Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Fantasi Pamer Istri

Disela kesibukan, update tipis-tipis dulu ye kan

__________________

Bab 5 : Hilang

Meskipun agak kesiangan dan tidak mendapatkan sunrise, tapi kami tetap melanjutkan perjalanan ke puncak. Hanya saja dalam perjalanan ini kami berlima. Ali dan Agum ikut bersama rombongan kami.

"Kerja, apa di rumah aja, mbak Ifa?" tanya Ali mengajak istriku ngobrol.

"Kerja, Mas," jawab Ifa.

"Di mana?"

"Masih di daerah Jakarta sih," jawab istriku.

"Oh, iya iya iya."

"Kalo mas Ali?" tanya istriku.

"Saya kerja di Solo, tapi sering keluar kota juga."

Ku lihat Ali mulai intens mengajak istriku berbincang. Lambat laun istri ku yang agak pendiam itu terbawa suasana dan sesekali terlihat tertawa karena guyonan pria itu.

Ada rasa cemburu, tapi di sisi lain pun agak antusias. Seandainya ia tahu bahwa pria itu yang semalam sudah mengobrak-ngabrik lubang kewanitaannya hingga menjerit-jerit.

Sesekali Agum dan Ucup ikut perbincangan, tetapi Ali yang lebih banyak porsinya.

Setelah melewati berbagai rintangan, tibalah kami di puncak. Tidak banyak pendaki di sini, bisa dihitung jari.

Kami bermain-main di puncak cukup lama sampai pada akhirnya memutuskan turun ketika langit terlihat mendung. Kami pendaki terakhir yang berada di puncak.

Singkat cerita, rintik hujan pun turun dan bertransisi menjadi deras. Untungnya kami sudah tiba di pos teratas dan berteduh di shelter.

Sekitar setengah jam berlalu, hujan pun berhenti dan kami melanjutkan perjalanan.

Pada satu titik, saat aku dan istriku bergandengan membantunya menuruni medan yang licin, kami tergelincir.

Beruntung bukan hal yang fatal dan kami berdua selamat. Hanya saja sepertinya tangan ku terkilir akibat menahan tubuh dan salah posisi.

"Aw," pekik istriku.

Ku tatap ia yang duduk terlulai di tanah.

"Kamu enggak apa-apa, Beb? Ada yang sakit?"

"Kaki ku sakit," jawabnya.

Rupanya ia juga terluka, tetapi berbeda letaknya dengan ku. Mungkin karena salah tumpuan saat berpijak, pergelangan kakinya terkilir.

Untungnya Ucup cukup paham menangani kasus seperti ini dan segera melakukan pertolongan pertama pada aku dan istriku.

Istriku berusaha bangkit, tetapi tampaknya ia agak susah untuk berjalan. Mengingat kondisiku juga kurang baik, aku kesulitan untuk membantunya.

"Saya punya saran," ucap Ali. "Gimana kalo Agum bantu gendong mbaknya? Tapi saya mohon izin sama mas dan mbaknya dulu."

"Emangnya kuat?" tanyaku.

"Agum kuat gendong satu orang kok, paling nanti saya bantu bawa carrier dia."

Aku menatap istriku. "Gimana, Beb?"

Istriku menggeleng. "Enggak usah, aku masih bisa jalan kok." Ia memaksakan diri untuk berjalan, menghindari yang bukan makhromnya.

"Tapi kalo nanti sakit bilang ya," ucapku.

Ia pun mengangguk setuju. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan.

Makin lama tempo kami semakin lambat. Istriku berjalan di tengah barisan di bantu oleh Ali. Istriku merangkulnya karena sulit untuk menopan tubuhnya sendiri dengan kondisi kaki seperti itu.

"Ya udah deh, Mas. Minta tolong gendong aja."

Ucapannya membuat kami berhenti. Aku sontak menatap dadanya yang sebentar lagi akan menjadi bantalan si gempal itu.

Ali membantu membawa tas Agum, kemudian Agum berjongkok di depan istriku.

Awalnya ia ragu dengan keputusannya. Sejenak ia menatapku, dan ku balas anggukan kepala padanya.

Dengan ekspresi pasrah, ia naik ke tubuh belakang Agum dan memeluk pria itu dari belakang. Agum pun segera bangkit dan memberikan kode untuk melanjutkan perjalanan.

Kini Ali berjalan di belakang menjadi sweeper. Sesekali saat ku lihat ke belakang, pria itu sering tertangkap basah oleh mataku sedang memandangi bongkahan pantat istriku. Sementara itu di depannya ada Agum yang berjalan dengan tonjolan di selangkangannya. Sepertinya menggendong istriku membuat senjata rahasianya bangkit.

Aku tahu kalau istriku saat ini sedang merasa tak nyaman, mengingat ia memang wanita yang seperti itu. Aku hanya bisa tersenyum membayangkan dadanya yang montok itu kini sedang menempel dan bergesekan di punggung pria lain.

Aku berjalan kurang fokus karena bayangan-bayangan jorok di kepala, tetapi karena itulah tempo kami kembali, bahkan agak cepat.

Entah sudah berapa lama kami berjalan, akhirnya tibalah kami di pos berikutnya. Aku menoleh ke belakang.

"Kita istirahat dul—"

Namun, ucapanku berhenti karena Agum, Ali, dan istriku tak berada di belakang aku dan Ucup.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd