencintai pembantuku. Aku ingin tubuhku hanya dinikmati oleh Bayu." Jawabnya bergetar. Refleks, penisku mulai bangkit dan mengacung keras. Dewi yang secara terpaksa melihat pemandangan itu menelan ludahnya susah payah. Raut mukanya menunjukkan ketakutan akan ukuran penisku. Tapi itu kurang bagi Fajar. Fajar kembali membisikkan sesuatu. Kali ini sedikit memakan waktu.

"Aku ingin titit Bayu mengisi penuh lubang memekku ini. Ia boleh menyetubuhiku sesuk--"

"Entot bego, bukan menyetubuhi.!" Tamparan keras melayang menghantam pipi Dewi hingga menyebabkan ruam kemerahan. Dengan itu spontan Dewi meralat kalimatnya.

"A-Aku ingin titit Bayu mengisi penuh lubang memekku ini. Ia boleh entotin aku sesuka hatinya. Sebagai balasan karena keperawananku direnggut oleh orang lain." Ungkap Dewi terbata-bata.

"Ulangi! Lebih keras!"

"Aku ingin titit Bayu mengisi penuh lubang memekku ini. Ia boleh entotin aku sesuka hatinya. Sebagai balasan karena keperawananku direnggut oleh orang lain!"

"Kamu nyesel ga ngasih keperawananmu itu ke orang selain Bayu?"

"Saya sangat menyesal."

"Apa yang bakal kamu lakuin buat memperbaiki situasi itu?"

"Saya akan menjadi istri yang binal untuk Bayu."

"Bagus!" Dengan seringai kepuasan. Ia lalu menghampiriku yang sedari tadi terdiam membisu dengan nafsu yang sudah berada diubun-ubun. Fajar membuka kunci borgolku.

"Sekarang lu lakuin apapun yang lu pengen lakuin ke Dewi. Lu bebas ngelakuin apa aja ke dia asal lu bersedia gue rekam."

Kontolku yang sudah mengacung keras dengan tonjolan-tonjolan uratnya membawaku mendekati Dewi. Harum tubuh Dewi langsung menyeruak masuk ke lubang hidungku. Aku menundukkan kepalaku. Mencoba menghirup lebih aroma kewanitaan dari vagina Dewi. Tungkai kaki wanita itu yang terikat menyilang memudahkanku mengeksplorasi tubuh Dewi lewat pandangan mata.


"Ayo jangan diliat aja. Cepetan lo entot atau ngapain kek." Desak Fajar yang duduk dikursi sambil tangannya mengenggam ponselnya.

Mengangguk kecil. Bibir hitamku mulai menyentuh bibir kewanitaan Dewi yang ditumbuhi bulu-bulu lebat. Aku menciumnya dengan penuh kehati-hatian. Takut jika Dewi akan membenciku setelah aku melakukan ini. Kulihat raut muka wanita itu. Benar saja, sorot mata kebencian terpancar dari manik mata Dewi.

'Jangan buru-buru Bay. Mangsa lu ini ga bakal kemana-mana. Inget tujuan lu adalah bikin Dewi ketagihan sama kontol lu ini.' Kata batinku sumringah. Perhatianku berpindah dari memek Dewi menuju bekas-bekas memar disekitaran pahanya. Aku mengelus-elus bagian itu. Membelai paha Dewi dengan penuh kelembutan. Lalu menjulurkan lidahku. Lidahku menari-nari diatas kulit mulus Dewi. Berharap rasa sakit dipaha Dewi sedikit berkurang.

Sedikit demi sedikit raut wajah Dewi melunak. Ia memejamkan matanya. Tapi giginya tetap mengatup rapat menahan gejolak emosinya. Itu saja cukup untuk menambah kepercayaan diriku. Aku mulai beralih ke paha dalam Dewi. Mengecup-ngecupnya pelan, seakan Dewi adalah barang berharga yang takut kurusak.

Tanpa menghentikan belaian tanganku di paha Dewi, mulutku kembali menempel pada bibir vagina Dewi. Hal ini berlangsung sedikit lama, sampai Dewi mau membuka kelopak matanya melihat apa yang sedang kukerjakan. Dewi memandangku dengan tatapan yang aneh. Seperti rasa kesal, jengkel, dan napsu berpadu menjadi satu dalam benaknya. Wajar saja, aku telah memberi tiga butir obat perangsang seharian ini. Ia tak akan bertahan lama.

Lama berdiam dengan posisi seperti itu. Akhirnya aku membuka mulutku, lidahku menelusup masuk ke lubang vagina Dewi. Hangat dan beceknya memek Dewi langsung menyambut kedatangan lidahku saat menerobos pintu lubangnya. Menjelajahi rongga vagina Dewi membuatku tersadar betapa sempitnya lubang itu. Pengakuan Dewi tempo waktu ternyata memang benar. Ia benar-benar jarang terjamah oleh Fajar.

What a waste! Kubilang. Pikiranku mulai membayangkan bagaimana rasanya kontolku yang berukuran 17 senti ini memasuki liang kewanitaannya. Pasti enak sekali! Tapi sudah kuputuskan untuk tidak terburu-buru saat menyantap mangsaku.

Puas mengoral Dewi. Aku langsung mengenyoti buah dada Dewi yang masih terbalut lingerienya dengan rakus. Lembutnya payudara Dewi dan kain sutra mengundang tanganku meremasnya dengan gemas. Perbuatanku itu tak ayal membuat Dewi meliukkan badannya keatas. Bermaksud menahan rangsangan hebat itu.

"Jangan ditahan Dew. Ingat, kamu ini sekarang lagi ngelayanin suami kamu sendiri. Atau harus aku hukum lagi supaya kamu ngerti?" Sahut Fajar dari tempatnya merekam.

Dewi mendesis kesal. Ia memandangku penuh emosi. Sementara aku terus mengenyoti buah dada Dewi secara bergantian tanpa ada ampun. Aku bahkan tanpa segan-segan membenamkan wajahku di ketiak hitam Dewi yang ditumbuhi sedikit bulu-bulu halus. Menjilatinya secara intens sambil menikmati aroma khas tubuhnya. Lambat laun, puting Dewi mulai mengeras.

Paham gelombang napsu tidak mampu lagi dibendung lawan mainku. Aku segera mengacungkan penisku menyentuh bibir kemaluan Dewi. Dewi tampak bergidik ngeri melihat senjataku menggosok-gosokan klitorisnya. Ia tampak tidak rela jika tubuhnya dikotori oleh orang sepertiku. Tapi aku sudah tak peduli lagi.

Secara perlahan aku memasukan batangan penisku masuk ke dalam rongga vagina Dewi. Sempitnya lorong vagina Dewi itu langsung menekan kontolku kuat-kuat. Dewi menjerit keras bahkan ketika kontolku baru masuk setengah bagian saja. Napas wanita itu memburu.

Aku belum mau menyerah. Aku terus mendorong kontolku masuk hingga amblas seluruhnya. Kerutan diwajah Dewi menandakan ia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku jadi berpikir, sekecil apa sih kontol si Fajar hingga Dewi tidak sanggup menampung besarnya kontolku?

Plop!

Aku yakin ujung kontolku telah menyentuh dinding peranakan milik Dewi. Ukuran penisku ternyata sesuai dengan panjang lorong vagina Dewi. Tentu saja ini membuatku kaget. Apakah ini hanya sebatas kebetulan saja? Atau memang kontolku dan memeknya ditakdirkan untuk bersatu?

Selama beberapa jenak aku membiarkan penisku tertancap disana tanpa bergerak barang sedikitpun. Bermaksud membiasakan otot-otot vagina Dewi dengan penis jumbo milikku. Dewi terus 'memijat' penisku tanpa henti. Tangan wanita itu mengepal, jika dilepas mungkin ia akan berontak berusaha melepaskan dirinya dari kontolku.

"Aku mencintaimu, Dew. Aku menyanyangimu. Kumohon jadilah satu-satunya pasangan hidupku diseumur hidupku." Aku terus mengucapkan mantra itu berulang-ulang tepat dileher Dewi saat aku menghujaninya dengan kecupan-kecupan manis. Itulah kali pertama aku menyatakan cinta pada Dewi dengan perasaanku yang tulus.

Kepala Dewi bergerak-gerak. Seperti memintaku menarik diri untuk menatapnya langsung. Aku meladeni permintaannya. Kutatap lurus kedua bola matanya dengan segenap kesungguhan. Supaya Dewi sadar tiada dusta dalam perkataanku itu.

"Aku mencintaimu." Aku telah sukses menyatukan bibir hitamku dengan bibir mungilnya yang merah merekah. Kami berciuman walau hanya sebatas bersentuhan bibir. Ia tidak merespon ciumanku, tapi anehnya dinding vagina Dewi mulai memijitku lebih pelan dan berperasaan.

Itulah kesempatanku untuk menarik-dorongkan penisku. Aku melakukannya secara perlahan. Meresapi setiap pijitan vagina Dewi dan memastikan Dewi sudah membiasakan diri dengan ukuran penisku. Dewi sesekali meringis kesakitan. Tapi lambat laun mulutnya berhenti bersuara.

Aku mulai mempercepat tempo gerakanku. Hingga sampai dititik dimana aku berani memutar-mutar pinggulku. Dewi tidak banyak melawan. Ia hanya diam saja sambil kepalanya terbaring pasrah dengan mata yang tertutup rapat.

Aku tidak menyangka, bidadariku kini benar-benar berada dibawah kendali tubuhku. Mengingat dia adalah objek pelampiasan napsuku selama bertahun-tahun melalui kegiatan masturbasi, penestrasiku tidak berlangsung lama. Hanya butuh sekisar 15 menitan sampai aku menumpahkan seluruh cairan cintaku mengisi rahimnya. Cairan itu terus saja keluar hingga kuyakini itulah kali pertama aku mengeluarkan sperma sebanyak itu.

"Hangat.." Gumam Dewi tanpa sadar.

Bersambung..
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Izin :baca: juga deh. Alur ceritanya cukup enak dibaca. Nyantai gitu. Penasaran nunggu update berikutnya. Lanjutken suhu. Thks
 
Wowwwww....Ikut ninggalin bau disini hu...:)

Semoga bisa lancar ya hu...:ampun:
 
mohon maaf nih. suhu2 sekalian.. usia id newbie belum memungkinkan untuk posting mulustrasi. nanti bakal newbie posting di updatan selanjutnya :)
 
mejeng dulu disini, siapa tau adem
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
padahal baru chapter 1 tapi udah buat gw :konak:

gan, cerita buatanmu numero uno :jempol:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd