Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Fantasi Pamer Istri

3 : Tenda Goyang

Saat sampai di pos 5 kami memutuskan untuk membuka tenda mengingat hari mulai gelap dan kami pun kelelahan, terutama Ifa. Hanya ada 1 tenda untuk aku dan Ifa, sementara Ucup membuat hammock di antara pepohonan.

"Enggak kedinginan mas tidur di situ?" tanyaku.

"Nanti pakai sleeping bag, Mas," jawabnya.

"Enggak di dalem aja bareng-bareng?" tanyaku menggoda.

Ia terkekeh. "Enggak muat. Di sini aja enggak apa-apa."

Memang tenda yang ku bawa tidak terlalu besar, hanya muat untuk dua sampai tiga orang. Sebenarnya muat-muat saja jika porter itu mau, tetapi ia masih memiliki etika ternyata. Namun, meskipun ia mau, itu tidak akan terjadi karena istriku pasti menolaknya.

Di tengah percakapan, dua orang pendaki yang sedang naik menghampiri kami. Mereka terlihat lebih tua dariku. Satu orang dengan berewok lebat dan janggut panjang di wajahnya, dan satu lagi pria gempal berambut gondrong.

"Saya numpang bermalam di sini juga enggak apa-apa?" tanya si berewok.

"Monggo," jawabku yang sedang berdiri di dekat Ucup, tak jauh dari api unggun.

"Sekalian numpang api unggun, dingin soalnya," timpalnya lagi.

Tatapannya tiba-tiba berpindah ke arah istriku yang sedang duduk di depan api unggun memakan pop mie.

Malam ini istriku mengenakan kaos lengan panjang berwarna hitam, hijab hitam, dan celana panjang berwarna moka. Ketika memakai kaos, dadanya memang terlihat selalu memberontak karena ia lebih nyaman mengenakan pakaian yang tidak terlalu kebesaran ditubuhnya.

Melihat tatapan pria itu, aku justru semakin tertantang. Sudah pasti saat ini ia sedang memandang gumpalan besar di dada istriku.


Singkat cerita, pria berewok itu bernama Ali dan si gempal bernama Agum. Mereka merupakan pendaki asal Solo. Ali mendirikan tenda bersebrangan dengan tenda ku. Saat ini Aku, Ali, Agum dan Ucup mengobrol ditemani kopi di depan perapian hangat hingga larut malam.

"Istrinya enggak diajak gabung sini, Mas?" tanya Ali sambil pandangannya menatap tajam ke arah tendaku.

"Capek dia katanya, mau istirahat," jawabku.

Istriku memang tak bergabung bersama kami. Selain lelah dan butuh istirahat, ia juga tipikal wanita yang kurang suka bergaul dengan laki-laki. Dalam pergaulannya sehari-hari pun ia cenderung hanya dekat dengan teman-teman wanitanya saja.

Malam semakin larut, dan topik pembicaraan semakin habis. Aku pun memutuskan untuk beranjak dari api unggun. "Saya tidur duluan ya, besok mau ngejar sunrise."

"Oh, oke," jawab Ucup, Agum dan Ali.

Aku pergi ke dalam tenda meninggalkan mereka. Ku lihat istriku yang sedang tidur berselimut sleeping bag. Dari gelagatnya, aku tahu bahwa ia belum benar-benar tertidur.

"Belum tidur, baby?" tanyaku.

"Enggak bisa tidur," jawabnya ketus.

"Kamu kenapa? Kok nadanya kayak marah gitu?"

Ia hanya diam berpura-pura tidur. Sangat tertebak bahwa saat ini ia sedang merajuk. Ku putuskan untuk berbaring di sampingnya sambil membelai rambutnya lembut.

"Kamu ngambek gara-gara aku candain sepanjang jalan tadi?"

Ia masih membisu tanpa kata dan tidur membelakangi ku. Meskipun mau ku sentuh, tetapi agak susah membuatnya bicara.

"Kamu itu punya body yang bagus. Sengaja aku bercanda kayak gitu biar mas Ucup tuh mupeng. Setiap ada yang liatin kamu nakal, aku merasa bangga karena udah dapetin kamu, Beb," ucapku.

Ia membuka mata dan langsung duduk menusukku dengan tatapan tajam.

"Aku malu tau enggak!" ucapnya dengan nada tinggi. "Itu masalahnya, Mas. Kamu bercanda dewasa begitu di depan cowok lain. Risih aku diliatin begitu sama cowok lain."

"Itu bikin aku tambah horny, baby," ucapku.

"Kamu horny, akunya malu. Kamu enggak mikir, Mas? Harga diri ku kayak enggak ada."

"Malu kenapa sih?" Aku ikut duduk berhadapan dengannya. "Toket kamu gede, pantat kamu gede, kamu cantik juga. Malu kenapa? Ini bukan masalah harga diri. Kamu harus bangga sama tubuh kamu juga dong."

"Terus kalo bangga harus dipamerin gitu?" tanyanya. "Aku istrimu, Mas. Bukan perek. Astagfirullah."

Kali ini giliran aku yang terdiam. "Maafin aku baby."

"Aneh kamu, Mas," balasnya dengan wajah kecewa.

Aku mendekat dan berusaha memeluknya, tetapi Ifa menolak. Ku paksa untuk tetap memeluknya hingga erat sambil mengusap pundaknya. "Maafin aku."

Ia pasrah dan menangis dalam dekapanku. Perlahan ia luluh dan memelukku balik. "Aku cuma mau sama kamu, Mas. Tubuhku ini cuma kamu yang boleh liat, cuma kamu yang boleh pegang, cuma kamu yang boleh make."

Ku cium pipinya, lalu bergeser ke bibir. Ia pun merespon dengan lidahnya. Ciuman hebat terjadi di dalam tenda. Ku turunkan resleting jaketnya dan ku angkat kaos hitam yang ia kenakan hingga kedua gunungnya terekspos dengan jelas. Sepertinya malam ini kami akan saling menghangatkan diri bersama.

Tanganku meraba seluruh lekuk tubuhnya dan tak luput dari gunung indahnya. Ciuman kami pun semakin panas hingga mengeluarkan bunyi.

Ia mendorongku hingga terjatuh, lalu menindih tubuhku. Diraihnya rudal kejantananku, lalu ia masukkan ke dalam lubang miliknya yang sudah basah. Ifa menatapku nakal, lalu mengambil ikat rambut di samping ransel, kemudian mengikat rambutnya.

"Are you ready, baby?" tanyanya dengan nada nakal menggoda.

"Fuck me, baby," balasku.

Ia memaju mundurkan kemaluan sambil sesekali menggoyangkan pinggulnya. Rudalku seperti terhisap ke dalam black hole. Seluruh tubuhnya bermain liar meliuk-meliuk seperti ular. Ku remas kedua bongkahan dadanya, lalu ku tarik manja putingnya.

"Mphhh ... tarik terus, babyy," gumamnya.

"Aku mau keluar, baby!" seru ku agak keras. Diperlakukan seperti itu membuatku tak tahan dan langsung KO seketika.

Ia tersenyum, lalu menatap ke samping, arah ketiga pria di luar sana yang sedang duduk di depan api unggun. Kemudian Ifa menatapku kembali sambil menempelkan telunjuknya di bibir.

"Jangan keras-keras, baby. Nanti yang di luar kepingin."

Aku mengangguk, meskipun aku ingin mereka semua mendengar jeritan kenikmatanku agar mereka terpancing masuk. Namun, itu semua hanyalah imajinasi ku semata. Nyatanya tak ada siapa pun yang masuk ke dalam tenda ini.

Ifa terus melancarkan serangan hingga rasanya kontolku ingin meledak. Ekspresi penuh nafsunya membuatku semakin gila.

"Meledak, babyyy ahhhh," erang ku.

"Keluarin, Baby. Come on, cum inside me," ucapnya dengan nada halus.

"Ahhh ahh ahhh aku keluar!" Ku remas kuat gundukan dada istriku hingga ia memekik sakit.

"Shhhh ... pelan-pelan remesnya, babyy. Sakit."

"Maaf baby—aku—keluar duluan. Kamu belum sampe, ya?" ucapku terengah-engah.

Iya tersenyum dan bangun dari tubuhku, lalu berbaring di atas sleeping bag nya. "Enggak apa-apa, yang penting kamu puas, baby. Tugas istri kan muasin suami. Yuk sekarang tidur, aku capek." Ia membetulkan kaos dan jaketnya, lalu menyelimuti diri dengan sleeping bag, kemudian tidur.

Aku baru sadar, bahwa kami belum mematikan lentera portabel. Tentu saja semua permainan panas tadi menjadi film bokep berbentuk siluet untuk Ali, Agum dan Ucup yang masih berada di luar. Belum lagi tenda kami tak terlalu tebal, sehingga suara dari dalam pun terdengar keluar. Yaaaa, paling tidak malam ini ada tontonan gratis untuk mereka dan memuaskan sedikit fantasiku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd